34
a.4. Pemberi gadai berhak meminta kembali marhun apabila murtahin telah jelas menyalahgunakan marhun.
b. Kewajiban Pemberi Gadai b.1 Pemberi gadai berkewajiban untuk melunasi marhun bih yang telah
diterimannya dari murtahin dalam tenggang waktu yang telah ditentukan, termasuk biaya lain yang telah ditentukan murtahin;
b.2 Pemberi gadai berkewajiban merelakan penjualan atas marhun miliknya, apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan rahin tidak dapat
melunasi marhun bih kepada murtahin.
4. Perlakuan Bunga dan Riba dalam Gadai Konvensional
Gadai pada prinsipnya merupakan kegiatan utang piutang yang murni berfungsi sosial. Namun, hal ini berlaku pada masa Rasulullah Saw, masih hidup.
Rahn pada saat itu belum berupa sebuah lembaga keuangan formal seperti sekarang ini, sehingga aktivitas gadai hanya berlaku bagi perorangan. Jadi pada saat itu masih
mungkin jika aktivitas tersebut hanya berfungsi sosial dan rahin tidak berkewajiban memberikan tambahan apapun dalam pelunasan utangnya.
42
Kondisi saat ini, gadai sudah menjadi lembaga keuangan formal yang telah diakui oleh pemerintah. Mengenai fungsi dari Pengadaian tersebut tentu sudah
bersifat komersiil.
Artinya Pegadaian
harus memperoleh
pendapatan guna
menggantikan biaya-biaya yang telah dikeluarkan, sehingga Pegadaian mewajibkan
42
Muhammad dan Solikhul Hadi, Op,cit, hlm. 61
Universitas Sumatera Utara
35
menambahkan sejumlah uang tertentu kepada nasabah sebagai imbalan jasa.
43
Minimal biaya itu dapat menutupi biaya operasional gadai. Gadai yang ada saat ini, dalam praktiknya menunjukkan adanya beberapa hal
yang dipandang memberatkan dan mengarahkan kepada suatu persoalan riba, yang dilarang oleh syara’ menurut A.A. Basyir.
44
Riba’ terjadi apabila dalam akad gadai ditemukan bahwa peminjam harus memberi tambahan sejumlah uang atau persentase
tertentu dari pokok utang, pada waktu membayar utang atau pada waktu lain yang telah ditentukan penerima gadai. Hal ini lebih sering disebut juga dengan ‘bunga
gadai’, yang pembayarannya dilakukan setiap 15 lima belas hari sekali. Sebab apabila pembayarannya terlambat sehari saja, maka nasabah harus membayar 2 dua
kali lipat dari kewajibannya, karena perhitungannya sehari sama dengan 15 hari. Hal ini jelas merugikan pihak nasabah, karena ia harus menambahkan
sejumlah uang tertentu untuk melunasi hutangnya. Padahal biasanya orang yang menggadaikan barang itu untuk kebutuhan konsumtif. Namun, apabila tidak maka
dilihat dari segi komersiil, pihak Pegadaian dirugikan, misalnya karena inflasi, atau pelunasan yang tidak tepat waktu, sementara barang jaminan tidak laku dijual.
45
Karena itu aktivitas akad gadai dalam Islam, tidak dibenarkan adanya praktik pemungutan bunga karena dilarang syara’, dan pihak yang terbebani merasa dianiaya
dan tertekan, karena selain harus susah payah mengembalikan hutangnya, penggadai juga masih berkewajiban untuk membayar bunganya.
43
Muhammad dan Solikhul Hadi, Ibid, hal. 62
44
A.A. Basyir, Op.cit, hlm. 55.
45
Ibid, hlm. 4.
Universitas Sumatera Utara
36
Menurut Muhammad Akram Khan, bahwa pinjaman itu sebagai bagian dari faktor produksi dan memiliki potensi untuk berkembang dan menciptakan nilai, serta
juga menciptakan adanya kerugian. Oleh karena itu, apabila menuntut adanya pengembalian yang pasti sebagai balasan uang sebagai modal, maka yang demikian
itu dapat dianggap bunga dan itu sama dengan riba’.
46
Mengenai riba itu, para ulama telah berbeda pendapat. Walaupun demikian, Afzalurrahman dalam Muhammad dan Solikhul Hadi, memberikan pedoman bahwa
yang dikatakan riba bunga, di dalamnya terdapat 3 unsur berikut: 1. Kelebihan dari pokok pinjaman;
2. Kelebihan pembayaran itu sebagai imbalan tempo pembayaran; dan 3. Sejumlah tambahan itu disyaratkan dalam transaksi.
47
Sedangkan berdasarkan hasil kesimpulan penelitian Muhammad Yusuf, tentang Pegadaian Konvensional dalam Perspektif Hukum Islam dan Viyolina,
dengan tentang Sistem Bunga dalam Gadai Ditinjau dari Hukum Islam, memberikan kesimpulan sebagai berikut:
Pertama, Islam membenarkan adanya praktik gadai yang dilakukan dengan
cara-cara dan tujuan yang tidak merugikan orang lain. Gadai dibolehkan dengan syarat rukun yang bebas dari unsur yang dilarang dan merusak perjanjian gadai.
