Efektivitas Olahraga Penapasan Terhadap Penurunan Gejala Asma Pada Penderita Asma Di Lembaga Seni Pernapasan Satria Nusantara Cabang Medan.

(1)

Efektivitas Olahraga Pernapasan Terhadap Penurunan Gejala Asma Pada Penderita Asma Di Lembaga Seni Pernapasan Satria Nusantara

Cabang Medan

Mardhiah

Skripsi

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara


(2)

Judul : Efektivitas Olahraga Penapasan Terhadap Penurunan Gejala Asma Pada Penderita Asma Di Lembaga Seni Pernapasan Satria Nusantara Cabang Medan.

Nama : Mardhiah

Fakultas : Keperawatan USU Tahun : 2009/2010

Pembimbing Penguji 1

(Ikhsanuddin Ahmad Hrp, SKp, MNS) (Ikhsanuddin Ahmad Hrp, SKp, MNS) NIP: 19740826 200212 1002 NIP: 19740826 200212 1002

Penguji 2

(Dudut Tanjung, Skp, Mkep, SpKMB) NIP. 19731015 200112 1 002

Penguji 3

(Mula Tarigan, SKp)

NIP. 19741002 200112 1 001

Fakultas Keperawatan telah menyetujui skripsi ini sebagai bagian dari persayaratan kelulusan Sarjana Keperawatan

(Erniyati, SKp, MNS)

NIP. 19671208 199903 2 001 Pembantu Dekan 1 (PUDEK 1)


(3)

Judul Efektivitas Olahraga Pernapasan Terhadap Penurunan Gejala Asma Pada Penderita Asma Di Lembaga Seni Pernapasan Satria Nusantara Cabang Medan.

Nama Mardhiah Nim 051101042

Fakultas Keperawatan USU

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi efektivitas olahraga pernapasan terhadap penurunan gejala asma pada penderita asma di Lembaga Seni Pernapasan Satria Nusantara Cabang Medan. Desain penelitian adalah quasi eksperimen one group. Sampel sebanyak 7 orang, pengambilan sampel dengan teknik perposive sampling yaitu sesuai dengan kriteria inklusi penelitian. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 7 Juni 2009.

Olahraga pernapasan dalam penelitian ini dilakukan secara teratur selama 120 menit per sesi dengan frekuensi 2-3 kali seminggu selama 1 bulan. Pada seluruh responden dilakukan observasi gejala asma mingguan dan bulanan sebelum dan sesudah olahraga pernapasan. Data yang diperoleh dicatat dalam lembar observasi penurunan gejala asma mingguan dan bulanan. Kemudian data penelitian ini di analisa dengan uji statistik deskripif dan inferensial.

Berdasarkan hasil analisa data dengan uji paired t-test menunjukkan adanya perbedaan gejala asma mingguan dan bulanan sebelum dan sesudah olahraga pernapasan. Temuan ini menunjukkan bahwa terdapat penurunan gejala asma yang signifikan setelah olahraga pernapasan secara teratur.

Kesimpulan dari temuan penelitian ini menunjukkan bahwa olahraga pernapasan efektif terhadap penurunan gejala asma mingguan dan gejala asma bulanan pada penderita asma.


(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur Kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah Nya yang telah memberikan kekuatan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”Efektivitas Olahraga Pernapasan Terhadap Penurunan Gejala Asma Pada Penderita Asma Di Lembaga Seni Pernapasan Satria Nusantara Cabang Medan”. Shalawat dan salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, semoga mendapat syafaat dari beliau di kemudian hari.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Ikhsanuddin Ahmad Harahap, SKp, MNS selaku dosen pembimbing skripsi atas waktu yang diluangkan dalam memberikan bimbingan, saran dan sumbangan pemikiran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Rasa terima kasih yang tulus kepada keluarga yag tercinta, ayahanda dan ibunda yang dengan sabar hati mendengar segala keluh kesah dari saya, serta kepada ke tiga saudara saya, Kak Ita, Kak Lia, Bang Mun dan teman terbaik saya Buyamin yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi saya ini.

Pada kesempatan ini juga, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, MKes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.


(5)

3. Prof. Dr. Tamsil Syafiuddin, Sp.P(K) yang telah memberikan saran dan ide terhadap penyusunan skripsi saya ini.

4. Bapak Sahabudin Duha, SE selaku ketua Lembaga Seni Pernapasan Satria Nusantara Cabang Medan dan kawan-kawan di Lembaga Seni Pernapasan Satria Nusantara Cabang Medan.

5. Kepada teman-teman terbaik angkatan 2005 yang telah memberikan motivasi kepada saya dalam penyusunan skripsi saya ini, terkhusus kepada kiki, dina, putri.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi penelitian ini bermanfaat.


(6)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR SKEMA ... viii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Masalah Penelitian ... 4

1.3Tujuan Penelitian ... 4

1.4Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asma ... 7

2.1.1 Pengertian Asma ... 7

2.1.2 Pencetus Asma ... 7

2.1.3 Tanda dan Gejala ... 8

2.1.4 Klasifikasi Asma ... 9

2.1.5 Mekanisme Terjadinya Asma ... 11

2.1.6 Pengendalian Asma ... 12

2.2 Latihan Fisik... 17

2.2.1 Pengertian Latihan Fisik ... 17

2.2.2 Manfaat Latihan Fisik ... 17

2.2.3 Prinsip Gerakan Latihan Fisik ... 17

2.2.4 Jenis Latihan Fisik ... 20

2.3 Olahraga Pernapasan ... 21

2.3.1 Pengertian Olahraga Pernapasan ... 21

2.3.2 Manfaat Olahraga Pernapasan... 22

2.3.3 Prinsip Gerakan Olahraga Pernapasan ... 22

2.3.4 Gerakan Olahraga Pernapasan ... 24

2.4 Olahraga Pernapasan Pada Penderita Asma... 28

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN 3.1Kerangka Konseptual ... 30

3.2Definisi Operasional ... 32

3.3Hipotesa Penelitian ... 33

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian ... 34

4.2 Populasi dan Sampel Penelitian ... 34

4.3 Tempat dan Waktu Penelitian ... 35

4.4 Pertimbangan Etik Penelitian ... 35

4.5 Instrumen Penelitian ... 36


(7)

4.7 Analisa data ... 39

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1Hasil Penelitian ... 41 5.2 Pembahasan ... 49

BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

6.1Kesimpulan ... 61 6.2Rekomendasi ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 63 LAMPIRAN

1. Lembar Persetujuan Menjadi Peserta Penelitian 2. Kuesioner Data Demografi Responden

3. Data Demografi Responden 4. Lembar Observasi Gejala Asma 5. Hasil Analisa Data

6. Protokol Panduan Olahraga Pernapasan 7. Prosedur Gerakan Olahraga Pernapasan 8. Jadwal Olahraga Pernapasan

9. Jadwal Penelitian

10.Dokumentasi Kegiatan Olahraga Pernapasan 11.Surat Izin Validitas Instrumen Penelitian 12.Surat Izin Penelitian


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Klasifikasi Asma ... 10 Tabel 2 Karakteristik Demografi Responden ... 42 Tabel 3 Rentang Kelas Kategori Gejala Asma Responden... 44 Tabel 4 Gejala Asma Responden Selama Seminggu Pre dan Post

Olahraga Pernapasan ... 45 Tabel 5 Gejala Asma Responden Selama Sebulan Pre dan Post

Olahraga Pernapasan ... 45 Tabel 6 Perbedaan Penurunan Gejala Asma Pre dan Post

Olahraga Pernapasan ... 47 Tabel 7 Pengaruh Usia, IMT, Lama Terdiagnosa Asma,

Jenis Kelamin, Suku dan Pekerjaan Terhadap Gejala


(9)

DAFTAR SKEMA

Skema.1 Mekanisme Patofisiologi Asma ... 11 Skema.2 Kerangka Penelitian ... 32


(10)

Judul Efektivitas Olahraga Pernapasan Terhadap Penurunan Gejala Asma Pada Penderita Asma Di Lembaga Seni Pernapasan Satria Nusantara Cabang Medan.

Nama Mardhiah Nim 051101042

Fakultas Keperawatan USU

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi efektivitas olahraga pernapasan terhadap penurunan gejala asma pada penderita asma di Lembaga Seni Pernapasan Satria Nusantara Cabang Medan. Desain penelitian adalah quasi eksperimen one group. Sampel sebanyak 7 orang, pengambilan sampel dengan teknik perposive sampling yaitu sesuai dengan kriteria inklusi penelitian. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 7 Juni 2009.

Olahraga pernapasan dalam penelitian ini dilakukan secara teratur selama 120 menit per sesi dengan frekuensi 2-3 kali seminggu selama 1 bulan. Pada seluruh responden dilakukan observasi gejala asma mingguan dan bulanan sebelum dan sesudah olahraga pernapasan. Data yang diperoleh dicatat dalam lembar observasi penurunan gejala asma mingguan dan bulanan. Kemudian data penelitian ini di analisa dengan uji statistik deskripif dan inferensial.

Berdasarkan hasil analisa data dengan uji paired t-test menunjukkan adanya perbedaan gejala asma mingguan dan bulanan sebelum dan sesudah olahraga pernapasan. Temuan ini menunjukkan bahwa terdapat penurunan gejala asma yang signifikan setelah olahraga pernapasan secara teratur.

Kesimpulan dari temuan penelitian ini menunjukkan bahwa olahraga pernapasan efektif terhadap penurunan gejala asma mingguan dan gejala asma bulanan pada penderita asma.


(11)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Semakin meningkatnya perkembangan industri di Indonesia telah memberikan dampak negatif terhadap lingkungan sekitar kawasan industri, dimana kawasan sekitar industri berubah menjadi kawasan berpolusi, khususnya polusi udara yang berupa asap. Oleh beberapa ahli, asap diduga menjadi faktor pencetus dan menjadi penyebab utama meningkatnya kasus beberapa penyakit di Indonesia, salah satunya adalah asma (Sundaru, 2008). Sjaifurrochman (2000) melakukan penelitian terhadap 3165 siswa di Yogjakarta dan menemukan bahwa 10,55% siswa menderita asma dengan salah satu faktor resiko yaitu asap rokok dan kompor gas.

Asma merupakan penyakit yang sangat dekat dengan masyarakat dan mempunyai populasi yang terus meningkat (The Global Initiative for Asthma, 2004). Kasus asma diseluruh dunia menurut survey GINA (2004) mencapai 300 juta jiwa dan diprediksi pada tahun 2025 penderita asma bertambah menjadi 400 juta jiwa. Di Indonesia sendiri, menurut penelitian yang dilakukan dengan menggunakan International Study of Asthma and Allergies in Chilhood (ISAAC) dalam Sundaru (2008) terhadap anak sekolah usia 13 sampai 14 tahun menunjukkan hasil pada tahun 1995 prevalensi asma masih 2,1%, dan kemudian pada tahun 2003 meningkat menjadi 5,2%

Saat ini penyakit asma menduduki urutan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia (Depkes RI, 2007). Hal ini di sebabkan oleh pengelolaan asma yang tidak terkontrol yang di tambah lagi dengan sikap pasien


(12)

dan dokter yang sering kali meremehkan tingkat keparahan penyakit asma sehingga menyebabkan kesakitan yang berkelanjutan dan lebih parahnya dapat menyebabkan kematian seketika pada penderitanya (Dahlan, 1998).

Penyakit asma sudah lama diketahui, namun saat ini pengobatan atau terapi yang diberikan hanya untuk mengendalikan gejala (Sundaru, 2008). Asma merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan tapi dapat dikendalikan. Asma dapat dikendalikan dengan pengelolaan yang dilakukan secara lengkap, tidak hanya dengan pemberian terapi farmakologis yaitu dengan cara pemberian obat-obatan anti inflamasi tetapi juga menggunakan terapi nonfarmakologis yaitu dengan cara mengontrol gejala asma (Sundaru 2008; Wong, 2003; Schulte, Price, Gwin, 2001; Dahlan, 1998; Suyoko, 1992).

