Sumber-sumber Pendapatan Negara Madinah

2. Sumber-sumber Pendapatan Negara Madinah

Zakat merupakan sumber awal pemasukan negara Madinah yang paling penting. Zakat sebelum diwajibkan hanya bersifat sukarela, yakni hanya berupa komitmen perorangan tanpa ada aturan khusus atau batasan- batasan hukum. Pada tahun ke-2 Hijriyah, Allah Swt. mewajibkan kaum Muslimin untuk menunaikan zakat fitrah pada setiap bulan Ramadhan, serta harus dibayar sebelum pelaksanaan shalat Idul Fitri. Zakat berbeda dengan sumber-sumber pendapatan negara Madinah yang lain dalam pendistribusiannya. Rasulullah Saw. mendistribusikan pendapatan negara yang berasal dari zakat kepada orang-orang yang telah digariskan dalam Al-Qur’an sebagai berikut: v +,w F l S+Ex? K 2 Fh CIy1 N +,f 2Iz , + f LM = 2{ LQh Q ,f M{} S g I _ Si~ 2Iy i 2 f g I CWR 3+• CIf CWR 3 j HL:uXi €• 4 1 ‚ ƒ 2{ u R3+ C Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” Q.S. At Taubah Ayat 60 Harta rampasan perang ghanimah juga merupakan pendapatan awal negara Madinah, meskipun nilainya relatif tidak besar jika dibandingkan dengan biaya perang yang dilakukan. Nilai harta rampasan perang pada dekade awal Hijriyah 622-632 M tidak lebih dari 6 enam juta dirham, dan jumlah harta ghanimah hanya dapat menunjang sejumlah kecil kaum Muslimin dan juga akibat perang tersebut. Diperkirakan biaya untuk perang yang telah dikeluarkan oleh negara Madinah pada masa pemerintahan Rasulullah lebih dari 60 juta dirham sepuluh kali lipat lebih besar dari harta rampasan perang yang didapatkan. 22 Akan tetapi, banyaknya tawan perang Badar yang ada di tangan kaum Muslimin menjadi keuntungan tersendiri bagi sumber pendapatan negara Madinah. Pada perang Badar, kaum Muslimin berhasil menaklukkan kaum kafir Makkah, kemudian Rasullulah Saw. menetapkan uang tebusan sebesar 4000 dirham untuk setiap tawanan perang. sedangkan untuk tawanan perang yang miskin dan tidak mampu membayar uang tebusan maka mereka diberikan tugas oleh Rasulullah untuk mengajar membaca 10 orang anak Muslim sebagai gantinya. Pendapatan dan sumber daya negara Madinah masih sangat kecil, bahkan sampai tahun ke-4 Hijriyah. Pendapatan terbesar pertama negara Madinah di dapat dari hasil penaklukan Bani Nadhir, suku bangsa Yahudi yang tinggal di pinggiran kota Madinah. Bani Nadhir merupakan kelompok yang masuk ke dalam Piagam Madinah, tetapi mereka telah melakukan kesalahan dengan cara melanggar perjanjian dan berusaha untuk membunuh Rasulullah. Kemudian Rasulullah memerintahkan mereka untuk segera meninggalkan Madinah, akan tetapi mereka menolak. Sehingga Rasulullah mengerahkan tentara Islam untuk mengepung mereka. Pada akhirnya Bani Nadhir menyerah dan setuju meninggalkan kota dengan membawa seluruh harta bendanya sebanyak daya angkut unta-unta mereka, kecuali beberapa 22 Pusat Pengkajian dan Pembangunan Ekonomi Islam P3EI, Ekonomi Islam, h. 100. peralatan perang seperi Baju Baja dan senjata. Karena Rasulullah mendapatkan harta tanpa melalui perlawanan atau perang, sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an maka harta Bani Nadhir menjadi milik Rasulullah. Semua harta yang ditinggalkan Bani Nadhir dibagikan oleh Rasulullah kepada kaum Muhajirin dan dua orang Anshar yang Miskin, yaitu; Sahal bin Hanif dan Abu Dujanah. Pendapatan lainnya adalah pemberian tujuh kebun oleh Mukhairik, seorang rabi Bani Nadhir yang telah memeluk Islam. Kemudian tanah tersebut oleh Rasulullah dijadikan sebagai tanah sedekah, dan peristiwa tersebut merupakan wakaf pertama dalam sejarah Islam. 