Biografi Khalifah Umar bin Khattab

BAB III KEPEMIMPINAN KHALIFAH UMAR BIN KHATTAB

A. Biografi Khalifah Umar bin Khattab

Pasca meninggalnya Nabi Muhammad Saw. kepemimpinan umat Islam dilanjutkan oleh empat sahabat Nabi yang dikenal dengan sebutan al-Khulafa’ ar- Rasyidun . Umar bin Khattab adalah Khalifah kedua pengganti Abu Bakar, yang lebih dikenal sebagai tangan kanan Nabi Muhammad Saw. Umar adalah sosok pemimpin yang memiliki banyak keutamaan akan tetapi keutamaan yang ada dalam dirinya tidak menjadikan ia sombong. Umar lebih dikenal sebagai pemimpin yang tegas, sederhana dan menjungjung tinggi keadilan. Untuk itu sebelum Penulis menulis tentang negara kesejahteraan dalam kepemimpinan Umar bin Khattab, Penulis akan menjelaskan terlebih dahulu mengenai biogarafi Khalifah Umar bin Khattab agar kita bisa lebih mendalami tentang keperibadiannya. Umar bin Khattab memiliki nama lengkap Umar bin Khattab bin Nufail bin Abdul Uzza bin Riba’ah bin Abdullah bin Karth bin Razaah bin Adi bin Ka’ab. Sedangkan nama lengkap ayahnya adalah Khattab bin Nufail al-Mahzumi al-Quraisy, dan ibunya adalah Hantamah binti Hasyim bin Mugirah bin Abdullah bin Umar bin Makzum. Bani Makzun adalah cabang lain dari suku Quraisy dan sekutu dari Bani Umayah di zaman Jahiliyah. Keluarga Umar termasuk golongan Quraisy dari Bani Adi, suku Adi terpandang mulia dan mempunyai martabat tinggi di kalangan orang-orang Arab. 49 Umar di lahirkan di kota Makkah, dan ia lahir lebih muda empat tahun dari Rasulullah. Selain mempunyai budi pekerti yang luhur, fasih dan adil, Umar dikenal sebagai seorang pemberani dan pribadi yang dikenal keras sehingga ia digelari dengan ‘Singa Padang Pasir’. Pada masa kecilnya Umar ikut membantu ayahnya memelihara hewan ternak, dan ikut berdagang hingga ke Syiria. Walaupun Umar merupakan keturunan Bani Adi yang sangat terpandang dikalangan orang-orang Arab, akan tetapi ia bukan dari lingkungan keluarga kaya raya. Lingkungan keluarganya adalah lingkungan yang sangat menonjol dalam bidang ilmu pengetahuan. 50 Selain dikenal pemberani dan memiliki watak keras, Umar memiliki postur tubuh yang tegap dan kuat. Pada masa remaja, ia dikenal sebagai pegulat perkasa dan sering menampilkan kemampuannya itu dalam pesta tahunan pasar Ukaz di Makkah. Umar juga memiliki kecerdasan yang luar biasa, dalam hal ini ia mampu memperkirakan segala hal-hal yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Kelebihan-kelebihan yang dimilikinya itu menjadikannya wakil kabilahnya, ketika terjadi perundingan-perundingan dengan suku-suku lain. Sehingga Umar dan ayahnya sangat dikenal pandai berdiplomasi, dan dipercaya untuk menyelesaikan barbagai perselisaihan yang terjadi baik antara suku Quraisy atau dengan suku-suku lain. 51 49 Hamdani Anwar, “Masa al-Khulafa ar-Rasyidun,” dalam M. Din Syamsuddin, at all, ed., Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, vol. II Jakarta: P.T Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002, h. 38. 50 Taufiqurrahman, Sejarah Sosial Politik Masyarakat Islam Surabaya: Pustaka Islamika Press, 2003, h. 67. 