Pengontrolan terhadap gejala asma dapat dilakukan dengan cara menghindari allergen pencetus asma, konsultasi asma dengan tim medis secara teratur, hidup sehat dengan asupan nutrisi yang memadai, menghindari stres dan olahraga (Wong, 2003; Schulte, Price, Gwin, 2001; Suyoko, 1992; Baratawijaya, Sundaru, 1981). Semua penatalaksanaan ini bertujuan untuk mengurangi gejala asma dengan meningkatkan sistem imunitas (Siswantoyo, 2007; The Asthma Foundation of Victoria, 2002) dan memperlancar sistem respirasi (Suyoko, 1992; Baratawijaya, Sundaru, 1981).

Asma dapat diatasi dengan baik dan akan lebih sedikit mengalami gejala asma apabila kondisi tubuhnya dalam keadaan sehat. Olahraga dan aktivitas merupakan hal penting untuk membuat seseorang segar bugar dan sehat. Melakukan olahraga merupakan bagian penanganan asma yang baik (The Asthma Foundation of Victoria, 2002). Namun anjuran olahraga terhadap penderita asma


(13)

masih menjadi kontroversi. Disatu pihak olahraga dapat memicu gejala asma, namun di lain pihak olahraga dapat meningkatkan kemampuan bernapas penderita asma sehingga sangat penting dilakukan dalam upaya pengendalian asma (Ram, Robinson, Black, Picot, 2005).

Olahraga yang dianjurkan untuk penderita asma merupakan olahraga ringan dan sederhana, artinya olahraga yang disesuaikan dengan kemampuan penderita asma, latihan fisik merupakan salah satunya (Ram, Robinson, Black, Picot, 2005). Latihan ini telah dirancang untuk penderita asma dengan tujuan meningkatkan kebugaran fisik, koordinasi neuromuscular dengan meningkatkan kekuatan otot pernapasan dan kepercayaan diri (Ram, Robinson, Black, Picot, 2005; Suyoko, 1992; Lancet, 1980).

Latihan fisik mempunyai banyak jenis, salah satunya adalah senam pernapasan (olahraga pernapasan) (Suyoko, 1992). Namun olahraga pernapasan ini tidak khusus dirancang untuk penderita asma, karena olahraga pernapasan ini dapat bermanfaat untuk berbagai penyakit (Maryanto, 2008). Olahraga pernapasan mempunyai manfaat untuk meningkatkan kekuatan tubuh secara umum, memperkuat otot pernapasan yaitu otot diafragma dan mengatur irama pernapasan sehingga dapat meningkatkan fungsi paru (Ram, Robinson, Black, Picot, 2005; Suyoko, 1992; Lancet, 1980). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Siswantoyo (2007), olahraga pernapasan dapat meningkatkan IgG yang sangat penting dalam pengendalian hipersensitivitas asma.

Pada penderita asma, gejala asma lebih sering dialami oleh penderita asma yang kurang memiliki keinginan dan percaya diri terhadap kemampuan berolahraga. Sehingga perlu adanya dukungan terhadap penderita asma untuk


(14)

melakukan olahraga. Salah satunya dengan pemberian terapi olahraga pernapasan (IndoFamilyHealth.com, 2008).

Pemberian terapi olahraga secara teratur pada penderita asma sebagai intervensi untuk meningkatkan keinginan dan kepercayaan diri penderita asma (InfoFamilyHealth.com, 2008). Olahraga pernapasan dapat dilakukan tiga kali dalam seminggu selama dua jam pada waktu pagi atau sore. Olahraga pernapasan dilakukan dalam tiga tahapan yaitu latihan pernapasan duduk awal, latihan pernafasan bergerak, latihan pernapasan duduk akhir (Maryanto, 2008).

Berdasarkan pemaparan diatas, penulis merasa tertarik untuk mengetahui efektivitas olahraga pernapasan terhadap penurunan gejala asma.

1.2 Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian dalam latar belakang dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini, yaitu bagaimana keefektivan olahraga pernapasan terhadap penurunan gejala asma.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mengidentifikasi gejala asma sebelum melakukan olahraga pernapasan. 2. Mengidentifikasi gejala asma sesudah melakukan olahraga pernapasan.

3. Mengidentifikasi keefektifan olahraga pernapasan terhadap penurunan gejala asma.


(15)

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :

1.4.1 Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pengajaran tambahan di laboratorium untuk menambah pengetahuan peserta didik keperawatan dalam merawat pasien dengan asma

1.4.2 Praktek Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bekal perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan di klinik terutama bagian medikal bedah maupun di komunitas dengan memberikan olahraga pernapasan terhadap penderita asma untuk mengurangi gejala asma.

1.4.3 Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat menambah informasi bagi penelitian keperawatan mengenai efektivitas olahraga pernapasan terhadap penurunan gejala asma sehingga memberikan ide selanjutnya bagi penelitian keperawatan untuk meneliti perbandingan olahraga pernapasan dengan olahraga lainnya terhadap penurunan gejala asma.


(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Penjelasan terhadap aspek-aspek yang terkait dalam penelitian ini akan dipaparkan sebagai berikut:

2.1 Asma

2.1.1 Pengertian Asma 2.1.2 Pencetus Asma

2.1.3 Tanda dan Gejala Asma 2.1.4 Klasifikasi Asma

2.1.5 Mekanisme Terjadinya Asma 2.1.6 Pengendalian Asma

2.2 Latihan Fisik

2.2.1 Pengertian Latihan Fisik 2.2.2 Manfaat Latihan Fisik

2.2.3 Prinsip Gerakan Latihan Fisik 2.2.4 Jenis Latihan Fisik

2.3 Olahraga Pernapasan

2.3.1 Pengertian Olahraga Pernapasan 2.3.2 Manfaat Olahraga Pernapasan

2.3.3 Prinsip Gerakan Olahraga Pernapasan 2.3.4 Gerakan Olahraga Pernapasan


(17)

2.1 Asma

2.1.1 Pengertian Asma

Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang disebabkan oleh reaksi hiperresponsif sel imun tubuh seperti mast sel, eosinophils, dan T-lymphocytes terhadap stimuli tertentu dan menimbulkan gejala dyspnea, whizzing, dan batuk akibat obstruksi jalan napas yang bersifat reversibel dan terjadi secara episodik berulang (Brunner & Suddarth, 2001).

2.1.2 Pencetus Asma

Menurut The Lung Association of Canada dalam VitaHealth (2006), ada dua faktor yang menjadi pencetua asma :

1. Pemicu Asma (Trigger)

Pemicu asma dapat mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran pernapasan (bronkokonstriksi). Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu cenderung timbul seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan relatif mudah diatasi dalam waktu singkat.

Umumnya pemicu mengakibatkan bronkokonstriksi termasuk stimulus sehari-hari, seperti perubahan cuaca dan suhu udara, polusi udara, asap rokok, infeksi saluran pernapasan, gangguan emosi, dan olahraga yang berlebihan.

2. Penyebab Asma (Inducer)

Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi) dan sekaligus hiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran pernapasan. Penyebab asma dapat menimbulkan gejala-gejala yang umumnya berlangsung lebih lama (kronis), dan lebih sulit diatasi.


(18)

Umumnya penyebab asma adalah allergen, yang tampil dalam bentuk ingestan yaitu alergen yang masuk tubuh melalui mulut, inhalan yaitu alergen yang dihirup masuk tubuh melalui hidung atau mulut, dan alergen yang didapat melalui kontak dengan kulit.

Tanda dan Gejala Asma

Gejala asma sering timbul pada waktu malam dan pagi hari. Gejala yang di timbulkan berupa batuk-batuk pada pagi hari, siang hari, dan malam hari, sesak napas/susah bernapas, bunyi saat bernapas (whezzing atau ”ngik..ngik..), rasa tertekan di dada, dan gangguan tidur karena batuk atau sesak napas/susah bernapas. Gejala ini terjadi secara reversibel dan episodik berulang (Yayasan Asma Indonesia, 2008; GINA, 2004; Lewis, Heitkemper, Dirksen, 2000). Pada keadaan asma yang parah gejala yang ditimbulkan dapat berupa peningkatan distress pernapasan (tachycardia, dyspnea, tachypnea, retracsi iga, pucat), pasien susah berbicara dan terlihat lelah (Schulte, Price, Gwin, 2001).

Gejala asma dapat diperburuk oleh keadaan lingkungan, seperti berhadapan dengan bulu binatang, uap kimia, perubahan temperature, debu, obat (aspirin, beta-blocker), olahraga berat, serbuk, infeksi sistem respirasi, asap rokok dan stress (GINA, 2004). Gejala asma dapat menjadi lebih buruk dengan terjadinya komplikasi terhadap asma tersebut sehingga bertambahnya gejala terhadap distress pernapasan yang di biasa dikenal dengan Status Asmaticus (Brunner & Suddarth, 2001).

Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa pernapasan whizing, ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika bernapas), kemudian bisa berlanjut menjadi pernapasan labored (pepanjangan ekshalasi), perbesaran


(19)

vena leher, hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan kemudian berakhir dengan tachypnea. Namun makin besarnya obstruksi di bronkus maka suara whizing dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan (Brunner & Suddarth, 2001).

Begitu bahayanya gejala asma (Dahlan, 1998). Gejala asma dapat mengantarkan penderitanya kepada kematian seketika, sehingga sangat penting sekali penyakit ini dikontrol dan di kendalikan untuk kepentingan keselamatan jiwa penderitanya (Sundaru, 2008; Dahlan, 1998).

2.1.4 Klasifikasi Asma

Pengklasifikasian asma dapat dilakukan dengan pengkajian terhadap gejala dan kemampuan fungsi paru. Semakin sering gejala yang dialami, maka semakin parah asma tersebut, Begitu juga dengan kemampuan fungsi paru yang diukur dengan Peak Flow Meters untuk mengetahui Peak Expiratory Flow (PEF) dan

Spyrometers untuk mengukur Force Expiratory Volume dalam satu detik (FEV1)

disertai dengan Force Vital Capacity (FVC), semakin rendah kemampuan fungsi paru, maka semakin parah asma tersebut (GINA, 2004).


(20)

Tabel 1

Klasifikasian asma berdasarkan tingkat keparahannya

KLASIFIKASI TINGKAT KEPARAHAN ASMA

KATEGORI GEJALA/HARI GEJAL

A/MA LAM FUNGSI PARU PEF atau PEV1 Variabel PEF Step 1 Intermitten

≤ 2X dalam seminggu

Nilai PEF normal dalam kondisi serangan asma.

Exacerbasi:

Bisa berjalan ketika bernapas, bisa mengucapkan kalimat penuh. Respiratory Rate (RR) meningkat. Biasanya tidak ada gejala retraksi iga ketika bernapas.

≤ 2X dalam sebulan ≥ 80% < 20% Step 2 Mild intermitten

≥ 2X dalam seminggu, tapi tidak 1X sehari. Serangan asma diakibatkan oleh aktivitas. Exaserbasi:

Membaik ketika duduk, bisa mengucapkan kalimat frase, RR meningkat, kadang-kadang menggunakan retraksi iga ketika bernapas

≥ 2X dalam sebulan ≥ 80% 20% – 30% Step 3 Moderate persistent Setiap hari

Serangan asma diakibatkan oleh aktivitas. Exaserbasi:

Duduk tegak ketika bernapas, hanya dapat mengucapkan kata per kata, RR 30x/menit, Biasanya menggunakan retraksi iga ketika bernapas,. ≥ 1X dalam seming gu 60% - 80% > 30% Step 4 Severe persistent Sering

Aktivitas fisik terbatas. Eksacerbasi:

Abnormal pergerakan thoracoabdominal.

Sering ≤ 60% > 30% Diambil dari GINA (2005). Global Strategy for Asthma Management and Prevention, www.ginasthma.com; Lewis, Heitkemper, Dirksen (2000). Medical-Surgical Nursing. St. Louis, Missouri: Mosby ; Wong (2003). Nursing Care of Infants and Children. St. Louis, Missauri: Mosby.


(21)

2.1.5 Mekanisme Terjadinya Asma

Skema 1. Mekanisme Terjadinya Asma

Setelah 30-60 menit Setelah 5-6 jam

Setelah 1-2 hari

Diambil dari Lewis, Heitkemper, Dirksen, 2000. Medical-Surgical Nursing. St.Louis Missouri: Mosby.

