Analisis Timbal dalam Bayam (Amaranthus hybridus L.) yang Dipanen di Lokasi yang Berbeda di Sekitar Kota Medan.

(1)

ANALISIS TIMBAL DALAM BAYAM (Amaranthus hybridus L.) YANG DIPANEN DI LOKASI YANG BERBEDA DI SEKITAR KOTA MEDAN

SKRIPSI

OLEH:

ZURAIDAH TANJUNG NIM 060804044

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ANALISIS TIMBAL DALAM BAYAM (Amaranthus hybridus L.) YANG DIPANEN DI LOKASI YANG BERBEDA DI SEKITAR KOTA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Farmasi Pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH :

ZURAIDAH TANJUNG NIM 060804044

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

ANALISIS TIMBAL DALAM BAYAM (Amaranthus hybridus L.) YANG DIPANEN DI LOKASI YANG BERBEDA DI SEKITAR KOTA MEDAN

OLEH :

ZURAIDAH TANJUNG NIM : 060804044

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: Desember 2010 Disetujui Oleh:

Pembimbing I, Panitia Penguji

(Drs. Immanuel S. Meliala, M.Si., Apt.) (Drs. Muchlisyam, M.Si., Apt.) NIP. 195001261983031002 NIP. 195006221980021001

(Drs. Immanuel S. Meliala, M.Si., Apt.) Pembimbing II, NIP. 195001261983031002

(Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt.) (Dra. Siti Nurbaya, Apt.) NIP. 195006071979031001 NIP. 195008261974122001

(Drs. Maralaut Batubara, M.Phill, Apt)

NIP. 195112061983031001

Dekan,

(Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt.) NIP. 195311281983031002


(4)

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmaanirrahiim,

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini, serta shalawat beriring salam untuk Rasulullah Muhammad SAW sebagai suri tauladan dalam kehidupan.

Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dengan judul: ”Analisis Timbal dalam Bayam (Amaranthus hybridus L.) yang Dipanen di Lokasi yang Berbeda di Sekitar Kota Medan ”.

Penulis mempersembahkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda Ir. H. A. ZulhamTanjung (Alm.) dan Ibunda Hj. Nursakdiah Tanjung yang telah memberikan cinta dan kasih sayang yang tidak ternilai dengan apapun, pengorbanan baik materi maupun motivasi beserta doa tulus yang tidak pernah berhenti, juga kepada kakak dan adik tersayang Rosdina Sari Tanjung, Febrina Soraya Tanjung dan Chaidir Azhari Tanjung, serta keluarga besar atas semua doa, kasih sayang, dan semangat. Semoga Allah SWT memberikan limpahan rahmat dan ridhoNya kepada kita semua.

Penulis juga menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Drs. Immanuel S. Meliala, M.Si., Apt., dan Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan, dan nasehat selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini.


(5)

Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Saiful Bahri, M.S., Apt., selaku penasihat akademik serta seluruh Staf Pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah banyak membimbing dan mendidik penulis selama masa perkuliahan hingga selesai.

3. Bapak Drs. Muchlisyam, M.Si., Apt., Ibu Dra. Siti Nurbaya, Apt., dan Bapak Drs. Maralaut Batubara, M.Phill, Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan saran, arahan, kritik, dan masukan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Hambali di Laboratorium PPKS yang telah memberi petunjuk dan membantu selama melakukan penelitian.

5. Sahabat-sahabat terbaikku, Uul, Midah, Uni, dan Dayah, terima kasih atas segala perhatian, dan kebersamaannya selama ini.

6. Keluarga Besar UKMI Ath-Thibb Fakultas Farmasi USU terima kasih atas segala perhatian, doa, semangat dan dukungan selama ini.

7. Teman-teman seperjuangan, Niki, Ii’, Irma, Ririn, Wina, Aulia, Yogi, Hendra, Azhar, Gokmen, Roni, Ari, Rico, Mumu, Mery, dan teman-teman Farmasi 2006, kakak dan abang senior Farmasi, adik-adik junior Farmasi serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu selama masa perkuliahan hingga selesainya penulisan skripsi ini.


(6)

Semoga Allah SWT memberikan balasan dan pahala yang berlipat ganda kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa tulisan ini masih belum sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang Farmasi.

Medan, Desember 2010 Penulis,


(7)

ABSTRAK

Sumber pencemaran timbal (Pb) pada lingkungan terutama berasal dari kendaraan bermotor dan industri. Pencemaran tersebut dapat mempengaruhi kadar timbal pada tanaman dan sayuran. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kadar timbal yang terdapat dalam sayur bayam yang dipanen di lokasi yang berbeda dan masa panen yang berbeda.

Sampel yang diteliti adalah sayur bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 200 m dari jalan raya, di lokasi yang berjarak ± 10 m dari jalan raya, dan di lokasi yang berjarak ± 700 m dari kawasan industri. Sampel dipanen setiap masa panen selama dua kali masa panen. Pemeriksaan timbal dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan menggunakan pereaksi ditizon 0,005% b/v, sedangkan analisis kuantitatif dilakukan dengan metode spektrofotometri serapan atom pada panjang gelombang 217 nm.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan dari kadar timbal dalam bayam yang dipanen di lokasi yang berbeda. Kadar timbal tertinggi terdapat dalam sayur bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 700 m dari kawasan industri, yaitu 0,7459 ppm. Sedangkan kadar timbal dalam bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 10 m dan ± 200 m dari jalan raya adalah 0,5803 ppm dan 0,4912 ppm. Terdapat perbedaan dari kadar timbal dalam bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 200 m dari jalan raya antara panen pertama (0,4257 ppm) dan kedua (0,5568 ppm). Begitu juga dengan bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 10 m dari jalan raya antara panen pertama (0,5449 ppm) dan kedua (0,6108 ppm). Tidak terdapat perbedaan kadar timbal dari bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 700 m dari kawasan industri antara panen pertama dan kedua. Kadar timbal dalam bayam yang dipanen belum melewati batas maksimum cemaran logam dalam makanan menurut Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan No. 03725/B/SK/VII/1989, yaitu 2 ppm.


(8)

ABSTRACT

The origin of lead (Pb) pollution on the environment mainly from vehicles and industries. The lead pollution can affect the lead content in plants and vegetables. The aim of this study was to determine lead content present in spinach those were harvested in different locations and different of harvesting time.

The sample that examined were spinach those were harvested at a location of ±200 m from the highway, a location of ±10 m from the highway, and a location in the industrial areas. Samples were harvested twice. Qualitative analysis carried out using dithizon 0,005% w/v reagent, while quantitative analysis of lead performed using atomic absorption spectrometry at wavelength of 217 nm.

The results showed that there was difference of lead content in spinach those were harvested in different locations. The highest of lead content present in spinach was harvested at a location of ± 700 m from the industrial area was 0,7459 ppm. While the lead content in spinach was harvested at ± 10 m and ± 200 m from highway were 0,5803 ppm and 0,4912 ppm. There was difference of lead content in spinach those were harvested at a location of ± 200 m from the highway at first harvest (0,4257 ppm) and second harvest (0,5568 ppm). So was with spinach those were harvested at location of ± 10 m from the highway at first harvest (0,5499 ppm) and second harvest (0,6108 ppm). There was indifference of lead content in spinach was harvested at a location of ± 700 m from the industrial area at first and second harvest. The lead content in spinach those were harvested had not exceeded maximum limit of metal contaminants in food according to the Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan No. 03725/B/SK/VII/1989, which was 2 ppm.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN.. ... iii

KATA PENGANTAR.. ... iv

ABSTRAK ...vii

ABSTRACT ...viii

DAFTAR ISI...ix

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR ...xiii

DAFTAR LAMPIRAN...xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Lingkungan Hidup ... 4

2.1.1 Pencemaran Lingkungan Hidup ... 4

2.1.1 Pencemaran Udara... 4

2.2 Logam ... 5

2.3 Timbal ... 5

2.3.1 Penggunaan Timbal ... 6


(10)

2.3.3 Pencemaran Timbal dalam Tanaman ... 7

2.3.4 Toksisitas Timbal ... 8

2.4 Spektrofotometri Serapan atom ... 9

2.4.1 Instrumen Spektrofotometer Serapan Atom ...10

2.4.2 Gangguan pada spektrofotometer Serapan Atom ...12

2.5 Validasi Metode Analisa ...12

2.5.1 Perolehan Kembali ...12

2.5.2 Batas Deteksi ...13

2.5.3 Batas Kuantitasi ...13

2.6 Uraian Bahan ...13

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...15

3.1 Bahan-bahan ...15

3.1.1 Sampel ...15

3.1.2 Pereaksi ...15

3.2 Alat-alat ...16

3.3 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ...16

3.4 Pembuatan Pereaksi ...16

3.5 Prosedur Penelitian ...16

3.5.1 Penyiapan Sampel ...16

3.5.2 Penetapan Kadar air Metode Gravimetri ...17

3.5.3 Proses Destruksi Kering ...17

3.5.4 Pemeriksaan Kualitatif ...18

3.5.5 Pemeriksaan Kuantitatif ...18


(11)

3.5.5.2 Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi Timbal...18

3.5.5.3 Penentuan Kadar Timbal dalam Sampel ...19

3.5.6 Uji Perolehan Kembali ...19

3.5.6.1 Pembuatan Larutan Standar ...19

3.5.6.2 Prosedur Uji Perolehan Kembali ...19

3.5.7 Analisis Data Secara Statistik ...20

3.5.7.1 Penolakan Hasil Pengamatan ...20

3.5.7.2 Pengujian Beda Nilai Rata-rata ...21

3.5.8 Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ...22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...23

4.1 Pemeriksaan Kualitatif ...23

4.2 Pemeriksaan Kuantitatif ...24

4.2.1 Kurva Kalibrasi Timbal ...24

4.2.2 Kadar Timbal dalam Bayam ...25

4.3 Uji Perolehan Kembali ...28

4.4 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ...29

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...30

5.1 Kesimpulan ...30

5.2 Saran ...30

DAFTAR PUSTAKA ...31


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Nilai Qkritis pada Taraf Kepercayaan 95% ...20

Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Kualitatif Timbal dalam Bayam ...23

Tabel 3. Kadar Timbal dalam Bayam ...25

Tabel 4. Kadar Timbal dalam Bayam Berdasarkan Perbedaan Lokasi Panen ...26


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Sitem Peralatan Spektrofotometer Serapan Atom ...10


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Data Penetapan Kadar Air dalam Bayam………...… 33

Lampiran 2. Contoh Perhitungan Kadar Air dalam Bayam……….... 35 Lampiran 3. Contoh Perhitungan Konversi dari Berat Kering

Menjadi Berat Basah………. 38 Lampiran 4. Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Standar Timbal…...…... 39 Lampiran 5. Contoh Perhitungan Persamaan Regresi………... 40 Lampiran 6. Hasil Pengukuran Timbal Secara Spektrofotometri

Serapan Atom………... 42 Lampiran 7. Contoh Perhitungan Kadar Timbal dalam Bayam……….. 45 Lampiran 8. Perhitungan Statistik Kadar Timbal

dalam Bayam Berdasarkan Berat Kering……….. 46 Lampiran 9. Perhitungan Statistik Kadar Timbal

dalam Bayam Berdasarkan Berat Basah……….. 52 Lampiran 10. Pengujian Beda Nilai Rata-rata Kadar Timbal

dalam Bayam Berdasarkan Berat Basah………... 58 Lampiran 11. Data Hasil Uji Perolehan Kembali Timbal dalam Bayam…...…. 76 Lampiran 12. Contoh Perhitungan Uji Perolehan Kembali Timbal……… 77 Lampiran 13. Perhitungan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi Timbal…...…. 78 Lampiran 14 . Nilai Distribusi F………...…….. 79 Lampiran 15 . Nilai Distribusi t………...………... 80 Lampiran 16 . Hasil Identifikasi Tumbuhan………...…… 81 Lampiran 17 . Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009…. 82 Lampiran 18 . Gambar Sampel dan Lokasi Pengambilan Sampel………... 86


(15)

Lampiran 19. Gambar Hasil Analisa Kualitatif Timbal

dengan Pereaksi Dithizon 0,05% b/v... 87 Lampiran 20. Gambar Alat Spektrofotometer Serapan Atom... 88


(16)

ABSTRAK

Sumber pencemaran timbal (Pb) pada lingkungan terutama berasal dari kendaraan bermotor dan industri. Pencemaran tersebut dapat mempengaruhi kadar timbal pada tanaman dan sayuran. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kadar timbal yang terdapat dalam sayur bayam yang dipanen di lokasi yang berbeda dan masa panen yang berbeda.

