Metode Pengumpulan Data Analisa Data

22 terhadap hasil yang dipaparkan, yang dapat berupa pendapat informan, laporan-laporan perusahaan dan lain-lain yang relevan dengan objek yang diteliti. Selain itu peneliti juga melakukan penelitian langsung ke tempat penelitian yakni kantor Pegadaian Syariah Lhokseumawe.

4. Metode Pengumpulan Data

Adapun alat yang digunakan untuk pengumpulan data dalam peneltian ini adalah, dengan menggunakan studi dokumen dan wawancara. a. Studi Dokumen, Sumber utama penulisan tesis ini diperoleh dari data sekunder, berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, yaitu : 1 Bahan hukum primer, yaitu bahan pustaka yang berisikan pengetahuan ilmiah yang baru maupun pengertian baru mengenai studi gagasan dalam bentuk Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang Pegadaian. 2 Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan pelajaran mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya, bahkan dokumen pribadi atau pendapat dari kalangan pakar hukum sepanjang relevan dengan objek telaah penelitian. 3 Bahan hukum tersier, yaitu bahwa hukum penunjang yang memberi penunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus, majalah maupun internet. b. Wawancara, kegiatan wawancara dilakukan terhadap responden serta narasumber atau informan untuk mengetahui lebih mendalam dan rinci Universitas Sumatera Utara 23 tentang hal-hal yang tidak mungkin dijelaskan dan akan ditemukan jawaban nantinya. Sehingga dengan adanya wawancara, diharapkan dapat memperoleh data yang lebih luas dan akurat tentang masalah yang diteliti. Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan selanjutnya di pilih guna memperoleh pasal-pasal, teori-teori yang berisi tentang uraian-uraian permasalahan dalam tesis ini, sehingga klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang di teliti dalam tesis ini. Walaupun dalam penelitian ini nantinya akan bersinggungan dengan perspektif ilmu lain, namun penelitian ini tetap merupakan penelitian hukum, karena perspektif hukum disiplin ilmu hanya sekadar alat bantu.

5. Analisa Data

Sesuai dengan sifat penelitian ini bersifat deskriptif analitis, maka setelah diperoleh data sekunder, dilakukanlah pengumpulan data, mensistemasi, menganalisis serta menarik kesimpulan data sesuai dengan kategori yang ditemukan. Setelah itu dengan menggunakan metode deduktif-induktif, ditarik suatu kesimpulan dari data yang telah selesai dianalisis dimaksud yang merupakan hasil dari penelitian ini. Universitas Sumatera Utara 24

