Tempat Penelitian Alat Dan Bahan 1 Alat Teknik Analisa Data Analisa Sifat Termal dengan Menggunakan Analisi Termal Deferensial

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Tempat Penelitian

Pada proses penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Polimer, Laboratorium Penelitian Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Medan. 3.2. Alat Dan Bahan 3.2.1 Alat 1. Hot plate stirrer berfungsi untuk alat pemanas sekaligus mengaduk campuran 2. Hot Press berfungsi sebagai alat tekan panas sampel uji. 3. Gelas Beaker. 4. Sentrifuga 5. Lumpang 6. Ayakan 7. Drying oven sebagai alat pengering sampel. 8. Neraca Analitik berfungsi untuk menimbang massa bahan 9. Seperangkat alat uji tarik 10. Seperangkat alat FT-IR 3.2.3 Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : 1. Bulu Ayam Universitas Sumatera Utara 2. 0,5 M 3. HCl 2N 4. Ethanol 5. Aquadest 6. LDPE 7. Benzoyl peroxide BPO 8. Maleic anhydride MA

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1. Pembuatan Keratin dari limbah bulu ayam

Langkah-langkah pembuatan keratin sebagai berikut:

3.5.3.1. Persiapan bulu ayam

Bulu ayam yang dikumpulkan dari tempat pemotongan ayam dibersihkan dengan air panas, dan diterjen, kemudian dikeringkan. Kemudian dicuci kembali dengan etanol EtOH. Tujuan utama adalah untuk membersihkan bulu dari noda, minyak dan lemak sebelum memprosesnya. Bulu tersebut kemudian dicuci dan dikeringkan di bawah sinar matahari. Setelah kering kemudian dipotong kecil- kecil dan disimpan dengan hati-hati dalam kantong plastik tertutup.

3.5.3.2. Ekstraksi bulu ayam

Bahan kimia digunakan untuk memperoleh keratin, Wrześniewska dan Adamiec2007, adapun prosedur esktraksi keratin dari bulu ayam adalah sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara 1. Bulu ayam, dilarutkan dalam natrium sulfida Sodium Sulfida dan Secara kontiniu diaduk dengan stirrer selama 4-6 jam dengan suhu 30 o C. 2. Setelah 4-6 jam, larutan disaring untuk menghilangkan semua partikel bulu dan disentrifugasi untuk memisahkan sampah yang tidak terlarut pada larutan keratin. 3. Larutan keratin kemudian disaring menggunakan kertas sebagai tindakan pencegahan sehingga tidak ada partikel padat hadir dalam larutan 4. Selanjutnya, ditambahkan HCl 2N pada larutan keratin untuk memperoleh endapan keratin. Setelah tidak ada lagi perubahan warna, penambahan HCl dihentikan. 5. Endapan keratin yang diperoleh kemudian dicuci dengan aquadest. Dan disentrifugasi. 6. Diletakkan keratin pada kertas saring untuk memisahkan air dengan keratin, keratin dikeringkan. 3.5.4. Pembuatan Coupling Agent PE-g-MA LDPE ditimbang sebanyak 20 gram, benzoil peroksida sebanyak 0,2 gram, Maleic anhydride 2 gram. LDPE dilarutkan dalam xylen kemudian dimasukkan benzoil peroksida dan maleat anhidrida. Refluks dilakukan selama 90 menit dengan temperature 90 o C. dilakukan pengendapan dengan penambahan methanol 1 sebanyak satu liter. Endapan dikeringkan. 3.5.5. Pembuatan Komposit Keratin dengan LDPE Dipersiapkan peralatan refluks, campuran LDPE, PE-g-MA, dan keratin ditimbang sesuai komposisi pada tabel 3.1 dan dimasukkan dalam labu kepala tiga, ditambahkan xylem 100ml. direfluks selama 1 jam. Polyblend dikeringkan dengan suhu kamar. Polyblend diletakkan di antara lempengan plat baja di Universitas Sumatera Utara dalam bingkai yang terbuat dari besi dengan ukuran, dimana plat baja telah dilapisi dengan aluminium foil. Langkah selanjutnya adalah proses pengempresan panas dengan menggunakan mesin Hot Press. Langkah selanjutnya adalah pengujian spesimen. Tabel.3.1. Komposisi Bahan No. Sampel Komposisi Keratin LDPE gram PE-g-MA gram A 50 B 10 49,5 0,5 C 20 49,5 0,5 D 30 49,5 0,5 E 40 49,5 0,5