23 Kemudian pada tahun ke-7 Hijriyah, kaum Muslimin berhasil menduduki wilayah Khaibar, yaitu wilayah yang ditempati oleh orang-orang kafir yang menentang dan memerangi kaum Muslimin. Perang berlangsung selama 1 satu bulan, dan pada akhirnya penduduk Khaibar menyerah dengan syarat dan berjanji untuk meninggalkan tanahnya. Namun, mereka mencoba bernegosiasi ulang dengan Rasulullah agar mereka tidak meninggalkan tanah kelahirannya dan diberikan izin untuk mengelola tanah mereka yang telah menjadi milik kaum Muslimin, karena mereka menawarkan keterampilan khusus mereka dalam bertani dan berkebun kurma, dan akan memberikan setengah dari hasil panen yang didapat. Rasulullah akhirnya mengabulkan permintaan penduduk Khaibar. Peristiwa penaklukan Khaibar pada selanjutnya menjadi salah satu sumber pendapatan negara yang kemudian digunakan untuk keperluan para delegasi, tamu, biaya 1400 tentara, dan 200 penunggang kuda. 23 Azwar, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, h. 41. Penghasilan negara Madinah juga didapatkan dari jizyah, yaitu sistem pajak yang diterapkan oleh Rasulullah, dan pajak tersebut dibebankan kepada kaum non-Muslim yang tinggal di wilayah negara Madinah kekuasaan Islam seperti, ahli kitab, sebagai jaminan perlindungan jiwa, harta milik, kebebasan menjalankan ibadah, serta pengecualian dari wajib militer. Besarnya jizyah adalah 1 satu dinar pertahun untuk setiap orang laki-laki dewasa yang mampu membayarnya. Sedangkan perempuan, anak-anak, pengemis, pendeta, orang tua, penderita sakit jiwa, dan semua orang yang menderita penyakit dibebaskan dari pajak jizyah oleh negara. Sesuai dengan penjelasan diatas, bahwa pajak yang ditetapkan oleh Rasulullah dalam memimpin negara Madinah bukan bermaksud untuk menjadikan rakyat miskin dengan adanya pajak. Akan tetapi, pajak yang ditetapkan Rasulullah bertujuan untuk kesejahteraan warga negaranya secara universal dan komprehensif.. Selain pajak jizyah bagi non-muslim, Rasulullah juga menerapkan sistem kharaj, yaitu pajak tanah yang dipungut dari pihak non-Muslim seperti yang dilakukan oleh penduduk Khaibar yang tanahnya dikuasai oleh kaum Muslimin. Dalam hal ini, tanah taklukan dimiliki oleh kaum Muslimin, sedangkan pemilik lamanya diberikan hak untuk mengelola tanah tersebut dengan status sebagai penyewa dan bersedia memberikan setengah dari hasil produksi kepada negara Madinah. Kharaj dibayar oleh non-Muslim seperti halnya kaum Muslim membayar ushr dari hasil pertanian ushr dalam konteks ini adalah zakat atas hasil pertanian dan buah-buahan, bukan ushr dalam arti bea impor. Perlu diketahui bahwa non-Muslim hanya membayar 3 tiga jenis pajak kepada negara Madinah, sementara kaum Muslimin lebih banyak, dan ini menjadi bukti bahwa Islam merupakan agama yang rahmatan lil alamin, dengan menjunjung tinggi kesejahteraan bagi semua umat yang berada dibawah kekuasaan negara Islam tanpa memandang perbedaan agama. Dalam perkembangan selanjutnya kharaj menjadi salah satu sumber pendapatan negara yang terpenting. Sistem perpajakkan lain yang diterapkan oleh Rasulullah adalah ushr, yaitu jenis pajak yang telah ada sejak zaman Arab Jahiliyah, khususnya di Makkah yang merupakan pusat perdagangan terbesar saat itu. Sistem pajak ushr yang diterapkan oleh Rasulullah adalah sebagai bea impor yang dikenakan kepada pedagang dan dibayar hanya sekali dalam satu tahun. Pajak ushr ini hanya berlaku bagi barang-barang yang bernilai lebih dari 200 dirham. Besarnya pajak ushr yang dikenakan kepada non-Muslim yang dilindungi ahl al-dzimmi adalah 5, sedangkan pedagang Muslim sebesar 2,5. Selain sumber-sumber pendapatan negara Madinah di atas, terdapat beberapa sumber pendapatan lainnya yang bersifat tambahan sekunder, diantaranya adalah: 24 a. Uang tebusan para tawanan perang, terutama perang Badar. b. Pinjaman-pinjaman setelah penaklukkan kota Makkah untuk membayar diyat kaum Muslimin Bani Judzaimah atau sebelum pertempuran Hawazin sebesar 30.000 dirham. c. Khumus atas rikaz atau harta karun. 