51 Penyusun Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, vol. V Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994, h. 122. Sebelumnya, Umar bin Khattab dikenal sebagai salah seorang tokoh dari barisan non Muslim Quraisy yang sangat gigih menentang semua seruan Nabi Muhammad Saw. Masuknya Umar ke dalam barisan sahabat Nabi Muhammad Saw. sangat mengejutkan semua pihak baik kaum muslim maupun suku Quraisy. Islamnya Umar bin Khattab dilatar belakangi oleh peristiwa ketika disampaikan kepadanya tentang berita mengenai adiknya yang bernama Fatimah beserta suaminya telah mengucapkan dua kalimat syahadat dan memeluk Islam. Peristiwa itu yang telah membuat Umar menjadi geram dan sangat murka, sehingga ia segera pergi ke rumah adiknya. Sesampainya disana ia mendapati adiknya beserta suaminya dan beberapa orang muslim sedang mempelajari Al-Qur’an. Ketika mereka semua melihat Umar, semua yang ada disana terdiam membisu dan tidak ada yang berani bergerak sedikit pun. Dengan emosi yang meluap-luap Umar menampar adiknya beserta suaminya. Sebuah petunjuk atau hidayah dari Allah Swt. datang pada Umar di waktu puncak emosi dan kemarahannya, lewat sebuah lembaran yang bertuliskan ayat-ayat Al-Qur’an yang tertangkap oleh matanya. Jantungnya tiba-tiba berdegup kencang dan nyalinya menjadi ciut, dengan tangan Umar yang gemetaran dipungutnya lembaran itu, lalu dibacanya ayat-ayat Al- Qur’an yang tertera dilembaran tersebut. Menurut sebagian riwayat, lembaran yang bertulisakan ayat-ayat Al-Qur’an yang dibaca Umar adalah beberapa Ayat dari permulaan surat at-Taha. Setelah membaca ayat-ayat itu, perasaannya menjadi tenang, dan rasa damai menyelinap dihatinya. Sehingga timbul dalam dirinya keinginan yang sangat kuat untuk segera menemui Rasul Saw. Umar pun bergegas meninggalkan rumah adiknya menuju rumah al-Arqam di mana Nabi Muhammad Saw. pada saat itu sedang menyampaikan dakwah secara sembunyi- sembunyi. 52 Sesampainya di rumah al-Arqam, Umar segera mengetuk pintu. Para sahabat yang sedang bersama Nabi Muhammad Saw. menjadi gentar dan ketakutan ketika melihat yang datang adalah Umar bin Khattab, kecuali Hamzah bin Abdul Muttalib, paman Nabi yang dikenal sebagai seorang yang gagah berani. Nabi Muhammad Saw. mempersilakan Umar untuk masuk. Melihat sikap Nabi yang sangat lembut dan bijaksana, Umar merasa kecil dan lemah di hadapannya. Sambil menggenggam leher baju Umar, Nabi berkata dengan suara lantang, “Islamlah engkau, wahai Ibnu Khattab”. Umar pun akhirnya mengucapkan dua kalimat syahadat, sebagai bukti ia telah memeluk Islam. Banyak sumber menyatakan Umar masuk Islam pada tahun kelima setelah keNabian, dan menjadi salah satu sahabat terdekat Nabi Muhammad Saw. 53 Masuk Islamnya Umar segera diikuti oleh putra sulungnya, Abdullah dan isterinya Zainab binti Maz’nun. Selain itu, keislaman Umar membuka jalan bagi tokoh-tokoh Arab lainnya masuk Islam. Sehingga pada saat itu orang Arab banyak yang masuk Islam dan dalam waktu yang sangat singkat pengikut Islam bertambah dengan pesat. 54 Dakwah yang dilaksanakan oleh Nabi dan para sahabatnya menjadi semakin terbuka setelah Islamnya Umar bin Khattab. Umar berkorban untuk melindungi Nabi dan agama Islam, dan ikut berperang dalam peperangan yang besar di masa Rasul Saw. 52 Ibid ., h. 125. 53 Ali Mufrodi, Islam Di Kawasan Kebudayaan Arab Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997, h. 52. 