3.6. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data dalam penelitian ini adalah : a. Dengan memvariasikan keratin terhadap matriks LDPE. Pertama pengujian mekanik, kemudian sampel dengan komposisi optimum dilakukan pengujian FT-IR, dan DTA b. Data hasil pengujian akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik, kemudian dianalisa Universitas Sumatera Utara

3.7. Diagram Alir Flow Chart Penelitian

3.7.1. Pembuatan Keratin Gambar 3.1. Diagram alir pembuatan keratin  Di cuci  Dikeringkan dibawah sinar matahari  Dipotong-potong  Dilarutkan dalam natrium sulfida 0,5M 4-6 jam, 30 o C  Difilter Bulu ayam Bulu ayam kering  disentrifugasi Filtrat residu Supernatan Endapansisa bulu tak larut Endapan  Ditambahkan HCl 2N  Dicuci dengan aquadest  Dikeringkan  Dihaluskan  Di ayak dengan saringan 150 mesh Keratin Universitas Sumatera Utara 3.7.2. Pembuatan Coupling Agent PE-g-MA Gambar 3.2. Diagram alir pembuatan coupling agent PE-g-MA  Dikeringkan Larutan LDPE LDPE  Ditambahkan Xylen  Ditambahkan MA 2 gram dan BPO 0,2 gram  Direfluks selama 90 menit dengan temperature 90 o C  Dituangkan kedalam methanol sebanyak 1 liter PE-g-MA Endapan PE-g-MA Universitas Sumatera Utara

3.3.1. Pembuatan Komposit Keratin dan LDPE

Gambar 3.3. Diagram alir pembuatan komposit keratin dan LDPE  Uji Tarik  Uji lentur  Uji Biodegrabilitas   Dicetak tekan dengan menggunakan Hot Press Poliblend Sample Hasil Kondisi Optimum LDPE PE-g-MA Xylen Keratin  Direfluks selama 1 jam dengan temperatur 130 o C Sifat Termal Uji DTA FTIR Analisis Hasil Uji Hasil Akhir Kesimpulan Selesai SEM Universitas Sumatera Utara BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sifat Mekanik Biokomposit LDPE Terisi Keratin

4.1.1 Kekuatan Tarik dan Kemuluran

Data hasil pengujian yang didapatkan dari uji tarik ialah beban maksimum Kgf dan stroke mm. Hasil perhitungan rata-rata kekuatan tarik dan kemuluran ditampilkan dalam Tabel 4.1 berikut ini. Tabel 4.1. Data Hasil Kekuatan Tarik dan Kemuluran No Sampel Kekuatan Tarik MPa Kemuluran 1 A 9,635 96,9 2 B 9,846 32,5 3 C 10,116 36,9 4 D 8,049 17,7 5 E 7,264 14,3 Dari hasil perhitungan kekuatan tarik dengan variasi matriks dan bahan pengisi menunjukkan bahwa penambahan PE-g-MA 1 dari LDPE dan keratin memberikan kekuatan tarik lebih tinggi dari LDPE ditunjukkan pada Gambar. 4.1. Kekuatan tarik optimum dicapai pada penambahan keratin 20 dari matriks LDPE, yaitu sebesar 10,116 MPa. Penambahan keratin sebesar 30 menunjukkan penurunan kekuatan tarik menjadi 8,049 MPa, hal ini disebabkan Universitas Sumatera Utara penambahan pengisi sudah melewati titik jenuh yang mengakibatkan sifat adhesi bahan matriks polietilena akan semakin rendah. Gambar 4.1 Grafik Nilai Kuat Tarik Biokomposit Keratin dengan LDPE Grafik 4.2 menunjukkan kuat tarik dan kemuluran dari komposit yang terbuat dari resin polietilena kerapatan rendah LDPE dan pengisi keratin. Kuat tarik terlihat meningkat seiring pertambahan pengisi keratin hingga 20, sedangkan Kemuluran menurun seiring dengan pertambahan pengisi keratin. Baron dan Schmidt2004 juga melaporkan bahwa komposit LDPE yang terisi serat bulu hingga 20 memiliki indikasi peningkatan modulus dan kekuatan tegangan seiring pengisi serat yang meningkat. Sementara polietilen kerapatan rendah LDPE terisi tepung ubi kayu, didapatkan hasil bahwa semakin besar konsentrasi pati ubi kayu yang ditambahkan maka kekuatan tarik dan kemuluran semakin menurun, Susilawati dkk 2011.

