akuous penderita glaukoma dijumpai nilai MDA yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol dan terjadi korelasi positif antara nilai MDA
yang tinggi dengan rusaknya lapang pandangan Ghanem, et al, 2010. Berdasarkan penelitian Faschinger, et al, 2006, terdapat korelasi
positif nilai MDA pada serum dengan humor akuous pada penderita glaukoma sudut terbuka dimana tidak terjadi perbedaan bermakna antara
nilai MDA humor akuous dengan serum dan plasma.
2.6. Redox Enzyme Gluthathion Peroxidase
1. Gluthathion
Gluthathion glutamilcysteinglisin adalah tripeptida yang terdiri atas asam glutamat, sistein dan glisin. Senyawa ini dalam bentuk tereduksi
ditulis sebagai GSH. Dalam keadaan teroksidasi, 2 molekul glutation terikat melalui ikatan –S-S- dan ditulis GSSG Meister, 1995.
Gluthathion disintesis di sitosol oleh enzim y-glutamilsistein sintetase dan GSH sintetase. Mekanisme transport glutation ke dalam
matriks mitokondria terjadi melalui sistem transport yang berafinitas tinggi dan dirangsang oleh ADP dan ATP. Mitokondria hati dan ginjal
mengandung 15 dari glutation total dalam sel. Konsentrasi glutation lebih tinggi di mitokondria dibandingkan di dalam sitosol 10mM vs 7 mM
Meister, 1995. Oksidasi GSH menjadi bentuk GSSG terjadi secara nonenzimatik
dan secara enzimatik melalui kerja enzim glutation peroksidase. Konsentrasi GSSG dipertahankan agar tetap rendah di dalam sel 5-
Universitas Sumatera Utara
50uM. Reduksi GSSG terjadi melalui kerja enzim glutation reduktase yang memerlukan NADPH. Peristiwa ini dapat terjadi di sitosol dan
mitokondria. Dibawah kondisi stress oksidatif, GSSG keluar dari mitokondria dan melewati membran sel mitokondria Reed, 1995.
Pada keadaan normal, mitokondria menghasilkan ROS, 2-5 dari ROS tersebut yang digunakan oleh mitokondria akan mengalami konversi
melalui kerja superoksida dismutase menjadi hidrogen peroksida H2O2. Pada kondisi fisiologis, ROS yang terbentuk akan dinetralkan melalui kerja
enzim glutation peroksidase. Akan tetapi apabila terjadi deplesi glutation, ROS yang terbentuk akan berakumulasi dan dapat menyebabkan
kerusakan pada mitokondria. Kerusakan mitokondria diperlihatkan dengan terjadinya penurunan sitrat sintesa sampai 80 dan menyebabkan
disintegrasi membran mitokondria. Deplesi glutation pada mitokondria dapat menyebabkan hilangnya viabilitas sel yang dilihat dengan adanya
peningkatan pelepasan laktat dehidrogenase atau peroksidase lipid Richter, et al., 1995.
2. Gluthathion peroxidase
Gluthathion peroxidase ini merupakan suatu enzim yang memiliki selenosistein pada tempat aktifnya dan tergantung selenium untuk
aktifitasnya. Gluthathion peroxidase ditemukan di sitosol dan mitokondria pada sejumlah jaringan. Enzim ini mereduksi hidrogen peroksida H2O2.
Tappel melaporkan bahwa enzim glutation peroksidase hanya spesifik
Universitas Sumatera Utara
terhadap hidroperoksida dengan struktur ROOH dan aktivitasnya rendah terhadap ROOR Awasthi Beutler, 1995
2 GSH + ROOH H20 + GSSG + ROH Gluthathion peroxidase pertama kali dideteksi oleh Mills pada tahun
1957 dalam eritrosit dan berfungsi melindungi hemoglobin dari pemecahan oksidatif. Sel darah merah diketahui menghasilkan hidrogen
peroksida melalui reaksi antara asam askorbat dan oksihemoglobin dan dekompensasi anion oksigen oleh superoksida dismutase Kayatama, et
al., 1997. Gluthathion peroxidase terdiri atas 4 subunit protein, tiap unit
mengandung satu atom selenium Se pada tempat aktif active site. Selenosistein adalah asam amino sistein yang sulfurnya diganti oleh
selenium R-Se-H menggantikan RSH. Selanjutnya selenol ikatan antara protein-Se bereaksi dengan peroksida menghasilkan asam selenonat
protein-SeOH Halliwel, 1998.
Protein-Se+ROOH+H ROH+Protein-SeOH Kemudian diikuti dengan ikatan GSH
Protein-SeOH-GSH H2O+Protein-Se-SG Diikuti ikatan kedua dengan GSH
Protein-Se-SG-GSH Protein-Se-GSSG Protein-Se+H+GSSG
Gambar 2.7 : Reaksi gluthathion peroxidase dengan oksidan
Universitas Sumatera Utara
2. 7. Penatalaksanaan