24 Ibid., h. 47-48. d. Amwal fadilah, yaitu harta yang berasal dari harta benda kaum Muslimin untuk meninggal tanpa ahli waris atau harta seorang Muslim yang telah murtad dan pergi meninggalkan negaranya. e. Wakaf, yaitu harta benda yang didedikasikan oleh seorang Muslim untuk kepentingan agama Allah dan pendapatannya akan disimpan di Baitul Mal. f. Nawaib, yaitu pajak khusus yang diberikan kepada kaum Muslimin yang kaya raya dalam rangka menutupi pengeluaran negara selama masa darurat, seperti yang terjadi dalam perang Tabuk. g. Zakat Fitrah. h. Bentuk lain sedekah seperti hewan qurban dan kafarat. 25 Berdasarkan sumber-sumber pendapatan negara Madinah pada masa Rasulullah Saw. diatas dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 26 Dari Kaum Muslimin Dari Kaum Non- Muslimin Umum Primer dan Skunder 1. Zakat 2. Ushr 5-10 3. Ushr 2,5 4. Zakat Fitrah 5. Wakaf 6. Amwal Fadilah 7. Nawaib 8. Shadaqah 9. Khumus 1. Jizyah 2. Kharaj 3. Ushr 5 1. Ghanimah 2. Fai 3. Uang tebusan 4. Pinjaman dari kaum Muslimin atau non-Muslim. 5. Hadiah dari pemimpin atau pemerintah negara lain. 25 Kafarat adalah denda atas kesalahan yang dilakukan oleh seorang Muslim pada saat melakukan kegiatan ibadah, seperti berburu pada musim haji. 26 Tim Peneliti PSIK, Negara Kesejahteraan dan Globalisasi, h. 55. Sedangkan sumber pendistribusian pengeluaran pendapatan negara Madinah pada masa kepemimpinan Rasulullah Saw, dibagi menjadi dua sumber, yaitu sumber pengeluaran primer dan sekunder. Adapun untuk perinciaannya sebagai berikut: 27 1 Sumber-sumber pengeluaran negara Madinah yang bersifat primer: „ Biaya pertahanan seperti persenjataan, unta, dan persediaan. „ Penyaluran zakat dan ushr kepada yang berhak menerimanya menurut ketentuan Al-Qur’an. „ Pembayaran gaji untuk wali, qadi, guru, imam, muadzin, dan pejabat negara lainnya. „ Pembayaran upah para sukarelawan. „ Pembayaran utang negara. „ Bantuan untuk musafir dari daerah Fadak 2 Sumber-sumber pengeluaran negara Madinah yang bersifat sekunder: „ Bantuan orang yang belajar agama di Madinah. „ Hiburan untuk para delegasi keagamaan. „ Hiburan untuk para utusan suku dan negara serta biaya perjalanan mereka. pengeluaran untuk para duta-duta negara. „ Hadiah untuk pemerintah negara lain. „ Pembayaran untuk pembebasan kaum Muslimin yang menjadi budak. „ Pembayaran denda atas mereka yang terbunuh secara tidak sengaja oleh pasukan Muslim. 27 Pusat Pengkajian dan Pembangunan Ekonomi Islam P3EI, Ekonomi Islam, h. 99. „ Pembayaran utang orang meninggal dalam keadaan miskin. „ Pembayaran tunjangan untuk orang miskin. „ Tunjangan untuk sanak saudara Rasulullah Saw. „ Pengeluaran rumah tangga Rasulullah Saw. hanya sejumlah kecil, 80 butir kurma dan 80 butir gandum untuk setiap istrinya. „ Persediaan darurat sebagian dari pendapatan perang Khaibar. Berdasarkan penjelasan diatas mengenai pendapatan negara Madinah dan pendistribusiaannya pada masa Rasulullah, secara jelas bisa dilihat bahwa Islam memiliki sebuah sistem kenegaraan yang menjunjung tinggi nilai-nilai kesejahteraan bagi warga negaranya. Intervensi atau campur tangan negara dalam semua aspek kehidupan dalam pemerintahan Madinah telah mampu menghadirkan kesejahteraan bagi semua warga negarannya tanpa adanya diskriminasi terhadap non-Muslim. Secara nilai-nilai, Islam memiliki sebuah konsep negara kesejahteraan welfare state sendiri yang berlandaskan pada etika dan moralitas Islam.

C. Negara Kesejahteraan Dalam Perspektif Barat