4.1.2 Kuat Lentur

Data hasil pengujian yang didapatkan dari kuat lentur dihitung sesuai dengan persamaan 2.8. Hasil perhitungan rata-rata kuat lentur ditampilkan dalam Universitas Sumatera Utara Tabel 4.2. Kemudian dari data tabel 4.2 diperoleh grafik nilai kuat lentur biokomposit keratin dengan LDPE yang ditunjukkan pada Gambar 4.3. Tabel. 4.2 Nilai kuat lentur No Sampel Kuat lentur MPa 1 A 5,05 2 B 4,893 3 C 4,030 4 D 5,658 5 E 6,256 Dari hasil pengujian diketahui nilai kuat lentur tertinggi pada sampel E dengan penambahan PE-g-MA 1 dan keratin 40, yaitu sebesar 6,256 MPa. Dan nilai terendah pada sampel C dengan penambahan PE-g-MA 1 dan keratin 20, yaitu sebesar 4,030MPa. Berdasarkan data dalam tabel 4.2 di atas, dapat digambarkan grafik hubungan kekuatan lentur dan variasi komposisi Keratin seperti dalam gambar 4.3 berikut ini. Gambar 4.3 Grafik Nilai Kuat Lentur Biokomposit Keratin dengan LDPE Universitas Sumatera Utara Gambar 4.3 memperlihatkan pola grafik yang menurun pada penambahan keratin 20 yaitu sebesar 4,030 MPa. Kemudian mengalami kenaikan pada penambahan keratin sebesar 30 menjadi 5.658 MPa. Dengan semakin meningkatnya jumlah partikel keratin sampai batas dimana matriks masih mampu mengikat partikel maka deformasi yang terjadi akan semakin berkurang karena gaya-gaya yang berusaha untuk melengkungkan matriks polietilen, juga akan ditahan oleh partikel keratin sebagai penguat. Pada penambahan keratin 10 dan 20 terjadi ikatan yang kuat antara matriks polietilen dengan partikel keratin yang mengakibatkan penurunan kekuatan matriks polietilen untuk menahan beban yang diberikan. Gambar 4.4. Grafik Nilai Kuat Tarik dan Kuat lentur Resin LDPE Terisi Keratin Dari grafik 4.4 terlihat hubungan dari kuat tarik dan kuat lentur dari komposit polietilen terisi keratin yang memperlihatkan bahwa kuat tarik dari material komposit yang dihasilkan ialah berbanding terbalik dengan kuat lentur.