Gejala yang ditimbulkan di atas merupakan gejala hipersensitivitas asma, dimana gejala ini sangat berbahaya bagi keselamatan penderitanya, gejala diatas

Infeksi, Allergen,

Irritant

IgE –menstimuli keluarnya sel mast

Sebagai mediator keluarnya sel mast , eosinophil, macrophage, lymphocyte. Respon Fase Awal Respon Fase Akhir  Infiltrasi eosinophil dan neutrophil  Inflamasi  Hiperreaksi bronkial

 Otot polos bronkial berkontraksi

 Sekresi mucus

 Vasodilatasi

 Mucosal edema

Infiltrasi monocyte dan lymphocyte

 Obstruksi jalan napas

 Menyempitnya jalan napas

 Asidosis respiratori


(22)

dapat membuat penderita asma meninggal dalam seketika (GINA, 2005; Lewis, Heitkemper, Dirksen, 2000).

2.1.6 Pengendalian Asma

Manajemen pengendalian asma terdiri dari 6 (enam) tahapan yaitu sebagai berikut:

1. Pengetahuan

Memberikan pengetahuan kepada penderita asma tentang keadaan penyakitnya dan mekanisme pengobatan yang akan dijalaninya kedepan (GINA, 2005).

2. Monitor

Memonitor asma secara teratur kepada tim medis yang menangani penyakit asma. Memonitor perkembangan gejala, hal-hal apa saja yang mungkin terjadi terhadap penderita asma dengan kondisi gejala yang dialaminya beserta memonitor perkembangan fungsi paru (GINA, 2005).

3. Menghindari Faktor Resiko

Hal yang paling mungkin dilakukan penderita asma dalam mengurangi gejala asma adalah menhindari faktor pencetus yang dapat meningkatkan gejala asma. Faktor resiko ini dapat berupa makanan, obat-obatan, polusi, dan sebagainya (GINA, 2005).

4. Pengobatan Medis Jangka Panjang

Pengobatan jangka panjang terhadap penderita asma, dilakukan berdasarkan tingkat keparahan terhadap gejala asma tersebut. Pada penderita asma intermitten, tidak ada pengobatan jangka panjang. Pada penderita asma mild intermitten, menggunakan pilihan obat glukokortikosteroid inhalasi dan


(23)

didukung oleh Teofilin, kromones, atau leukotrien. Dan untuk asma moderate

persisten, menggunakan pilihan obat β2-agonist inhalsi dikombinasikan

dengan glukokortikoid inhalasi, teofiline atau leukotrien. Untuk asma severe

persisten, β2-agonist inhalasi dikombinasikan dengan glukokortikosteroid

inhalasi, teofiline dan leukotrien atau menggunakan obat β2

Berikut penjelasan tentang obat-obat pengontrol asma (Controller):

agonist oral (GINA, 2005).

a. Glukokortikosteroid Inhalasi

Jenis obat ini digunakan selama satu bulan atau lebih untuk mengurangi gejala inflamasi asma. Obat ini dapat meningkatkan fungsi paru, mengurangi hiperresponsive dan mengurangi gejala asma dan meningkatkan kualitas hidup (GINA, 2005).

Obat ini dapat menimbulkan kandidiasis orofaringeal, menimbulkan iritasi pada bagian saluran napas atas dan dapat memberikan efek sistemik, menekan kerja adrenal atau mengurangi aktivitas osteoblast (GINA, 2005).

b. Glukokortikosteroid Oral

Mekanisme kerja obat dan fungsi obat ini sama dengan obat kortikosteroid inhalasil. Obat ini dapat menimbulkan hipertensi, diabetes, penekanan kerja hipothalamus-pituitary dan adrenal, katarak, gluko ma, obaesitas dan kelemahan (GINA, 2005).

c. Kromones (Sodium Cromogycate dan Nedocromyl Sodium)

Obat ini dapat menurunkan jumlah eosin bronchial pada gejala asma. Obat ini dapat menurunkan gejala dan menurunkan reaksi hiperresponsive pada


(24)

imun nonspecific. Obat ini dapat menimbulkan batuk-batuk pada saat pemakaian dengan bentuk formulasi powder (GINA, 2005).

d. β2

Obat in berfungsi sebagai bronkodilator selama 12 jam setelah pemakaian. Obat ini dapat mengurangi gejala asma pada waktu malam, meningkatkan fungsi paru. Obat ini dapat menimbulkan tremor pada bagian musculoskeletal, menstimulasi kerja cardiovascular dan hipokalemia (GINA, 2005).

-Agonist Inhalasi

e. β2

Obat ini sebagai bronkodilator dan dapat mengontrol gejala asma pada waktu malam. Obat ini dapat menimbulkan anxietas, meningkatkan kerja jantung, dan menimbulkan tremor pada bagian muskuloskeletal (GINA, 2005).

-Agonist Oral

f. Teofiline

Obat ini digunakan untuk menghilangkan gejala atau pencegahan asma bronkial dengan merelaksasi secara langsung otot polos bronki dan pembuluh darah pulmonal. Obat ini dapat menyebabkan efek samping berupa mual, muntah, diare, sakit kepala, insomnia dan iritabilitas. Pada level yang lebih dari 35 mcg/mL menyebabkan hperglisemia, hipotensi, aritmia jantung, takikardi, kerusakan otak dan kematian (Depkes RI, 2007).


(25)

g. Leukotriens

Obat ini berfungsi sebagai anti inflamasi. Obat ini berfungsi untuk mengurangi gejala termasuk batuk, meningkatkan fungsi paru dan menurunkan gejala asma (GINA, 2005).

Berikut penjelasan tentang obat-obat meringankan (Reliever) asma: a. β2

Obat ini bekerja sebagai bronkodilator. Obat ini digunakan untuk mengontrol gejala asma, variabilitas peak flow, hiperresponsive jalan napas. Obat ini dapat menstimulasi kerja jantung, tremor otot skeletal dan hipokalemia (GINA, 2005).

-Agonist Inhalasi

b. β2

Obat ini sebagai bronkodilator. Obat ini dapat menstimulasi kerja jantung, tremor otot skeletal dan hipokalemia (GINA, 2005).

-Agonist Oral

c. Antikolinergic

Obat ini sebagai bronkodilator. Obat ini dapat meningkatkan fungsi paru. Obat ini dapat menyebabkan mulut kering dan pengeluaran mucus (GINA, 2005).

5. Metode Pengobatan Alternative

Metode pengobatan alternative ini sebagian besar masih dalam penelitian. Buteyko merupakan salah satu pengobatan alternative yang terbukti dapat menurunkan ventilasi alveolar terhadap hiperventilasi paru penderita asma, selain itu memperbaiki gejala yang ditimbulkan asma. Buteyko ini merupakan tehnik bernapas yang dirancang khusus untuk penderita asma dengan prinsip latihan tehnik bernapas dangkal (GINA, 2005).


(26)

6. Terapi Penanganan Terhadap Gejala

Terapi ini dilakukan tergantung kepada pasien. Terapi ini dianjurkan kepada pasien yang mempunyai pengalaman buruk terhadap gejala asma, dan dalam kondisi yang darurat. Penatalaksanaan terapi ini dilakukan di rumah penderita asma dengan menggunakan obat bronkodilator seperti: β2

7. Pemeriksaan Teratur

-agonist inhalasi dan glukokortikosteroid oral (GINA, 2005).

Penderita asma disarankan untuk memeriksakan kesehatannya secara teratur kepada tim medis. Pemeriksaan teratur berfungsi untuk melihat perkembangan kemampuan fungsi paru (GINA, 2005).

Dalam penatalaksanaan asma, pola hidup sehat sangat dianjurkan. Pola hidup sehat akan sangat membantu proses penatalaksanaan asma. Dengan pemenuhan nutrisi yang memadai, menghindari stress, dan olahraga atau yang biasa disebut latihan fisik teratur sesuai toleransi tubuh (The Asthma Foundation of Victoria, 2002).

Pemenuhan nutrisi yang memadai dan menghindari stress akan menjaga penderita asma dari serangan infeksi dari luar yang dapat memperburuk asma dengan tetap menjaga kestabilan imunitas tubuh penderita asma (The Asthma Foundation of Victoria, 2002).

Latihan fisik dapat membuat tubuh menjadi lebih bugar, sehingga tubuh tidak menjadi lemas. Latihan fisik dapat merubah psikologis penderita asma yang beranggapan tidak dapat melakukan kerja apapun, anggapan ini dapat memperburuk keadaan penderita asma. Sehingga dengan latihan fisik, kesehatan tubuh tetap terjaga dan asupan oksigen dapat ditingkatkan sejalan


(27)

dengan peningkatan kemampuan latihan fisik (The Asthma Foundation of Victoria, 2002).

Latihan Fisik

2.2.1 Pengertian Latihan Fisik

Latihan fisik merupakan bentuk pemberian rangsangan berulang pada tubuh, dimana tubuh akan beradaptasi terhadap rangsangan yang diberikan secara teratur dengan frekuensi dan takaran yang sesuai dengan kemampuan tubuh. Proses adaptasi merupakan perubahan struktur dan fungsi tubuh terhadap rangsangan yang berupa latihan fisik dalam masa tertentu sampai tubuh memberi respon terhadap rangsangan tersebut (Balai Kesehatan Olahraga Masyarakat Makassar, 2008).

2.2.2 Manfaat Latihan Fisik

Latihan fisik mempunyai manfaat terhadap tubuh yaitu (1) Melatih cara bernapas yang benar ketika istirahat dan beraktivitas (2) Melenturkan dan memperkuat otot pernapasan (3) Meningkatkan sirkulasi darah dalam tubuh sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup (Yayasan Asma Indonesia, 2008) (4) Memperbaiki dan mempertahankan fungsi tubuh seperti: kekuatan, keuletan, daya tahan tubuh, dan sitem sirkulasi pernapasan (Djide, 2008) (5) Latihan fisik secara berkelompok dapat meningkatkan rasa percaya diri terhadap penderita (IndoFamilyHealth.com, 2008).

2.2.3 Prinsip Gerakan Latihan Fisik

Keseriusan dan dedikasi program latihan adalah penting bagi individu unrtuk mengembangkan tingkat respon otot. Untuk mengembangkan dan


(28)

menggunakan tahap latihan yang tepat bagi respon otot, sebaiknya latihan fisik dilakukan dengan prinsip latihannya yang telah disesuaikan sesuai dengan tingkat kompensasi tubuh masing-masing (WordPress.com, 2008).

Prinsip dalam melakukan gerakan latihan fisik yaitu: 1. Kesiapan

Kesiapan fisik dimulai ketika penderita asma mengemukakan tujuan kepada pelatih, pendidik, dan dokter ataupun perawat, kemudian mendapat izin untuk memulai program latihan (WordPress.com, 2008; The Asthma Foundation of Victoria, 2002).

Kesiapan psikologis dimulai ketika individu (penderita asma), pelatih, pendidik dan dokter sepenuhnya mengerti sasaran yang dikehendaki, program latihan yang dimulai dengan percobaan latihan yang ringan (WordPress.com, 2008; The Asthma Foundation of Victoria, 2002).

2. Kekhususan

Latihan yang mengembangkan otot-otot tertentu yang aktif dan memiliki efek tertentu pada bagian otot. Tipe-tipe tertentu dalam latihan akan membentuk manfaat latihan tertentu pula (WordPress.com, 2008).

3. Keteraturan

Latihan-latihan harus dilakukan dengan suatu dasar permulaan yang teratur dan diakhiri pada waktu yang sama tiap session. Latihan ini mempunyai manfaat yang sama baik fisik maupun psikologis yang maksimal untuk memperoleh kesempatan istirahat yang sesuai dan bersiap-siap untuk sesi latihan berikutnya (WordPress.com, 2008).


(29)

4. Frekuensi

Rasa sakit otot yang berlebihan, kelelahan yang ekstrim dan kesiapan psikologis yang tidak tepat adalah indikasi kuat bahwa frekuensi latihan terlalu berlebihan. Frekuensi latihan diatur sesuai dengan kemampuan tubuh, sehingga tubuh dapat beradaptasi terhadap rangsangan yang diterimanya (WordPress.com, 2008).

