Mekanisme Kerusakan Sel Ganglion Retina

glaukoma ada 3 parameter yang harus dinilai yaitu syaraf optik dan lapisan serabut syaraf retina, lapang pandangan dan tekanan intraokuli Shaban Demirel, 2009. Berdasarkan hal-hal tersebut maka diperlukan suatu neuroprotektif untuk meminimalkan dan mencegah degenerasi neuron sekunder Schwartz, 2003.

2.3. Mekanisme Kerusakan Sel Ganglion Retina

Berdasarkan beberapa mekanisme yang telah dijelaskan sebelumnya maka dapat diasumsikan bahwa kerusakan sel ganglion retina akibat: 1. Hambatan dari outflow axoplasmic Dinamika humor akuous sangat penting pada glaukoma karena ketidaksesuaian antara produksi humor akuous dan outflow aquous akan menyebabkan peningkatan tekanan intraokuli dan akhirnya akan mengakibatkan terjadinya glaukoma. Humor akuous ini adalah cairan yang mengisi sudut bilik mata. Humor akuous ini diproduksi di nonpigmented epitel badan siliar. Badan siliar merupakan suatu struktur multifungsional yang terlibat langsung dalam proses produksi dan pengeluaran outflow humor akuous. Badan siliar juga bertanggung jawab untuk akomodasi, sekresi dan mempertahankan blood aquous barrier Lisegang, et al., 2009. Aliran humor akuous yang utama terletak pada trabekular meshwork. Apabila terjadi perubahan struktural dari trabekular meshwork akan mengakibatkan terjadi penebalan dari membran basal dan trabekular beam, hilangnya sel-sel endotel trabekular dan material trabekular seperti Universitas Sumatera Utara pigmen granul yang akibatnya akan terjadi hambatan aliran humor akuous di trabekular meshwork sehingga dapat meningkatkan tekanan intraokuli dan mengakibatkan terjadi glaukoma Caprioli, 1992. Selain itu, peningkatan kerusakan DNA oksidatif pada komponen selular di trabekular meshwork dapat melibatkan regulasi dari struktur matriks ekstraselular dan regulasi dari tekanan intraokuli sehingga dapat mencetuskan terjadinya glaukoma Brubaker, 1994. 2. Eksitotoksisiti glutamat Glutamat adalah neurotransmitter eksitatorik yang melimpah dalam sistem syaraf dan diaktivasi oleh bermacam reseptor spesifik. Pembagian reseptor glutamat berdasarkan atas dua tipe dasar yaitu jenis saluran ion N-methyl D- Aspartate NMDA, Kainate dan Aminohidroksi Metillisoksazole Propionic Acid AMPA dan jenis ligan yaitu G protein- coupled ‘metabotropic’ glutamat reseptor mGluR Greenstein, 2000; Wasman, 2007. Fungsi reseptor NMDA adalah berkaitan dengan jenis saluran ion kation dimana ‘kation chanel’ memiliki permeabilitas terhadap Na + , K + , dan Ca 2+ . Saluran terbuka saat Glu berikatan pada reseptor dan aksi neurotransmitter dimodulasi oleh beberapa molekul lain. Glu membutuhkan glisin untuk berikatan dengan reseptornya. Aksi Glu dipotensiasi oleh poliamino dan modulasi blokade oleh Mg 2+ ekstraseluler. Ketika membran sel mengalami depolarisasi, Mg 2+ bergerak keluar dari saluran dan Glu terikat pada reseptornya dan saluran terbuka untuk dilalui Universitas Sumatera Utara oleh Na + dan Ca + Secara fisiologis, reseptor NMDA bertanggung jawab terhadap signal neuron, ekspresi gen, plastisitas sinaptik, pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel. Eksitasi masif reseptor Glu khususnya pada reseptor NMDA menyebabkan kematian sel yang kemungkinan disebabkan oleh konsentrasi Ca intraseluler yang meningkat berlebihan di dalam intrasel Squire, 2008; Kahle Frotsher, 2003. . Jika konsentrasi glisin terlalu rendah kemampuan Glu membuka saluran akan berkurang Squire, 2008; Kahle