54 Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam , h. 125. Nabi Muhammad Saw. memiliki pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan karakter Umar bin Khattab. Karena selain sebagai sahabat terdekat Nabi, Umar juga sangat mengagumi Nabi Muhammad Saw. Seperti telah dijelaskan di atas, kekaguman Umar terhadap Nabi bisa terlihat ketika ia mendatangi rumah al-Arqam untuk menemui Nabi yang mana pada waktu itu Nabi memerintahkan para sahabat membukakan pintu dan mempersilakannya untuk masuk. Umar kagum atas sikap Nabi yang sangat lembut dan bijaksana, sehingga ia merasa lemah dan kecil dihadapan Nabi Umar bin Khattab menjadi sahabat terdekat Nabi setelah ia masuk Islam. begitu dekatnya dengan Nabi sampai Nabi Muhammad Saw. berkata; “Andaikan masih ada Nabi sesudahku, Umarlah orangnya.” Ia juga digelari oleh Nabi dengan gelar al-Faruq, artinya pembeda atau pemisah. Maksudnya, Allah telah memisahkan dalam dirinya antara yang hak dan yang batil. 55 Sehingga ketika Umar menjadi Khalifah pengganti Abu Bakar, ia memimpin umat Islam dengan sikap adil, sederhana, bijaksana dan lebih mengutamakan kesejahteraan rakyatnya. Nabi Muhammad Saw. juga menggangap Umar seperti saudaranya sendiri. Pada suatu hari Umar pernah mendengar Nabi memanggilnya dengan perkataan, “wahai saudarku”. Bagi Umar panggilan saudara yang diucapkan oleh Nabi Muhammad Saw. tidak akan pernah ia lupakan sepanjang hidupnya. Peristiwa itu terjadi ketika Umar ingin memohon izin kepada Nabi untuk melaksanakan Umrah. Nabi bersabda; “wahai saudaraku, jangan lupakan kami dalam do’a mu”. Setiap kali Umar mengingat perkataan Nabi tersebut, Umar selalu berkata; “tidak ada kalimat yang aku sukai selama mentari masih terbit selain kalimat wahai 55 Ibid. , h. 125. suadaraku yang diucapkan oleh Nabi”. 56 Perhatian Nabi yang lebih terhadap Umar merupakan hal yang masih dalam batas wajar. Karena Umar telah menunjukkan kesetiaannya dan pengabdiannya tanpa pamerih demi kejayaan dan tegaknya Islam. Umar menjadi pembela dan pelindung Umat Islam dari segala gangguan, dan ia membawa cahaya terang dalam permulaan perjuangan Islam. Sebagai bukti kebesaran Nabi Muhammad, ia menggangap saudara semua manusia baik besar maupun kecil. Semua umat muslim yang dianggap saudara oleh Nabi, mereka tidak akan pernah bisa melupakkannya. Karena hal itu disebabkan oleh rasa bangga dan gembira, padahal antara mereka dan Nabi terdapat perbedaan yang jauh. Sedangkan bukti kebesaran Umar adalah ia pantas untuk persaudaraan itu, karena ia memahami kebesaran arti yang terkandung di dalamnya dan mampu merasakan keridhaan di balik arti persaudaraan. Umar dikenal sebagai sahabat yang berani dalam mengemukakan pemikiran-pemikirannya dan pendapat-pendapatnya ke pada Nabi Muhamad Saw., bahkan ia tidak segan-segan menyampaikan kritik untuk kebaikan dan kemaslahatan umat Islam. Contohnya Umar pernah mengusulkan kepada Nabi agar memerintahkan isteri-isterinya untuk memakai hijab tirai, dengan tujuan agar isteri-isteri Nabi ketika berbicara dengan tamu-tamunya dari belakang hijab, sebab menurut Umar, yang berbicara dengan isteri-isteri Nabi bukan semuanya orang baik-baik melainkan ada juga orang jahat. Tidak lama kemudian turunlah ayat tentang hijab yang membenarkan pendapat Umar itu. Kecerdasan yang luar biasa dan jiwa yang pemberani merupakan salah satu kelebihan Umar. Sehingga Umar terkadang diminta oleh Nabi untuk 56 Abbas Mahmud Al-Aqqad, Kejeniusan Umar bin Khaththab, terjemahan dari judul asli buku “Abqariyun Umar bin Khattab”, Jakarta: Pustaka Azzam, 2002, Cet. Ke-1, h. 128 mengemukakan saran-sarannya atau pemikirannya dalam menyelesaikan suatu permaslahan. Pandangan yang jauh kedepan, keluwesan, dan keadilannya membuat orang senang menerima pendapat-pendapat