5. Penyesuaian

Melalui proses penyesuaian dalam menjaga kondisi tingkat efisiensi tubuh, untuk langsung menambah beban kuncinya adalah untuk maju terus dan siap melewati rintangan. Adakalanya dianjurkan untuk mengambil waktu istirahat lebih banyak atau kembali dan meninjau lagi pokok program latihan dengan intensitas lebih rendah (WordPress.com, 2008; The Asthma Foundation of Victoria, 2002).

6. Beban Latihan

Beban latihan dibarikan dengan pertimbangan terhadap kemampuan penderita asma. Peningkatan intensitas beban dari suatu latihan untuk mendorong ke tahap yang lebih tinggi dari penyesuaian otot dapat dilakukan, apabila tahap ringan sudah dapat dilewati tanpa ada masalah (WordPress.com, 2008; The Asthma Foundation of Victoria, 2002).

7. Ukuran

Dilakukan pengukuran terhadap perkembangan fisik yang dicapai setelah beberapa kali frekuensi latihan. Hal ini dapat dilakukan dengan pencatatan grafik sederhana yang menampilkan kemajuan-kemajuan (WordPress.com, 2008).


(30)

2.2.4 Jenis Latihan Fisik

Pembagian jenis latihan fisik tidak begitu spesifik. Semua kegiatan yang melibatkan pergerakan badan merupakan latihan fisik. Namun, latihan fisik dibedakan atas tingkatan beban latihan, maupun frekuensinya. Pembagian ini dapat membantu penderita asma dalam menentukan jenis latihan fisik yang akan dipilih (WordPress.com, 2008).

Namun, ada tiga bentuk dasar dari latihan fisik:

1. Aerobik

Latihan ini menekankan pada ketahanan dan kebugaran kardiovaskular. Jenis ini menuntut pergerakan yang terus menerus dalam waktu lama dan melibatkan seluruh sistem kardiovaskuler seperti jantung, paru-paru dan pembuluh darah (Balai Kesehatan Olahraga Masyarakat Makassar, 2008). Tujuan utama dari jenis latihan ini adalah pengiriman oksigen secara efisien. Dengan pengkondisian aerobik yang terus meningkat, paru-paru bisa menghirup oksigen dengan lebih baik. Demikian juga dengan jantung dan pembuluh darah yang mengirimkan oksigen ke bagian otot (Balai Kesehatan Olahraga Masyarakat Makassar, 2008).

2. Anaerobik

Latihan jenis ini tidak melibatkan sistem aerobik. Energi diperoleh hampir sebagian besar dari glukosa yang tersimpan dalam otot. Glukosa dengan cepat habis akibat upaya intens sehingga otot pun menjadi cepat lelah. Angkat berat adalah salah satu contoh jenis latihan anaerobic (Balai Kesehatan Olahraga Masyarakat Makassar, 2008).


(31)

3. Peregangan

Peregangan sangat dibutuhkan sebelum menjalani latihan dalam upaya mencapai kelenturan otot menghindari cedera. Otot akan menjadi rentan cedera dan sakit jika tidak melakukan peregangan (Balai Kesehatan Olahraga Masyarakat Makassar, 2008).

Peregangan dapat menghilangkan rasa ngilu atau pegal sehabis bekerja keras atau olahraga selama delapan jam atau lebih, serta menyebabkan otot tetap fleksibel. Untuk mencapai hasil yang baik, lakukanlah peregangan sebelum dan setelah latihan di mana otot sudah mulai panas. Lamanya, antara 5 - 8 menit (Balai Kesehatan Olahraga Masyarakat Makassar, 2008).

2.3 Olahraga Pernapasan

2.3.1 Pengertian Olahraga Pernapasan

Olahraga pernapasan merupakan olahraga yang memfokuskan rangsangan gerakan terhadap otot pernapasan, dimana nantinya diharapkan otot pernapasan dapat beradaptasi terhadap rangsangan tersebut, sehingga terjadi peningkatan kemampuan kerja otot pernapasan (Balai Kesehatan Olahraga Masyarakat Makassar, 2008).

Olahraga pernapasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Olahraga Pernapasan Satria Nusantara Tingkat Dasar. Menurut Siswantoyo (2007) Seni Pernapasan Satria Nusantara merupakan salah satu olahraga pernapasan. Sebelumnya peneliti sudah memperdalam pengetahuan tentang olahraga pernapasan tingkat pradasar dengan mengikuti latihan olahraga pernapasan pada perguruan Satria Nusantara.


(32)

2.3.2 Manfaat Olahraga Pernapasan

Manfaat yang dapat dicapai dengan melakukan olahraga pernapasan Satria Nusantara yaitu (1) Meningkatkan kemampuan bernapas, dengan meningkatkan kemampuan otot pernapasan, dapat meningkatkan imunitas tubuh, terutama IgG, yang merupakan sel imun yang dapat memblok IgE sebagai imun pencetus asma, sehingga gejala asma dapat dikurangi (Siswantoyo, 2007) (2) Memberikan kebugaran jasmani (3) Belajar bernapas yang benar ketika bekerja dan berhadapan dengan kegiatan, meningkatkan rasa percaya diri dan keinginan untuk berolahraga (4) Meningkatkan kadar hemoglobin darah (5) Dapat meningkatkan fungsi paru dalam memperoleh oksigen (6) Mengurangi hiperventilasi paru (Maryanto, 2008).

2.3.3 Prinsip Gerakan Olahraga Pernapasan

Gerakan olahraga pernapasan dilakukan dengan melakukan pergerakan pernapasan terhadap otot diafragma dan kemudian ditahan sesuai dengan kemampuan penderita asma, yang bertujuan untuk melatih otot pernapasan tersebut supaya kemampuan kerjanya dapat meningkat (Maryanto, 2008). Hoeman (1996) dalam Rosina (2008); pernapasan melalui penggunaan pergerakan diafragma lebih baik dari pada menggunakan otot pernapasan lainnya seperti otot asesoris.

Prinsip gerakan olahraga pernapasan adalah sebagai berikut:

1. Latihan Peregangan Selama 10 (Sepuluh) Menit Dilakukan Dalam 2 (Dua) Periode.

Latihan peregangan bertujuan untuk memberi dorongan, hasrat latihan agar bersemangat, memanaskan jaringan tubuh supaya tidak kaku akibat lama tidak bergerak dan mencegah cedera yang mungkin timbul akibat gerakan lebih


(33)

lanjut, memperkecil defisit oksigen dan menyiapkan sistem humoral pengontrol respirasi. Gerakan dimulai dari bagian proksima kedistal, tidak membebani sendi (Zuraidah, 2006).

2. Latihan Pernapasan Duduk Awal dan Duduk Akhir Selama 20 Menit Dalam Dua Periode

Latihan pernapasan duduk awal dan latihan pernapasan duduk akhir dilakukan sebagai pemanasan (warming-up) bagian dalam tubuh sebelum melakukan pernapasan bergerak. Pernapasan duduk akhir dilakukan untuk pendinginan (cooling down) (Maryanto, 2008).

Latihan pernapasan duduk bermanfaat untuk mengembangkan sistem pernapasan yaitu dengan meningkatkanya kapsitas vital paru-paru. Kapasitas vital merupakan salah satu tolak ukur bagi kemampuan fungsional sistem pernapasan. Latihan pernapasan duduk akan menyebabkan seluruh alveoli menegmbang dan menjadi aktif dalam proses pernapasan, suatu cara pelatihan yang baik untuk kesehatan pernapasan (Maryanto, 2008).

Dengan pola pernapasan duduk, penderita asma akan diajarkan cara melakukan ekspirasi maksimal, inspirasi maksimal dan abdominal pressing. Pada pola pernapasan ini tidak hanya otot-otot pernapasan inti yang dilatih, tetapi juga otot-otot pernapasan pembantu dan bahkan juga otot-otot dinding perut dan dasar panggul, khususnya pada saat abdominal pressing (Maryanto, 2008).

Latihan pernapasan duduk akhir merupakan latihan pendinginan, dimana latihan ini dapat menurunkan kerja jantung secara perlahan dan keseluruhan proses metabolisme yang meningkat selama latihan. Keuntungan pendinginan


(34)

yaitu mecegah pengumpulan darah dalam vena dan memastikan cukupnya aliran darah dalam otot, mencegah kekakuan dan nyeri otot (Maryanto, 2008). 3. Latihan Pernapasan Bergerak, Dilakukan Selama 80 (Delapan Puluh) Menit

Dilakukan Dalam Dua Periode.

Pernapasan bergerak adalah pengolahan pernapasan yang dilakukan bersamaan dengan gerak tertentu/jurus. Pada latihan pernapasan bergerak, napas ditahan selama 3 sampai 5 menit (Maryanto, 2008).

Latihan pernapasan bergerak menggunakan prinsip latihan anaerobik yang menggunakan sedikit oksigen, sehingga terjadinya pembakaran dalam tubuh hanya menggunakan sedikit oksigen (Maryanto, 2008).

Pada latihan pernapasan bergerak sel tubuh dilatih untuk mengurangi penggunaan oksigen dalam pembakaran. Sehingga, nanti di saat terjadi serangan asma, tubuh dapat bertahan dalam kondisi oksigen yang minimal (Maryanto, 2008).

4. Istirahat Selama 10 Menit

Istirahat dilakukan diantara 2 periode latihan pernapasan bergerak selama 10 (sepuluh) menit dalam satu kali periode (Maryanto, 2008).

Istirahat dilakukan untuk mengumpulkan energi kembali seperti pada awal latihan sehingga latihan pernapasan bergerak dapat dilakukan dengan baik (Wordpress.com, 2008).

2.3.4 Gerakan Olahraga Pernapasan

Adapun gerakan yang dilakukan saat latihan olahraga pernapasan adalah sebagai barikut:


(35)

1. Gerakan Peregangan

Tiap gerakan lakukan 2 sampai 3 kali kemudian meningkat menjadi 8 sampai 10 kali (Zuraidah, 2006).

a. Latihan Kepala dan Leher

Lihat keatap dan kemudian menunduk sampai dagu kedada. Jangan hanya menggunakan mata saja dan jangan di hentakkan. Putar kepala dengan melihat bahu sebelah kanan lalu sebelah kiri. Miringkan bahu kesebelah kanan lalu sebelah kiri (Zuraidah, 2006).

b. Latihan Bahu dan Lengan

Angkat kedua bahu ke atas mendekati telinga kemudian turunkan kembali perlahan-lahan. Tepukkan kedua telapak tangan dan regangkan lengan ke depan lurus dengan bahu. Pertahankan bahu tetap lurus dan kedua tangan bertepuk kemudian angkat lengan ke atas kepala. Lengan harus lurus dan tidak bengkok. Satu tangan menyentuh bagian belakang dari leher kemudian raihlah punggung sejauh mungkin yang dapat di capai. Begantian tangan kanan dan tangan kiri. Letakkan tangan di punggung kemudian coba meraih keatas sedapatnya (Zuraidah, 2006).

c. Latihan Paha

Gerakan memutar persendian kaki ke satu arah dengan mengangkat tumit, tetapi ujung sepatu tetap menyentuh lantai. Berdiri tegak dengan berjingkat, perlahan-lahan turunkan tumit-tumit ke lantai dan angkat jari-jari kaki dan kemudian kembali ke posisi semula (Huwaina, 2008).


(36)

2. Gerakan Latihan Pernapasan Duduk Awal

Adapun gerakan latihan pernapasan duduk awal adalah duduk dengan kaki melipat ke belakang, telapak kaki dengan ujung jari kaki melingkar ke arah pantat. Tulang ekor menyentuh lantai dan punggung diluruskan. Tangan dengan jempol digenggam diletakkan pada lutut, pandangan lurus ke depan ke satu titik. Bila peserta lebih dari satu orang dan sejenis, maka peserta duduk merapat kiri kanan sehingga lutut saling bersentuhan. Bernapas teratur sambil berkonsentrasi. Keluar masuk napas melalui hidung, dengan menekan napas di bawah perut (abdominal pressing). Selang waktu tarik, tekan/tahan dan keluar napas adalah sama yakni 10-30 detik. Pernapasan duduk dilakukan selama 10 menit (Maryanto, 2008).

