28
“Apabila ada ternak digadaikan, punggungnya boleh dinaiki oleh orang yang menerima gadai, karena ia telah mengeluarkan biaya menjaganya.
Apabila ternak itu digadaikan, air susunya yang deras boleh diminum oleh orang yang menerima gadai, karena ia telah mengeluarkan biaya menjaganya.
Kepada orang yang naik dan minum, ia harus mengelurkan biaya perawatannya.”HR.Jamaah, kecuali Muslim dan an-Nasa`i.
31
Dari Anas ra bahwasanya ia berjalan menuju Nabi Saw dengan roti dari gandum dan sungguh Rasulullah Saw telah menaguhkan baju besi kepada
seorang Yahudi di Madinah ketika beliau mengutangkan gandum dari seorang Yahudi”. HR.Anas Ra.
32
1. Fungsi Gadai Syariah
Dalam al-Qur’an surat al-Baqarah 283 Ayat 2 dijelaskan bahwa gadai pada hakikatnya merupakan salah satu bentuk dari konsep muammalah, dimana sikap
menolong dan sikap amanah sangat ditonjolkan. Begitu juga dalam hadist Rasulullah Saw. dari Ummul Mu’minin ‘Aisyah ra. yang diriwayatkan Abu Hurairah, di sana
nampak sikap menolong antara Rasulullah Saw, dengan orang Yahudi saat Rasulullah Saw menggadaikan baju besinya kepada orang Yahudi tersebut.
Maka pada dasarnya, hakikat dan fungsi Pegadaian dalam Islam adalah semata-mata untuk memberikan pertolongan kepada orang yang membutuhkan
31
Http:Www.Ekomarwanto.Com201111Penerapan Teori dan Aplikasi Pegadaian. Html. Diakses Tgl 19 Mai 2012.
32
Ibbid, http:shariaeconomy.blogspot.com200807Konsep Gadai Syariah Ar-Rahn dalam Fiqh.html.
Universitas Sumatera Utara
29
dengan bentuk marhun sebagai jaminan, dan bukan untuk kepentingan komersiil dengan
mengambil keuntungan
yang sebesar-besarnya
tanpa menghiraukan
kemampuan orang lain.
33
Produk rahn disediakan untuk membantu nasabah dalam pembiayaan kegiatan multiguna. Rahn sebagai produk pinjaman, berarti Pegadaian syariah hanya
memperoleh imbalan atas biaya administrasi, penyimpanan, pemeliharaan, dan asuransi marhun, maka produk rahn ini biasanya hanya digunakan bagi keperluan
fungsi sosial-konsumtif, seperti kebutuhan hidup, pendidikan dan kesehatan.
34
Sedangkan rahn sebagai produk pembiayaan, berarti Pegadaian syariah memperoleh bagi hasil dari usaha rahin yang dibiayainya.
2. Syarat Sah dan Rukun Gadai Syariah
Sebelum dilakukan rahn, terlebih dahulu dilakukan akad. Akad menurut Mustafa az-Zarqa’
35
adalah ikatan secara hukum yang dilakukan oleh 2 dua pihak atau beberapa pihak yang berkeinginan untuk mengikatkan diri. Kehendak pihak yang
mengikatkan diri itu sifatnya tersembunyi dalam hati. Karena itu, untuk menyatakan keinginan masing-masing diungkapkan dalam suatu akad.
Ulama fiqh berbeda pendapat dalam menetapkan rukun rahn. Menurut jumhur ulama, rukun rahn itu ada 4 empat, yaitu :
1 Shigat lafadz ijab dan qabul;
33
Muhammad dan Solikhul Hadi, Op.cit, hlm. 63
34
Yadi Janwari dan H.A. Djajuli, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat: Sebuah Pengenalan,Edisi 1, Cetakan 1, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta: 2002. hlm. 80.
35
Mustafa az-Zarqa’ dalam M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, Cetakan Pertama, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2003, hlm. 102-103.
