BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ternak dan hasil produksinya merupakan sumber bahan pangan protein yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peternakan
domba merupakan sektor agribisnis yang patut dikembangkan dan perlu mendapat perhatian serius untuk mewujudkan agribisnis yang berdaya saing, sehingga dapat
turut serta dalam memberikan sumbangan pada peningkatan perekonomian nasional.
Hal ini berdasarkan pada keadaan alam dengan keanekaragaman yang sungguh luar biasa dan keadaan sosial-budaya yang sangat kondusif, terutama
terkait dengan mayoritas Warga Negara Indonesia WNI beragama Islam. Keduanya merupakan faktor pendukung potensial bagi pengembangan peternakan
domba di Indonesia. Salah satu daerah penghasil ternak domba di Jawa Barat adalah Kabupaten
Bogor. Populasi ternak domba di Indonesia pada tahun 2009 adalah 10 199 000 ekor sedangkan populasi domba di Provinsi Jawa Barat adalah yang paling tinggi
di Indonesia yaitu sebanyak 5 311 836 ekor atau mencapai 51 populasi domba nasional Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor 2009. Berdasarkan
data statistik Direktorat Jendral Peternakan 2011, populasi ternak domba selalu meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan populasi ternak domba di Indonesia
disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1 Peningkatan populasi ternak domba di Indonesia
Tahun Populasi ekor
2001 7 401 000
2002 7 641 000
2003 7 811 000
2004 8 075 000
2005 8 327 000
2006 8 980 000
2007 9 514 000
2008 9 605 000
2009 10 199 000
2010 10 932 000
Sumber: Direktorat Jendral Peternakan 2011
Pola pemeliharaan ternak domba di Indonesia masih bersifat tradisional dengan skala pemilikan yang kecil small holders. Di samping itu, jumlah
pemotongan domba termasuk domba betina produktif untuk kebutuhan lokal pun cukup tinggi, sehingga bila produktivitasnya tidak ditingkatkan dan
dikembangkan secara komersial dan dalam skala yang besar, dikhawatirkan akan terjadi pengurangan populasi domba nasional, karena perkembangan populasi
domba tidak sejalan dengan meningkatnya permintaan akan domba dan perkembangan populasi penduduk.
Masalah utama rendahnya produktivitas bakalan domba adalah domba betina yang beranak dengan jumlah lebih dari dua ekor biasanya memiliki bobot
lahir yang rendah dan dengan tingkat kematian yang tinggi Sumaryadi 2003; Andriyanto dan Manalu 2011. Produktivitas bakalan domba dapat ditingkatkan
dengan cara superovulasi. Superovulasi telah terbukti dapat memperbaiki sekresi hormon endogen
kebuntingan, yaitu progesteron dan estrogen Andriyanto dan Manalu 2011. Kedua hormon ini mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan uterus serta
mempengaruhi proses tumbuh kembang kelenjar ambing. Teknik superovulasi dilakukan dengan cara menyuntikan hormon gonadotropin, seperti pregnant mare
serum gonadotropinhuman chorionic gonadotrophin PMSGhCG yang akan meningkatkan perkembangan folikel ovarium, sehingga dapat meningkatkan
jumlah sel telur yang diovulasikan. Kondisi induk domba yang disuperovulasi tentunya berbeda dengan induk
domba yang tidak disuperovulasi. Hal ini dikarenakan induk domba yang disuperovulasi memiliki beban metabolisme yang lebih tinggi dibandingkan
dengan induk domba yang tidak disuperovulasi. Peningkatan status fisiologis akan meningkatkan kualitas bakalan yang dihasilkan dengan tingkat kematian anak
yang lebih rendah sehingga nilai efisiensi reproduksi induk akan meningkat.
1.2. Tujuan Penelitian