Pola pemeliharaan ternak domba di Indonesia masih bersifat tradisional dengan skala pemilikan yang kecil small holders. Di samping itu, jumlah
pemotongan domba termasuk domba betina produktif untuk kebutuhan lokal pun cukup tinggi, sehingga bila produktivitasnya tidak ditingkatkan dan
dikembangkan secara komersial dan dalam skala yang besar, dikhawatirkan akan terjadi pengurangan populasi domba nasional, karena perkembangan populasi
domba tidak sejalan dengan meningkatnya permintaan akan domba dan perkembangan populasi penduduk.
Masalah utama rendahnya produktivitas bakalan domba adalah domba betina yang beranak dengan jumlah lebih dari dua ekor biasanya memiliki bobot
lahir yang rendah dan dengan tingkat kematian yang tinggi Sumaryadi 2003; Andriyanto dan Manalu 2011. Produktivitas bakalan domba dapat ditingkatkan
dengan cara superovulasi. Superovulasi telah terbukti dapat memperbaiki sekresi hormon endogen
kebuntingan, yaitu progesteron dan estrogen Andriyanto dan Manalu 2011. Kedua hormon ini mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan uterus serta
mempengaruhi proses tumbuh kembang kelenjar ambing. Teknik superovulasi dilakukan dengan cara menyuntikan hormon gonadotropin, seperti pregnant mare
serum gonadotropinhuman chorionic gonadotrophin PMSGhCG yang akan meningkatkan perkembangan folikel ovarium, sehingga dapat meningkatkan
jumlah sel telur yang diovulasikan. Kondisi induk domba yang disuperovulasi tentunya berbeda dengan induk
domba yang tidak disuperovulasi. Hal ini dikarenakan induk domba yang disuperovulasi memiliki beban metabolisme yang lebih tinggi dibandingkan
dengan induk domba yang tidak disuperovulasi. Peningkatan status fisiologis akan meningkatkan kualitas bakalan yang dihasilkan dengan tingkat kematian anak
yang lebih rendah sehingga nilai efisiensi reproduksi induk akan meningkat.
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui pengaruh penerapan superovulasi terhadap status fisiologis induk melalui gambaran darahnya pada
awal kebuntingan. Selain itu, tujuan dari penelitian ini ialah untuk meningkatkan performans induk yang tergambar melalui gambaran darahnya.
1.3. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini ialah memaksimalkan penerapan teknologi reproduksi, yakni superovulasi. Penerapan superovulasi dapat meningkatkan
performans induk domba sehingga menghasilkan anakan yang lebih baik secara kualitas maupun kuantitas. Peningkatan jumlah populasi domba diharapkan dapat
memenuhi kebutuhan daging domestik dan memberikan sumbangan terhadap swasembada daging nasional. Manfaat lainnya dari peningkatan jumlah populasi
domba adalah dapat melindungi dan menyelamatkan plasma nutfah asli Indonesia, yakni Domba Ekor Tipis, dari kepunahan akibat pemotongan betina yang
produktif.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karakteristik Domba Ekor Tipis
Domba merupakan hewan ruminansia kecil yang dipelihara sebagai hewan gembala di dataran rendah. Domba dipelihara untuk dimanfaatkan wol dan
dagingnya Hafez dan Hafez 2000. Oleh karena peralatan domba tidak terlalu mahal, persyaratan kandang sederhana, dan persyaratan pakan tidak sulit maka
domba dapat dimanfaatkan sebagai hewan percobaan di laboratorium. Domba seperti halnya kambing, kerbau, dan sapi, tergolong dalam famili Bovidae.
Klasifikasi domba berdasarkan taksonomi adalah sebagai berikut Herren 2000. Kingdom
: Animalia Filum
: Chordata Kelas
: Mammalia Ordo
: Artiodactyla Famili
: Bovidae Subfamili
: Caprinae Genus
: Ovis Spesies
: Ovis aries Kelompok domba yang digunakan sebagai hewan coba dalam penelitian
untuk penulisan Skripsi ini adalah kelompok Domba Ekor Tipis. Domba Ekor Tipis banyak ditemukan di daerah-daerah dengan curah hujan yang cukup tinggi
seperti di Jawa Barat Doho 1994. Domba Ekor Tipis memiliki ciri morfologi berekor tipis dan pendek,
memiliki warna dominan putih dan ada belang hitam di sekeliling mata, hidung, dan dapat pula diseluruh tubuhnya, tidak ada deposisi lemak dibagian ekor, domba
jantan memiliki tanduk yang melengkung sedangkan domba betina pada umumnya tidak bertanduk. Domba Ekor Tipis memiliki ukuran telinga yang
sedang dan wol yang kasar Iniquez et al. 1993. Domba ini memiliki bobot badan domba betina dewasa bervariasi dari 25 sampai dengan 35 kg dengan tinggi badan
rata-rata 57 cm, sedangkan bobot badan domba jantan dewasa berkisar antara 40 sampai dengan 60 kg dengan tinggi badan rata-rata 60 cm. Rataan bobot lahir dan
bobot sapih Domba Ekor Tipis yang dipelihara dengan sistem penggembalaan masing-masing 2,2 dan 10 kgekor. Karakteristik Domba Ekor Tipis dapat dilihat
pada Tabel 2. Tabel 2 Karakteristik Domba Ekor Tipis
Karakteristik Keterangan
Keturunan asal Java thin tailed sheep breed.
Penyebaran di Indonesia Seluruh Pulau Jawa.
Kemampuan adaptasi terhadap lingkungan
Sangat baik beradaptasi pada lingkungan tropis dan kondisi pakan
yang buruk.
Reproduksi khusus Mudah berkembang biak dan
perawakan kecil, tidak dipengaruhi oleh musim kawin, dapat
menghasilkan tiga anak dalam dua tahun.
Warna bulu Pada umumnya putih, kadang ada
sedikit bercak hitam pada bagian mata dan hidung.
Tanduk Hanya dimiliki oleh domba jantan,
berbentuk melingkar dengan ukuran kecil.
Rata-rata umur untuk dikawinkan 12 bulan untuk domba jantan dan 10
bulan untuk domba betina. Rata-rata umur pubertas
10 bulan untuk domba jantan dan 8 bulan untuk domba betina.
Berat lahir 1,5 kg untuk domba jantan dan 1,3
untuk domba betina.
Sumber: Bamualim 2008
2.2. Reproduksi dan Superovulasi Domba