Sampel yang diteliti adalah sayur bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 200 m dari jalan raya, di lokasi yang berjarak ± 10 m dari jalan raya, dan di lokasi yang berjarak ± 700 m dari kawasan industri. Sampel dipanen setiap masa panen selama dua kali masa panen. Pemeriksaan timbal dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan menggunakan pereaksi ditizon 0,005% b/v, sedangkan analisis kuantitatif dilakukan dengan metode spektrofotometri serapan atom pada panjang gelombang 217 nm.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan dari kadar timbal dalam bayam yang dipanen di lokasi yang berbeda. Kadar timbal tertinggi terdapat dalam sayur bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 700 m dari kawasan industri, yaitu 0,7459 ppm. Sedangkan kadar timbal dalam bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 10 m dan ± 200 m dari jalan raya adalah 0,5803 ppm dan 0,4912 ppm. Terdapat perbedaan dari kadar timbal dalam bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 200 m dari jalan raya antara panen pertama (0,4257 ppm) dan kedua (0,5568 ppm). Begitu juga dengan bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 10 m dari jalan raya antara panen pertama (0,5449 ppm) dan kedua (0,6108 ppm). Tidak terdapat perbedaan kadar timbal dari bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 700 m dari kawasan industri antara panen pertama dan kedua. Kadar timbal dalam bayam yang dipanen belum melewati batas maksimum cemaran logam dalam makanan menurut Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan No. 03725/B/SK/VII/1989, yaitu 2 ppm.


(17)

ABSTRACT

The origin of lead (Pb) pollution on the environment mainly from vehicles and industries. The lead pollution can affect the lead content in plants and vegetables. The aim of this study was to determine lead content present in spinach those were harvested in different locations and different of harvesting time.

The sample that examined were spinach those were harvested at a location of ±200 m from the highway, a location of ±10 m from the highway, and a location in the industrial areas. Samples were harvested twice. Qualitative analysis carried out using dithizon 0,005% w/v reagent, while quantitative analysis of lead performed using atomic absorption spectrometry at wavelength of 217 nm.

The results showed that there was difference of lead content in spinach those were harvested in different locations. The highest of lead content present in spinach was harvested at a location of ± 700 m from the industrial area was 0,7459 ppm. While the lead content in spinach was harvested at ± 10 m and ± 200 m from highway were 0,5803 ppm and 0,4912 ppm. There was difference of lead content in spinach those were harvested at a location of ± 200 m from the highway at first harvest (0,4257 ppm) and second harvest (0,5568 ppm). So was with spinach those were harvested at location of ± 10 m from the highway at first harvest (0,5499 ppm) and second harvest (0,6108 ppm). There was indifference of lead content in spinach was harvested at a location of ± 700 m from the industrial area at first and second harvest. The lead content in spinach those were harvested had not exceeded maximum limit of metal contaminants in food according to the Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan No. 03725/B/SK/VII/1989, which was 2 ppm.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan (Undang-Undang Republik Indonesia No.32, 2009). Unsur-unsur alam yang berkaitan erat dengan lingkungan hidup adalah udara, tanah, dan air. Oleh karena itu, pencemaran umum yang terjadi adalah pencemaran udara, tanah, dan air.

Menurut Nugroho (2005), pencemaran udara disebabkan oleh aktivitas manusia seperti pencemaran yang berasal dari pabrik, kendaraan bermotor, pembakaran sampah, sisa pertanian dan peristiwa alam seperti kebakaran hutan dan letusan gunung api yang mengeluarkan debu, gas, dan awan panas. Pencemaran yang berasal dari cerobong pabrik sampai pada knalpot kendaraan telah melepaskan Pb ke udara. Hal ini berlangsung terus-menerus sepanjang hari, sehingga kandungan Pb di udara naik secara sangat mencolok sekali (Palar, 2004). Tanaman yang ditanam di sekitar jalan raya seperti sayuran mengandung kontaminan Pb cukup tinggi dengan rata-rata sebesar 28,78 ppm jauh diatas batas aman yang diizinkan oleh Direktur Jendral Pengawas Obat dan Makanan, yaitu


(19)

sebesar 2 ppm (Widowati, 2008). Menurut Siregar (2005), pencemaran timbal dalam tanaman terjadi karena timbal melekat pada permukaan daun atau masuk melalui stomata dan berikatan dengan kloroplast .

Menurut Rahde (1994) dalam Widowati (2008), timbal ( Pb ) adalah logam yang bersifat toksik melalui konsumsi makanan, minuman, udara, air serta debu yang tercemar Pb. Intoksikasi Pb bisa terjadi melalui jalur oral, lewat makanan, minuman, pernafasan, kontak lewat kulit, serta kontak lewat mata. Toksik yang disebabkan oleh logam Pb dalam tubuh dapat mempengaruhi organ-organ tubuh antara lain sistem saraf, ginjal, sisitem reproduksi, sistem endokrin dan jantung (Suharto, 2005).

Tujuan penelitian ini adalah untuk memeriksa kadar timbal dalam bayam yang dipanen di tiga lokasi yang berbeda, yaitu lokasi yang berjarak ± 200 m dari jalan raya, lokasi yang berjarak ± 700 m dari kawasan industri, dan lokasi yang berjarak ± 10 m dari jalan raya selama dua kali masa panen.

Bayam dipilih sebagai sampel karena bayam termasuk sayuran hijau yang dapat terkontaminasi Pb dalam jumlah tinggi. Menurut Widowati (2008), kandungan Pb yang tinggi ditemukan dalam sayuran terutama dalam sayuran hijau. Pada penelitian ini digunakan metode Spektrofotometri Serapan Atom karena memiliki keuntungan antara lain kecepatan analisisnya, ketelitiannya, dan dapat menentukan konsentrasi dalam jumlah sangat kecil. Keuntungan yang lain, sebelum pengukuran tidak perlu memisahkan unsur yang ditentukan karena kemungkinan penentuan satu unsur dengan kehadiran unsur lain dapat dilakukan asalkan lampu katoda berongga yang diperlukan tersedia (Khopkar, 1990).


(20)

1.2 Perumusan Masalah

1. Apakah terdapat perbedaan kadar timbal dalam bayam yang dipanen di lokasi yang berbeda dan masa panen yang berbeda.

2. Apakah kadar timbal dalam bayam yang dipanen melewati batas maksimum cemaran logam dalam makanan menurut Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan No. 03725/B/SK/VII/1989, yaitu 2 ppm.

1.3 Hipotesis

1. Terdapat perbedaan kadar timbal dalam bayam yang dipanen di lokasi yang berbeda dan masa panen yang berbeda.

2. Kadar timbal dalam bayam yang dipanen melewati batas batas maksimum cemaran logam dalam makanan menurut Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan No. 03725/B/SK/VII/1989.

1.4 Tujuan

1. Untuk memeriksa kadar timbal dalam bayam yang dipanen di lokasi yang berbeda selama dua kali masa panen.

2. Untuk membandingkan kadar timbal dalam bayam yang dipanen dengan batas maksimum cemaran logam dalam makanan menurut Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan No. 03725/B/SK/VII/1989


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lingkungan Hidup

Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain (Undang-Undang Republik Indonesia No. 32, 2009).

2.1.1 Pencemaran Lingkungan Hidup

Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan (Undang-Undang Republik Indonesia No. 32, 2009).

2.1.1.1 Pencemaran Udara

Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No. Kep.02/Men-KLH/1988, yang dimaksud dengan pencemaran udara adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, dan energi, dan atau berubahnya tatanan udara oleh kegiatan manusia atau proses alam sehingga kualitas udara turun hingga ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya (Siregar, 2005).

Menurut Nugroho (2005), pencemaran disebabkan oleh aktivitas manusia seperti pencemaran yang berasal dari pabrik, kendaraan bermotor, pembakaran


(22)

sampah, sisa pertanian dan peristiwa alam seperti kebakaran hutan dan letusan gunung api yang mengeluarkan debu, gas dan awan panas.

2.2 Logam

Logam dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu logam esensial dan logam nonesensial. Logam esensial adalah logam yang sangat membantu dalam proses fisiologis makhluk hidup dengan jalan membantu kerja enzim atau pembentukan organ dari makhluk hidup yang bersangkutan. Sebaliknya logam nonesensial adalah logam yang peranannya dalam tubuh makhluk hidup belum diketahui, kandungannya dalam jaringan hewan sangat kecil, dan apabila kandungannya tinggi akan dapat merusak organ-organ tubuh makhluk hidup yang bersangkutan. Logam yang dapat menyebabkan keracunan adalah jenis logam berat. Logam ini termasuk logam yang esensial seperti Cu, Zn, Se dan yang nonesensial seperti Hg, Pb, Cd, dan As (Darmono, 1995).

2.3 Timbal

Timbal adalah sejenis logam yang lunak berwarna abu-abu kebiruan mengkilat serta mudah dimurnikan dari pertambangan. Timbal mudah dibentuk, memiliki sifat kimia yang aktif, sehingga bisa digunakan untuk melapisi logam agar tidak timbul perkaratan. Logam ini termasuk ke dalam kelompok logam-logam golongan IV-A pada Tabel Periodik unsur kimia. Logam ini mempunyai nomor atom 82 dengan bobot atau berat atom 207,2. Timbal meleleh pada suhu 328o C (662o F), dan titik didih 1740o C (3164o

Timbal adalah logam yang mendapat perhatian karena bersifat toksik melalui konsumsi makanan, minuman, udara, air, serta debu yang tercemar timbal.