Universitas Sumatera Utara
30
2 Orang yang berakad rahin dan murtahin; 3 Harta yang dijadikan marhun; dan
4 Utang marhum bih. Ulama Hanafiyah berpendapat, rukun rahn itu hanya ijab pernyataan
menyerahkan barang sebagai jaminan pemilik barang dan qabul pernyataan kesediaan memberi utang dan menerima barang jaminan itu. Menurut Ulama
Hanafiyah, agar lebih sempurna dan mengikat akad rahn, maka diperlukan qabdh penguasaan barang oleh pemberi utang. Adapun rahin, murtahin, marhun, dan
marhun bih itu termasuk syarat-syarat rahn, bukan rukunnya.
36
Sedangkan syarat rahn, ulama fiqh mengemukakannya sesuai dengan rukun rahn itu sendiri, yaitu:
1. Syarat yang terkait dengan orang yang berakad, adalah cakap bertindak hukum baligh dan berakal. Ulama Hanafiyah hanya mensyaratkan cukup
berakal saja. Karenanya, anak kecil yang mumayyiz dapat membedakan antara yang baik baik dan buruk boleh melakukan akad rahn, dengan syarat
mendapatkan persetujuan dari walinya. Menurut Hendi Suhendi, syarat bagi yang berakad adalah ahli tasharuf, artinya mampu membelanjakan harta dan
dalam hal ini memahami persoalan yang berkaitan dengan rahn.
37
2. Syarat sight lafadz. Ulama Hanafiyah mengatakan dalam akad itu tidak boleh dikaitkan dengan syarat tertentu atau dengan masa yang akan datang,
36
Nasrun Haroen, Fiqh Mumalah, Cetakan Pertama, Gaya Media Pratama, Jakarta: 2000. hlm. 254.
37
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah: Membahas Ekonomi Islam, Cetakan Pertama, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2002. hlm. 107.
Universitas Sumatera Utara
31
karena akad rahn itu sama dengan akad jual-beli. Apabila akad itu dibarengi dengan, maka syaratnya batal, sedangkan akadnya sah. Misalnya, rahin
mensyaratkan apabila tenggang waktu marhun bih telah habis dan marhun bih belum terbayar, maka rahn itu diperpanjang 1 satu bulan, mensyaratkan
marhun itu boleh murtahin manfaatkan. Ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah mengatakan apabila syarat itu
adalah syarat yang mendukung kelancaran akad itu, maka syarat itu dibolehkan, namun apabila syarat itu bertentangan dengan tabiat akad rahn,
maka syaratnya batal. Kedua syarat dalam contoh tersebut, termasuk syarat yang tidak sesuai dengan tabiat rahn, karenanya syarat itu dinyatakan batal.
Syarat yang dibolehkan itu, misalnya, untuk sahnya rahn itu, pihak murtahin minta agar akad itu disaksikan oleh 2 dua orang saksi, sedangkan syarat
yang batal, misalnya, disyaratkan bahwa marhun itu tidak boleh dijual ketika rahn itu jatuh tempo, dan rahin tidak mampu membayarnya.
38
Sedangkan Hendi Suhendi menambahkan, dalam akad dapat dilakukan dengan lafadz, seperti penggadai rahin berkata; “Aku gadaikan mejaku ini
dengan harga Rp 20.000” dan murtahin menjawab; “Aku terima gadai mejamu seharga Rp 20.000”. Namun, dapat pula dilakukan seperti: dengan
surat, isyarat atau lainnya yang tidak bertentangan dengan akad rahn.
39
3. Syarat marhun bih, adalah :
38
Nasrun Haroen, Op.cit. hlm. 255.
39
Ibid. hlm. 107
Universitas Sumatera Utara
32
a. Merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada murtahin;
b. Marhun bih itu boleh dilunasi dengan marhun itu;
c. Marhun bih itu jelastetap dan tertentu.
4. Syarat marhun, menurut pakar fiqh, adalah: a.
Marhun itu boleh dijual dan nilainya seimbang dengan marhun bih; b.
Marhun itu bernilai harta dan boleh dimanfaatkan halal; c.
Marhun itu jelas dan tertentu; d.
Marhun itu milik sah rahin; e.
Marhun itu tidak terkait dengan hak orang lain; f.
Marhun itu merupakan harta yang utuh, tidak bertebaran dalam beberapa tempat; dan
g. Marhun itu boleh diserahkan, baik materinya maupun manfaatnya.
40
3. Hak dan Kewajiban para Pihak Gadai Syariah