atau pemikiran-pemikiran Umar. Ia juga banyak menengahi perselisihan yang terjadi di kalangan isteri-isteri Nabi. Jadi Umar adalah sahabat Nabi dalam urusan rumah tangga dan sahabat dalam urusan syariat. Hal itu terlihat dari sikap Nabi yang selalu mendengar pendapat Umar ketika ia mengusulkan sesuatu, dan ketika Umar meminta ditetapkan hukum-hukum, dan ketika mengharapkan wahyu dalam suatu perkataan. Umar bin Khatttab dikenal sebagai orang yang sederhana, ikhlas dan zuhud dalam kehidupan sehari-harinya. Sehingga ia pantas dihormati dan dihargai oleh kaum Muslimin pada masa itu. Karena Umar bukan orang yang selalu mengutamakan kepentingannya sendiri, dan dengan hati ikhlas ia sering memberikan pendapatannya untuk kepentingan umum. Kalau Rasullullah memberikan kepadanya harta rampasan perang yang diperoleh kaum muslimin, Umar berkata: “berikan kepada yang lebih miskin dari saya”, kemudian Nabi mengatakan: “terimalah dan simpan kemudian sedekahkan”. 57 Ketika Nabi Muhammad Saw. sakit ia lebih memilih Abu Bakar untuk menggantikannya menjadi imam shalat. Pernah suatu hari Abu Bakar tidak ada di tempat untuk menjadi imam shalat sehingga Umar menggantikannya menjadi imam dengan suara yang nyaring dan mengelegar, maka Rasulullah bertanya: “mana Abu Bakar? Allah dan kaum Muslimin tidak menghendaki yang 57 Muhammad Husein Haikal, Umar bin Khattab, terjemahan dari judul asli buku ”Al- Faruq ’Umar,” Jakarta: Pustaka Litera AntarNusa, 2002, Cet. Ke-3, h. 63. demikian”. 58 Dalam hal ini bukan berarti Nabi tidak menghendaki Umar menggantikan Abu Bakar menjadi imam, akan tetapi Nabi ingin menunjukkan kepercayaan kepada Abu Bakar untuk menjadi pemimpin shalat. Abu Bakar dan Umar bin Khattab merupakan dua sahabat Nabi yang paling dekat. Dua sahabat Nabi itu memiliki sifat yang berbeda dan saling melangkapi satu sama lain. Abu Bakar di kenal karena kelembutan dan kebijaksanaannya, sedangkan Umar ibn Khattab terkenal dengan sifat keras dan ketegasannya dalam memecahkan segala permasalahan. Kejayaan dan kemajuan Islam pada masa Nabi tidak lepas dari peranan kedua sahabatnya itu. Kesatuan Umat Islam pasca wafatnya Nabi diikat oleh ketegasaan Abu Bakar dan Umar untuk menghindari perpecahan. Kekaguman dan kecintaan Umar kepada Nabi Muhammad Saw. telah membuatnya lemah dan tidak berdaya ketika ia mendengar berita bahwa Nabi Muhammad Saw. telah wafat. Ia merasa amat terpukul dan bahkan tidak mau percaya mengenai kenyataan yang harus dihadapinya. Ia mendatangi kerumunan orang-orang dan mengatakan: “ada orang dari kaum munfik yang mengira bahwa Rasulullah Saw. telah wafat. Tetapi, Demi Allah sebenarnya dia tidak meninggal, melainkan ia pergi kepada Tuhan, seperti Musa bin Imran. Ia telah menghilang dari tengah-tengah masyarakatnya selama empat puluh hari, kemudian kembali lagi ke tengah-tengah mereka setelah ia dikatakan sudah mati. Sesungguhnya Rasulullah pasti akan kembali seperti Musa juga. Orang yang menduga bahwa dia telah meninggal, tangan dan kakinya harus dipotong ”. Sehingga pada saat itu Abu Bakar datang untuk memeriksa kondisi Nabi, dan Abu Bakar yakin bahwa 58 Ibid. , h. 65. Nabi Muhamad Saw. telah wafat. Kemudian Abu Bakar berkata di depan semua kaum muslimin dan Umar, 59 ia membacakan firman Allah Swt. Sebagai berikut: 2 …Ec,L2 † ; F  • . DE S Dl +o S W•‡ ˆ Is‰ v N G :W S ŠK‹ 3 F 8 2 K1 3 FD ˆ 2 FH2X ˆ8 2 fR23 F2 =„2X • fRQ 1 ]i]DŽ R+• ‚ 2I‰i 3 pU AC Arttinya : “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang Rasul. Apakah jika Dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang murtad? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, Maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi Balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” Q.S. Ali Imran ayat 144. Sikap Umar tersebut menunjukkan bahwa ia tidak ingin ditinggal oleh Nabi Muhammad Saw. karena Umat Islam pada saat itu baru mendapatkan masa kejayaan dan kemajuaannya lewat kepemimpinan Nabi. Ia memikirkan mengenai kondisi umat Islam pasca wafatnya Nabi Muhammad Saw.dan hanya Abu Bakar yang mampu menyadarkan dan meyakinkan Umar bahwa Nabi telah wafat. Setelah Umar mendengar firman Allah yang dibacakan oleh Abu Bakar, ia pun langsung terjatuh tersungkur ke tanah. Kedua kakinya sudah tidak mampu lagi menahan lemas, setelah ia yakin bahwa Nabi Muhammad Saw. memang benar- benar telah wafat. Kondisi Umar pada saat itu seolah-olah ia tidak pernah mendengar ayat yang dibacakan oleh Abu Bakar sebelumnya. Setelah Umar yakin mengenai wafatnya Nabi, ia sadar bahwa kaum Muslimin telah ditinggalkan oleh pemimpinnya. Sebagai manusia politik, ia harus 59 Ibid., h. 65. memikirkan masa depan kaum Muslimin menuju puncak kejayaan dan tegaknya agama Islam seperti yang dicita-citakan Nabi. Kekosongan kepemimpinan dalam Islam menjadi pusat pemikiran Umar. Karena ia takut akan terjadi perpecahan dan permusuhan dalam Islam pasca wafatnya Nabi. Nabi Muhammad Saw. wafat pada hari senin tanggal 12 Rabiulawal 11 H, bertepatan dengan tanggal 9 Juli 632. 60 Sepeninggalan Nabi muncullah sebuah permasalahan baru mengenai siapa orang yang pantas dan berhak menduduki jabatan politik untuk memimpin pemerintahan Madinah. Karena Nabi tidak meninggalkan wasiat mengenai pergantian kepemimpinan atau suksesi. Kelompok Muhajirin dan Anshar saling mengklaim bahwa mereka paling berhak dalam menggantikan posisi Nabi. Pembicaran mengenai suksesi itu akhirnya terjadi di Tsaqifah Bani Saidah, padahal pada saat itu jenazah Nabi masih diurus. Jika tidak ada orang yang dapat mengambil strategi dan langkah yang tepat, maka kaum Muhajirin dan Anshar akan terjerumus pada perselisihan dan akan terjadi perpecahan dalam umat Islam. Di tengah-tengah suasana goncang dan tidak menentu seperti itu, muncullah keajaiban yang mampu mengembalikan keadaan seperti sedia kala. Keajaiban itu tidak lain datang dari sebuah nama Umar bin Khattab. Semua fitnah dapat dihapuskan lewat sikap ketegasan Umar di Tsaqifah Bani Saidah. Mungkin peristiwa di Tsaqifah Bani Saidah merupakan kejelasan dan titik terang mengenai karier politik Umar untuk memimpin pemerintahan Madinah. Pada masa Nabi hidup ia sudah menjadi orang kepercayaan Nabi dan saran- sarannya selalu diminta oleh Nabi dalam memecahkan sebuah permasalahan. 60 Hamdani Anwar, Masa al-Khulafa ar-Rasyidun, h. 35. Lewat perhatian atau sikap Nabi itu sebenarnya karier politik Umar sudah terlihat. Akan tetapi ia bukan tipe orang yang haus atau berambisi untuk menjadi pemimpin. Sikap Umar ini bisa kita lihat sebelum peristiwa pembaiatan yang dilakukannya kepada Abu Bakar. Sebelum peristiwa bersejarah itu berlangsung, Abu Bakar dan Umar sempat melakukan dialog. Abu Bakar berkata kepada Umar, “Bukalah tangan mu, aku akan membai’at mu”. Umar dengan tegas dan spontan menjawab, “anda lebih utama dari pada aku”. Kemudian dengan penuh senyum dan keikhlasan Abu Bakar balik menjawab, “tapi anda lebih kuat dari pada aku “. Umar selanjutnya menjawab perkataan Abu Bakar, “kekuatan ku akan mendampingi kelemahan mu; setelah Rasullulah wafat, tidak ada orang lain yang melebihi anda, wahai Abu Bakar. Andalah yang telah mendampingi Rasulullah di gua. Rasulullah Saw. pun telah mempercayakan kepada anda saat ia sakit untuk menjadi imam shalat. Maka andalah orang yang paling tepat untuk menduduki jabatan ini”. 