Pro dan Kontra Larangan Jilbab di Sekolah dan Niqab serta Burqa di
60
intensitas sering atau setiap kali mereka meninggalkan rumah mereka semenjak undang-undang jilbab, niqab dan burqa di berlakukan.
188
Perdebatan mengenai jilbab dan niqab serta burqa pun terjadi antar sesama anggota parlemen. Seorang anggota Parlemen Eropa dan mantan Menteri Perancis
melakukan tindakan yang kontroversial di Perancis dengan memposting gambar seorang wanita berjilbab duduk di pantai dan mengkritik sebagai serangan terhadap
budaya Perancis. Morano yang berasal dari partai UMP kanan-tengah juga menandaskan bahwa bagi setiap orang yang memilih untuk datang ke Perancis,
negara hukum, negara sekuler, maka orang tersebut harus menghormati budaya dan hak-hak perempuan. Jika tidak, pergi ke tempat lain. Morano juga menyatakan bahwa
Perancis membutuhkan observatorium nasional untuk menghormati budaya Perancis.
189
Komentar yang diutarakan oleh Morano menuai berbagai respon. Mantan pemimpin partai Sosialis, Harlem Desir, mengatakan bahwa Morano ada benarnya.
Menurutnya, pantai seharusnya menjadi tempat kebebasan untuk semua. Namun, mantan menteri dari partai yang sama dengan Morano, Valérie Pécresse, mengkritik
definisi Morano tentang kebebasan. Menurutnya, selama pengguna jilbab ataupun burqa tidak melanggar hukum, orang harus diperbolehkan untuk memakai apa pun
188
Open Society Foundation , ―Unveiling the Truth‖, 16.
189
Leon Watson, ―French women have a duty to wear a bikini on the beach, says former minister: Row after Sarkozy supporter tweets picture of Muslim wearing a headscarf‖, 20 Agustus 2014; tersedia di
https:dailymail.co.uk; diakses pada 3 November 2014.
61
yang diinginkan.
190
Bukan hanya itu, komentar lain juga terlontar dari Abdullah Zekri, Presiden National Observatory Against Islamophobia yang menanggapi dan
menekankan kepada Morano bahwa kebebasan berekspresi dan berkeyakinan adalah hak konstitusional. Menurutnya, budaya Perancis mencerminkan kesetaraan antara
laki-laki dan perempuan. Perdebatan berkecamuk di jejaring sosial dan antara politisi. Dan wakil presiden Front Nasional sayap kanan, Florian Philippot, secara terbuka
mengulang kembali seruan partainya untuk larangan simbol-simbol agama di depan umum.
191
Bukan hanya itu, aktivis komunitas Perancis pun, Pierre Tévanian dalam artikelnya di surat kabar Le Monde Diplometique yang berjudul
“Say No to Racial Discrimination” menyatakan pendapatnya bahwa undang-undang mengenai simbol
keagamaan tersebut seharusnya ditujukan kepada pendidik dan seluruh pegawai di sekolah, bukan para siswa. Dengan adanya undang-undang tersebut, menurut
Tévanian, hanya akan menambah permasalahan di Perancis seperti kesenjangan sosial, pengangguran, diskriminasi ras dan kekurangan guru di sekolah-sekolah.
192
Tidak hanya undang-undang mengenai larangan jilbab di sekolah saja yang menuai pro dan kontra di Perancis, namun undang-undang mengenai larangan niqab
dan burqa juga mendapatkan perhatian khusus dari masyarakat Perancis baik itu yang
190
John Lichfield, ―It‘s a French woman‘s duty to wear a bikini, says ex-minister‖, 19 Agustus 2014;
tersedia di http:www.independent.co.uknewsworldeuropeits-a-french-womans-duty-to-wear-a- bikini-says-exminister-9679431.html; diakses pada 3 November 2014.
191
Leon Watson, ―French women have a duty to wear a bikini on the beach, says former minister‖, Row after Sarkozy supporter tweets picture of Muslim wearing a headscarf.
192
Pierre Tévanian, ―Say No to Racial Discrimination‖, February 2004; tersedia di http:mondediplo.com20040208scapegoats
; diakses pada 4 Agustus 2014; dalam ―Pulling Back the Veil: The Hijab Ban and the Evolution of French Nationalism‖, Meghan Henkel, 2012.
62
mendukung maupun menolak undang-undang tersebut. Dukungan bagi pengesahan undang-undang larangan niqab dan burqa datang dari berbagai pihak. Lutte Ouvrière
Pekerja Perjuangan secara terbuka menyatakan dukungannya terhadap larangan burqa dan niqab. Organisasi ini memiliki pandangan bahwa undang-undang tersebut
akan membantu warga Perancis untuk terlepas dari paksaan menggunakan burqa.
