xvi
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kandungan Gizi Sari Jeruk Siam
Jeruk Siam mengandung sari buah sekitar 30-40  dari keseluruhan buah, biji 2 , dan pulp 45-55  .  Sari  jeruk  Siam  mengandung  asam  askorbat  sekitar  20-60  mg  per  100  ml.  Sedangkan
vitamin-vitamin  lainnya  adalah  vitamin  A,  tiamin,  niasin,  riboflavin,  asam  pentotenat,  biotin,  asam folat,  inositol dan tokoferol. Besarnya  kandungan  vitamin tersebut adalah  vitamin A  sekitar 250-420
IU,  tiamin  70- 1β0 µg, niasin β00-ββ0 µg, riboflavin γ0 µg, asam folat 1.β µg dan inositol 1γ5 mg
setiap  100  ml  Ting  dan  Attaway,  1971.  Selain  itu  jeruk  Siam  juga  mengandung  vitamin  C  yang cukup baik. Vitamin C merupakan vitamin yang tergolong larut dalam air. Vitamin ini dapat terbentuk
sebagai  asam  L-askorbat  dan  asam  L-dehidroaskorbat;  keduanya  mempunyai  keaktifan  sebagai vitamin  C.  Asam  askorbat  sangat  mudah  teroksidasi  secara  reversibel  menjadi  asam  L-
dehidroaskorbat. Asam  L-dehidroaskorbat secara  kimia sangat labil dan dapat  mengalami  perubahan lebih lanjut menjadi asam  L-diketogulonat  yang tidak  memiliki keaktifan  vitamin C lagi.  Vitamin  C
mudah rusak oleh oksidasi, panas dan alkali Winarno, 1997. Asam askorbat  merupakan nutrisi utama dalam buah jeruk,  yang diukur sebagai  vitamin C.
Dengan  demikian  keberadaan  asam  askorbat  ini  mempengaruhi  potensi  antioksidan  dalam  produk jeruk.  Kandungan    asam  askorbat  pada  berbagai  jenis  sari  jeruk  yang  diproduksi  di  industri  yaitu,
antara  300  –  450  mgl  Jongen,  2002.    Menurut  Pracaya  1999,  sari  jeruk  mengandung  40-70  mg vitamin C  per  100  ml,  bergantung  pada jenis jeruk. Semakin tua umur buah jeruk  maka kandungan
vitamin C semakin  berkurang. Menurut Nelson 1980, keasaman sari jeruk ditentukan oleh nilai pH dan konsentrasi dari asam sitrat serta malat.
2.2. Limonin dan Naringin
2.2.1 Limonin
Berdasarkan  hasil  penelitian  Setyadjit  2006  terhadap  beberapa  varietas  jeruk  di Indonesia, konsentrasi limonin tertinggi terdapat pada sari jeruk nipis 16,β5 µg ml
-1
, sari jeruk Siam menempati tempat kedua dengan kandungan limonin sebesar 1γ,70 µg ml
-1
, kemudian sari jeruk Medan 4,γ0 µg ml
-1
, sari jeruk Argentina γ,1γ µg ml
-1
, sedangkan sari jeruk Sunkist tidak mengandung  limonin.  Kadar  limonin  pada  masing-masing  jeruk  berbeda.  Menurut  Maier  dan
Garut  1970  jika  kadar  limonin  diatas  7  ppm  akan  berpengaruh  nyata  terhadap  rasa  pahit. Komponen pahit dengan konsentrasi tinggi terdapat pada buah yang mentah. Tingkat kepahitan
umumnya dapat diatasi dengan memanen buah pada kondisi masak optimum. Pada jeruk manis sweet  orange  dan  Citrus  sinensis  Osbeck,  kepahitan  merupakan  penyimpangan  flavor  karena
jeruk ini  memiliki  karakter  manis. Berbeda dengan jenis  grapefruit, Citrus paradise, kepahitan merupakan karakter utama flavornya Rouseff, 1990.
Limonin  merupakan  senyawa  turunan  triterpene  yang  bersifat  larut  dalam  air  dan  eter, alkohol,  serta  asam  asetat  glasial.  Senyawa  limonin  merupakan  senyawa  dilakton,  sehingga
memiliki  dua  kemungkinan  bentuk  monolakton,  yaitu  A-ring  monolakton  dan  D-ring monolakton.  Secara  alami,  senyawa  limonin  yang  terdapat  dalam  buah  jeruk  adalah  A-ring
xvii
monolakton.  Rumus  kimia  limonin  adalah  C
26
H
30
O
8
dengan  bobot  molekul  470.50  Da,  terdiri dari 66.37 karbon, 6.34 hidrogen, dan 27.21 oksigen. Limonin mempunyai rotasi spesifik
α
D
-128º  dengan  c  =  1.21  dalam  aseton.  Absorbsi  maksimum  limonin  terjadi  pada  panjang gelombang 207 nm dengan a
bsorbsivitas molar ε 7000 dan pada β85 nm dengan absorbsivitas molar ε  γ8. Titik lebur limonin β98ºC Maier, 1969.