Frotscher, 2003. Demikian juga halnya pada mata, eksitoksisitas sel-sel ganglion retina disebabkan oleh overstimulasi reseptor glutamat yang disebut N- methyl-D-aspartat NMDA. Eksitotoksin ini bekerja pada channel NMDAR, terjadi perubahan permeabilitas dinding sel dengan meningginya kalsium dan sodium intrasel dan aktivasi kalsineurin. Akibat adanya pelepasan glutamat pada trauma, ion Na akan masuk ke dalam sel dan diikuti oleh ion Cl dan air, akibatnya sel membengkak. Hal ini merupakan fase akut pada trauma neuron. Selanjutnya pada fase kedua akan terjadi influx ion Ca 2+ yang dapat mengganggu homeostasis ion Ca sendiri yang menyebabkan reaksi biokimia yang abnormal. Akibatnya terjadi pelepasan enzim cytotoksis seperti protease, endonuklease, dan lipase yang dapat merusak membran sel serta terjadi akumulasi radikal bebas yang akan mengganggu fungsi metabolik sel sehingga akan mengakibatkan gangguan berat fungsi normal sel Kuehn, et al., 2005. Peningkatan jumlah glutamat dijumpai di korpus vitreous pada penderita glaukoma Universitas Sumatera Utara yang jumlahnya cukup tinggi. Pada studi hewan coba, dilakukan pemeriksaan jumlah glutamat pada tikus yang menderita glaukoma dan didapati peningkatan jumlah glutamat 7 kali melebihi normal pada vitreous posterior. Sampai saat ini belum pasti apakah jumlah glutamat yang berlebihan pada vitreous ini menyebabkan kerusakan dari jaringan dan apakah jumlah glutamat yang berlebihan ini dapat menyebabkan progresifitas dari kerusakan sel-sel ganglion retina pada studi hewan coba tikus yang terpapar glaukoma Kuehn, et al., 2005. 3. Radikal Bebas Eksitotoksisitas dan stress oksidatif adalah dua proses yang berhubungan satu sama. Berdasarkan penelitian Gomberg dan ilmuwan lainnya, istilah radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil, memunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan di orbit luarnya. Molekul tesebut bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya. Jika sudah terbentuk dalam tubuh maka akan terjadi reaksi berantai dan menghasilkan radikal bebas baru yang akhirnya jumlahnya terus bertambah Boveris, et al., 2000. Oksigen yang kita hirup akan diubah oleh sel tubuh secara konstan menjadi senyawa yang sangat reaktif, dikenal sebagai senyawa reaktif oksigen yang diterjemahkan dari Reactive Oxygen Species ROS atau Spesis Oksigen Reaktif SOR, satu bentuk radikal bebas. Peristiwa ini berlangsung saat proses sintesa energi oleh mitokondria atau proses detoksifikasi yang melibatkan enzim sitokrom P-450 di hati. Produksi SOR secara fisiologis ini merupakan konsekuensi logis dalam kehidupan Universitas Sumatera Utara aerobik. Sistem defensif dianugerahkan terhadap setiap sel berupa perangkat antioksidan enzimatis. Antioksidan enzimatis endogen pertama kali dikenal dengan nama superoksida dismutase SOD. Hanya dalam waktu singkat setelah teori tersebut disampaikan, ditemukan enzim-enzim antioksidan endogen lainnya seperti glutation peroksidase dan katalase yang mengubah hidrogen peroksidase menjadi air dan oksigen Boveris, et al., 2000. Stres oksidatif oxidative stress • Kekurangan antioksidan adalah ketidakseimbangan antara radikal bebas prooksidan dan antioksidan yang dipicu oleh dua kondisi umum: • Kelebihan produksi radikal bebas Keadaan stress oksidatif membawa pada kerusakan oksidatif mulai dari tingkat sel, jaringan hingga ke organ tubuh, menyebabkan terjadinya percepatan proses penuaan dan munculnya