61 Setelah itu Umar pun segera membai’at Abu Bakar untuk menjadi pemimpin pemerintahan Madinah setelah wafatnya Nabi. Setelah Umar membai’at Abu Bakar, kemudian orang-orang yang berkumpul di Tsaqifah Bani Saidah segara mengikuti langkah Umar untuk membai’at Abu Bakar. Dengan demikian, proses suksesi atau pemilihan Khalifah dilakukan secara aklamasi oleh perorangan yaitu Umar bin Khattab lalu disetujui oleh kaum Muslimin. Abu Bakar di bai’at dua kali, bai’at yang kedua dilakukam di masjid Nabawi. Peristiwa itu kemudian dikenal dengan al-bai’ah al-‘ammah bai’at umum. Dalam pidato bai’atnya ia mengatakan: 61 Abbas Mahmud Aqqad, Keagungan Umar bin Khattab, terjemahan dari judul asli buku “Al-a’dzhom Umar bin Khattab,” Solo Pustaka Mantiq, 1993, Cet. Ke-2, h. 253. “wahai manusia Aku telah diberi tugas memimpin kalian, padahal aku bukan yang terbaik di antara kalian. Karena itu jika aku bertindak benar bantulah aku; jika aku bertindak salah, tegurlah aku. Orang yang kalian pandang lemah aku pandang kuat hingga aku pulihkan hak mereka; sedangkan yang kalian pandang kuat aku pandang lemah sampai aku dapat mengembalikan hak kepadanya. Taatilah aku selama aku menaati Allah dan Rasulnya. Jika aku tidak menaati Allah, kalian tidak wajib taat kepadaku”. 62 Umar telah tampil kedepan untuk menyelamatkan Islam dari kehancuran. Ketinggian nilai perbuatannya itu telah menempatkan Umar pada posisi yang paling mulia diantara para sahabat, bahkan disisi Allah Swt. sehingga Abu Bakar pun menjadikan dia sebagai tangan kanannya, yang mana nasihat-nasihat Umar selalu diminta oleh Abu Bakar dalam menjalankan kepemimpinanya sebagai Khalifah. Kekuatan Umar mampu mendampingi dan mengontrol kebijaksanaan Abu Bakar. Sehingga terkadang sejumlah kaum Muslimin sulit untuk membedakan siapa sebenarnya yang menjadi Khalifah. Sampai pernah timbul pertanyaan kepada Abu Bakar, sebagai berikut: “Demi Allah, kami tidak paham siapakah sesungguhnya yang menjadi Khalifah: anda ataukah Umar?’, kemudian Abu Bakar menjawab dengan Ikhlas: “seandainya dia mau dialah yang menjadi Khalifah.” 63 Segala keutamaan Abu Bakar dan kekuatan Umar merupakan sebuah perpaduan yang memperkuat Islam pasca wafat Nabi Muhammad Saw. Bahkan kedua orang ini walaupun berbeda kareakter atau sifat, keduanya selalu saling tegur menegur dalam memilih antara dua pendapat yang berbeda. Sehingga seolah-olah keduanya mantap untuk menguatkan salah satu diantara sebagian pendapat yang nantinya tidak akan menjadi masalah yang akan menimbulkan perselisihan antara mereka. Semua ini karena Abu Bakar dan Umar berasal dari 62 Didin Saepudin, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Prss, 2007, h. 32. 