Gambar 1. Struktur limonin Al-Anshori, et al., 2006
Menurut  Mozaffar  et  al.  2000,  limonoat  A-ring  lakton  yang  terdapat  pada  bagian membran  sel  dari  vesicle  jeruk  dan  tidak  memiliki  rasa  pahit,  ketika  diekstraksi  dan  terjadi
kontak  dengan  sari  jeruk  yang  bersifat  asam,  senyawa  ini  terlaktonisasi  menjadi  limonoat dilakton yang  memiliki rasa pahit. Perubahan limonin dari monolakton menjadi dilakton terjadi
pada  suasana  pH  5,4  –  6,2  dan  suhu  15-45ºC.  Proses  ini  dipengaruhi  oleh  aktivitas  enzim limonoid D-ring lakton hidrolase. Selama proses pasteurisasi dan evaporasi, adanya penambahan
panas  akan  mempercepat  reaksi  tersebut.  Selain  itu,  peningkatan  rasa  pahit  juga  dapat dipengaruhi  oleh  waktu  penyimpanan.  Limonoid  pada  suhu  kamar  25-30ºC  mempunyai
prekursor, yakni pembangkit timbulnya limonin. Jika jus jeruk disimpan dalam waktu lebih dari tiga  jam  maka  prekursor  semakin  aktif.  Pemanasan  pada  waktu  pemerasan  jeruk  maupun
sesudahnya  dapat  meningkatkan  pelarutan  senyawa  flavonoid  dari  kulit  ari  jeruk.  Mekanisme pembentukan limonin dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Pembentukan Limonin Hasegawa et al. 1975
Menurut  Hasegawa  dan  Maier  dalam  Rousseff  1990,  dari  37  jenis  senyawa  limonoid aglikon  yang  berhasil  diisolasi,  empat  diantaranya  menyebabkan  rasa  pahit  pada  jeruk,  yaitu
limonin,  nomilin,  ichangin  dan  nomilinat.  Hal  ini  diduga  senyawa  limonoid  yang  mula-mula
Limonoate A- ring lactone
Acidic PH Limonoid D-ring
lactone hydrolase Limonin
3
xviii
terbentuk  adalah  deasetilnomilin,  selanjutnya  nomilin,  obacunone  lalu  limonin.  Limonoate  A- ring  lakton  merupakan  garam  dari  asam  limonoat  A-ring  lakton  yang  terdapat  dalam  jaringan
buah jeruk, sedangkan dalam biji jeruk terdapat dalam bentuk limonoat dilakton atau limonin. Limonin memiliki kelarutan yang terbatas dalam air, yaitu  40 mgl, Rasa pahit dengan
konsentrasi  tinggi  terdapat  pada  bagian  jeruk  yang  tidak  dapat  dimakan,  seperti  biji  dan  kulit. Konsentrasi limonin  pada sari  jeruk  yaitu kurang dari 20 mgl, namun pada  konsentrasi  6  mgl
dapat  menimbulkan  rasa  pahit  dan  menyebabkan  sari  jeruk  tidak  diterima  konsumen. Sebaliknya,  limonoid  glukosida  larut  air,  tidak  berasa  dan  ditemukan  dalam  sari  jeruk  dengan
konsentrasi sebesar 720 mgl Breksa dan Dagull, 2008. Pengujian  kandungan  limonin  dapat  menggunakan  analisis  spektrofotometer  yang
dikembangkan  oleh  Vaks  dan  Lifshiftz  1981,  Noomnorm  dan  Kasemsuksekul  1992  serta metode  Abbasi  et  al.  2005  yang  telah  dimodifikasi  oleh  Setyadjit  2005.  Metode  ini
menggunakan  kloroform untuk  menghilangkan senyawa  polar pada  bahan  yang dianalisis  serta menggunakan  pereaksi  Burham  yang  terdiri  dari  asam  asetat  glasial,  asam  perklorat  dan  4-
dimetilamino  benzaldehid  yang  bereaksi  dengan  limonin  menghasilkan  warna  kuning-orange sampai merah, kemudian diamati nilai absorbansinya pada panjang gelombang 503 nm. Masing-
masing senyawa limonoid dibedakan dari komponen yang terikat pada cincin A dan D, sehingga diduga  reagen  Burham  bereaksi  secara  spesifik  dengan  cincin  A  dan  D  dari  limonin  yang
merupakan senyawa lakton. Semakin tinggi kandungan limonin, warna yang dihasilkan semakin mendekati warna merah dan nilai absorbansi semakin tinggi. Pada  panjang gelombang 470-500
nm, warna  yang diserap adalah  biru-hijau  dan warna  yang tampak  adalah  merah. Hasil analisis ini  dihitung  dengan  persamaan  pada  kurva  standar  yang  sudah  dibuat  pada  penelitian
sebelumnya oleh Aghistni 2008.
2.2.2 Naringin