penyakit. Saat oksigen hilang dalam lingkungan mikro, sel akan mengalami kerusakan karena hipoksia, fosforilasi oksidatif mitokondria dan spesies oksigen reaktif SOR yang banyak terakumulasi. Akibatnya pertahanan dan jumlah oksidan akan berkurang sehingga terbentuk radikal bebas yang akan merusak membran sel yang akan bereaksi dengan low-density lipoprotein LDL-cholesterol menjadi bentuk yang reaktif. Kerusakan membran akan merubah potensial membran, aktivasi mediator proapoptotik dan terjadi kerusakan langsung pada DNA dan protein Universitas Sumatera Utara Scholp, et al., 2004. Endotelial retina merupakan sumber kedua terbesar xanthine oxidase XOD dan cyclooksigenase COX. Pemahaman ilmiah tentang hubungan radikal bebas dengan antioksidan baru muncul pada tiga hingga empat dekade terakhir ini. Hingga kini, berbagai uji kimiawi, biokimia, klinis dan epidemiologi banyak mendukung efek protektif antioksidan terhadap penyakit akibat stress oksidatif Boveris, et al., 2000. Pada glaukoma, terjadinya kerusakan oksidasi DNA di trabekular meshwork akan menyebabkan terjadinya perubahan regulasi dari matriks ekstrasellular dan regulasi tekanan intra okuli sehingga menyebabkan terjadinya glaukoma. Sel endotelial trabekular meshwork ini akan menyebabkan terjadinya perubahan pada sitokin dan terjadi hambatan humor akuous ke kanalis sklemmi yang akhirnya mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan intra okuli Haefiger, et al., 2001. Dalam satu penelitian, kerusakan DNA pada sel-sel trabekular meshwork pada penderita glaukoma lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan grup kontrol. Penelitian lebih lanjut meneliti bahwa nilai oxidative nucleotida modification 8-OH-dG pada sel trabekular meshwork manusia berkorelasi dengan adanya peningkatan tekanan intraokuli dan kerusakan lapangan pandang Flammer, 2002. 4. Toksisitas Nitrit Oksida Nitrit oksida atau nitrogen oksida adalah suatu gas tak berwarna, tanpa oksigen dan larut dalam air. Gas nitrogen oksida dihasilkan dari asam amino L arginin oleh enzim nitric oxide synthesa dalam sel-sel Universitas Sumatera Utara mammalia termasuk manusia dan berfungsi sebagai mediator biologis yang memungkinkan sel-sel berhubungan satu sama lainnya. Nitrogen oksida diproduksi oleh sel-sel endotelium yang berperan mengendalikan tonus pembuluh darah, aliran darah, tekanan darah, fungsi platelet, gerakan saluran pernafasan dan pencernaan. Nitrogen oksida dalam jumlah banyak terbentuk karena respon sistem imunitas untuk mempertahankan diri, tetapi dapat juga menimbulkan perubahan patofisiologis Valiance Coller, 1998. Nitrit oksida juga berfungsi sebagai mediator pada proses fisiologis dan patofisiologis pada mata, contohnya pada pembentukan humor akuous, vascular tone, neurotransmisi retina, kematian sel-sel ganglion retina oleh karena apoptosis Haefliger, 2002. Pada mata, nitrit oksida dapat dijumpai di berbagai jaringan. Endotelial nitrit oksida sintesa dapat ditemukan pada endotel vaskular dan otot halus dari segmen anterior, koroid dan retina Osborne, et al., 1993. Pada segmen anterior, nitrit oksida mengatur respon selular pada konjungtiva, trabekular meshwork dan muskulus siliaris. Nitrit oksida juga berperan pada regulasi dinamika humor akuous dan pathway aliran humor akuous Nathanson Mc Kee, 1995. Nitrit oksida memunyai efek terhadap progresifitas glaukoma. Pengurangan aktifitas dari nitrit oksida sintesa NOS di muskulus siliaris dan pathway dari outflow humor akuous dijumpai pada penderita glaukoma primer sudut terbuka. Keadaan abnormal ini dapat berhubungan dengan terjadinya glaukoma Nathanson Mc Kee, 1995. Universitas Sumatera Utara Pada suatu studi, nitrit oksida sintesa NOS2 dijumpai pada syaraf optik astrosit pada manusia dan pada syaraf optik tikus coba yang menderita glaukoma sedangkan pada yang normal tidak dijumpai. Haefliger, 1999. 