3. Gerakan Latihan Pernapasan Bergerak

Adapun gerakan latihan pernapasan latihan bergerak adalah sebagai berikut: a. Gerakan Tungkai

Tungkai membentuk posisi kuda-kuda rendah, kedua kaki sejajar, ujung kaki ke samping berlawanan arah, Telapak kaki digesekan ke bumi dan kedua tumit ditemukan satu sama lain pada setiap gerakan kaki maju sejengkal (Maryanto, 2008).

b. Gerakan Tangan

Jurus untuk tingkat dasar, 10 jurus untuk tingkat pengendalian 1, 6 jurus untuk tingkat gabungan dasar. Untuk tingkat dasar, pada awal gerakan, napas ditarik sebanyak mungkin melalui hidung, kemudian ditekan dan ditahan dibawah perut sambil menggesek telapak kaki maju sejengkal yang disebut satu langkah kuda-kuda, seiring seirama dengan gerakan


(37)

tangan. Untuk 1 kali menekan dan menahan napas minimal dilakukan 15 langkah, setelah itu napas dikeluarkan, juga melalui hidung. Kemudian atur napas dengan tarik dan keluar napas 2 atu 3 kali , lalu lanjutkan dengan latihan lagi. Latihan dilakukan selama 90 menit dalam dua periode yang diselingi dengan istirahat (Maryanto, 2008).

4. Istirahat

Selama latihan istirahat dilakukan hanya satu kali selama 10 (sepuluh) menit (Maryanto, 2008).

5. Gerakan Latihan Pernapasan Bergerak

Merupakan lanjutan dari gerakan latihan pernapasan bergerak sebelum istirahat. Melanjutkan gerakan jurus yang sebelum istirahat, untuk memantapkan gerakan latihan gerakan jurus yang sudah diajari sebelumnya (Maryanto, 2008).

6. Gerakan Latihan Pernapasan Duduk Akhir

Gerakan yang dilakukan pada latihan pernapasan duduk akhir sama dengan latihan pernapasan duduk awal yaitu duduk dengan kaki melipat ke belakang, telapak kaki dengan ujung jari kaki melingkar ke arah pantat. Tulang ekor menyentuh lantai dan punggung diluruskan. Tangan dengan jempol digenggam diletakkan pada lutut, pandangan lurus ke depan ke satu titik. Bila peserta lebih dari satu orang dan sejenis, maka peserta duduk merapat kiri kanan sehingga lutut saling bersentuhan. Keluar masuk napas melalui hidung, dengan menekan napas di bawah perut (abdominal pressing). Selang waktu tarik, tekan/tahan dan keluar napas adalah sama yaitu 10-30 detik. Pernapasan duduk dilakukan selama 10 menit (Maryanto, 2008).


(38)

7. Gerakan Peregangan

Gerakan peregangan yang dilakukan diakhir untuk menutup latihan mepunyai gerakan yang sama dengan dengan gerkan peregangan yang dilakukan di awal latihan olahraga pernapasan (Maryanto, 2008).

2.4 Olahraga Pernapasan pada Penderita Asma

Olahraga pernapasan mempunyai banyak kegunaannya. Suparto (2001) dalam Siswantoyo (2007); olahraga pernapasan mampu meningkatkan kebugaran fisik dan meningkatkan ketahanan tubuh pada penderita asma. Menurut penelitian yang dilakukan Siswantoyo, 2007; terhadap siswa laki-laki kelas 2 Madrasah Aliyah Mu’alimin Yogyakarta dengan memenuhi kriteria inkubasi tertentu, menghasilkan kesimpulan bahwa olahraga pernapasan dapat meningkatkan kadar beta-endorphin, IgG dan interleukin-6, interleukin-2 dan tidak terjadi peningkatan terhadap interleukin-4, sedangkan kortisol mengalami penurunan.

Dalam penanganan asma, IgG bersifat sebagai antisensitive terhadap antigen. IgG merupakan antibodi penghalang yang bersaing dengan IgE dalam mendeteksi antigen. IgG mencegah antigen merangsang mast sel dalam menghasilkan granul-granul yang melepas pengeluaran histamine, slow reactive of anaphlaxis (SRS-A), eosinophil yang merupakan penyebab hipersensitive. IgG juga dapat menekan aktivitas mast sel dan secara langsung dapat menurunkan sensitivitas mast sel terhadap antigen, sehingga hpersensitivitas asma dapat dikurangi (Tizard, 1988; Sherwood, 2008).

Jenis pernapasan yang dilakukan selama latihan olahraga pernapasan adalah pernapasan diafragma, dimana otot diafragma dilatih untuk bernapas dan menahan


(39)

napas menurut kemampuan penderita asma, Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rosina (2008) terhadap penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) dengan menggunakan latihan otot pernapasan diafragma dapat meningkatkan kemampuan fungsi paru penderita PPOK, dimana APE1

Selain itu, Olahraga pernapasan pada prinsipnya hampir sama dengan olahraga-olahraga lain yang menggunakan manipulasi gerakan tubuh untuk terapi (Siswantoyo, 2007). Menurut penelitian Chang, Yang, Chen, Chiang (2005), Latihan yang menggunakan manipulasi gerakan tubuh dapat meningkatkan fungsi paru pada penderita asma, dimana volume FVC, FEV

meningkat secara signifikan.

1

Dengan begitu olahraga pernapasan dapat memperbaiki keadaan fisiologis paru pada penderita asma disertai dengan peningkatan aktivitas imunitas yang lebih berkualitas (Siswantoyo, 2007).

, PEV meningkat secara signifikan dari sebelumnya.


(40)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN 3.1 Kerangka Konseptual

Tindakan perawat dalam memandirikan individu dan keluarga dapat dimulai dengan menyiapkan individu dan keluarga dari dalam dan dari luar, seperti menyiapkan mental individu dan keluarga beserta dengan lingkungannya yang mendukung untuk dilakukannya intervensi keperawatan (Torney & Aligood, 2006). Perawat dalam melakukan tindakan keperawatan dapat menentukan intervensi tersebut sudah dilakukan secara benar dan adekuat, dan menentukan tindakan tersebut akan dilanjutkan, dihentikan atau diganti dengan intervensi yang lain. Hal ini menuntut perawat untuk lebih memahami kemampuan yang dimiliki individu dan keluarga dalam tindakan / usaha memandirikan perawatan individu (Huwaina, 2008).

Pada penderita asma, terjadi obstruksi saluran napas karena reaksi hipersensitivitas terhadap stimulasi allergen, sehingga dapat mengakibatkan terhentinya napas dalam seketika. Apabila penyakit ini tidak ditangani dengan serius, maka gejala asma akan berlangsung terus menerus dan dapat mengganggu aktivitas dan menurunkan kualitas hidup bagi penderitanya, karena dengan begitu penderita tidak dapat beraktivitas seperti orang kebanyakan. Apabila gejala asma terus berlangsung dapat menyebabkan penderitanya mengalami kematian seketika. Sehingga penyakit ini sangat berbahaya bagi penderitanya (GINA, 2005).

Penatalaksanaan gejala asma dapat dikurangi dengan penatalasanaan nonfarmakologi. Penatalaksanaan ini dilakukan tanpa menggunakan obat, namun


(41)

penatalaksanaan ini dapat menjadi terapi pelengkap medis. Penatalaksanaan nonfarmakologi membutuhkan penderita asma untuk hidup sehat dan menghindari terpapar dengan allergen pencetus asma. Hidup sehat yang dimaksud disini yaitu penderita asma disarankan untuk mengkonsumsi makanan begizi untuk mendukung imunitas tubuh yang baik, menghindari stress untuk pertahanan tubuh yang optimal, dan disarankan untuk mengikuti olahraga yang sesuai dengan batas kemampuan penderita asma (The Asthma Foundation of Victoria, 2002).

Pada anak yang menderita asma di anjurkan untuk melakukan olahraga intensitas rendah, yang kemungkinan anak asma dapat mengkompensasi gerakan olahraga tersebut, Olahraga yang dianjurkan adalah olahraga pernapasan (Suyoko, 1992). Sama hal-nya dengan anak asma, penderita asma dewasa juga dapat melakukan olahraga pernapasan sebagai salah satu pelengkap terapi (The Asthma Foundation of Victoria, 2002).

Olahraga pernapasan merupakan olahraga yang memfokuskan rangsangan gerakan terhadap otot-otot pernapasan, dimana nantinya diharapkan otot-otot pernapasan dapat beradaptasi terhadap rangsangan tersebut. Olahraga ini dapat dilakukan tiga kali dalam seminggu selama 120 menit dengan gerakan jurus-jurus tertentu (Maryanto, 2008).

Olahraga pernapasan dapat meningkatkan fungsi paru dan menyeimbangkan fungsi imunitas tubuh untuk memperbaiki reaksi hiperrsensitivitas terhadap stimuli allergen, hal ini bertujuan agar gejala yang dialami penderita asma dapat diminimalkan (Siswantoyo, 2007).

Berdasarkan pemaparan diatas, peneliti merumuskan kerangka penelitian berdasarkan konsep asma dan olahraga pernapasan untuk melihat efektivitas


(42)

olahraga pernapasan terhadap penurunan gejala asma pada satu kelompok. Pada keompok ini akan diawali dengan pengisian kuesioner tentang gejala asma (pre-test). Kemudian pada kelompok ini akan dilakukan olahraga pernapasan. Setelah intervensi, kelompok ini kembali mengisi kuesioner tentang penurunan gejala asma (post-test).

Skema 2. Kerangka Penelitian Efektivitas Olahraga Pernapasan Terhadap Penurunan Gejala Asma pada Penderita Asma

3.2 Definisi Operasional 3.2.1 Gejala Asma

Gejala asma dalam penelitian ini didefinisikan sebagai hal yang dialami dan dikeluhkan penderita asma akibat penyakitnya diobservasi dengan menggunakan lembar observasi gejala asma mingguan yaitu batuk-batuk, sesak napas, bunyi napas (whizing), rasa tertekan di dada, tidur yang terganggu dan menggunakan lembar observasi gejala asma bulanan yaitu gejala harian (batuk, sesak napas, bernapas dengan suara wheeze dan rasa tertekan di dada), gangguan aktivitas, gangguan tidur, dan kebutuhan obat penurun gejala asma di observasi sebelum dan sesudah dilakukan olahraga pernapasan selama 1 bulan.

Penderita asma

Dilakukan Olahraga Pernapasan Pre test


(43)

Olahraga Pernapasan

Olahraga pernapasan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah gerakan fisik yang teratur dan sistematis meliputi gerakan latihan peregangan awal, gerakan latihan duduk awal, gerakan latihan jurus, gerakan latihan duduk akhir, dan gerakan latihan peregangan akhir. Olahraga pernapasan dilakukan 3 kali dalam seminggu pada waktu sore hari selama 4 minggu.

3.3 Hipotesa Penelitian

1. Terdapat perbedaan gejala asma pre dan post olahraga pernapasan (Ha). 2. Tidak terdapat perbedaan gejala asma pre dan post olahraga pernapasan (Ho).


(44)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian quasi eksperimen one group dengan pre-post test untuk mengidentifikasi efektifitas olahraga pernapasan terhadap penurunan gejala asma. Penelitian ini menggunakan satu kelompok yaitu kelompok intervensi olahraga pernapasan.

4.2 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian ini adalah semua penderita asma yang ikut latihan olahraga pernapasan di Lembaga Seni Pernapasan Satria Nusantara Cabang Medan Tingkat Dasar.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan penarikan sampel secara purposif sampling. Purposif sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Notoatmodjo, 2002). Peneliti mengembangkan kriteria tertentu yang dianggap mewakili bagi populasi target dan dengan sengaja memilih unit sampling yang sesuai dengan kriteria (Dempsey & Dempsey, 1996).

Adapun kriteria inklusi sampel dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Menderita gejala asma ± 3 bulan

b. Menggunakan bronkodilator c. Tidak merokok dan minum alkohol


(45)

e. Bersedia mengikuti kegiatan olahraga pernapasan selama 120 menit/sesi setiap 3 kali dalam satu minggu selama 4 minggu sesuai jadwal dan tidak melakukan olahraga pernapasan di luar jadwal yang dikontrol peneliti.