63 Abbas Mahmud Aqqad, Keagungan Umar bin Khattab, h. 255. satu Aqidah keyakinan dan demi mencapai satu tujuan, yaitu untuk menegakkan Islam dan menyebarkan Islam keseluruh penjuru dunia. Seperti telah dijelaskan di atas, karier politik Umar sudah sangat jelas pada masa Abu Bakar lewat peran aktifnya dalam membantu roda pemerintahan Madinah yang dipimpin oleh khlaifah Abu Bakar. Keduanya mengalami perubahan sifat atau karakter, seolah-olah ada pertukaran karakter secara tidak langsung dalam diri mereka berdua. Abu Bakar sebelum memegang jabatan politik sebagai Khalifah ia memiliki perangai yang lemah lembut dan bijaksana. Setelah ia menjadi pemimpin pemerintahan Madinah pasca wafat Nabi, ia memiliki perangai atau sifat yang tegas dan keras terutama kebijakan politiknya dalam menghadapi orang-orang murtad dan orang-orang yang tidak mau mengeluarkan zakat. Sedangkan Umar bin Khattab pada masa Nabi ia dikenal memiliki perangai yang tegas, keras dan berani, akan tetapi pada masa kekahlifahan Abu Bakar ia mendadak menjadi orang yang lemah lembut dan bijaksana. Hal ini bisa dilihat ketika ia mengungkapkan saran-sarannya dalam menentukan kebijakan politik Abu Bakar. Perbedaan sikap politik antara Abu Bakar dan Umar bin Khattab dari segi kekuatan dan kebijaksanaan, bisa kita lihat ketika Abu Bakar mengambil sikap untuk meneruskan kebijakan-kebijakan politik Nabi Muhammad Saw. yang belum sempat direalisasikannya. Terutama mengenai ekspansi futuhat yang akan dipimpin oleh Usamah bin Zaid ke wilayah Syam, yang pada waktu itu diduduki oleh pasukan Romawi. Padahal Pemerintahan Madinah sedang terancam oleh pemberontakan yang dilakukan orang-orang murtad dan orang-orang yang tidak mau membayar zakat. Sehingga bila ekspansi ke wilayah Syam tetap dilakukan maka pemerintahan Madinah akan mengalami kelemahan, karena semua pasukan muslim akan di tarik ke Syam. Usamah bin Zaid pada waktu itu meminta kepada Umar bin Khattab untuk meminta izin kepada Abu Bakar agar ia dan pasukannya untuk membantu pemerintahan Madinah dalam menghadapi kaum musyrik. Kemudian kaum Anshar pun berkata kepada Umar agar disampaikan kepada Abu Bakar untuk mengganti Usamah bin Zaid sebagai pemimpin pasukan ke Syam, karena usianya terlalu muda. Kedua permintaan Usamah dan kaum Anshar tidak ditolak oleh Umar dan disampaikan kepada Abu Bakar. Tetapi Abu Bakar Menjawab: “sekiranya saya yang akan disergap anjing dan serigala, saya tidak akan mundur dari keputusan yang sudah diambil oleh Rasulullah Saw.”, kemudian mengenai permintaan kaum Anshar, Abu Bakar menjawab: “celaka anda Umar, Rasulullah Saw. menempatkan dia kemudian saya akan mencabutnya.” Ini lah perbedaan kecil mengenai perbedaan kebijakan politik antara Umar dan Abu Bakar. 64 Diantara perbedaan sikap politik yang terjadi, Umar merupakan tipe orang yang bertanggung jawab dan patuh pada orang yang memegang jabatan pemimpin. Ia akan menjalankan segala kebijakan politik yang dikeluar oleh Khalifah Abu Bakar dengan ikhlas dan sungguh-sungguh. Sehingga perbedaan diantara mereka bukan lah sebuah halangan dalam mencapai sebuah tujuan. Perbedaan di antara mereka hanya muncul dalam permasalahan kebijakan kenegaraan saja, diluar itu mereka merupakan dua sahabat yang saling menggagumi satu sama lain. 64 Muhammad Husein Haikal, Umar bin Khattab, h. 72-73. Kekaguman dan kepercayaan Abu Bakar kepada Umar sangat lah besar. Sehingga ketika Abu Bakar sakit menjelang wafat, ia harus melakukan suksesi untuk mencari penggantinya sebagai Khalifah. Agar umat Islam tidak mengalami perpecahan hanya karena permaslahan suksesi kepemimpinan seperti yang terjadi pasca wafatnya Nabi. Secara diam-diam Abu Bakar berpikir tentang siapa tokoh yang pantas menggantikannya. Setelah ia meneliti pribadi masing-masing pemuka Islam pada waktu itu, pilihannya jatuh kepada Umar bin Khattab. Untuk meyakinkan pilihannya, Abu Bakar kemudian berkonsultasi dengan tokoh-tokoh terkemuka Islam tentang penunjukan Umar. Mereka yang diajak berdiskusi itu antara lain Abdur Rahman bin Auf, Usman bin Affan, Usaid bin Hudair al- Anshari, Sa’id bin Zaid, dan Talhah bin Ubaidah. 