5. Apoptosis Apoptosis pertama diidentifikasikan sebagai bentuk kematian sel berdasarkan kepada morfologinya. Penelitian mengenai insiden biokomiawi dan genetik merupakan prediksi dari peranannya dalam mengontrol sel yang ditentukan secara genetik dan alamiah sehingga kontrol genetik dan mekanisme biokimia dari apoptosis menjadi lebih dimengerti dalam perkembangan dan strategi terapi yang mengatur kejadian dalam proses penyakit Carson Riberto, 1993 Tiga dekade terakhir ini, dua bentuk sel mati berbeda secara mendasar yaitu apoptosis dan nekrosis dan telah didefinisikan dalam istilah morfologi, biokimia dan insidennya. Dalam keadaan normal, sel-sel tubuh dapat memberikan respon atau adaptasi terhadap lingkungannya. Bila aktivitas yang dilakukan sel tersebut meningkat, atau stimulus yang diterimanya meningkat, maka untuk mencapai keseimbangan dalam merespon hal tersebut, sel akan mengalami hipertropi. Sebaliknya bila stimulus berkurang atau terjadi penurunan aktivitas sel, maka sel tersebut akan mengalami atropi Cotran, 1999. Apoptosis adalah suatu proses kematian sel yang terprogram, diatur secara genetik, bersifat aktif, ditandai dengan adanya kondensasi Universitas Sumatera Utara chromatin, fragmentasi sel dan fagositosis sel tersebut oleh sel tetangganya Cotran, 1999. Ada berbagai bukti yang menyatakan kontrol apoptosis dikaitkan dengan gen yang mengatur berlangsungnya siklus sel, diantaranya gen p53, Rb, Myc, E1A dan keluarga Bcl-2. Gangguan regulasi dan proliferasi sel baik akibat aktivitas onkogen dominan maupun inaktivasi tumor suppressor genes berhubungan dengan kontrol apoptosis. Dalam literatur lain menyebutkan apoptosis merupakan suatu bentuk kematian sel yang didesain untuk menghilangkan sel-sel host yang tidak diinginkan melalui aktivasi serangkaian peristiwa yang terprogram secara internal melalui serangkaian produk gen Goepel, 1996. Pada hakekatnya kematian sel apoptosis dapat terjadi karena rangsangan atau jejas letal yang berasal dari luar ataupun dari dalam sel itu sendiri bersifat aktif ataupun pasif. Proses kematian yang berasal dari luar sel dan bersifat pasif dapat tejadi karena jejas atau injury yang letal akibat faktor fisik, kimia, iskemik maupun biologis Chen, 2003. Faktor- faktor toksik ini yang akan memicu terjadinya apoptosis. Pada proses iskemik, terjadi mekanisme autoregulasi yang abnormal sehingga tidak dapat mengkompensasi perfusi yang kurang sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intraokuli TIO Lewis, 1993. Berdasarkan alasan-alasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kematiankerusakan sel-sel ganglion retina pada glaukoma adalah apoptosis. Apoptosis ini dapat dipicu oleh kombinasi faktor biokimia yang diproduksi sebagai hasil akhir peningkatan TIO dan penurunan perfusi. Universitas Sumatera Utara Maka idealnya secara terapeutik pada glaukoma, kita menginginkan untuk menurunkan kematiankerusakan syaraf optik akibat peningkatan TIO dan penurunan perfusi lebih lanjut dan menurunkan tekanan intraokuli.

2.4. Progresifitas glaukoma