193
Éric Raoult dari partsi UMP berpendapat bahwa undang-undang larangan niqab dan burqa merupakan salah satu langkah yang tepat yang diambil pemerintahan
Perancis untuk menanggulangi pergerakan Islam fundamental sebab niqab dan burqa merupakan salah satu manifestasi dari fundamentalisme.
194
Sedangkan presiden dari the Neither Whores Nor Submissives movement Ni Putes Ni Soumises, Siham
Habchi, juga menyatakan persetujuannya bagi pemerintahan Perancis terhadap pengesahan undang-undang larangan niqab dan burqa. Menurutnya, larangan tersebut
bukanlah mengenai hak wanita tetapi mengenai niqab dan burqa yang menjadi simbol penindasan bagi wanita.
195
Dukungan serupa juga dilontarkan Hassen Chalghoumi, Imam Masjid Drancy, pinggiran utara Paris. Dia mendukung larangan niqab dan
burqa. Chalghoumi menilai bahwa niqab dan burqa merupakan simbol dari radikalisme dan radikalisme itulah yang sebenarnya merupakan musuh Islam.
196
193
Antoine Lerougetel dan Alex Lantier , ―France: Racist campaign against burqa threatens democratic
rights‖, 14 Juli 2009; tersedia di http:www.wsws.org; diakses pada 7 Agustus 2014
194
Kyle James, French commission recommends banning the burqa ‖, 26 Januari 2010; tersedia di
http:www.dw.de; diakses pada 7 agustus 2014
195
Bruce Crumley, ―Will France Impose a Ban on the Burqa?‖, 19 Juni 2009; tersedia di http:content.time.com; diakses pada 7 Agustus 2014.
196
Steven Erlanger, ―For a French Imam, Islam‘s True Enemy Is Radicalism‖, 12 Februari 2010; tersedia di http:www.nytimes.com; diakses pada 7 Agustus 2014
63
Tidak hanya dukungan yang datang dari publik Perancis, tapi, berbagai macam penolakan pun ikut menghiasi undang-undang larangan niqab dan burqa di
Perancis. Jean-Marie Fardeau, Direktur kantor Human Rights Watch di Paris, mengatakan bahwa dengan melarang burqa tidak akan membuat wanita merasa
bebas, tapi itu justru akan melukai dan memisahkan wanita yang memakainya dari masyarakat.
197
Selain Jean-Marie Fardeau, organisasi-organisasi Islam di dalam negeri Perancis juga menyerukan penolakannya seperti Collectif Contre
l‟Islamophobie en France CCIF dan Coordination contre le Racisme et l‟Islamophobie CRI.
198
Selain itu, penolakan secara tidak langsung juga diberikan oleh the Conseil français du culte musulman CFCM. CFCM menyatakan bahwa efek stigma
terhadap Muslim akan lebih besar daripada manfaat yang dirasakan. Menurut CFCM, pendidikan merupakan solusi terbaik untuk menekan dan menghilangkan praktek-
praktek keagamaan terutama yang berkaitan dengan pakaian keagamaan.
199
Mahmoud Doua, seorang akademisi dan imam dari Bordeaux, mengatakan bahwa hukum yang melarang niqab dan burqa akan menjadi sebuah kesalahan dan hanya
akan memperburuk situasi dan hubungan Muslim dengan warga mayoritas.
200
Hal
197
Jamey Keaten, ―French Burqa Ban Commission Created‖, 23 Juni 2009; tersedia di http:www.huffingtonpost.com; diakses pada 8 Agustus 2014
198
European Race Audit, ―The background to the French parliamentary commission on the burqa and
niqab ‖, 3.
199
Mairead Enright, ―France, French Identity and the Burqa: Gerin Report Due in January‖, 9 November 2009; tersedia di http:humanrights.ielaw-culture-and-religionfrance-french-identity-and-
the-burqa-gerin-report-due-in-january; diakses pada 4 November 2014.
200
European Race Audit, ―The background to the French parliamentary commission on the burqa and niqab
‖, 3.
64
tersebut kemudian terbukti dengan adanya kerusuhan yang terjadi di Perancis akibat dari undang-undang larangan niqab dan burqa. Kerusuhan terjadi di Trappes pada Juli
2013 lalu. Kerusuhan itu di awali oleh aksi protes terhadap penangkapan seorang pria yang mencoba membela istrinya karena terkena tilang saat mengenakan jilbab di
tempat umum.
