Latar Belakang Karakteristik Material Komposit Keratin Hasil Ekstraksi Limbah Bulu Ayam Dan Matriks Polietilena Kerapatan Rendah

BAB I PENDAHULUAN

1.6. Latar Belakang

Penggunaan plastik semakin populer di kalangan masyarakat Indonesia karena memiliki banyak kegunaan dan praktis. Namun seiring dengan meningkatnya komsumsi plastik, jumlah sampah plastik juga akan meningkat. Plastik merupakan sampah yang berbahaya dan sulit dikelola. Penimbunan sampah plastik dalam tanah akan merusak tanah, karena sukar diuraikan oleh mikroorganisme. Pembakaran sampah plastik akan melepaskan zat-zat kimia ke dalam udara, dan memiliki sifat karsinogenik, karsinogenik adalah salah satu zat yang dikenal memiliki sifat pemicu penyakit kanker, Andari2013. Sampah plastik yang terbuang di badan air akan menyumbat aliran, sedangkan penyebaran sampak plastik di sungai dan laut akan mengganggu kehidupan biota sungai dan laut. Karena bukan berasal dari senyawa biologis, plastik memiliki sifat sulit terdegradasi. Plastik terbuat dari penyulingan gas dan minyak. Minyak, gas dan batu bara mentah adalah sumber daya alam yang tak dapat diperbarui. Semakin banyak penggunaan palstik berarti semakin cepat menghabiskan sumber daya alam tersebut. Untuk mengatasi permasalahan dampak akibat meningkatnya permintaan konsumsi plastik banyak penelitian yang sudah dilakukan. Plastik terdegradasi yang dibuat dari pencampuran polietilen LDPE dengan tepung ubi, Susilawati dkk2011. Penambahan tepung tapioka dengan polietilen LDPE dan glyserol, Ishak dan Ida2007. Komposit serat kulit waru bermatriks pati ubi kayu dengan penambahan glyserol, Rianto Ari dkk2011. Material biokomposit dari tepung Universitas Sumatera Utara tapioka dan serat pisang abaka dengan mencampurkan gliserol sebagai variabel terikat sebesar 20 , Fatikh, 2012. Pengembangan plastik kemasan produk pangan dengan membuat material komposit LDPE dan khitosan sebagai pengisi Sudirman, 2010 Namun penggunaan bahan pangan sebagai bahan pembuatan plastik terdegradasi akan mengganggu keseimbangan pangan. Di samping permasalahan sampah plastik, limbah bulu ayam juga memerlukan penanganan yang serius. Berdasarkan data Direktorat Jendral Pertenakan Indonesia populasi ternak ayam ras pedaging di Indonesia pada tahun 2006 sebanyak 798 juta ekor, pada tahun 2007 sebanyak 892 juta ekor, jumlah tersebut terus meningkat setiap tahunnya hingga pada tahun 2011 sudah mencapai 1 miliyar ekor. Semakin meningkatnya populasi ayam ras pedaging tersebut akan semakin meningkat pula limbah bulu ayam. Penanganan limbah bulu ayam di Indonesia sebagian kecil dimanfaatkan sebagai bahan komposit, dan sebagian besar dimanfaatkan sebagai pakan ternak, atau terbuang karena tidak lolos seleksi. Adiati dan Puastuti2004 Melaporkan bahwa bulu ayam merupakan limbah yang memiliki kandungan protein yang sangat tinggi. Bulu ayam mempunyai kandungan protein kasar sebesar 80-91 dari bahan kering, melebihi kandungan protein kasar bungkil kedelai42,5, dan tepung ikan 66,2. Protein keratin merupakan polimer alam yang dapat dimanfaatkan sebagai pengisi material biokomposit. Banyak publikasi dan usulan aplikasi yang sudah dipatenkan untuk biopolimer ini. Beberapa diantaranya ialah: Justin R. Barone2004, meneliti HDPE yang diperkuat oleh serat bulu keratin komersial, suhu campuran yang paling baik adalah 205 o C pada 75 rpm. Muhammad Ridlwan dan Ade Irwan2011, meneliti Resin poliester sebagai matriks pada komposit bulu ayam, Komposit bulu ayam memiliki sifat mekanik yang cukup baik terutama rasio antara kekuatan tarik dengan berat jenisnya. Dari latar belakang tersebut diatas, peneliti ingin meneliti karakteristik komposit polietilen densitas rendah LDPE sebagai matriks dan protein keratin yang diekstrak dari bulu ayam sebagai pengisi, dengan PE-g-MA sebagai compatibilizer . Sehingga diharapkan komposit polimer ini dapat menjadi bahan Universitas Sumatera Utara alternatif untuk menghadapi aplikasi pengelolaan sampah dalam UU No.18 Tahun 2008, dan dapat diaplikasikan dalam plastik kemasan yang ramah lingkungan.

1.7. Rumusan Masalah