4.2. Analisa Sifat Termal dengan Menggunakan Analisi Termal Deferensial

Analisis termal bertujuan untuk pengukuran sifat-sifat suatu materi sebagai fungsi terhadap temperatur. Teknik analisa termal digunakan untuk mendeteksi perubahan fisika penguapan dan perubahan kimia dekomposisi suatu bahan 5.05 4.893 4.03 5.658 6.256 9.635 9.846 10.116 8.049 7.264 2 4 6 8 10 12 M Pa 0 10 20 30 40 Kandungan Pengisi kuat lentur kuat tarik Universitas Sumatera Utara yang ditunjukkan dengan penyerapan panas endotermik untuk mencairkan bahan dan pelepasan panas eksotermik untuk menguapkan bahan. Plastik pada umumnya tidak memiliki titik leleh yang spesifik. Plastik mengalami perubahan sifat mekanik yang jelas pada rentang temperatur tertentu yang sangat sempit. Temperatur dimana terjadi transisi tersebut dikenal sebagai temperatur transisi gelas. Dibawah temperatur transisi gelas plastik yang bersifat kaku, padat seperti kaca, dan di atas temperatur tersebut plastik bersifat elastis, fleksibel, dan lunak. Perubahan ini dikarenakan sifat-sifat kristalin pada struktur rantai molekul polimer menjadi amorf. Tingginya temperatur transisi gelas tergantung pada struktur rantai molekul yang umumnya sekitar 13 hingga 23 dari titik lelehSaptono, 2008 Uji DTA dilakukan terhardap bahan LDPE, dan LDPE-keratin. Dari gambar kurva uji DTA lampiran A dapat diindentifikasi bahwa temperatur transisi glassTg, titik leleh dan temperatur dekomposisi untuk bahan LDPE dan komposit LDPE-keratin. Hasil analisis DTA bahan komposit dapat dilihat pada tabel 4.3 Dari tabel 4.3 terlihat bahwa penambahan keratin pada LDPE tidak mengalami perubahan temperatur transisi gelas LDPE. Dikarenakan matriks LDPE sebagai polimer dasar mendominasi material komposit ini. Nilai temperatur transisi gelas bervariasi bergantung pada struktur molekul spesifik dari polimer dasarnya, berat molekul, distribusi berat molekul dari polimer tersebut, aditif yang ditambahkan ke dalam formula, serta pada beberapa faktor lain Umam dkk, 2007. LDPE tanpa pengisi menunjukkan temperatur leleh 240 o C, dan sudah mulai terdekomposisi pada temperatur 330 o C. Sedangkan dengan adanya penambahan keratin temperatur leleh dan dekomposisi spesimen mengalami kenaikan. Pada penambahan keratin 10 spesimen mulai terdekomposisi pada temperatur 420 o C. Dan pada penambahan keratin 20 spesimen mulai terdekomposisi pada temperatur 440 o C, dan habis terbakar pada temperatur 450 o C. Kenaikan temperatur leleh dan temperatur dekomposisi spesimen dipengaruhi oleh temperatur leleh dan dekomposisi keratin yang lebih tinggi dari LDPE. Serbuk Universitas Sumatera Utara keratin mulai terdekomposisi pada temperatur 475 o C dan terbakar habis pada temperatur 520 o C. Tabel 4.3. Hasil Analisis Pengujian DTA Sampel Temperatur Transisi Gelas o C Tg Temperatur Leleh o C Tm Temperatur Dekomposisi o C Keratin 80 275 475-520 LDPE 100 240 330-440 LDPE-keratin10 100 - 420-440 LDPE-keratin20 100 250 440-450 LDPE-keratin30 100 250 440-450 LDPE-keratin40 100 250 440-450 Nilai temperatur transisi gelas Tg dan temperatur leleh Tm diperlukan untuk menentukan kondisi proses dan aplikasi produk yang dihasilkan. Polimer dengan Tm tinggi membutuhkan energi lebih besar untuk bisa mencairkan dan mencetak polimer. Plastik agar dapat berfungsi dengan baik dalam penentuan fungsional suatu produk plastik, maka suhu Tg harus cukup lebih tinggi daripada suhu linkungan kerja ketika dipakai Stevens, 2007.

4.3. Analisa FTIR