(23)

Timbal masuk ke dalam tubuh melalui jalur oral, lewat makanan, minuman, pernafasan, kontak lewat kulit, serta kontak lewat mata (Widowati, 2008).

2.3.1 Penggunaan Timbal

Timbal dan persenyawaannya banyak digunakan dalam berbagai bidang. Dalam industri baterai, timbal digunakan sebagai grid yang merupakan alloy (suatu persenyawaan) dengan logam bismut (Pb-Bi) dengan perbandingan 93:7. Timbal oksida (PbO4) dan logam timbal dalam industri baterai digunakan sebagai

bahan yang aktif dalam pengaliran arus elektron. Alloy Pb yang mengandung 1% stibium (Sb) banyak digunakan sebagai kabel telepon. Alloy Pb dengan 0,15% As, 0,1% Sn, dan 0,1% Bi banyak digunakan untuk kabel listrik (Palar, 2004).

Dalam perkembangan industri kimia, dikenal pula zat aditif yang dapat ditambahkan ke dalam bahan bakar kendaraan bermotor. Persenyawaan yang dibentuk dari logam Pb sebagai zat aditif ini ada dua jenis, yaitu (CH3)4-Pb

(tetrametil-Pb) dan (C2H5)4

Emisi Pb dari lapisan atmosfer bumi berbentuk gas atau partikel. Emisi Pb bentuk gas, terutama berasal dari buangan gas kendaraan bermotor, merupakan hasil sampingan dari pembakaran mesin-mesin kendaraan dari senyawa

tetrametil--Pb (tetraetiltetrametil--Pb) (Palar, 2004). Timbal merupakan bahan aditif yang sering ditambahkan ke dalam bahan bakar untuk memperbaiki mutu bakar (Siregar, 2005).

2.3.2 Pencemaran Timbal di Udara

Sumber tersebarnya logam di alam lingkungan dan di udara karena proses digunakannya logam tersebut pada suhu tinggi. Misalnya penggunaan batu bara dan minyak bumi untuk pembangkit tenaga listrik, proses industri dan peleburan logam (Darmono, 2001).


(24)

Pb dan tetraetil-Pb dalam bahan bakar kendaraan bermotor. Emisi Pb dari pembakaran mesin menyebabkan jumlah Pb udara dari asap buangan kendaraan meningkat sesuai meningkatnya jumlah kendaraan (Widowati, 2008).

Pencemaran Pb selain dari emisi gas buangan kendaraan bermotor dapat pula berasal dari buangan industri dan pembakaran batu bara (Widowati, 2008). Emisi Pb dari pabrik yang menggunakan proses dengan suhu tinggi biasanya menggunakan cerobong asap yang tinggi menjulang ke angkasa, hal ini mengakibatkan logam tersebut dapat terbawa angin pada jarak yang jauh (Darmono, 2001). Menurut Siregar (2005), jumlah Pb di udara dipengaruhi oleh kepadatan lalu lintas, jarak dari jalan raya dan daerah industri dan arah angin. 2.3.3 Pencemaran Timbal dalam Tanaman

Timbal merupakan unsur yang tidak esensial bagi tanaman, kandungannya berkisar 0,1-10 ppm (Alloway, dalam Siregar, 2005). Daun merupakan organ tumbuhan yang peka terhadap pencemar karena paling sering dan mudah terpapar oleh sumber pencemar udara (Nugroho, 2005). Menurut Siregar (2005), pencemaran timbal dalam tanaman terjadi karena timbal melekat pada permukaan daun atau masuk melalui stomata dan berikatan dengan kloroplast. Masuknya partikel timbal dalam jaringan daun bukan karena timbal diperlukan tanaman, tetapi hanya sebagai akibat ukuran stomata daun yang cukup besar dan ukuran partikel timbal yang relatif kecil dibanding ukuran stomata (Widiriani, dalam

Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar timbal dalam tanaman yaitu jangka waktu tanaman kontak dengan timbal, kadar timbal dalam tanah, morfologi dan fisiologi tanaman, umur tanaman dan faktor yang mempengaruhi arel seperti Siregar, 2005).


(25)

banyaknya tanaman penutup serta jenis tanaman di sekeliling tanaman tersebut (Siregar, 2005).

2.3.4 Toksisitas Timbal

Timbal adalah logam yang bersifat toksik terhadap manusia, yang bisa berasal dari tindakan yang mengonsumsi makanan, minuman, atau melalui inhalasi dari udara, debu yang tercemar timbal, kontak lewat kulit, kontak lewat mata, dan lewat parenteral (Widowati, 2008).

Di dalam tubuh, timbal bisa menghambat aktivitas enzim yang terlibat dalam pembentukan hemoglobin dan sebagian kecil timbal dieksresikan lewat urin atau feses karena sebagian terikat oleh protein, sedangkan sebagian lagi terakumulasi dalam ginjal, hati, kuku, jaringan lemak, dan rambut (Widowati, 2008).

Menurut Palar (2004), pada jaringan atau organ tubuh, timbal akan terakumulasi pada tulang, karena logam ini dalam bentuk ion Pb2+ mampu menggantikan keberadaan ion Ca2+

1. Sistem haemopoietik; menghambat sistem pembentukan hemoglobin (Hb) sehingga menyebabkan anemia.

(kalsium) yang terdapat dalam jaringan tulang. Timbal yang terakumulasi dalam tulang diperkirakan sekitar 90% dari jumlah timbal yang diserap (Naria, 2005). Di samping itu, pada wanita hamil, timbal dapat melewati plasenta dan kemudian akan ikut masuk dalam sistem peredaran darah janin dan selanjutnya setelah bayi lahir, timbal akan dikeluarkan bersama air susu (Palar, 2004).

Timbal bersifat kumulatif. Mekanisme toksisitas timbal berdasarkan organ yang dipengaruhinya (Widowati, 2008) adalah:


(26)

2. Sistem saraf; menimbulkan kerusakan otak dengan gejala epilepsi, halusinasi, kerusakan otak besar, dan delirium.

3. Sistem urinaria; menyebabkan lesi tubulus proksimalis, loop of Henle, serta menyebabkan aminosiduria.

4. Sistem gastro-intestinal; menyebabkan kolik dan konstipasi.

5. Sistem kardiovaskular; menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah.

6. Sistem reproduksi berpengaruh terutama terhadap gametotoksisitas atau janin belum lahir menjadi peka terhadap timbal. Ibu hamil yang terkontaminasi timbal bisa mengalami keguguran.

7. Sistem endokrin; mengakibatkan gangguan fungsi tiroid dan fungsi adrenal.

8. Bersifat karsinogenik dalam dosis tinggi. 2.4 Spektrofotometri Serapan Atom

Spektrofotometri serapan atom adalah suatu metode yang digunakan untuk mendeteksi atom-atom logam dalam fase gas. Metode ini seringkali mengandalkan nyala untuk mengubah logam dalam larutan sampel menjadi atom-atom logam berbentuk gas yag digunakan untuk analisis kuantitatif dari logam dalam sampel (Bender, 1987).

Metode spektrofotometri serapan atom berdasarkan pada prinsip absorbsi cahaya oleh atom. Atom- atom akan menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya (Rohman, 2007).


(27)

Dasar analisis menggunakan teknik spektrofotometri serapan atom adalah bahwa dengan mengukur besarnya absorbsi oleh atom analit, maka konsentrasi analit tersebut dapat ditentukan (Susanto, 2010).

Ada 4 cara pembentukan atom dalam spektrofotometri serapan atom (Susanto, 2010), yaitu:

1. Dengan menggunakan nyala campuran gas (Flame-AAS). 2. Melalui pembentukan senyawa hidrida diikuti pemanasan. 3. Dengan tanpa nyala untuk analisis merkuri.

4. Mmenggunakan pemanasan oleh listrik (Electrothermal-AAS atau Graphite

Furnace-AAS).

2.4.1 Instrumen Spektrofotometer Serapan atom

Gambar 1. Sistem Peralatan Spektrofotometer Serapan Atom a. Sumber Sinar

Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow cathoda lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda. Katoda berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam atau dilapisi dengan logam tertentu. Tabung logam ini diisi dengan gas mulia (neon atau argon). Bila antara anoda dan katoda diberi selisih tegangan yang tinggi (600 volt), maka katoda akan


(28)

memacarkan beras-berkas elektron yang bergerak menuju anoda yang mana kecepatan dan energinya sangat tinggi. Elektron-elektron dengan energi tinggi ini dalam perjalanannya menuju anoda akan bertabrakan dengan gas-gas mulia yang diisikan tadi. Akibat dari tabrakan-tabrakan ini membuat unsur-unsur gas mulia akan kehilangan elektron dan menjadi bermuatan positif. Ion-ion gas mulia yang bermuatan positif ini selanjutnya akan bergerak ke katoda dengan kecepatan dan energi yang tinggi pula. Pada katoda terdapat unsur-unsur yang sesuai dengan unsur yang dianalisis. Unsur-unsur ini akan ditabrak oleh ion-ion positif gas mulia. Akibat tabrakan ini, unsur-unsur akan terlempar ke luar dari permukaan katoda. Atom-atom unsur dari katoda ini mungkin akan mengalami eksitasi ke tingkat energi-energi elektron yang lebih tinggi dan akan memancarkan spektrum pencaran dari unsur yang sama dengan unsur yang akan dianalisis (Rohman, 2007).

b. Tempat Sampel

Dalam analisis dengan spektrofotometri serapan atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan asas (Rohman, 2007).

c. Monokromator

Monokromator dimaksudkan untuk memisahkan dan memilih panjang gelombang yang digunakan dalam analisis. Dalam monokromator terdapat

chopper (pemecah sinar), suatu alat yang berputar dengan frekuensi atau


(29)

d. Detektor

Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman (Rohman, 2007).

e. Readout

Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai pencatat hasil. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Rohman, 2007). 2.4.2 Gangguan Pada Spektrofotometer Serapan Atom

Gangguan-gangguan yang dapat terjadi dalam spektrofotometer serapan atom (Rohman, 2007) adalah sebagai berikut:

1. Gangguan yang berasal dari matriks sampel yang mana dapat mempengaruhi banyaknya sampel yang mencapai nyala.

2. Gangguan kimia yang dapat mempengaruhi jumlah atau banyaknya atom yang terjadi dalam nyala.

2.5 Validasi Metode Analisa

Validasi adalah suatu tindakan penilaian terhadap perameter tertentu pada prosedur penetapan yang dipakai untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004).

Beberapa parameter validasi diuraikan di bawah ini. 2.5.1 Perolehan Kembali

Persen perolehan kembali digunakan untuk menyatakan kecermatan. Kecermatan merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya (Harmita, 2004). Menurut Miller (2005),


(30)

suatu metode dikatakan teliti jika nilai recovery-nya antara 80-120%. Recovery dapat ditentukan dengan menggunakan metode standar adisi.

2.5.2 Batas Deteksi

Batas atau limit deteksi dari suatu metode analisis adalah nilai parameter uji batas, yaitu konsentrasi analit terendah yang dapat dideteksi, tetapi tidak dikuantitasi pada kondisi percobaan yang dilakukan. Limit deteksi dinyatakan dalam konsentrasi analit (persen, bagian per milyar) dalam sampel (Satiadarma, 2004).

