Domba Ekor Tipis mempunyai keunggulan selain mudah beradaptasi dengan lingkungan, juga memiliki sifat prolifik yaitu kemampuan beranak hingga
4 ekor dalam satu kelahiran Inonuo dan Iniguez 1991. Kenyataan di lapangan menunjukan semua jenis domba yang beranak lebih dari dua ekor, akan diikuti
dengan angka kematian yang tinggi, sehingga pada akhirnya mengakibatkan rendahnya efisiensi reproduksi. Kemungkinan penyebabnya adalah telah terjadi
persaingan antaranak dalam pengambilan zat makanan sejak awal kebuntingan, sementara induk tidak mempunyai persiapan yang memadai.
Efisiensi reproduksi ternak domba sangat bergantung pada keberhasilan proses reproduksi. Salah satu cara meningkatkan potensi reproduksi domba adalah
melalui superovulasi. Superovulasi berasal dari kata super berarti luar biasa dan ovulasi berati pelepasan sel telur atau ovum dari folikel de Graaf. Secara umum
superovulasi merupakan suatu upaya memanipulasi folikulogenesis sehingga jumlah ovulasi meningkat dibanding normal. Peningkatan jumlah folikel yang
berkembang hingga mengalami ovulasi dirangsang melalui penyuntikan pregnant mare serum gonadotrophinhuman chorionic gonadotrophin PMSGhCG.
Dengan meningkatnya jumlah folikel yang dihasilkan maka jumlah sel telur yang diovulasikan dan yang dibuahi akan menjadi bertambah sehingga jumlah anak per
kelahiran dapat meningkat. Keberhasilan penggunaan PMSGhCG dalam meningkatkan jumlah folikel dan korpus luteum dapat dilihat dari meningkatnya
sekresi hormon-hormon kebuntingan, pertumbuhan uterus, embrio, dan fetus, peningkatan bobot lahir dan bobot sapih, pertumbuhan dan perkembangan
kelenjar susu, dan produksi susu pada domba Manalu et al. 1998; Manalu et al. 1999; Manalu et al. 2000a; Manalu et al. 2000b.
2.3. Sinkronisasi Berahi
Sinkronisasi berahi merupakan upaya untuk meningkatkan jumlah hewan yang berahi pada waktu yang bersamaan. Hormon luteolitik yang umum
digunakan untuk sinkronisasi berahi adalah prostaglandin F2 α PGF2α
Sumaryadi 2003. Dasar fisiologis dari sinkronisasi berahi adalah hambatan pelepasan follicle stimulating hormone FSH dari hipofisa anterior sehingga
menghambat pematangan folikel de Graaf atau penyingkiran corpus luteum CL baik secara manual maupun secara fisiologis.
Prostaglandin F2 α PGF2α merupakan preparat hormon luteolitik yang
berfungsi menginduksi kejadian berahi melalui penyingkiran CL. Proses pertumbuhan dan perkembangan folikel ovari sangat bergantung pada kehadiran
FSH dan luteinizing hormone LH. Kedua hormon tersebut sangat esensial dalam sintesa estrogen. Jika hanya terdapat LH secara tunggal, maka tidak akan
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan folikel.
2.4. Hormon Reproduksi
Fluktuasi berbagai hormon reproduksi pada domba betina dewasa disebut sebagai siklus berahi yang terdiri atas proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus.
Siklus berahi juga dikenal sebagai fase folikel yang terdiri atas fase pertumbuhan folikel yang ditandai dengan level estrogen tinggi dan fase luteal yang memiliki
waktu cukup panjang yang ditandai dengan perkembangan CL dan kadar progesteron tinggi.
Hipothalamus, hipofisa, gonad dan plasenta merupakan kelenjar endokrin reproduksi yang akan bekerja sama membuat suatu putaran interkoneksi, yang
dikenal sebagai poros Hipothalamus-hipofisagonadal Iman dan Fahriyan 1992. Pada hipothalamus bagian median eminentia dan preoptik, Gonadotropin
Releasing Factor GnRH diproduksi oleh sel-sel neuron endokrin setelah mendapat rangsangan dari sistem saraf pusat SSP, GnRH ditransportasikan
melalui Hypothalamus-hypophyseal portal system menuju kelenjar hipofisa anterior.
Pelepasan GnRH dari terminal saraf dan median eminence ke dalam hipophyseal portal darah merupakan sinyal neuroendokrin untuk terjadinya proses
ovulasi. Gonadotropin Releasing Factor GnRH akan menstimulasikan sel-sel gonadotrof kelenjar hipofisa untuk mensekresikan FSH dan LH. Gonadotropin
Releasing Factor GnRH, FSH dan LH akan dilepaskan dengan lonjakan- lonjakan tertentu. Follicle stimulating hormone FSH dan LH akan bekerja pada
sel target dari gonad Iman dan Fahriyan 1992.