65 Pada akhirnya para pemuka Islam menyetujui pilihan Abu Bakar. Karena mereka mengenal dengan baik siapa dan bagaimana pribadi Umar. Namun mereka masih khawatir dengan sikap keras yang dimiliki Umar. Abu Bakar meyakinkan mereka bahwa sikap keras Umar itu ditunjukkan untuk mengimbangi sikap Khalifah yang lembut, ia pun yakin bahwa sikap keras itu akan berubah setelah Umar diserahi tanggung jawab sebagai pemimpin politik pemerintahan Madinah. Kemudian Khalifah Abu Bakar memanggil Usman bin Affan untuk mencatat wasiatnya mengenai penetatapn Umar bin Khattab sebagai pemimpin umat dan kepala pemerintahan setelah ia wafat. Sebagai seorang politikus yang tidak terlalu terobsesi untuk menjadi pemimpin politik pemerintahan Madinah, Umar tidak langsung menerima penunjukkan dirinya oleh Abu Bakar. Sehingga ketika ia akan di bai’at oleh Abu 65 Hamdani Anwar, Masa al-Khulafa ar-Rasyidun, h. 39. Bakar, ia merasa berat. Kemudian Umar berkata kepada Abu Bakar: “Aku tidak butuh dengan jabatan ini.” Abu Bakar pun menjawab perkataan Umar: “Tetapi jabatan ini membutuhkan engkau wahai Umar ibn Khattab.” 66 Bahkan ketika dalam pidato Umar setelah ia di Bai’at ia pernah berkata: “Demi Allah aku tidak pantas mendapatkan jabatan ini, apabila ada orang yang lebih pantas dari pada aku untuk menduduki jabatan ini maka lebih baik kepalaku dipenggal.” Khalifah Umar bin Khattab di bai’at setelah jenazah Khalifah Abu Bakar dikebumikan. Seperti telah dijelaskan di atas, Umar menjadi Khalifah atas usulan Khalifah Abu Bakar kemudian dilanjutkan dengan Musyawarah dengan para pemuka Islam saat itu. Umar di bai’at di masjid Nabawi oleh semua umat Muslim, dan ia mendapatkan gelar “Khalifah khalifati Rasulillah” pengganti pengganti Rasul. Ia juga mendapatkan gelar lainnya yaitu; Amir al-Mu’minin pemimpin orang-orang beriman. 67 Pemerintahan Khalifah Umar berlangsung selama 10 tahun 6 bulan, yaitu dari 13 H634 M-23 H644 M. 68 Pemerintahan Madinah pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bisa dikatakan sebagai pemerintahan yang penuh dengan nilai dan prinsip demokrasi. Ia mampu menjamin hak-hak setiap warga negaranya, dengan cara tidak membedakan antara atasan dengan bawahan, dan antara penguasa dengan rakyat. Khalifah Umar tidak memberikan hak istimewa kepada dirinya sendiri dan para pejabatnya, sehingga tidak ada pengawalan baginya dan pejabat pemerintahannya, tidak ada istana, bahkan tidak ada pakaian kebesaran. 66 Abbas Mahmud Aqqad, Keagungan Umar bin Khattab, h. 258. 67 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997, Cet. Ke-6, h. 37. 68 Hamdani Anwar, Masa al-Khulafa ar-Rasyidun, h. 39. Khalifah Umar meninggal akibat tikaman pisau yang dilakukan oleh seorang budak berkebangsaan persia yang bernama Feroz atau Abu Lu’lu’ah, ketika ia hendak melaksanakan shalat subuh. Umar mengalami luka yang sangat parah, dan setelah tiga hari dari peristiwa penikaman tersebut, ia wafat pada tanggal 1 Muharram 23 H.

B. Negara Madinah Di Bawah Kepemimpinan Umar