2.5.3 Batas Kuantitasi

Batas atau limit kuantitasi dari suatu metode analisis adalah nilai parameter penentuan kuantitatif senyawa yang terdapat dalam konsentrasi rendah dalam matriks. Limit kuantitasi adalah konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi eksperimen yang ditentukan. Limit kuantitasi dinyatakan dalam konsentrasi analit (persen, bagian per milyar) dalam sampel (Satiadarma, 2004).

2.6 Uraian Bahan

Klasifikasi tumbuhan bayam: Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Ordo : Amaranthales Famili : Amaranthaceae Genus : Amaranthus


(31)

Tanaman bayam merupakan salah satu jenis sayuran komersial yang mudah diperoleh di setiap pasar, baik pasar tradisional maupun pasar swalayan. Umumnya tanaman bayam dikonsumsi bagian daun dan batangnya (Bandini dan Azis, 1995).

Ditinjau dari kandungan gizinya, bayam merupakan jenis sayuran hijau yang banyak manfaatnya bagi kesehatan, terutama bagi anak-anak dan wanita hamil. Di dalam daun bayam terdapat cukup banyak kandungan protein, kalsium, zat besi, dan vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh manusia (Bandini dan Azis, 1995).


(32)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yang bertujuan menggambarkan objek sesuai dengan keadaan, dalam hal ini untuk mengetahui perbedaan kadar timbal pada bayam yang dipanen di lokasi yang berbeda di sekitar kota Medan.

3.1 Bahan-Bahan 3.1.1 Sampel

Sampel yang digunakan adalah bayam (Amaranthus hybridus L.) yang dipanen di tiga lokasi yang berbeda, yaitu 1) di lokasi yang berjarak ±10 m dari jalan raya; 2) di lokasi yang berjarak ±200 m dari jalan raya; 3) di lokasi yang berjarak ± 700 m dari kawasan industri (Gambar sampel dan lokasi pengambilan sampel dapat dilihat pada Lampiran 18). Pengambilan sampel dilakukan setiap panen, selama dua kali masa panen.

3.1.2 Pereaksi

Bahan yang digunakan semua pro analisis keluaran E. Merck, kecuali disebutkan lain, yaitu asam nitrat 65% b/b, amonium hidroksida 25% b/b, dithizon, kristal kalium sianida (KCN), larutan standar timbal 1000 ppm, dan akuabides (PT. Ikapharmindo Putra Mas).


(33)

3.2 Alat-alat

Spektrofotometer Serapan Atom (GBC Avanta ∑) lengkap dengan lampu katoda Pb, lemari asam, neraca analitik (Boeco), tanur (Fisher), oven (Memmert),

hot plate (Fisons), kertas Whatman 42, dan alat- alat gelas (Pyrex).

3.3 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, Laboratorium Kimia Analitik Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan pada bulan April 2010 - Agustus 2010.

3.4 Pembuatan Pereaksi

Larutan HNO3 5N dibuat dengan mengencerkan 340 ml larutan HNO3 65%

b/b dengan air suling hingga 1000 ml (Ditjen POM, 1995). Larutan NH4

3.5 Prosedur Penelitian

OH 1 N dibuat dengan mengencerkan 7,4 ml ammonium hidroksida 25% b/b dengan air suling hingga 100 ml (Ditjen POM, 1995). Larutan Dithizon 0,005% b/v dibuat dengan melarutkan 5 mg difeniltiokarbazon (ditizon) dalam 100 ml kloroform (Vogel, 1985).

3.5.1 Penyiapan Sampel

Bagian bayam yang digunakan sebagai sampel adalah bagian batang dan daun bayam yang biasa dikonsumsi masyarakat. Sampel dicuci bersih dengan air mengalir, ditiriskan, diangin-anginkan, ditimbang sebanyak ± 300 g dan diiris kecil-kecil. Sampel yang telah diiris digunakan untuk penetapan kadar air metode gravimetri dari setiap lokasi pengambilan sampel dan penetapan kadar timbal dari setiap sampel.


(34)

3.5.2 Penetapan Kadar Air Metode Gravimetri

Ditimbang 10 g sampel dalam cawan porselen yang telah diketahui beratnya. Dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 5 jam, dibiarkan dingin dalam desikator, dan ditimbang. Lanjutkan pengeringan dan timbang pada jarak 1 jam sampai perbedaan antara dua penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25% (Ditjen POM, 1995). Data penetapan kadar air dalam sampel dapat dilihat pada Lampiran 1 dan contoh perhitungan kadar air dalam sampel dapat dilihat pada Lampiran 2.

3.5.3 Proses Dekstruksi Kering

Sampel bayam yang telah diiris dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 5 jam, dihaluskan dengan blender, dan ditimbang 2,5 g dalam kurs porselen sebanyak 6 kali sehingga diperoleh 36 unit sampel penelitian. Contoh perhitungan konversi sampel dari berat kering menjadi berat basah dapat dilihat pada Lampiran 3. Selanjutnya dipanaskan di atas hot plate sampai mengarang. Diabukan di tanur dengan temperatur awal 25oC dan perlahan-lahan temperatur dinaikkan menjadi 500oC hingga diperoleh abu berwarna putih. Pengabuan dilakukan selama 8 jam dan dibiarkan dingin dalam desikator. Hasil destruksi dilarutkan dalam 10 ml HNO3 5 N kemudian dipanaskan di atas hot plate hingga

larutan bening. Kemudian hasilnya dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml dan dicukupkan volumenya hingga garis tanda dengan akuabides (Haswell, 1991). Lalu disaring dengan kertas saring Whatman No.42 dengan membuang 2 ml larutan pertama hasil penyaringan. Larutan hasil penyaringan ini digunakan untuk uji kualitatif dan uji kuantitatif timbal (Pb).


(35)

3.5.4 Pemeriksaan Kualitatif

Kedalam tabung reaksi dimasukkan 2 ml larutan sampel, diatur hingga pH netral atau sedikit basa dengan penambahan ammonium hidroksida 1N, dimasukkan kristal kalium sianida, ditambahkan 2 ml dithizon 0,005% b/v, kocok kuat, dibiarkan lapisan memisah dan terbentuk lapisan berwarna merah (Vogel, 1985). Gambar hasil analisis kualitatif dapat dilihat pada Lampiran 19.

3.5.5 Pemeriksaan Kuantitatif

3.5.5.1 Penentuan Panjang Gelombang maksimum

Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan berdasarkan pengaturan alat spektrofotometri serapan atom yang telah distandardisasi, yaitu panjang gelombang untuk timbal 217 nm.

3.5.5.2 Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi Timbal

Larutan standar timbal (1000 mcg/ml) dipipet sebanyak 10 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml HNO3 5N,

ditepatkan sampai garis tanda dengan akuades (konsentrasi 100 mcg/ml). Larutan standar timbal (100 mcg/ml) dipipet sebanyak 10 ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml HNO3 5N, ditepatkan sampai garis

tanda dengan akuades (konsentrasi 10 mcg/ml). Larutan kerja timbal dibuat dengan memipet 2; 4; 6; 8 dan 10 ml larutan baku 10 mcg/ml, dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml, ditambahkan 10 ml HNO3

3.5.5.3 Penentuan Kadar Timbal dalam Sampel

5N kemudian ditepatkan sampai garis tanda dengan akuades dan diukur pada panjang gelombang 217 nm.


(36)

Larutan sampel yang telah didestruksi diukur absorbansinya dengan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 217 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh berada dalam rentang kurva kalibrasi larutan standar timbal. Konsentrasi timbal dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan linier dari kurva kalibrasi. Kadar timbal dapat dihitung dari konsentrasi tersebut. Kadar timbal dalam sampel dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:

Kadar (mcg/ml) =

Bs CxVxFp

Keterangan : C = Konsentrasi larutan sampel (mcg/ml) V = Volume larutan sampel (ml)

Fp

3.5.6 Uji Perolehan Kembali

= Faktor pengenceran Bs = Berat sampel (g)

3.5.6.1 Pembuatan Larutan Standar

Larutan standar timbal (1000 mcg/ml) dipipet sebanyak 10 ml, dimasukkan larutan ke dalam labu tentukur 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml HNO3 5N,

ditepatkan sampai garis tanda dengan akuades (konsentrasi 100 mcg/ml). Larutan standar timbal (100 mcg/ml) masing- masing dipipet sebanyak 2 ml, dimasukkan masing-masing larutan ke dalam labu tentukur 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml HNO3

3.5.6.2 Prosedur Uji Perolehan Kembali

5N, ditepatkan sampai garis tanda dengan akuades (konsentrasi 2 mcg/ml).

Uji perolehan kembali (Recovery) dilakukan dengan cara menentukan kadar timbal dalam sampel, selanjutnya dilakukan penentuan kadar timbal dalam sampel setelah penambahan larutan standar yang jumlahnya diketahui dengan pasti. Larutan standar yang ditambahkan yaitu 1 ml larutan standar timbal


(37)

(konsentrasi 2 mcg/ml). Uji perolehan kembali dilakukan terhadap sampel yang sama dan dianalisa dengan cara yang sama dengan pengerjaan sampel awal. Perhitungan perolehan kembali dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

% Perolehan kembali = − ×100%

A A F

C C C

Keterangan :

CF = konsentrasi total sampel

CA = konsentrasi sampel sebenarnya (awal)

C฀A

3.5.7 Analisis Data secara Statistik

= konsentrasi larutan baku yang ditambahkan (Harmita, 2004) Perhitungan kadar timbal dalam bayam setelah penambahan larutan standar dapat dilihat pada Lampiran 11. Perhitungan uji perolehan kembali dapat dilihat pada Lampiran 12.

3.5.7.1 Penolakan Hasil Pengamatan

Kadar timbal yang diperoleh dari hasil pengukuran masing-masing 6 larutan sampel, diuji secara statistik dengan uji Q.

Q =

terendah Nilai

tertinggi Nilai

terdekat yang

Nilai dicurigai

yang Nilai

−−

Hasil pengujian atau nilai Q yang diperoleh ditinjau terhadap daftar harga Q pada Tabel 1, apabila Q>Qkritis maka data tersebut ditolak.