201
2 Respon Dunia Internasional Terhadap Larangan Jilbab di Sekolah
dan Niqab serta Burqa di Perancis
Pengesahan dan juga pemberlakuan undang-undang yang mengatur tentang larangan pemakaian simbol-simbol agama di sekolah khususnya jilbab, niqab dan
burqa juga menuai reaksi dari dunia internasional. Salah satu kejadian yang merupakan reaksi masyarakat internasional terhadap undang-undang yang disahkan
Perancis itu terjadi di Iraq.
202
Di Iraq, dua reporter Perancis, Christian Chesnot dari Radio France International dan Georges Malbrunot dari harian Le Figaro, dilaporkan
menghilang pada tanggal 21 Agustus 2004. Para penculik meminta pemerintah Perancis untuk membatalkan undang-undang tersebut di sekolah-sekolah Perancis.
203
Undang-undang mengenai larangan menggunakan jilbab di sekolah juga mendapat kritikan dari John V. Hanford dari administrasi pemerintahan Bush
mengenai isu-isu kebebasan beragama yang menyatakan bahwa pemakaian jilbab di
201
Alex Lanti er, ―Riots hit Trappes, France after police arrest family of veiled Muslim woman‖, 22
Juli 2013; tersedia di http:www.wsws.org; diakses pada 8 Agustus 2014
202
Bowen, ―Why the French Don‘t Like Headscarves‖, 145.
203
Kianne Sadeq , ―Two French journalists kidnapped in Iraq‖, 29 Agustus 2004; tersedia di
http:edition.cnn.com; diakses pada 9 Agustus 2014
65
sekolah merupakan hak dasar yang harus dilindungi.
204
Selanjutnya, Hanford juga mengatakan bahwa prinsip dasar dari kebebasan beragama adalah ketika semua orang
bisa menjalankan agama dan keyakinan mereka dengan bebas dan damai tanpa ada campur tangan pemerintah selama mereka melaksanakannya tanpa provokasi dan
juga intimidasi dari orang lain.
205
Selain kejadian dan kritik di atas, kritik-kritik juga terlontar dari organisasi- organisasi HAM internasional bagi undang-undang larangan tersebut. Eksekutif
Direktur Human Right Watch HRW, Kenneth Roth menyatakan hukum yang disahkan oleh Perancis merupakan pelanggaran yang tidak beralasan mengenai hak
kebebasan praktek keagamaan. Selanjutnya ia menambahkan bahwa jika membahas penggunaan jilbab maka kita tidak hanya berbicara mengenai ekspresi keagamaan
tetapi jilbab juga merupakan kewajiban agama. Meskipun pada awalnya terlihat netral, namun dampak dari diberlakukannya undang-undang larangan berjilbab di
sekolah akan tertuju pada gadis-gadis Muslim dan hal tersebut melanggar ketentuan anti diskriminasi dari hukum Hak Asasi Manusia internasional serta hak untuk
menyamai kesempatan pendidikan.
206
Pada tahun 2012, Judith Sunderland, seorang peneliti di HRW yang berfokus pada isu-isu yang berkaitan dengan diskriminasi dan intoleransi, migrasi dan
kebijakan suaka dan kontraterorisme di Eropa dan Asia Tengah juga memaparkan
204
Christopher Marquis, ―U.S. Chides France on Effort to Bar Religious Garb in Schools‖, 19 Desember 2003; tersedia di http:www.nytimes.com; diakses pada 10 Agustus 2014
205
Marquis, ―U.S. Chides France on Effort to Bar Religious Garb in Schools‖.
206
France: Headscarf Ban Violates Religious Freedom, 27 Februari 2004; tersedia di http:www.hrw.orgnews20040226france-headscarf-ban-violates-religious-freedom; diakses pada
10 Agustus 2014.
66
kritiknya terhadap undang-undang larangan niqab dan burqa di Perancis. Meskipun sebagian aktivis hak wanita menilai bahwa niqab dan burqa merupakan simbol
penindasan bagi wanita, namun menurut Judith seharusnya para wanita memiliki pilihan untuk menentukan bagaimana mereka harus mengekspresikan kepercayaan,
identitas dan nilai moral tiap individu dan bebas dari paksaan ketika wanita harus memilih antara kepercayaan atau pekerjaan.
207
Selain HRW, ada pula beberapa organisasi HAM internasional yang menyayangkan sikap pemerintahan Perancis dalam mengesahkan undang-undang
tersebut. Bahkan, Islamic Human Rights Commission IHRC dan International Islamic Women Organisation IIWO mengirimkan surat terbuka bagi Presiden
Chiraq di tahun 2004 agar Presiden mempertimbangkan kembali keputusannya sebelum mengesahkan undang-undang larangan jilbab di sekolah.