BAB II PRINSIP GADAI RAHN BERDASARKAN SYARIAH HUKUM ISLAM

A.1.Istilah dan Pengertian Gadai Rahn Gadai syariah rahn adalah menahan salah satu harta milik nasabah atau Rahin sebagai barang jaminan atau marhun atas hutangpinjaman atau marhun bih yang diterimanya. Marhun tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, Pihak yang menahan atau penerima gadai atau murtahin memperoleh jaminan Untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. 26 Menurut A.A. Basyir, rahn adalah perjanjian menahan sesuatu barang sebagai tanggungan utang, atau menjadikan sesuatu benda bernilai menurut pandangan syara’ sebagai tanggungan marhun bih, sehingga dengan adanya tanggungan utang itu seluruh atau sebagian utang dapat diterima. 27 Menurut Imam Abu Zakariya Al Anshari, rahn adalah menjadikan benda yang bersifat harta untuk kepercayaan dari suatu marhun bih yang dapat dibayarkan dari harga benda marhun itu apabila marhun bih tidak dibayar. 28 Sedangkan Imam Taqiyyuddin Abu Bakar Al Husaini mendefinisikan rahn sebagai akadperjanjian utang-piutang dengan menjadikan marhun sebagai kepercayaanpenguat marhunbih dan murtahin berhak menjualmelelang barang yang 26 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Cetakan 1, Kerjasama Gema Insani Press dengan Tazkia Institute, GIP, Jakarta: 2001. hal. 128. 27 A.A. Basyir, Hukum Islam Tentang Riba, Utang-Piutang Gadai, Al-Ma’arif, Bandung: 1983, hal. 50. 28 Rahmat Syafei, Konsep Gadai; Ar-Rahn dalam Fiqh Islam Antara Nilai Sosial dan Nilai Komersial dalam Huzaimah T. Yanggo dan Hafiz Anshari, Problematika Hukum Islam Kontemporer, Ibid. hal. 60. 24 Universitas Sumatera Utara 25 digadaikan itu pada saat ia menuntut haknya. Barang yang dapat dijadikan jaminan utang adalah semua barang yang dapat diperjual-belikan, artinya semua barang yang dapat dijual itu dapat digadaikan. Berdasarkan definisi di atas, disimpulkan bahwa rahn itu merupakan suatu akad utang piutang dengan menjadikan barang yang memiliki nilai harta menurut pandangan syara’ sebagai jaminan marhun bih, sehingga rahin boleh mengambil marhun bih. Selain pengertian gadai rahn yang dikemukakan di atas, lebih lanjut mengungkapkan pengertian gadai rahn yang diberikan oleh para ahli hukum Islam sebagai berikut: 1. Ulama syafi’iyah mendefinisikan sebagai berikut : Menjadikan suatu barang yang biasa dijual sebagai jaminan utang dipenuhi dari harganya, bila yang berutang tidak sanggup membayar utangnya. 2. Ulama Hanabilah mengungkapkan sebagai berikut : Suatu benda yang dijadikan kepercayaan suatu utang, untuk dipenuhi dari harganya, bila yang berhutang tidak sanggup membayar utangnya. 3. Ulama Malikiyah mendefinisikan sebagai berikut : Sesuatu yang bernilai harta Mutamawwal yang diambil dari pemiliknya untuk dijadikan pengikat atas utang yang tetap mengikat. 4. Ahmad Azhar Basyir mendefinisikan sebagai berikut : Rahn adalah perjanjian menahan sesuatu barang sebagai tanggungan utang atau menjadikan sesuatu benda bernilai menurut pandangan syara sebagai Universitas Sumatera Utara 26 tanggungan marhun bih, sehingga dengan adanya tanggungan utang seluruh atau sebagian utang dapat diterima. 5. Muhammad SyafiI Antonio mendefinisikan sebagai berikut : Gadai syariah Rahn adalah menahan salah satu yaitu harta milik nasabah rahin sebagai barang jaminan marhum atas utangpinjaman marhun bih yang diterimanya. Marhun tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan atau penerima gadai murtahin memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. 29 Dewan redaksi dari Ensiklopedi Hukum Islam berpendapat bahwa Rahn yang dikemukakan oleh ulama Fiqh klasik tersebut hanya bersifat pribadi, artinya utang piutang hanya terjadi antara seorang pribadi yang membutuhkan dan seorang yang memiliki kelebihan harta, di zaman sekarang sesuai dengan perkembangan dan kemajuan ekonomi, Rahn tidak hanya berlaku antar pribadi melainkan juga antara pribadi dan lembaga keuangan. 30 Berdasarkan pengertian gadai yang dikemukakan oleh para ahli Hukum Islam diatas, dapat diketahui bahwa gadai rahn adalah menahan barang jaminan yang bersifat materi milik si peminjam rahin sebagai jaminan atau pinjaman yang diterimanya, dan barang yang diterima tersebut bernilai ekonomi sehingga pihak yang menahan murtahin memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau 29 Ibid, Muhammad Syafi’i Antonio, hal.128. 30 Abdul Ghofur Anshari, Gadai Syariah di Indonesia, Gajah Mada University Press, tahun 2006, hal. 103. Universitas Sumatera Utara 27 sebagian utangnya dari barang gadai dimaksud bila pihak yang menggadaikan tidak dapat membayar utang pada waktu yang telah ditentukan. Karena itu, tampak bahwa gadai syariah merupakan perjanjian antara seseorang untuk menyerahkan harta benda berupa emasperhiasankendaraan danatau harta benda lainnya sebagai jaminan danatau agunan kepada seseorang danatau lembaga pegadaian syariah berdasarkan hukum gadai syariah. Pegadaian syariah mengacu kepada Al-Qur`an dan Hadits. Adapun landasannya dalam Al-Qur`an sebagaimana firman Allah SWT : “Jika kamu dalam perjalanan dan bermuammalah tidak secara tunai sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang oleh yang berpiutang. Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya utangnya dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah kamu para saksi menyembunyikan persaksian. Dan barang siapa yang menyembunyikan, sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” QS. Al-Baqarah:283 Ayat 2. Adapun dalam Hadits, Aisyah Ra berkata “Rasullulah membeli makanan dari seorang Yahudi dan meminjamkan kepadanya baju besi.” HR. Al- Bukhari dan Muslim. Dari Abu Hurairah Ra, Rasulullah saw bersabda : Universitas Sumatera Utara 28 “Apabila ada ternak digadaikan, punggungnya boleh dinaiki oleh orang yang menerima gadai, karena ia telah mengeluarkan biaya menjaganya. Apabila ternak itu digadaikan, air susunya yang deras boleh diminum oleh orang yang menerima gadai, karena ia telah mengeluarkan biaya menjaganya. Kepada orang yang naik dan minum, ia harus mengelurkan biaya perawatannya.”HR.Jamaah, kecuali Muslim dan an-Nasa`i. 31 Dari Anas ra bahwasanya ia berjalan menuju Nabi Saw dengan roti dari gandum dan sungguh Rasulullah Saw telah menaguhkan baju besi kepada seorang Yahudi di Madinah ketika beliau mengutangkan gandum dari seorang Yahudi”. HR.Anas Ra. 32

1. Fungsi Gadai Syariah