Tabel 1. Nilai Qkritis

Banyak data

pada Taraf Kepercayaan 95%

Nilai Qkritis

4 0,831

5 0,717

6 0,621

7 0,570

8 0,524


(38)

Untuk menentukan kadar timbal di dalam sampel dengan interval kepercayaan

95%, α = 0.05, dk = n-1, dapat digunakan rumus: Kadar Timbal = µ = X ± (t(α/2, dk) x SD / ) Keterangan : X = Kadar rata-rata sampel

SD = Standar Deviasi

dk = Derajat kebebasan (dk = n-1) α = interval kepercayaan

n = jumlah perlakuan 3.5.7.2 Pengujian Beda Nilai Rata-Rata

Sampel yang dibandingkan adalah independen dan jumlah pengamatan masing-masing lebih kecil dari 30 dan variansi (σ2) tidak diketahui sehingga

dilakukan uji F untuk mengetahui apakah variansi kedua populasi sama (σ12= σ22)

atau berbeda (σ12≠ σ22) dengan menggunakan rumus:

Fo 2

2 2 1 S S =

Apabila dari hasilnya diperoleh Fo

(X

tidak melewati nilai kritis F maka dilanjutkan dengan uji t dengan rumus:

1 – X2

t

)

o

Sp √1/n =

1 + 1/n2

Sp 2 ) 1 ( ) 1 ( 2 1 2 2 2 2 1 1 − ++ − − n n S n S n = dan jika Fo

(X

melewati nilai kritis F maka dilanjutkan dengan uji t dengan rumus :

1 – X2

t

)

o =

S12/n1 + S22/n

Kedua sampel dinyatakan berbeda apabila t

2

o yang diperoleh melewati nilai


(39)

3.5.8 Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan. Sedangkan batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama.

Batas deteksi dan batas kuantitasi ini dapat diperoleh dari kalibrasi standar yang diukur sebanyak 6 sampai 10 kali, dan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Harmita, 2004):

Batas deteksi =

slope SB x

3

Batas kuantitasi =

slope SB x

10

SB =

(

)

2

2 −

n Yi Y


(40)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pemeriksaan Kualitatif

Analisis kualitatif dilakukan sebagai analisis pendahuluan untuk mengetahui adanya timbal dalam sampel yang akan dianalisis secara kuantitatif dengan spektrofotometer serapan atom. Hasil analisis kualitatif timbal dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Kualitatif Timbal dalam Bayam No Sampel Reaksi dengan Dithizon

0,005% b/v Keterangan

1 AX Merah +

2 BX Merah tua +

3 CX Merah +

4 AY Merah +

5 BY Merah tua +

6 CY Merah +

Keterangan :

+ = mengandung timbal

AX = Bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ±200 m dari jalan raya, masa panen pertama

BX = Bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak 700-800 m dari kawasan industri, masa panen pertama

CX = Bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ±10 m dari jalan raya, masa panen pertama

AY = Bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ±200 m dari jalan raya, masa panen kedua

BY = Bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak 700-800 m dari kawasan industri, masa panen kedua

CY = Bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ±10 m dari jalan raya, masa panen kedua


(41)

Tabel di atas menunjukkan bahwa sampel mengandung timbal. Reaksi dengan dithizon 0,005% b/v dilakukan pada pH netral atau sedikit basa , karena pada pH tersebut memberikan hasil positif hanya untuk timbal saja, sedangkan logam yang lain tidak memberikan hasil positif pada pH tersebut. Warna yang terbentuk adalah karena terbentuknya kompleks logam-dithizonat (Fries, 1977).

4.2 Pemeriksaan Kuantitatif 4.2.1 Kurva Kalibrasi Timbal

Kurva kalibrasi timbal diperoleh dengan cara mengukur absorbansi dari larutan standar timbal pada panjang gelombang 217 nm. Dari data kalibrasi timbal diperoleh kurva kalibrasi yang dapat dilihat pada gambar di bawah. Data hasil pengukuran absorbansi larutan standar timbal dapat dilihat pada Lampiran4. Contoh perhitungan persamaan regresi dapat dilihat pada Lampiran 5.

Gambar 2. Kurva Kalibrasi Larutan Standar Timbal

Berdasarkan data kalibrasi pada Gambar 1 diperoleh hubungan linier antara absorbansi dan konsentrasi dengan persamaan garis regresi yaitu : y = 0,0325x − 0,0004 dan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,9994.

0.0000 0.0050 0.0100 0.0150 0.0200 0.0250 0.0300 0.0350

0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20

A

bs

o

r

ba

ns

i

Konsentrasi (mcg/ml)


(42)

4.2.2 Kadar Timbal dalam Bayam

Penentuan kadar timbal dilakukan secara spektrofotometri serapan atom. Konsentrasi timbal dalam sampel ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi linier kurva kalibrasi larutan standar. Data dan perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 6 dan Lampiran 7. Analisis dilanjutkan dengan perhitungan statistik (Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 8 dan Lampiran 9). Hasil penentuan kadar timbal dalam bayam dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kadar Timbal dalam Bayam

No. Sampel

Kadar (mcg/g) Berdasarkan

berat basah

Berdasarkan berat kering 1.

2. 3. 4. 5. 6.

AX AY BX BY CX CY

0,4257 ± 0,0364 0,5568 ± 0,0285 0,7350 ± 0,0256 0,7569 ± 0,0320 0,5499 ± 0,0147 0,6108 ± 0,0204

4,3008 ± 0,3680 5,6243 ± 0,3101 6,6039 ± 0,2309 6,8005 ± 0,2874 5,5156 ± 0,1471 6,1257 ± 0,2043 Catatan: kadar tersebut merupakan kadar rata-rata dari 6 kali replikasi Keterangan :

AX = Bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 200 m dari jalan raya, masa panen pertama

BX = Bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 700 m dari kawasan industri, masa panen pertama

CX = Bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 10 m dari jalan raya, masa panen pertama

AY = Bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 200 m dari jalan raya, masa panen kedua

BY = Bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 700 m dari kawasan industri, masa panen kedua

CY = Bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 10 m dari jalan raya, masa panen kedua


(43)

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa semua sampel telah tercemar timbal. Jika dilihat berdasarkan berat basahnya, kadar rata-rata timbal dalam bayam masih berada di bawah jumlah maksimum cemaran logam dalam makanan menurut Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan No. 03725/B/SK/VII/1989, yaitu 2 ppm. Dengan demikian bayam yang ditanam di lokasi tersebut aman untuk dikonsumsi.

Kemudian dilakukan uji beda nilai rata-rata kadar timbal dalam bayam berdasarkan perbedaan lokasi panen dan kadar timbal dalam bayam berdasarkan perbedaan masa panen. Data dan perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 10. Kadar timbal dalam bayam berdasarkan perbedaan lokasi panen dapat dilihat pada Tabel 4. Kadar timbal dalam bayam berdasarkan perbedaan masa panen dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 4. Kadar Timbal dalam Bayam Berdasarkan Perbedaan Lokasi Panen No. Sampel Kadar Berdasarkan Berat

Basah (mcg/g)

Kadar rata-rata (mcg/g)

1. AX 0,4257

0,4912

2. AY 0,5568

3. BX 0,7350

0,7459

4. BY 0,7569

5. CX 0,5499

0,5803

6. CY 0,6108

Keterangan :

AX = Bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 200 m dari jalan raya, masa panen pertama

BX = Bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 700 m dari kawasan industri, masa panen pertama

CX = Bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 10 m dari jalan raya, masa panen pertama

AY = Bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 200 m dari jalan raya, masa panen kedua

BY = Bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 700 m dari kawasan industri, masa panen kedua


(44)

Berdasarkan Tabel 4, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan dari kadar rata-rata timbal dalam bayam yang dipanen di lokasi yang berbeda. Dari tabel di atas juga dapat dilihat kadar timbal tertinggi terdapat dalam bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 700 m dari kawasan industri (0,7459 mcg/g) diikuti oleh bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 10 m dari jalan raya (0,5803 mcg/g) dan bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 200 m dari jalan raya (0,4912 mcg/g).

Tabel 5. Kadar Timbal dalam Bayam Berdasarkan Perbedaan Masa Panen No. Sampel Kadar Berdasarkan Berat Basah

(mcg/g) Signifikansi

1. AX 0,4257 a

2. AY 0,5568 b

3. BX 0,7350 a

4. BY 0,7569 a

5. CX 0,5499 a

6. CY 0,6108 b

Keterangan :

AX = Bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 200 m dari jalan raya, masa panen pertama

BX = Bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 700 m dari kawasan industri, masa panen pertama

CX = Bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 10 m dari jalan raya, masa panen pertama

AY = Bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 200 m dari jalan raya, masa panen kedua

BY = Bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 700 m dari kawasan industri, masa panen kedua

CY = Bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 10 m dari jalan raya, masa panen kedua

Berdasarkan Tabel 5, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dari kadar rata-rata timbal dalam bayam yang dipanen di lokasi yang


(45)

sama antara panen pertama dan kedua, kecuali pada lokasi yang berjarak ± 700 m dari kawasan industri.

Perbedaan kadar timbal pada lokasi dan masa panen yang berbeda selain dipengaruhi oleh jarak terhadap sumber polutan juga dipengaruhi oleh kepadatan lalu lintas serta arah dan kecepatan angin. Menurut Adamson (1980) dalam Darmono (2001), kandungan Pb dalam rumput di daerah industri peleburan logam, disamping bergantung pada jarak dari pabrik juga sangat bergantung pada arah angin yang selalu bertiup. Menurut Chandra (2006), kecepatan angin yang kuat akan membawa polutan terbang kemana-mana dan dapat mencemari udara negara lain. Angin yang membawa polutan akan memaparkan logam berat pada daun-daun sehingga logam berat tersebut akan melekat pada permukaan daun-daun atau masuk melalui stomata dan berikatan dengan kloroplast. Menurut Nugroho (2005), daun merupakan organ tumbuhan yang peka terhadap pencemar karena paling sering dan mudah terpapar oleh sumber pencemar udara. Menurut Siregar (2005), pencemaran timbal dalam tanaman terjadi karena timbal melekat pada permukaan daun atau masuk melalui stomata dan berikatan dengan kloroplast.

4.3 Uji Perolehan Kembali

Hasil Uji Perolehan kembali timbal setelah penambahan larutan standar timbal dalam bayam dapat dilihat pada Lampiran 11. Contoh perhitungan persen recovery timbal dalam sampel dapat dilihat pada Lampiran 12.

Dalam penelitian ini, diperoleh rata-rata hasil uji perolehan kembali sebesar 112,14%. Persen recovery tersebut menunjukkan ketelitian kerja pada saat pemeriksaan kadar logam dalam sampel. Menurut Ermer and Miller (2005), suatu metode dikatakan teliti jika nilai recovery-nya antara 80-120%.


(46)

4.4 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Berdasarkan data kurva kalibrasi timbal, diperoleh batas deteksi untuk timbal 0,0448 mcg/ml dan batas kuantitasi untuk timbal 0,1492 mcg/ml (perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 13). Dari hasil perhitungan, dapat dilihat bahwa hasil yang diperoleh pada pengukuran sampel diatas batas deteksi dan batas kuantitasi.


(47)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Terdapat perbedaan dari kadar timbal dalam bayam yang dipanen di lokasi yang berbeda. Kadar timbal tertinggi terdapat dalam sayur bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 700 m dari kawasan industri, yaitu 0,7459 ppm. Sedangkan kadar timbal dalam bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 10 m dan ± 200 m dari jalan raya adalah 0,5803 ppm dan 0,4912 ppm.

Terdapat perbedaan dari kadar timbal dalam bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 200 m dari jalan raya antara panen pertama (0,4257 ppm) dan kedua (0,5568 ppm). Begitu juga dengan bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 10 m dari jalan raya antara panen pertama (0,5449 ppm) dan kedua (0,6108 ppm). Tidak terdapat perbedaan kadar timbal dari bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 700 m dari kawasan industri antara panen pertama dan kedua.