Praktik yang terjadi di gadai konvensional, pada dasarnya masih terdapat beberapa hal yang dipandang merusak dan menyalahi norma dan etika bisnis
46
Muhmmad Akram Khan, Op. cit. hlm. 180
47
Muhammad dan Solikhul Hadi, Op. cit, hlm. 64.
Universitas Sumatera Utara
37
Islam, di antaranya adalah masih terdapatnya unsur riba’, yaitu yang berupa sewa modal yang disamakan dengan bunga;
Kedua, gadai yang berlaku saat ini masih terdapat satu di antara banyak unsur
yang dilarang syara’, yaitu dalam upaya meraih keuntungan, gadai tersebut memungut sewa modal atau bunga;
Ketiga, unsur riba’ yang terdapat dalam aktivitas gadai saat ini sudah pada
tingkat yang nyata, yaitu pada transaksi penetapan dan penarikan bunga dalam gadai yang sudah jelas tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan Al-Hadist;
Keempat, penetapan bunga gadai yang pada awalnya sebagai fasilitas untuk
memudahkan dalam menentukan besar kecilnya pinjaman, telah menjadi kegiatan spekulatif dari kaum kapitalis dalam mengekploitasikan keuntungan
yang besar, yang memberikan kemadharatan, sehingga penetapan bunga gadai adalah tidak sah dan haram.
48
Sedangkan dalam gadai syariah tidak menganut sistem bunga, namun lebih menggunakan biaya jasa, sebagai penerimaan dan labanya, yang dengan
pengenaan biaya jasa itu paling tidak dapat menutupi seluruh biaya yang dikeluarkan dalam operasionalnya. Oleh karena itu, untuk menghindari adanya
unsur riba’ bunga dalam gadai syariah dalam usahanya pembentukan laba, maka gadai syariah menggunakan mekanisme yang sesuai dengan prinsip-prinsip
syariah, seperti melalui akad qardhul hasan dan akad ijarah, akad rahn, akad mudharabah, akad ba’i muqayadah, dan akad musyarakah. Oleh karena itu,
48
Ibid, hlm. 65
Universitas Sumatera Utara
38
pendapat bahwa gadai ketika sebagai sebuah lembaga keuangan, maka fungsi sosialnya perlu dipertimbangkan lagi, apalagi fungsi sosial gadai itu dihilangkan,
tidak sepenuhnya benar. Karena paling tidak ada 2 dua alasan bahwa dengan terlembaganya gadai, bukan berarti menghilangkan fungsi sosial gadai itu, yang
berdasarkan hadist-hadist yang mendasarinya menunjukkan bahwa fungsi gadai itu memang untuk fungsi sosial. Alasan itu adalah:
1. Dengan terlembaganya gadai, Pegadaian tetap dapat mendapatkan penerimaan dari pihak rahin, berupa biaya administrasi dan biaya jasa lainnya, seperti jasa
penyimpanan dan pemeliharaan. Berarti Pegadaian tidak dirugikan; 2. Fungsi sosial tersebut masih diperlukan guna membantu masyarakat yang
membutuhkan dana yang sifatnya mendesak, terutama untuk keperluan hidup sehari-hari, seperti dalam kasus Rasulullah Saw. Yang menggadaikan baju
besinya demi untuk mendapatkan bahan makanan; 3. Pegadaian tidak akan merugi karena ada marhun, yang dapat dilelang apabila
rahin tidak mampu membayar. Hal itu diperkuat pendapat Muhammad Akram Khan, bahwa keberadaan gadai
syariah tidak hanya digunakan untuk fungsi komersiil untuk mendapatkan keuntungan saja, tetapi juga digunakan untuk fungsi sosial juga.
49
Mungkin yang patut mendapatkan perhatian dari kita adalah imbalan jasa yang masih
digunakan oleh gadai yang dikenal dengan ‘bunga gadai’, yang sangat memberatkan dan merugikan pihak penggadai.
49
Muhammad Akram Khan, Op, cit. hlm. 179-184.
Universitas Sumatera Utara
39
Menurut Akram Khan,
50
bahwa gadai syariah sebagai konsep hutang piutang yang sesuai dengan syariah, karenanya bentuk yang lebih tepat adalah skim
qardhul hasan, disebabkan kegunaannya untuk keperluan yang sifatnya sosial. Pinjaman tersebut diberikan gadai syariah untuk tujuan kesejahteraan, seperti
pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan darurat lainnya, terutama diberikan untuk membantu meringankan beban ekonomi para orang yang berhak menerima zakat
mustahiq.
51
Dalam bentuk qardhul hasan ini, hutang yang terjadi wajib dilunasi pada waktu jatuh tempo tanpa ada tambahan apapun yang disyaratkan kembali
pokok. Peminjam hanya menanggung biaya yang secara nyata terjadi, seperti, biaya administrasi, biaya penyimpanan dan dibayarkan dalam bentuk uang,
bukan prosentase. Peminjam pada waktu jatuh tempo tanpa ikatan syarat apapun boleh menambahkan secara sukarela pengembalian hutangnya.
52
5. Produk dan Jasa Gadai Syariah