208
Tidak hanya kedua organisasi tersebut yang mengirim surat untuk menanggapi undang-undang
larangan jilbab, Amnesty Internasional juga ikut turut mengirimkan surat ke Parlemen Perancis. Pada tahun 2010, Amnesty Internasional mengirimkan surat yang
berisikan penolakannya terhadap undang-undang larangan niqab dan burqa.
209
Meskipun terdapat beberapa organisasi HAM yang menolak dan menyayangkan diberlakukannya undang-undang yang disahkan tahun 2004 dan 2010,
207
Judith Sunderland, ―Banning Muslim Veil Denies Women a Choice, Too‖, 23 September 2013; tersedia di http:www.hrw.org; diakses pada 10 Agustus 2014
208
―IHRC and IIWOs Letter to Jacques Chirac Regarding the Hijab Ban in France‖, 11 Januari 2004; tersedia di http:www.ihrc.org.ukpublikationsreports7100-ihrc-and-iiwo-s-letter-to-jacques-chirac-
regarding-the-hijab-ban-in-france; diakses pada 10 Agustus 2014.
209
―France votes to ban full-face veils‖, 13 Juli 2010; tersedia di http:www.amnesty.orgennews- and-updatesfrance-votes-ban-full-face-veils-2010-07-13; diakses pada 10 Agustus 2014.
67
namun itu tidak berarti bahwa undang-undang tersebut tidak mendapatkan dukungan dari dunia internasional. Annie Sugier, Kepala Liga Internasional untuk Hak-Hak
Perempuan, menyatakan bahwa penggunaan cadar penuh di tempat umum merupakan penghapusan identitas wanita di muka publik.
210
Dalam surat terbukanya kepada ECtHR, Sugier mendesak agar ECtHR segera menegakkan larangan jilbab, niqab dan
burqa di Perancis sebab hal tersebut mampu menghilangkan ketidaksetaraan antara wanita dan pria. Sugier menambahkan bahwa penggunaan cadar penuh yang
digunakan oleh wanita justru akan memunculkan stigma bahwa tubuh wanita merupakan gangguan umum dan tidak sesuai dengan gagasan kesetaraan.
211
Selain Liga Internasional untuk Hak-Hak Perempuan, European Court of Human Rights ECtHR yang merupakan badan peradilan Uni Eropa juga mendukung
keputusan yang di keluarkan oleh pemerintah Perancis untuk tidak mengizinkan siswi yang mengenakan jilbab masuk kelas
212
dan niqab serta burqa di ruang publik Perancis.
213
Hal ini terlihat dari beberapa putusan yang di keluarkan ECtHR terkait kasus yang diajukan ke lembaga peradilan tersebut. Sedikitnya ada enam kasus
mengenai jilbab, niqab dan burqa yang diajukan ke ECtHR menghasilkan putusan
210
Soeren Kern, ―France: Muslim Woman Sues Over Burqa Ban‖, 6 Desember 2013; tersedia di http:www.gatestoneinstitute.org; diakses pada 11 Agustus 2014
211
―Lettre au Président de la Cour Européenne des ×Droits de lHomme‖, 26 November 2013; tersedia di http:ldif.asso.fr?theme=laiciten=558; diakses pada 11 Agustus 2014
212
―Application no. 2705805, fifth section, Case Of Dogru v. France‖, 4 December 2008; tersedia di http:hudoc.echr.coe.int; diakses pada 11 Agustus 2014
213
Kern, ―France: Muslim Woman Sues Over Burqa Ban.
68
yang sama yaitu ECtHR berpihak kepada pemerintah Perancis dan menilai bahwa jilbab, niqab dan burqa merupakan musuh bagi demokrasi di Eropa.
214
Terdapat enam kasus mengenai warga negara Perancis yang didenda dan di keluarkan akibat menggunakan jilbab di sekolah serta niqab dan burqa di ruang
publik kemudian melaporkan kasusnya tersebut ke ECtHR dengan laporan bahwa undang-undang yang diterapkan Perancis tersebut melanggar European Convention
on Human Right ECHR pasal 9 mengenai kebebasan beragama bagi masyarakat Eropa.
215
214
Raffaella Nigro, ―The Margin of Appreciation Doctrine and the Case-Law of the European Court of Human Rights on the Islamic Veil
‖, 11 HUM. RTS, 2010: 542-543, dalam ―Unveiling Inequality: Burqa Bans and Nondiscrimination Jurisprudence at the European Court of Human Rights
‖, oleh Sally Pei, 2013: 1094.
215
Martin Waehlisch, ―ECHR Chamber Judgment Case of S.A.S. v. France: Banning of burqas and niqabs legal?
‖, 21 Juli 2014; tersedia di http:cjicl.org.uk; diakses pada 11 Agustus 2014
69