Kadar timbal dalam bayam yang dipanen belum melewati batas maksimum cemaran logam dalam makanan menurut Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan No. 03725/B/SK/VII/1989, yaitu 2 ppm.

5.2 Saran

1. Disarankan pada peneliti selanjutnya untuk memeriksa kadar timbal dalam bayam yang ditanam di lokasi yang sama dengan jarak tanam yang berbeda dari sumber polutan.

2. Disarankan pada peneliti selanjutnya untuk memeriksa kadar timbal dalam bayam yang dipanen pada musim kemarau dan musim hujan.


(48)

DAFTAR PUSTAKA

Bandini, Y. dan Azis, N. (1995). Bayam. Jakarta: Penerbit Swadaya. Halaman 3-5. Bender, G.T. (1987). Principal of Chemical Instrumentation. Philadelphia:

W.B.Sounders Company. page 98.

Chandra, B. (2007). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 80.

Darmono. (1995). Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Jakarta: Universitas Indonesia. Halaman 95, 124.

Darmono. (2001). Lingkungan Hidup dan Pencemaran. Jakarta: Universitas Indonesia. Halaman 77.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi ke IV. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. Halaman 1036, 1126, 1213.

Fries, J. and Getrost, H. (1977). Organik Reagent for Trade Analysis. Darmstat. E. Merck. Pages 208-209.

Harmita. (2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metoda dan Cara Perhitungannya. Review Artikel. Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol.1(3).

Halaman 119, 130-131.

Haswell, S.J. (1991). Atomic Absorption Spectrometry. Amsterdam: Elsevier. Pages 202, 207-208.

Khopkar, S.M. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Penerjemah: A. Saptorahardjo. Jakarta: UI Press. Halaman 283.

Miller. (2005). Method Validation in Pharmaceutical Analysis. Weinheim: Wiley-Vch Verlag Gmbh & Co. Page. 171.

Naria, E. (2005). Mewaspadai Dampak Bahan Pencemar Timbal (Pb) di

Lingkungan Terhadap Kesehatan. Jurnal Komunikasi Penelitian. Vol. 17

(4). Halaman 4.

Nugroho, A. (2005). Bioindikator Kualitas Udara. Jakarta: Univeritas Trisakti. Halaman 7, 104-105.


(49)

Palar, H. (2004). Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Halaman 76-78, 83-87.

Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Universitas Islam Indonesia. Halaman 22, 299, 305-306, 311-312, 319. Sabri, L. dan Hastono, S.P. (2006). Statistik Kesehatan. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada. Halaman 112-118.

Satiadarma, K., dkk. (2004). Asas Pengembangan Prosedur Analisis. Edisi Pertama. Surabaya: Airlangga University Press. hal. 48.

Siregar, E.B.M. (2005). Pencemaran Udara, Respon Tanaman dan Pengaruhnya

pada Manusia. Karya Ilmiah Fakultas Pertanian USU. Halaman 1, 10, 13,

22

Suharto, (2005). Dampak Pencemaran Logam Timbal (Pb) terhadap Kesehatan

Masyarakat.

Susanto, Y. M.Si. (2010). Prinsip Dasar Atomic Absorption Spectrometry. Bandung: Pusat Penelitian Kimia-LIPI. hal. 7.

Undang-Undang Republik Indonesia. (2009). Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup. Nomor 32. Halaman 2-4.

Vogel, A. I. (1985). Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Penterjemah: Setiono, L., dkk. Jakarta: Kalman Media Pustaka. Halaman 212.

Widowati, W. dkk. (2008). Efek Toksik Logam Pencegahan Dan Penanggulangan


(50)

Lampiran 1. Data Penetapan Kadar Air dalam Bayam Kadar Air dalam Bayam Setelah Dikeringkan Selama 5 Jam

Sam-pel Cawan ke- Berat Cawan Kosong (g) Berat

Cawan+sampel (g) Berat Sampel (g) Kadar air (%) Sebelum dikering -kan Setelah dikering-kan Sebelum dikering -kan Setelah dikering-kan A

1. 62,3737 72,3004 63,3655 9,9267 0,9918 90,00 2. 46,9190 56,9241 47,9089 10,0051 0,9899 90,10 3. 36,2550 46,4994 37,2690 10,2444 1,0140 90,10

B

1. 62,3740 73,5315 63,6063 11,1575 1,2323 88,96 2. 46,9184 57,0560 48,0720 10,1376 1,1536 88,62 3. 36,2552 46,2990 37,3764 10,0438 1,1212 88,84

C

1. 62,3735 72,3946 63,3856 10,0211 1,0121 89,90 2. 46,9190 57,0506 47,9385 10,1316 1,0195 89,94 3. 36,2554 46,5398 37,2871 10,2844 1,0317 89,97

Kadar Air dalam Bayam Setelah Dikeringkan Kembali Selama 1 Jam

Sampel Cawan ke- Berat Cawan Kosong (g) Berat

Cawan+sampel (g) Berat Sampel (g) Kadar air (%) Sebelum dikering-kan Setelah dikering-kan Sebelum dikering-kan Setelah dikering -kan A

1. 62,3737 72,3004 63,3638 9,9267 0,9901 90,03 2. 46,9190 56,9241 47,9049 10,0051 0,9859 90,15 3. 36,2550 46,4994 37,2670 10,2444 1,0120 90,12

B

1. 62,3740 73,5315 63,5940 11,1575 1,2236 89,03 2. 46,9184 57,0560 48,0639 10,1376 1,1455 88,70 3. 36,2552 46,2990 37,3713 10,0438 1,1161 88,89

C

1. 62,3735 72,3946 63,3754 10,0211 1,0019 90,00 2. 46,9190 57,0506 47,9293 10,1316 1,0103 90,03 3. 36,2554 46,5398 37,2759 10,2844 1,0205 90,08


(51)

Hasil Penetapan Kadar Air dalam Bayam

Sampel Cawan ke-

Kadar Air (%)

Selisih Kadar Air (%)

Keterangan

Kadar Air Rata-rata (%) Pengeringan

Pertama

Pengeringan Kedua

A

1. 90,00 90,03 0,03 Memenuhi

90,10

2. 90,10 90,15 0,05 Memenuhi

3. 90,10 90,12 0,02 Memenuhi

B

1. 88,96 89,03 0,07 Memenuhi

88,87

2. 88,62 88,70 0,08 Memenuhi

3. 88,84 88,89 0,05 Memenuhi

C

1. 89,90 90,00 0,10 Memenuhi

90,03

2. 89,94 90,03 0,09 Memenuhi

3. 89,97 90,08 0,11 Memenuhi

Syarat : Selisih antara dua penimbangan berturut-turut (antara pengeringan pertama dan kedua) tidak lebih dari 0,25%

Keterangan :

AX = Bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 200 m dari jalan raya, masa panen pertama

BX = Bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 700 m dari kawasan industri, masa panen pertama

CX = Bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 10 m dari jalan raya, masa panen pertama

AY = Bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 200 m dari jalan raya, masa panen kedua

BY = Bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 700 m dari kawasan industri, masa panen kedua

CY = Bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 10 m dari jalan raya, masa panen kedua


(52)

Lampiran 2.Contoh Perhitungan Kadar Air dalam Bayam

Misalnya : Bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 200 m dari jalan raya Cawan ke-1

Berat sampel sebelum dikeringkan = 9,9267 g

Berat sampel setelah dikeringkan selama 5 jam = 0,9918 g

Kadar air = x100%

a b a

= 100%

9267 , 9

9918 , 0 9267 , 9

x

= 90,00%

Berat sampel setelah dikeringkan kembali selama 1 jam = 0,9901 g

Kadar air = x100%

a b a

= 100%

9267 , 9

9901 , 0 9267 , 9

x

= 90,03%

Keterangan : a = Berat sampel sebelum dikeringkan (g) b = Berat sampel setelah dikeringkan (g)

Syarat: Selisih antara dua penimbangan berturut-turut (antara pengeringan pertama dan kedua) tidak lebih dari 0,25%

Selisih antara pengeringan pertama dan kedua = 90,00%−90,03%


(53)

Cawan ke-2

Berat sampel sebelum dikeringkan = 10,0051 g

Berat sampel setelah dikeringkan selama 5 jam = 0,9899 g

Kadar air = x100%

a b a

= 100%

0051 , 10

9899 , 0 0051 , 10

x

= 90,10%

Berat sampel setelah dikeringkan kembali selama 1 jam = 0,9859 g

Kadar air = x100%

a b a

= 100%

0051 , 10

9859 , 0 0051 , 10

x

= 90,15%

Keterangan : a = Berat sampel sebelum dikeringkan (g) b = Berat sampel setelah dikeringkan (g)

Syarat: Selisih antara dua penimbangan berturut-turut (antara pengeringan pertama dan kedua) tidak lebih dari 0,25%

Selisih antara pengeringan pertama dan kedua = 90,10%−90,15%


(54)

Cawan ke-3

Berat sampel sebelum dikeringkan = 10,2444 g

Berat sampel setelah dikeringkan selama 5 jam = 1,0140 g

Kadar air = x100%

a b a

= 100%

2444 , 10

0140 , 1 2444 , 10

x

= 90,10%

Berat sampel setelah dikeringkan kembali selama 1 jam = 1,0120 g

Kadar air = x100%

a b a

= 100%

2444 , 10

0120 , 1 2444 , 10

x

= 90,12%

Keterangan : a = Berat sampel sebelum dikeringkan (g) b = Berat sampel setelah dikeringkan (g)

Syarat: Selisih antara dua penimbangan berturut-turut (antara pengeringan pertama dan kedua) tidak lebih dari 0,25%

Selisih antara pengeringan pertama dan kedua = 90,10%−90,12%

= 0,02 % (memenuhi syarat)

Kadar air rata-rata =

(

)

3

% 12 , 90 15 , 90 03 ,

90 + +


(55)

Lampiran 3. Contoh Perhitungan Konversi Sampel dari Berat Kering Menjadi Berat Basah

Misalnya : Bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 200 m dari jalan raya Berat sampel yang ditimbang (berat kering) = 2,4998 g

Kadar air = 90,10% Berat basah sampel:

B =

) 100 (

100

Y K

B =

) 10 , 90 100 (

4998 , 2 100

x

= 25,2505 g

Keterangan : B = Berat basah sampel (g) K = Berat kering sampel (g) Y = Persentase kadar air (%)


(56)

Lampiran 4. Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Standar Timbal

No. Konsentrasi

( mcg/ml ) Absorbansi ( A )

1. 0,00 0,0000

2. 0,20 0,0061

3. 0,40 0,0124

4. 0,60 0,0184

5. 0,80 0,0256


(57)

Lampiran 5. Contoh Perhitungan Persamaan Regresi N

o X Y XY X Y

2 2

1. 0,00 0,0000 0,000000 0,00 0,00000000

2. 0,20 0,0061 0,001220 0,04 0,00003721

3. 0,40 0,0124 0,004960 0,16 0,00015376

4. 0,60 0,0184 0,011040 0,36 0,00033856

5. 0,80 0,0256 0,020480 0,64 0,00065536

6. 1,00 0,0326 0,032600 1,00 0,00106276

∑ 3,00 0,0951 0,070300 2,20 0,00224765

X = 0,50 Y = 0,01585

a =

( )