Sekresi FSH terjadi secara ritmis selama 4 sampai dengan 5 hari sebelum berahi, menjelang fase luteal berakhir konsentrasi FSH dalam plasma meningkat
dan secara sinergis dengan LH, akan merangsang pertumbuhan folikel. Folikel akan mencapai stadium folikel tersier yang matang. Dalam waktu yang cukup
singkat dibawah pengaruh FSH dan estradiol 17ß terjadi pembentukan reseptor- reseptor untuk kedua macam hormon tersebut, sedangkan pada sel-sel granula
juga terjadi induksi pembentukan reseptor untuk LH. Follicle stimulating hormone FSH akan menstimulasikan sel-sel
granulosa untuk memfasilitasi proses oogenesis dan bertanggung jawab atas perkembangan dan pematangan folikel, LH berfungsi menstimulasikan sintesa
androstenedion dari kolesterol, dan selanjutnya dikonversi ke dalam testosteron. Pada sel-sel granulosa terjadi aromatisasi estradiol-17ß dibawah pengaruh FSH
membentuk estrogen Iman dan Fahriyan 1992. Hormon ataupun target organ memiliki suatu sistem homeostatik feedback,
yaitu semua mekanisme hormon diatur oleh sekresi hormon itu sendiri. Folikel ovari matang dan kadar estrogen di atas ambang akan berespons terhadap
hipothalamus untuk menekan pelepasan FSH dan selanjutnya memfasilitasi pelepasan LH untuk menandai proses ovulasi. Pada saat tersebut sel-sel granulosa
memproduksi inhibin yang bekerja khusus untuk menghambat produksi FSH feedback negatif.
Estrogen dapat menyebabkan feedback positif terhadap Hipothalamus dan hipofisa anterior, yakni kadar estrogen meningkat akan menyebabkan peningkatan
sekresi GnRH, demikian pula akan terjadi peningkatan kadar gonadotropin dari hipofisa anterior. Tingginya kadar estrogen merupakan sinyal untuk pelepasan LH
dalam kaitannya dengan persiapan ovulasi. Superovulasi dapat dilakukan melalui beberapa cara yang berbeda,
diantaranya dalam pemberian dosis, preparat hormon dan prosedur pelaksanaan Iman dan Fahriyan 1992. Pemakaian gonadotropin seperti PMSGhCG
seringkali dilakukan
pada superovulasi.
Pregnant mare
serum gonadotrophinehuman chorionic gonadotrophin PMSGhCG merupakan
hormon ganadotropin yang dihasilkan oleh plasenta dengan aktivitas biologik menyerupai FSH dan LH sehingga disebut sebagai gonadotrophin sempurna.
Pengaruh yang ditumbulkan oleh PMSG antara lain merangsang pertumbuhan folikel, menunjang produksi estrogen, ovulasi, luteinisasi, dan merangsang
sintesis progesteron pada domba yang dihipofisektomi. Waktu paruh biologis PMSG adalah panjang 40 sampai dengan 125 jam Hafez dan Hafez 2000.
Pregnant mare serum gonadotrophine PMSG sebagai glikoprotein yang terdiri atas subunit α dan ß dengan kadar karbohidrat tinggi, yakni kadar asam sialat yang
dapat mengakibatkan waktu paruh PMSG cukup panjang dibandingkan dengan gonadotropin lainnya Hafez dan Hafez 2000. Pregnant mare serum
gonadotrophine PMSG dengan dosis tunggal melalui intramuskuler cukup untuk menimbulkan ovulasi berganda. Penggunaan PMSG menimbulkan respons yang
sangat variatif mulai dari tidak berespons, kadang-kadang sampai berespons berlebihan. Apabila pemberian PMSG tidak disertai dengan pemberian hormon
lain, PMSG harus diberikan pada awal fase luteal, yaitu hari ke-16 siklus uterus untuk domba.
Keberhasilan cara superovulasi, ternyata membawa pengaruh yang besar terhadap stimulasi uterus, yang diawali dari laju ovulasi, peningkatan jumlah
korpus luteum berlanjut terhadap sekresi beberapa hormon dan faktor tumbuh yang disekresikan oleh korpus luteum. Perjalanan panjang ini akan mempengaruhi
ekspresi gen dalam pertumbuhan sel-sel stroma uterus yang dimanifestasikan terhadap bobot fetus domba yang di superovulasi lebih berat dari yang tidak di
superovulasi Sumaryadi et al. 2002.
2.5. Hematologi Domba