Penentuan jumlah sampel dilakukan dengan menggunakan tabel power análisis dari Polit & Hungler (1999, dengan level of significance merupakan derajat kemaknaan (α): 0.05, effect size merupakan ukuran kesalahan dari hipotesa

nol (γ): 0.60, dan power (1-β) merupakan kekuatan uji atau kekuatan untuk

menolak hipotesa nol : 0.60, sehingga didapatkan jumlah sampel sebanyak 15 orang. Selanjutnya ke 15 orang ini akan disatukan menjadi satu kelompok.

Peneliti dalam hal ini sudah berusaha untuk mendapatkan jumlah sampel yang ideal seperti yang direncanakan, Namun jumlah sampel yang peneliti dapatkan adalah 7 orang responden.

4.3 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Lembaga Seni Pernapasan Satria Nusantara Cabang Medan. Alasan peneliti memilih Lembaga Seni Pernapasan Satria Nusantara Cabang Medan karena lembaga tersebut merupakan sala satu kelompok olahraga pernapasan yang sering diikuti oleh penderita asma dan berada di medan, sehingga memudahkan peneliti dalam pengambilan sampel. Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan.

4.4 Pertimbangan Etik Penelitian

Penelitian ini mempertimbangkan etik penelitian yaitu dengan terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari responden kemudian memberi penjelasan kepada responden penelitian tentang tujuan, manfaat penelitian dan prosedur pelaksanaan penelitian yaitu pelaksanaan olahraga pernapasan pada kelompok dan


(46)

lamanya pelaksanaan olahraga pernapasan dilaksanakan. Responden yang bersedia dipersilahkan untuk menandatangani informed consent. Responden yang tidak bersedia berhak untuk menolak. Penelitian ini tidak menimbulkan resiko bagi individu baik secara fisik maupun psikologis. Olahraga pernapasan diadakan selama 120 menit setiap kali latihan. Di awal latihan, responden mengalami proses adaptasi terhadap latihan olahraga pernapasan, dimana responden merasa sedikit pusing. Olahraga Pernapasan dihentikan pada penderita asma yang mengalami kekambuhan asma, dimana penderita asma tiba-tiba menjadi sesak napas dan kondisi tubuh menjadi jelek. Kerahasiaan catatan mengenai data responden dijaga peneliti dan data-data yang diperoleh dari responden hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.

4.5 Instrumen Penelitian 4.5.1 Data Demografi

Data demografi meliputi nomor responden, usia, jenis kelamin, TB (Tinggi Badan), BB (Berat Badan), lama terdiagosa asma, penggunaan obat penurun gejala asma, pekerjaan / aktivitas, dan suku. Data demografi ini berguna untuk membantu peneliti mengetahui latar belakang dari responden yang bisa berpengaruh terhadap penelitian ini.

4.5.2 Lembar Observasi Penurunan Gejala Asma Pre-Post Intervensi

Lembar observasi penurunan gejala asma mingguan pre-post olahraga pernapasan mengacu pada hasil penelitian yang di lakukan oleh Osman, McKenzie, Cairns, Friend, Godden, Legge, Douglas (2001). Lembar kuesioner ini mengukur gejala asma yang terjadi selama satu minggu.


(47)

Lembar observasi penurunan gejala asma bulanan pre-post olahraga pernapasan mengacu pada lembar observasi dari Global Initiative for Asthma (2008). Keseluruhan variabel yang diukur ada enam, karena keterbatasan waktu dan kesanggupan peneliti dalam melakukan penelitian maka variabel yang sanggup diukur adalah 4 variabel.

Lembar pengisian kuesioner terhadap penurunan gejala asma pre dan post intervensi disajikan dalam bentuk lembar observasi pada masing-masing kelompok kuesioner.

4.5.3 Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas terhadap instrumen penelitian ini dilakukan oleh ahli yang berkompeten di dalam bidang paru yaitu Prof. Tamsil Syafiuddin, Sp.P (K). Jenis uji validitas yang dilakukan yaitu validitas konstruk yang menilai sejauhmana kuesioner penelitian dapat mengukur konsep dari kerangaka penelitian ini dan validitas isi yang menilai sejauhmana kuesioner penelitian ini dapat mewakili semua aspek yang dianggap kerangka konsep (Riwidikdo, 2008).

Kuesioner lembar observasi penurunan gejala asma belum pernah diuji coba oleh peneliti sebelumnya, sehingga penting dilakukan uji reliabilitas untuk mengetahui seberapa besar derajat atau kemampuan alat ukur untuk mengukur secara konsisten sasaran yang diukur. Alat ukur yang baik adalah alat ukur yang memberikan hasil yang sama bila digunakan beberapa kali pada kelompok sampel. Dalam penelitian diguanakan uji reliabilitas konsistensi internal karena memiliki kelebihan yaitu pemberian instrumen hanya satu kali dengan satu bentuk instrumen kepada satu subjek studi (Dempsey & Dempsey, 2002)


(48)

Uji reliabilitas ini dilakukan sebelum pengumpulan data terhadap 10 orang penderita asma di komunitas yang memenuhi kriteria inklusi. Uji reliabilitas ini dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 15 untuk analisis cronbach alpha dengan hasil koefisen reliabilitas untuk kuesioner mingguan yaitu 0.673 dan hasil koefisien realibilitas kuesioner bulan yaitu 0.840. Hal ini dapat diterima untuk instrumen yang baru, sesuai dengan pendapat Arikunto (2006), bahwa suatu instrumen akan reliable jika memiliki nilai reliabilitas lebih dari 0.600.

4.6 Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menjelaskan tujuan, manfaat, prosedur pengumpulan data pada calon responden.

2. Memberikan informed consent kepada calon responden. 3. Mengisi kuesioner data demografi oleh calon responden.

4. Menjelaskan jadwal kontrak kegiatan dimana pada kelompok dilakukan olahraga pernapasan.

5. Melakukan pengisian lembaran kuesioner observasi pre intervensi pada awal minggu selama 4 minggu hingga diperoleh data tentang gejala asma.

6. Melakukan olahraga pernapasan selama 120 menit/sesi tiga kali dalam seminggu dalam waktu 4 minggu pada kelompok. Responden mengikuti kegiatan hingga akhir penelitian. Pada semua responden harus terpenuhi jadwal olahraganya dari awal sampai akhir yaitu 12 kali, dan bila tidak hadir pada jadwal yang telah ditentukan maka responden tersebut menggantinya pada hari yang lain diluar jadwal olahraga pernapasan wajib.


(49)

7. Melakukan pengisian lembaran kuesioner observasi post intervensi setiap akhir minggu hingga diperoleh penurunan gejala asma setelah latihan olahraga pernapasan selama 4 minggu.

4.7 Analisa Data

Setelah dilakukan pengumpulan data maka dilakukan analisa data. Data yang diperoleh dari setiap responden berupa data demografi yang merupakan hasil pengisian kuesioner dan data hasil pengisian kuesioner penurunan gejala asma sebelum dilakukan intervensi olahraga pernapasan dan sesudah dilakukan olahraga pernapasan. Hasil penelitian tersebut dibandingkan dengan menguji hipotesa penelitian sehingga diketahui efektivitas olahraga pernapasan terhadap penurunan gejala asma. Selanjutnya dilakukan pengolahan data.

Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif digunakan untuk menyajikan data-data demografi yang meliputi jenis kelamin, usia, TB (Tinggi Badan), BB (Berat Badan), lama terdiagnosa asma, pegguanaan obat penurun gejela asma, suku, pekerjaan dan data penurunan gejala asma pre dan post dalam bentuk tabel frekuensi dan persentase.

Statistik Inferensial

Statistik inferensial digunakan untuk menganalisis penurunan gejala asma antara pre dan post olahraga pernapasan pada kelompok. Adapun uji inferensial yang dipakai adalah uji paired t-test digunakan untuk membandingkan penurunan gejala asma pre dan post olahraga pernapasan pada kelompok. Uji paired t-test digunakan karena data yang diperoleh berdistribusi normal. Untuk Uji normalitas data dilakukan dengan uji Kolmogorov Smirnov.


(50)

Menurut Harsono (2001) dari uji paired t-test tersebut diperoleh nilai p, yaitu nilai yang menyatakan besarnya peluang hasil penelitian. Kesimpulan hasilnya diinterpretasikan dengan membandingkan nilai p dan nilai alpha (α = 0.05). Bila nilai p ≤ α, maka keputusannya adalah Ha gagal ditolak sedangkan bila nilai p > α, maka keputusannya adalah Ha ditolak.


(51)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini diuraikan hasil penelitian serta pembahasan mengenai efektivitas olahraga pernapasan terhadap penurunan gejala asma pada penderita asma di Lembaga Seni Pernapasan Satria Nusantara Cabang Medan.

5.1 Hasil Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan mulai dari tanggal 7 Juni 2009 sampai 5 Juli 2009. Penelitian ini melibatkan sejumlah 7 orang responden yang merupakan satu kelompok pemberlakuan yang dilakukan olahraga pernapasan selama 120 menit/sesi setiap 2-3 kali / minggu dalam waktu 1 bulan.

Hasil penelitian ini memaparkan karakteristik demografi responden, gejala asma pre dan post olahraga pernapasan, perbedaan gejala asma pre dan post olahraga pernapasan dan Pengaruh Usia, IMT, Lama Terdiagnosa Asma, Jenis Kelamin, Suku dan Pekerjaan Terhadap Penurunan Gejala Asma Mingguan dan Gejala Asma Bulanan.

5.1.1 Karakteristik Demografi Responden

Responden penelitian ini adalah penderita asma yang mengikuti latihan olahraga pernapasan di Lembaga Seni Pernapasan Satria Nusantara Tingkat Dasar. Usia responden dalam penelitian ini berada pada rentang 24 - 60 tahun yang merupakan usia dewasa akhir (M=45.86, SD=13.945), dan didominasi oleh responden yang berusia 54-60 tahun (42.8 %, n=3).

Berdasarkan jenis kelamin, responden laki-laki hampir mendominasi (57.1%, n=4). Kebanyakan berat badan responden dalam penelitian ini berada pada rentang kelas 40 - 51 kg (42.8%, n=3) dengan mayoritas tinggi badan berada


(52)

pada rentang 156 – 160 cm (57.1%, n = 4). Lamanya responden terdiagnosa asma pada umumnya berada pada rentang 1-13 tahun (57.1%, n=4). Seluruh responden dalam mengatasi gejala asma memakai bronkodilator (100%, n=7). Menjadi karyawan swasta/wiraswasta (42.9%, n=3) dan ibu rumah tangga (42.9%, n=3) adalah pilihan terbanyak sebagai jenis pekerjaan atau aktivitas dari responden. Menurut kategori suku responden mayoritas adalah suku Jawa (42.8%, n=3). Karakteristik demografi responden dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2

Karakteristik Demografi Responden Karakteristik

Data Demografi

Kelompok Olahraga Pernapasan Frekuensi (f) Persentase (%) 1. Usia (tahun)

24 – 33 2 28.6

34 – 43 0 0

44 – 53 2 28.6

54 – 60 3 42.8

(M=45.86, SD=13.945, Min-max=24-60) 2. Jenis Kelamin

Laki-laki 4 57.1

Perempuan 3 42.9

3. BB (kg)

40 – 51 3 42.8

52 – 63 2 28.6

64 – 75 0 0

76 – 87 2 28.6

(M=59, SD=18.037, Min-max=40-85) 4. TB (cm)

146 – 150 1 14.3

151 – 155 0 0

156 – 160 4 57.1

161 – 165 2 28.6

146 – 150 1 14.3

(M=157.71, SD=6.020, Min-max=146-165) 5. Lama terdiagnosa asma

1 - 13 4 57.1

14 – 26 1 14.3


(53)

Tabel 2 (lanjutan)

Karakteristik Data Demografi

Kelompok Olahraga Pernapasan Frekuensi (f) Persentase (%)

40 – 52 1 14.3

(M=17.57, SD=16.801, min-max=1-50) 6. Menggunakan Bronkodilator

Ya 7 100

Tidak 0 0

7. Pekerjaan

Karyawan Swasta/Wiraswasta 3 42.9

Lain-lain 4 57.1

8. Suku

Jawa 3 42.8

Mandailing 2 28.6

Aceh 1 14.3

Lain-lain (India) 1 14.3

5.1.2 Gejala asma Responden Pre dan Post Olahraga Pernapasan

Gejala asma yang dialami responden diidentifikasi tingkat keparahannya dengan menggunakan kuesioner yang mengukur gejala asma selama sebulan dan menggunakan kuesioner yang mengukur gejala asma selama seminggu. Keparahan gejala asma akan terlihat berdasarkan nilai total skor yang diperoleh, semakin besar total skor yang diperoleh maka gejala asma yang dialami dalam rentang waktu yang diukur semakin parah, sebaliknya semakin kecil nilai total skor gejala asma yang diperoleh maka semakin kecil tingkat keparahan gejala asma yang dialami dalam rentang waktu yang diukur.