X n

X

n Y X XY

/ / 2 2

∑ ∑

− −

=

( )(

)

( )

3,00 /6 20

, 2

6 / 0951 , 0 00 , 3 070300 ,

0

2

= 0,0325

Y = a X + b

b = Y - a X

= 0,01585 − (0,0325 x 0,5) = 0,01585 – 0,01625 = -0,0004


(58)

r =

=

( )(

)

( )

{

2,2 3 /6

}

{

0,00224765

(

0,0951

)

/6

}

6

/ 0951 , 0 3 070300 ,

0

2 2

− −

=

022764 ,

0

022750 ,

0


(59)

Lampiran 6. Hasil Pengukuran Timbal Secara Spektrofotometri Serapan Atom

No Sampel Berat Sampel (g) Absorbansi (A) Konsentrasi (mcg/ml) Kadar (mcg/g) Kadar rata- rata (mcg/g)

1. AX 1 2,4998 0,0125 0,3969 3,9693

4,3008 [0,4258]

[25,2505] [0,3929]

AX 2 2,5002 0,0129 0,4092 4,0917

[25,2545] [0,4050]

AX 3 2,5004 0,0124 0,3938 3,9374

[25,2566] [0,3898]

AX 4 2,5013 0,0142 0,4492 4,4897

[25,2657] [0,4445]

AX 5 2,5015 0,0143 0,4523 4,5203

[25,2677] [0,4475]

AX 6 2,5020 [25,2727]

0,0152 0,0152 4,7962 [0,4748]

2. AY 1 2,5036 0,0168 0,5292 5,2844

5,6243 [0,5568]

[25,2889] [0,5232]

AY 2 2,5041 0,0169 0,5323 5,3143

[25,2939] [0,5261]

AY 3 2,5047 0,0175 0,5508 5,4977

[25,3000] [0,5443]

AY 4 2,5058 0,0187 0,5877

0,5846

5,8634

[25,3111] [0,5805]

AY 5 AY 6 2,5054 [25,3070] 2,5068 [25,3212]

0,0186 5,8334

[0,5775] 5,9528 0,0190 0,5969

[0,5893]

3. BX 1 2,5029 0,0214 0,6708 6,7002

6,6039 [0,7350]

[22,4879] [0,7457]

BX 2 2,5024 0,0212 0,6646 6,6396

[22,4834] [0,7390]

BX 3 2,5033 0,0214 0,6708 6,6992

[22,4915] [0,7456]

BX 4 2,5015 0,0208 0,6523 6,5191

[22,4753] [0,7256]

BX 5 2,5034 0,0219 0,6862 6,8527

[22,4924] [0,7627]

BX 6 2,5010 [22,4708]

0,0198 0,6215 6,2125 [0,6915]


(60)

No Sampel Berat Sampel (g) Absorbansi (A) Konsentrasi (mcg/ml) Kadar (mcg/g) Kadar rata-rata (mcg/g)

4. BY 1 2,5013 0,0207 0,6492 6,4884

6,8005 [0,7569]

[22,4735] [0,7222]

BY 2 2,5017 0,0214 0,6708 6,7035

[22,4771] [0,7461]

BY 3 2,5019 0,0220 0,6892 6,8868

[22,4789] [0,7665]

BY 4 2,5017 0,0217 0,6800 6,7954

[22,4771] [0,7563]

BY 5 2,5020 0,0233 0,7292 7,2862

[22,4798] [0,8109]

BY 6 2,5014 [22,4744]

0,0212 0,6646 6,6423 [0,7393]

5. CX 1 2,5011 0,0178 0,5600 5,5975

5,5156 [0,5499]

[25,0863] [0,5581]

CX 2 2,5004 0,0171 0,5385 5,3841

[25,0792] [0,5368]

CX 3 2,5007 0,0170 0,5354 5,3525

[25,0822] [0,5336]

CX 4 2,5012 0,0173 0,5446

0,5692

5,4434

[25,0873] [0,5427]

CX 5 CX 6 2,5016 [25,0913] 2,5014 [25,0893]

0,0181 5,6884

[0,5671] 5,6278 0,0179 0,5631

[0,5611]

6. CY 1 2,5012 0,0196 0,6154 6,1510

6,1257 [0,6108]

[25,0873] [0,6133]

CY 2 2,5007 0,0189 0,5938 5,9363

[25,0822] [0,5919]

CY 3 2,5002 0,0188 0,5908 5,9075

[25,0772] [0,5890]

CY 4 2,5010 0,0193 0,6062 6,0596

[25,0853] [0,6041]

CY 5 2,5015 0,0203 0,6369 6,3652

[25,0903] [0,6346]

CY 6 2,5013 [25,0883]

0,0202 0,6338 6,3347 [0,6316]


(61)

Keterangan:

[ ] = dalam berat basah

AX = Bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 200 m dari jalan raya, masa panen pertama

BX = Bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 700 m dari kawasan industri, masa panen pertama

CX = Bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ±10 m dari jalan raya, masa panen pertama

AY = Bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 200 m dari jalan raya, masa panen kedua

BY = Bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 700 m dari kawasan industri, masa panen kedua

CY = Bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 10 m dari jalan raya, masa panen kedua


(62)

Lampiran 7. Contoh Perhitungan Kadar Timbal dalam Bayam

Misalnya : Bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 700 m dari kawasan industri, masa panen pertama

Berat sampel yang ditimbang = 2,5029 gram (berat kering) Absorbansi (Y) = 0,0214

Persamaan Regresi:Y= 0,0325 X − 0,0004

X =

0325 , 0

0004 , 0 0214 ,

0 +

= 0,6708

Konsentrasi logam Pb = 0,6708 mcg/ml Kadar logam Pb dalam sampel:

=

Bs CxVxFp

Keterangan : C = Konsentrasi (mcg/ml) V = Volume ( ml )

Fp = Faktor Pengenceran Bs = Berat Sampel ( g )

Kadar =

g

ml x ml mcg

5029 , 2

25 /

6708 , 0


(63)

Lampiran 8. Perhitungan Statistik Kadar Timbal dalam Bayam Berdasarkan Berat Kering

1. Perhitungan statistik kadar timbal dalam bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 200 m dari jalan raya pada masa panen pertama

No. Sampel Xi

Kadar (ppm)

(Xi -X ) (Xi-X )2

1. 2. 3. 4. 5. 6. AX1 AX2 AX3 AX4 AX5 AX6 3,9693 4,0917 3,9374 4,4897 4,5203 4,7962 -0,3315 -0,2091 -0,3634 0,1889 0,2195 0,4954 0,10989225 0,04372281 0,13205956 0,03568321 0,04818025 0,24542116 ∑ 25,8046

X = 4,3008

0,61495924

Dari 6 data yang diperoleh, data ke-6 adalah yang paling menyimpang sehingga diuji dengan uji Q.

Q = 0,3213

9374 , 3 7962 , 4 5203 , 4 7962 , 4 = − −

nilai Q yang diperoleh tidak melebihi nilai Q0,95

( )

1 -n X -Xi 2

yaitu 0,621 sehingga semua data diterima.

S =

= 0,3507

5 61495924 ,

0

=

Kadar timbal rata-rata dengan selang kepercayaan 95%

μ = X ± (t ½α, dk) x s/ n

μ = 4,3008 ± 2,5706 x 0,3507/ 6


(64)

2. Perhitungan statistik kadar timbal dalam bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 200 m dari jalan raya pada masa panen kedua

No. Sampel Xi

Kadar (ppm)

(Xi -X ) (Xi-X )2

1. 2. 3. 4. 5. 6. AY1 AY2 AY3 AY4 AY5 AY6 5,2844 5,3143 5,4977 5,8634 5,8334 5,9528 -0,3399 -0,3100 -0,1266 0,2391 0,2091 0,3285 0,11553201 0,09610000 0,01602756 0,05716881 0,04372281 0,10791225 ∑ 33,7460

X = 5,6243

0,43646344

Dari 6 data yang diperoleh, data ke-1 adalah yang paling menyimpang sehingga diuji dengan uji Q.

Q = 0,0447

2844 , 5 9528 , 5 3143 , 5 2844 , 5 = −−

nilai Q yang diperoleh tidak melebihi nilai Q0,95

( )

1 -n X -Xi 2

yaitu 0,621 sehingga semua data diterima.

S =

= 0,2955

5 43646344 ,

0

=

Kadar timbal rata-rata dengan selang kepercayaan 95%

μ = X ± (t ½α, dk) x s/ n

μ = 5,6243 ± 2,5706 x 0,2955/ 6


(65)

3. Perhitungan statistik kadar timbal dalam bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 700 m dari kawasan industri pada masa panen pertama

No. Sampel Xi

Kadar (ppm)

(Xi -X ) (Xi-X )2

1. 2. 3. 4. 5. 6. BX1 BX2 BX3 BX4 BX5 BX6 6,7002 6,6396 6,6992 6,5191 6,8527 6,2125 0,0963 0,0357 0,0953 -0,0848 0,2488 -0,3914 0,00927369 0,00127449 0,00908209 0,00719104 0,06190144 0,15319396 ∑ 39,6234

X = 6,6039

0,24191671

Dari 6 data yang diperoleh, data ke-6 adalah yang paling menyimpang sehingga diuji dengan uji Q.

Q = 0,4789

2125 , 6 8527 , 6 5191 , 6 2125 , 6 = −−

nilai Q yang diperoleh tidak melebihi nilai Q0,95

( )

1 -n X -Xi 2

yaitu 0,621 sehingga semua data diterima.

S =

= 0,2200

5

0,24191671

=

Kadar timbal rata-rata dengan selang kepercayaan 95%

μ = X ± (t ½α, dk) x s/ n

μ = 6,6039 ± 2,5706 x 0,2200/ 6


(66)

4. Perhitungan statistik kadar timbal dalam bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 700 m dari kawasan industri pada masa panen kedua

No. Sampel Xi

Kadar (ppm)

(Xi -X ) (Xi-X )2

1. 2. 3. 4. 5. 6. BY1 BY2 BY3 BY4 BY5 BY6 6,4886 6,7035 6,8868 6,7954 7,2862 6,6423 -0,3119 -0,0970 0,0863 -0,0051 0,4857 -0,1582 0,09728161 0,00940900 0,00744769 0,00002601 0,23590449 0,02502724 ∑ 40,8028

X = 6,8005

0,37509604

Dari 6 data yang diperoleh, data ke-5 adalah yang paling menyimpang sehingga diuji dengan uji Q.

Q = 0,5008

4886 , 6 2862 , 7 8868 , 6 2862 , 7 = − −

nilai Q yang diperoleh tidak melebihi nilai Q0,95

( )

1 -n X -Xi 2

yaitu 0,621 sehingga semua data diterima.