Nilai total skor yang diperoleh akan dikategorikan berdasarkan dua kategori yaitu ringan dan berat. Pembagian kategori ini dilakukan berdasarkan pembagian terhadap rentang nilai minimal sampai nilai maksimal yang kemudian dibagi dalam 2 kelompok, dimana kelompok nilai yang kecil sebagai kategori ringan dan kelompok nilai yang besar sebagai kategori berat. Pembagian untuk setiap kategori dapat dilihat pada tabel 3.


(54)

Tabel 3

Rentang Kelas Kategori Gejala Asma Responden

Kategori Rentang

Kategori gejala asma mingguan pada setiap gejala asma yang dialami responden

Ringan 0-6 Berat 7-14 Kategori jumlah total skor gejala asma mingguan yang dialami

responden

Ringan 0-34 Berat 35-40 Kategori gejala asma bulanan pada setiap gejala asma yang dialami

responden

Ringan 0-6 Berat 7-14 Kategori jumlah total skor gejala asma bulanan yang dialami responden

Ringan 0-27 Berat 28-56 Kategori gejala asma mingguan secara keseluruhan yang dialami setiap

responden

Ringan 0-4 Berat 5-10 Kategori gejala asma bulanan secara keseluruhan yang dialami setiap

responden

Ringan 0-3 Berat 4-8 Kategori setiap gejala asma mingguan dan gejala asma bulanan pada

setiap responden

Ringan 0 Berat 1-2

Gejala asma mingguan yang dialami responden pre olahraga pernapasan pada umumnya berada pada kategori berat. Diman gejala batuk, sesak, dada tertekan dan gangguan tidur berada pada kategori berat dan gejala wheeze berada pada kategori ringan. Namun, semua gejala asma mingguan post olahraga pernapasan berada pada kategori ringan. Gejala asma yang dialami responden selama seminggu pre dan post olahraga pernapasan dapat dilihat pada tabel 4.


(55)

Tabel 4

Gejala Asma Responden Selama Seminggu Pre dan Post Olahraga Pernapasan

Gejala asma bulanan yang dialami responden pre olahraga pernapasan pada umumnya berada pada kategori berat. Dimana gejala harian berada pada kategori berat dan gangguan aktivitas, gangguan tidur, kebutuhan obat penurun gejala asma berada pada kategori ringan. Namun, pada post olahraga pernapasan semua gejala asma bulanan berada pada kategori ringan. Gejala asma yang dialami responden selama sebulan pre dan post olahraga pernapasan dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5.

Gejala Asma Responden Selama Sebulan Pre dan Post Olahraga Pernapasan Gejala

Mingguan

Tingkat Gejala

Pre-Test Post-Test

Total Skor

M SD Katego ri Perse ntase (%) Total Skor

M SD Katego ri

Perse ntase

(%) Batuk 7 1.00 0.577 Berat 85.71 0 0.00 0.000 Ringan 100 Sesak 11 1.57 0.535 Berat 85.71 4 0.57 0.535 Ringan 57.14

Wheeze 5 0.71 0.951 Ringan 57.14 1 0.14 0.378 Ringan 85.71

Dada Tertekan

7 1.00 0.816 Berat 71.43 1 0.14 0.378 Ringan 85.71 Gangguan

Tidur

7 1.00 1.000 Berat 57.14 2 0.29 0.756 Ringan 85.71 Jumlah 37 5.29 2.498 Berat 71.43 8 1.14 1.464 Ringan 100

Gejala Bulanan Tingkat Gejala

Pre-Test Post-Test

Total Skor

M SD Katego ri Perse ntase (%) Total Skor

M SD Kategori Perse ntase

(%) Gejala Harian 13 1.86 0.378 Berat 100 5 1.00 0.816 Ringan 28.57

Gangguan Aktivitas

6 0.86 0.900 Ringan 42.86 0 0.00 0.000 Ringan 100 Gangguan

Tidur


(56)

Tabel 5 (Lanjutan)

5.1.3 Perbedaan Penurunan Gejala asma Pre dan Post Olahraga pernapasan

Untuk melihat perbedaan penurunan gejala asma digunakan uji paired t-test. Namun, uji paired t-test dapat digunakan apabila data hasil penelitian terdistribusi secara normal, sehingga data hasil penelitian perlu dilakukan uji normalitas.

Uji normalitas data digunakan untuk mengetahui sebaran data. Uji normalitas data pada penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Sebaran data dari hasil penelitian ini ternyata terdistribusi secara normal artinya data variabel yang diukur tersebar secara merata (Gejala asma mingguan: uji Kolmogorov-Smirnov: p=0.115; Gejala asma bulanan: uji Kolmogorov-Smirnov: p=0.200), sehingga untuk mengetahui perbedaan penurunan gejala asma pre dan post olahraga pernapasan dapat dilakukan dengan menggunakan uji statistik paired t-test.

Hasil analisa uji paired t-test menunjukkan bahwa gejala asma mingguan dan gejala asma bulanan mengalami perubahan yang signifikan dimana nilai p<0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa adanya perbedaan gejala asma pre dan post olahraga pernapasan terhadap gejala asma mingguan dan gejala asma bulanan.

Gejala Bulanan Tingkat Gejala

Pre-Test Post-Test

Total Skor

M SD Katego ri Perse ntase (%) Total Skor

M SD Kategori Perse ntase

(%) Kebutuhan

Obat Penurun Gejala Asma

6 0.86 1.069 Ringan 57.14 5 0.71 0.951 Ringan 57.14


(57)

Demikian juga pada gejala-gejala asma mingguan seperti batuk, sesak dan dada tertekan mengalami perubahan yang signifikan, dimana nilai p<0.05 yang berarti adanya pengaruh olahraga pernapasan terhadap gejala batuk, sesak dan dada tertekan. Namun, pada gejala wheeze dan gangguan tidur tidak mengalami perubahan yang significant, dimana nilai p yang diidentifikasi >0.05, yang berarti tidak adanya pengaruh olahraga pernapasan terhadap gejala wheeze dan gangguan tidur.

Pada gejala-gejala asma bulanan, gejala harian dan gangguan aktivitas mengalami perubahan yang signifikan, dimana nilai p<0.05 yang berarti adanya pengaruh olahrga pernapasan terhadap gejala harian dan gangguan aktivitas. Namun, pada gejala gangguan tidur dan kebutuhan obat penurun gejala asma tidak mengalami perubahan yang signifikan, dimana nilai p yang diperoleh >0.05, yang berarti tidak adanya pengaruh olahraga pernapasan terhadap gejala gangguan tidur dan kebutuhan obat peurun gejala asma. Pada tabel 6 dapat dilihat perbedaan penurunan gejala asma antara pre dan post olahraga pernapasan.

Tabel 6

Perbedaan Penurunan Gejala Asma Pre dan Post olahraga pernapasan

No Gejala Asma Mean

difference

SD T p value

1 Gejala Asma Mingguan 4.143 2.610 4.200 0.006

Batuk 1.000 0.577 4.583 0.004

Sesak 1.000 0.816 3.240 0.018

Wheeze 0.571 0.976 1.549 0.172

Dada Tertekan 0.857 0.900 2.521 0.045 Gangguan Tidur 0.714 0.951 1.987 0.094 2 Gejala Asma Bulanan 2.714 1.704 4.214 0.006 Gejala Harian 0.857 0.900 2.521 0.045 Gangguan Aktivitas 0.857 0.900 2.521 0.045 Gangguan Tidur 0.571 0.787 1.922 0.103 Kebtuhan Obat

Penurun Gejala Asma


(58)

5.1.4 Pengaruh Usia, IMT, Lama Terdiagnosa Asma, Jenis Kelamin, Suku dan Pekerjaan Terhadap Penurunan Gejala Asma Mingguan dan Gejala Asma Bulanan

Untuk melihat pengaruh usia, jenis kelamin, IMT (Indeks Massa Tubuh), lama terdiagnosa, suku dan pekerjaan terhadap penurunan gejala asma mingguan dan bulanan digunakan uji bivariat corelation yaitu Uji pearson, Uji spearman dan Uji phi.

Uji pearson digunakan untuk data yang terdistribusi normal yaitu terhadap uji pengaruh usia terhadap gejala asma mingguan, pengaruh IMT terhadap gejala asma mingguan, pengaruh lama terdiagnosa asma terhadap gejala asma bulanan.

Uji spearman digunakan untuk data yang tidak terdistribusi normal yaitu untu uji pengaruh usia terhadap gejala asma bulanan, pengaruh IMT terhadap gejala asma bulanan, pengaruh lama terdiagnosa asma terhadap gejala asma bulanan.

Uji phi digunakan untuk mengolah data nominal yaitu untuk uji pengaruh jenis kelamin terhadap gejala asma mingguan, pengaruh jenis kelamin terhadap gejala asma bulanan, pengaruh suku terhadap gejala asma mingguan dan pengaruh suku terhadap gejala asma bulanan, pengaruh pekerjaan terhadap gejala asma mingguan dan pengaruh pekerjaan terhadap gejala asma bulanan. Pada tabel 7 dapat dilihat pengaruh usia, jenis kelamin, IMT, lama terdiagnosa asma, suku dan pekerjaan terhadap penurunan gejala asma mingguan dan bulanan.

Berdasarkan hasil analisa uji bivariat corelation, didapat nilai p>0.05, sehingga dapat disimpulkan tidak ada pengaruh usia, IMT, lama terdiagnosa asma,


(59)

jenis kelamin, suku dan pekerjaan terhadap penurunan gejala asma mingguan dan gejala asma bulanan.

Tabel 7

Pengaruh Usia, IMT, Lama Terdiagnosa Asma, Jenis Kelamin, Suku dan Pekerjaan Terhadap Penurunan Gejala Asma Mingguan dan Gejala Asma Bulanan.

Variable Rata-rata SD Gejala Asma Mingguan

Gejala Asma Bulanan r p value R p value Usia 45.86 13.945 -0.270 0.559 -0.40 0.933 IMT 23.63 6.546 -0.522 0.230 -0.473 0.284 Lama Terdiagnosa

Asma

17.57 16.801 0.465 0.293 -0.427 0.339 Jenis Kelamin - - 0.842 0.292 0.645 0.405

Suku - - 1.384 0.339 1.225 0.312

Pekerjaan - - 1.155 0.315 0.816 0.587

5.2 Pembahasan

Dari hasil penelitian, peneliti membahas masalah penelitian mengenai bagaimana keefektivan olahraga pernapasan terhadap penurunan gejala asma pada penderita asma.

5.2.1 Karakteristik Demografi Responden

Angka kejadian asma pada orang dewasa banyak terjadi pada rentang umur dewasa akhir. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Zureik & Orehek (2002), kejadian asma pada orang dewasa paling banyak dialami pada rentang umur 51-65 tahun yaitu pada rentang umur dewasa akhir dan memasuki lanjut usia. Sama halnya dengan penelitian ini, dimana penderita asma dewasa banyak ditemukan pada rentang usia 54-60 tahun (42.8%, n=3) yaitu pada rentang usia dewasa akhir dan memiliki nilai M=45.86, SD=13.945. Tidak diketahui penyebabnya secara pasti, namun diduga penyakit asma ini pada umumnya sudah dibawa dari sejak muda (About.com, 2004).