S =

= 0,2739

5

0,37509604

=

Kadar timbal rata-rata dengan selang kepercayaan 95%

μ = X ± (t ½α, dk) x s/ n

μ = 6,8005 ± 2,5706 x 0,2739/ 6


(67)

5. Perhitungan statistik kadar timbal dalam bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 10 m dari jalan raya pada masa panen pertama

No. Sampel Xi

Kadar (ppm)

(Xi -X ) (Xi-X )2

1. 2. 3. 4. 5. 6. CX1 CX2 CX3 CX4 CX5 CX6 5,5975 5,3841 5,3525 5,4434 5,6884 5,6278 0,0819 -0,1315 -0,1631 -0,0722 0,1728 0,1122 0,00670761 0,01729225 0,02660161 0,00521284 0,02985984 0,01258884 ∑ 33,0937

X = 5,5156

0,09826299

Dari 6 data yang diperoleh, data ke-5 adalah yang paling menyimpang sehingga diuji dengan uji Q.

Q = 0,1804

3525 , 5 6884 , 5 6278 , 5 6884 , 5 = − −

nilai Q yang diperoleh tidak melebihi nilai Q0,95

( )

1 -n X -Xi 2

yaitu 0,621 sehingga semua data diterima.

S =

= 0,1402

5

0,09826299

=

Kadar timbal rata-rata dengan selang kepercayaan 95%

μ = X ± (t ½α, dk) x s/ n

μ = 5,5156 ± 2,5706 x 0,1402/ 6


(68)

6. Perhitungan statistik kadar timbal dalam bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 10 m dari jalan raya pada masa panen kedua

No. Sampel Xi

Kadar (ppm)

(Xi -X ) (Xi-X )2

1. 2. 3. 4. 5. 6. CY1 CY2 CY3 CY4 CY5 CY6 6,1510 5,9363 5,9075 6,0596 6,3652 6,3347 0,0253 -0,1894 -0,2182 -0,0661 0,2395 0,2090 0,00064009 0,03587236 0,04761124 0,00436921 0,05736025 0,04368100 ∑ 36,7543

X = 6,1257

0,18953415

Dari 6 data yang diperoleh, data ke-5 adalah yang paling menyimpang sehingga diuji dengan uji Q.

Q = 0,0666

9075 , 5 3652 , 6 3347 , 6 3652 , 6 = − −

nilai Q yang diperoleh tidak melebihi nilai Q0,95

( )

1 -n X -Xi 2

yaitu 0,621 sehingga semua data diterima.

S =

= 0,1947

5

0,18953415

=

Kadar timbal rata-rata dengan selang kepercayaan 95%

μ = X ± (t ½α, dk) x s/ n

μ = 6,1257 ± 2,5706 x 0,1947/ 6


(69)

Lampiran 9. Perhitungan Statistik Kadar Timbal dalam Bayam Berdasarkan Berat Basah

1. Perhitungan statistik kadar timbal dalam bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 200 m dari jalan raya pada masa panen pertama

No. Sampel Xi

Kadar (ppm)

(Xi -X ) (Xi-X )2

1. 2. 3. 4. 5. 6. AX1 AX2 AX3 AX4 AX5 AX6 0,3929 0,4050 0,3898 0,4445 0,4475 0,4748 -0,0329 -0,0208 -0,0360 0,0187 0,0217 0,0490 0,00108241 0,00043264 0,00129600 0,00034969 0,00047089 0,00240100 ∑ 2,5545

X = 0,4258

0,00603263

Dari 6 data yang diperoleh, data ke-6 adalah yang paling menyimpang sehingga diuji dengan uji Q.

Q = 0,3211

3898 , 0 4748 , 0 4475 , 0 4748 , 0 = − −

nilai Q yang diperoleh tidak melebihi nilai Q0,95

( )

1 -n X -Xi 2

yaitu 0,621 sehingga semua data diterima.

S =

= 0,0347

5 00603263 ,

0

=

Kadar timbal rata-rata dengan selang kepercayaan 95%

μ = X ± (t ½α, dk) x s/ n

μ = 0,4257 ± 2,5706 x 0,0347/ 6


(70)

2. Perhitungan statistik kadar timbal dalam bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 200 m dari jalan raya pada masa panen kedua

No. Sampel Xi

Kadar (ppm)

(Xi -X ) (Xi-X )2

1. 2. 3. 4. 5. 6. AY1 AY2 AY3 AY4 AY5 AY6 0,5232 0,5261 0,5443 0,5805 0,5775 0,5893 -0,0336 -0,0307 -0,0125 0,0237 0,0207 0,0325 0,00112896 0,00094249 0,00015625 0,00056169 0,00042849 0,00105625 ∑ 3,3409

X = 0,5568

0,00371244

Dari 6 data yang diperoleh, data ke-1 adalah yang paling menyimpang sehingga diuji dengan uji Q.

Q = 0,0439

5232 , 0 5893 , 0 5261 , 0 5232 , 0 = −−

nilai Q yang diperoleh tidak melebihi nilai Q0,95

( )

1 -n X -Xi 2

yaitu 0,621 sehingga semua data diterima.

S =

= 0,0272

5 00371244 ,

0

=

Kadar timbal rata-rata dengan selang kepercayaan 95%

μ = X ± (t ½α, dk) x s/ n

μ = 0,5568 ± 2,5706 x 0,0272/ 6


(71)

3. Perhitungan statistik kadar timbal dalam bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 700 m dari kawasan industri pada masa panen pertama

No. Sampel Xi

Kadar (ppm)

(Xi -X ) (Xi-X )2

1. 2. 3. 4. 5. 6. BX1 BX2 BX3 BX4 BX5 BX6 0,7457 0,7390 0,7456 0,7256 0,7627 0,6915 0,0107 0,0004 0,0106 -0,0094 0,0277 -0,0435 0,00011449 0,00000016 0,00011236 0,00008836 0,00076729 0,00189225 ∑ 4,4101

X = 0,7350

0,00297491

Dari 6 data yang diperoleh, data ke-6 adalah yang paling menyimpang sehingga diuji dengan uji Q.

Q = 0,4789

6915 , 0 7627 , 0 7256 , 0 6915 , 0 = − −

nilai Q yang diperoleh tidak melebihi nilai Q0,95

( )

1 -n X -Xi 2

yaitu 0,621 sehingga semua data diterima.

S =

= 0,0244

5 0,00297491

=

Kadar timbal rata-rata dengan selang kepercayaan 95%

μ = X ± (t ½α, dk) x s/ n

μ = 0,7350 ± 2,5706 x 0,0244/ 6


(72)

4. Perhitungan statistik kadar timbal dalam bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 700 m dari kawasan industri pada masa panen kedua

No. Sampel Xi

Kadar (ppm)

(Xi -X ) (Xi-X )2

1. 2. 3. 4. 5. 6. BY1 BY2 BY3 BY4 BY5 BY6 0,7222 0,7461 0,7665 0,7563 0,8109 0,7393 -0,0347 -0,0108 0,0096 -0,0006 0,0540 -0,0176 0,00120409 0,00011664 0,00009216 0,00000036 0,00291600 0,00030976 ∑ 4,5413

X = 0,7569

0,00463901

Dari 6 data yang diperoleh, data ke-5 adalah yang paling menyimpang sehingga diuji dengan uji Q.

Q = 0,5006

7222 , 0 8109 , 0 7665 , 0 8109 , 0 = − −

nilai Q yang diperoleh tidak melebihi nilai Q0,95

( )

1 -n X -Xi 2

yaitu 0,621 sehingga semua data diterima.

S =

= 0,0305

5 0,00463901

=

Kadar timbal rata-rata dengan selang kepercayaan 95%

μ = X ± (t ½α, dk) x s/ n

μ = 0,7569 ± 2,5706 x 0,0305/ 6


(73)

5. Perhitungan statistik kadar timbal dalam bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 10 m dari jalan raya pada masa panen pertama

No. Sampel Xi

Kadar (ppm)

(Xi -X ) (Xi-X )2

1. 2. 3. 4. 5. 6. CX1 CX2 CX3 CX4 CX5 CX6 0,5581 0,5368 0,5336 0,5427 0,5671 0,5611 0,0082 -0,0131 -0,0163 -0,0072 0,0172 0,0112 0,00006724 0,00017161 0,00026569 0,00005184 0,00029584 0,00012544 ∑ 3,2994

X = 0,5499

0,00097766

Dari 6 data yang diperoleh, data ke-5 adalah yang paling menyimpang sehingga diuji dengan uji Q.

Q = 0,1791

5336 , 0 5671 , 0 5611 , 0 5671 , 0 = − −

nilai Q yang diperoleh tidak melebihi nilai Q0,95

( )

1 -n X -Xi 2

yaitu 0,621 sehingga semua data diterima.

S =

= 0,0140

5 0,00097766

=

Kadar timbal rata-rata dengan selang kepercayaan 95%

μ = X ± (t ½α, dk) x s/ n

μ = 0,5499 ± 2,5706 x 0,0140/ 6


(74)

6. Perhitungan statistik kadar timbal dalam bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 10 m dari jalan raya pada masa panen kedua

No. Sampel Xi

Kadar (ppm)

(Xi -X ) (Xi-X )2

1. 2. 3. 4. 5. 6. CY1 CY2 CY3 CY4 CY5 CY6 0,6133 0,5919 0,5890 0,6041 0,6346 0,6316 0,0025 -0,0189 -0,0218 -0,0067 0,0238 0,0208 0,00000625 0,00035721 0,00047524 0,00004489 0,00056644 0,00043264 ∑ 3,6645

X = 0,6108

0,00188267

Dari 6 data yang diperoleh, data ke-5 adalah yang paling menyimpang sehingga diuji dengan uji Q.

Q = 0,0658

5890 , 0 6346 , 0 6316 , 0 6346 , 0 = − −

nilai Q yang diperoleh tidak melebihi nilai Q0,95

( )

1 -n X -Xi 2

yaitu 0,621 sehingga semua data diterima.

S =

= 0,0194

5 0,00188267

=

Kadar timbal rata-rata dengan selang kepercayaan 95%

μ = X ± (t ½α, dk) x s/ n

μ = 0,6108 ± 2,5706 x 0,0194/ 6


(1)

(2)

(3)

(4)

Lampiran 18. Gambar Sampel dan Lokasi Pengambilan Sampel

a. Gambar Sampel Bayam (Amaranthus hybridus L.)

b. Lokasi yang Berjarak ± 200 m dari Jalan Raya

c. Lokasi yang Berjarak ± 700 m dari Kawasan Industri


(5)

Lampiran 19. Gambar Hasil Analisa Kualitatif Timbal dengan Pereaksi Dithizon

0,05% b/v

a. Hasil analisa kualitatif timbal pada standar Pb(NO3)2

b. Hasil analisis kualitatif timbal dalam bayam

dan blanko

Keterangan :

AX = Bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 200 m dari jalan raya, masa panen pertama

BX = Bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 700 m dari kawasan industri, masa panen pertama

CX = Bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 10 m dari jalan raya, masa panen pertama

AY = Bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 200 m dari jalan raya, masa panen kedua

BY = Bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 700 m dari kawasan industri, masa panen kedua

CY = Bayam yang dipanen di lokasi yang berjarak ± 10 m dari jalan raya, masa panen kedua


(6)