(60)

Menurut GINA (2005) kejadian asma pada orang dewasa berdasarkan jenis kelamin lebih banyak ditemukan pada perempuan. Namun pada penelitian ini kejadian asma lebih banyak ditemukan pada laki-laki (57%, n=4). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Zureik & Orehek (2002), kejadian asma pada orang dewasa lebih banyak ditemukan pada laki-laki, akan tetapi hal ini belum bisa di jelaskan dengan pasti.

Adapun tinggi badan responden pada penelitian ini berada pada rentang 146-165 cm dengan berat badan 40-85 kg. Tinggi badan responden memiliki nilai M=157.71, sedangkan berat badan responden memiliki nilai M=59. Bila diukur berdasarkan perhitungan IMT (Indeks Massa Tubuh) maka hampir 50 persen responden memiliki kelebihan berat badan. Hal ini menunjukkan bahwa ada kaitannya antara kelebihan berat badan dengan asma. Pendapat mengenai hal ini juga diutarakan oleh GINA (2008) bahwa kelebihan berat badan (obesitas) merupakan salah satu faktor resiko pencetus asma.

Berdasarkan lamanya terdiagnosa asma, pada penelitian ini ditemukan bahwa lebih dari setengah responden terdiagnosa asma selama 1-13 tahun (57%, n=4). Hal ini belum bisa dijelaskan secara pasti hubungannya dengan gejala asma yang dialami penderita asma.

Pada Penelitian ini ditemukan bahwa, penderita asma didominasi oleh suku jawa (42.8%, n=3). Hal ini sesuai dengan pernyataan GINA (2008) yang menyatakan bahwa asma merupakan penyakit keturunan yang terkait dengan genetik, sehingga bisa diturunkan melalui hubungan darah dan bisa dialami oleh sekelompok suku tertentu yang saling memiliki keterkaitan hubungan genetik.


(61)

5.2.2 Gejala Asma Responden Pre dan Post Olahraga Pernapasan

Gejala asma mingguan dan gejala asma bulanan antara pre-post olahraga pernapasan pada umumnya mengalami penurunan. Pada gejala asma mingguan, gejala batuk, sesak, dada tertekan, gangguan tidur turun dari kategori berat menjadi kategori ringan, gejala wheezee turun dari total skor 5 (ringan) ke 1 (ringan). Pada gejala asma bulanan gejala harian turun dari kategori berat ke kategori ringan, gejala gangguan aktivitas turun dari total skor 6 (ringan) menjadi 0 (ringan), gangguan tidur turun dari total skor 6 (ringan) menjadi 2 (ringan) dan kebutuhan aktivitas turun dari total skor 6 (ringan) menadi 5 (ringan).

Dari uraian diatas dapat dilihat perkembangan penurunan gejala asma pada penderita asma setelah dilakukan olahraga pernapasan. Gejala asma dapat dikurangi dengan melakukan olahraga pernapasan. Olahraga merupakan hal yang penting untuk membuat badan segar bugar dan sehat (The Asthma Foundation of Victoria, 2002). Olahraga dapat meningkatkan kesejahteraan fisik maupun psikologis secara umum (Vitahealth, 2006). Menurut penelitian yang dilakukan Setyawan (2006), bahwa semakin sering melakukan olahraga seperti senam asma maka frekuensi serangan asma akan semakin jarang terjadi.

Menurut Hoedijono (2005) dalam Siswantoyo 2007; Olahraga pernapasan bermanfaat untuk mengurangi gejala asma secara causative yaitu dengan memperbaiki sistem imunitas yang bekerja tidak seimbang dalam tubuh sebagai penyebab utama munculnya reaksi hipersensitivitas. Olaharaga pernapasan dapat meningkatkan IgG secara bertahap selama latihan teratur (Siswantoyo,2007), sehingga dapat mengurangi reaksi hipersensitivitas yang mencetuskan reaksi inflamasi dalam bronkus dan menyebabkan menyempitnya bronkus dan


(62)

mengahasilkan sekret (Tizard, 1988; Sherwood, 2008), sehingga menghasilkan reflek batuk bagi penderitanya. Hal ini dapat mengurangi tertutupnya ventilasi paru dan secara perlahan dapat mengurangi pemaksaan ekspirasi dan pada akhirnya dapat mengurangi suara wheeze dan perasaan dada tertekan (Bass, 2009).

Munculnya gejala wheeze juga dipengaruhi oleh kondisi psikologis (cemas) dari penderita asma ketika gejala asma muncul, sehingga pengurangannya pun dapat berjalan perlahan, sejalan dengan pengurangan reaksi hipersensitivitas dan pengurangan kondisi cemas tersebut (Bass, 2009).

Pada malam hari reaksi hipersensitivitas lebih mudah muncul karena kelembaban udara yamg meningkat memicu munculnya gejala asma dan menyebabkan gangguan tidur pada penderita asma (WebMD.com, 2009). Gangguan tidur juga dapat berkurang secara bertahap selama mengikuti olahraga pernapasan secara teratur sejalan dengan berkurangnya reaksi hipersensitivitas (Siswantoyo, 2007), namun pengurangan gangguan tidur berjalan sangat perlahan karena reaksi hipersensitivitas dapat selalu dipicu oleh kelembaban udara yang meningkat di setiap malam harinya (WebMD.com, 2009).

Olahraga pernapasan juga memfokuskan rangsangan gerakan terhadap otot pernapasan, dimana nantinya diharapkan otot pernapasan dapat beradaptasi terhadap rangsangan gerakan tersebut, sehingga terjadi peningkatan kemampuan kerja otot pernapasan (Balai Kesehatan Olahraga Masyarakat Makassar, 2008).

Olahraga pernapasan melatih cara bernapas yang efektif dan efisien dengan mengandalkan otot diafragma sebagai otot pernapasan utama (Fadhil, 2009). Hoeman (1996) dalam Rosina (2008); Latihan ini dapat meningkatkan pernapasan dan ventilasi paru.


(63)

Olahraga pernapasan juga melatih kemampuan menahan napas dengan menggunakan pernapasan diafragma, cara ini dapat mengoptimalkan penggunaan paru, dengan cara demikian oksigen yang dihirup dapat dioptimalkan pemakaiannya oleh sel darah sehingga tubuh secara bertahap dengan olahraga pernapasan teratur meningkatkan produksi sel darah merah, sehingga oksigen yang dihirup dapat benar-banar dioptimalkan pemakaiannya (Fadhil, 2009).

Pernapasan melalui penggunaan pergerakan diafragma lebih baik dari pada menggunakan otot pernapasan yang lainnya seperti otot asesoris pernapasan. Dengan demikian dapat mengurangi beban kerja saat bernapas, sehingga perasaan sesak dapat berkurang (Hoeman (1996) dalam Rosina (2008)).

Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan Faisal (2008) dalam Republika Newsroom (2008), Olaharaga pernapasan dapat memperkuat otot pernapasan sehingga dapat meningkatkan kemampuan bernapas penderita asma dan memudahkan penderita asma mengontrol munculnya gejala asma.

Gejala asma harian merupakan gejala asma mingguan yang diukur dalam rentang satu bulan. Sama halnya dengan gejala asma minggua n, dimana gejala asma harian mengalami penurunan sejalan dengan berkurangnya reaksi hipersensitivitas pernapasan.

Gangguan aktivitas terjadi akibat masih seringnya terjadi reaksi hipersensitivitas, sehingga gejala yang ditimbulkan oleh reaksi ini mengganggu aktivitas sehari-hari penderita asma dan kadang dapat menghentikan aktivitas penderita asma karena gejala yang ditimbulkan dapat menurunkan kemampuan tubuh dalam beraktivitas sehari-hari (Yunus, 2009 dalam Okezone.com, 2009). Sama halnya dengan gejala lain, gangguan aktivitas juga dapat berkurang sejalan


(64)

berkurangnya reaksi hipersensitivitas dan gejala-gejala asma lain dalam keseharian (Siswantoyo, 2007).

Demikian juga dengan kebutuhan obat penurun gejala asma dapat meningkat ketika gejala reaksi hipersensitivitas meningkat. Sebaliknya ketika gejala reaksi hipersensitivitas menurun, maka kebutuhan obat penurun gejela asma juga akan berkurang (GINA, 2008).

5.2.3 Perbedaan Gejala Asma Pre dan Post Olahraga Pernapasan

Dari hasil penelitian diperoleh nilai p gejala asma mingguan dan gejala asma bulanan <0.05 artinya terdapat perbedaan yang signifikan pada gejala asma mingguan antara pre-post olahraga pernapasan.

Pada gejala asma mingguan, gejala batuk, sesak dan dada tertekan mempunyai nilai signifikansi <0.05, sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan yang significant pada gejala batuk, sesak dan dada tertekan antara pre-post olahraga pernapasan. Sedangkan pada gejala wheeze dan gangguan tidur diidentifkasi nilai signifikansi >0.05, sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan yang significant pada gejala wheeze dan gangguan tidur antara pre-post olahraga pernapasan.

Pada gejala asma bulanan, gejala harian dan gangguan aktivitas mempunyai nilai signifikansi <0.05, sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan pada gejala harian dan gangguan aktivitas antara pre-post olahraga pernapasan. Sedangkan gejala gangguan tidur dan kebutuhan obat penurun gejala asma mempunyai nilai signifikansi >0.05, sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan yang significant pada gejala gangguan tidur dan kebutuhan obat penurun gejala asma antara pre-post olahraga pernapasan.


(66)

Hoeman (1996) dalam Rosina (2008); Latihan ini akan meningkatkan pernapasan dan ventilasi paru. Pernapasan melalui penggunaan pergerakan diafragma lebih baik dari pada menggunakan otot pernapasan lainnya seperti otot asesoris pernapasan. Dengan demikian dapat mengurangi beban kerja saat bernapas, sehingga perasaan sesak dapat berkurang secara bertahap (Hoeman, 1996 dalam Rosina, 2008).

Dengan berkurangnya reaksi hipersensitivitas dapat mengurangi reaksi inflamsi yang ditimbulkan, sehingga reaksi bronkokonstriksi dan pengeluaran sekret ke saluran bronkus dapat berkurang (Tizard, 1988; Sherwood, 2008). Hal ini dapat mengurangi tertutupnya ventilasi paru dan secara perlahan dapat mengurangi pemaksaan ekspirasi dan pada akhirnya dapat mengurangi suara wheeze dan perasaan dada tertekan (Bass, 2009).

Namun hasil yang diperoleh pada penelitian adalah olahraga pernapasan tidak mempengaruhi perbedaan gejala wheeze antara pre-post olahraga pernapasan secara significant. Tapi bukan berarti olahraga pernapasan dalam penelitian tidak mengurangi gejala wheeze pada penderita asma. Seperti terlihat dipemaparan gejala asma, gejala wheeze mengalami pengurangan selama satu bulan latihan olahraga pernapasan secara teratur.

Gangguan tidur terjadi karena masih sering munculnya reaksi hipersensitivitas pada saat malam hari karena dipicu oleh kelembaban udara yang meningkat (WebMD.com, 2009). Gangguan tidur juga berkurang secara bertahap selama mengikuti olaharaga pernapasan secara teratur sejalan dengan berkurangnya reaksi hipersensitivitas yang muncul akibat kelembaban udara yang meningkat (Siswantoyo, 2007).


(1)

Gerakan Jurus 5 Maju

Gerakan Jurus 5 Putar


(2)

Gerakan Jurus 7 Maju

Gerakan Jurus 7 Putar


(3)

Gerakan Jurus 9 Maju

Gerakan Jurus 10 Maju

Gerakan Duduk Pernapasan Akhir


(4)

Gerakan Peregangan 2

Keterangan :


(5)

Lampiran 11 - 12


(6)

CURRICULUM VITAE

Nama : Mardhiah

Tempat/Tanggal Lahir : Keude Lapang, 21 November 1987 Alamat : Jl. Persipura No.1 Dusun Jeumpa Puteh

Kecamatan Gandapura Kabupaten Aceh Jeumpa Riwayat Pendidikan :

1. 1992-1994 : TK. MALAHAYATI GANDAPURA 2. 1994-2000 : MIN Gandapura

3. 2000-2003 : MTsN Model Gandapura 4. 2003-2005 : SMU Negeri 1 Bireuen 5. 2005-Sekarang : Fakultas Keperawatan USU