Reproduksi dan Superovulasi Domba

bobot sapih Domba Ekor Tipis yang dipelihara dengan sistem penggembalaan masing-masing 2,2 dan 10 kgekor. Karakteristik Domba Ekor Tipis dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Karakteristik Domba Ekor Tipis Karakteristik Keterangan Keturunan asal Java thin tailed sheep breed. Penyebaran di Indonesia Seluruh Pulau Jawa. Kemampuan adaptasi terhadap lingkungan Sangat baik beradaptasi pada lingkungan tropis dan kondisi pakan yang buruk. Reproduksi khusus Mudah berkembang biak dan perawakan kecil, tidak dipengaruhi oleh musim kawin, dapat menghasilkan tiga anak dalam dua tahun. Warna bulu Pada umumnya putih, kadang ada sedikit bercak hitam pada bagian mata dan hidung. Tanduk Hanya dimiliki oleh domba jantan, berbentuk melingkar dengan ukuran kecil. Rata-rata umur untuk dikawinkan 12 bulan untuk domba jantan dan 10 bulan untuk domba betina. Rata-rata umur pubertas 10 bulan untuk domba jantan dan 8 bulan untuk domba betina. Berat lahir 1,5 kg untuk domba jantan dan 1,3 untuk domba betina. Sumber: Bamualim 2008

2.2. Reproduksi dan Superovulasi Domba

Kemampuan reproduksi domba dapat dipengaruhi oleh faktor genetik bangsa domba dan beberapa faktor lain seperti jenis kelamin, cuaca dan iklim, dan pakan yang diberikan. Domba-domba betina mencapai masa pubertas pada umur 5 sampai dengan 7 bulan dan dapat dikawinkan untuk pertama kali pada umur 8 bulan atau lebih. Siklus berahi pada domba rata-rata terjadi setiap 16 hari sekali dengan kisaran antara 14 sampai dengan 20 hari, dengan lama estrus rata- rata 30 jam. Ovulasi terjadi sekitar 24 sampai dengan 30 jam setelah awal estrus. Oleh karena itu, kebuntingan sangat mungkin terjadi apabila perkawinan terjadi pada saat akhir masa berahi. Domba Ekor Tipis mempunyai keunggulan selain mudah beradaptasi dengan lingkungan, juga memiliki sifat prolifik yaitu kemampuan beranak hingga 4 ekor dalam satu kelahiran Inonuo dan Iniguez 1991. Kenyataan di lapangan menunjukan semua jenis domba yang beranak lebih dari dua ekor, akan diikuti dengan angka kematian yang tinggi, sehingga pada akhirnya mengakibatkan rendahnya efisiensi reproduksi. Kemungkinan penyebabnya adalah telah terjadi persaingan antaranak dalam pengambilan zat makanan sejak awal kebuntingan, sementara induk tidak mempunyai persiapan yang memadai. Efisiensi reproduksi ternak domba sangat bergantung pada keberhasilan proses reproduksi. Salah satu cara meningkatkan potensi reproduksi domba adalah melalui superovulasi. Superovulasi berasal dari kata super berarti luar biasa dan ovulasi berati pelepasan sel telur atau ovum dari folikel de Graaf. Secara umum superovulasi merupakan suatu upaya memanipulasi folikulogenesis sehingga jumlah ovulasi meningkat dibanding normal. Peningkatan jumlah folikel yang berkembang hingga mengalami ovulasi dirangsang melalui penyuntikan pregnant mare serum gonadotrophinhuman chorionic gonadotrophin PMSGhCG. Dengan meningkatnya jumlah folikel yang dihasilkan maka jumlah sel telur yang diovulasikan dan yang dibuahi akan menjadi bertambah sehingga jumlah anak per kelahiran dapat meningkat. Keberhasilan penggunaan PMSGhCG dalam meningkatkan jumlah folikel dan korpus luteum dapat dilihat dari meningkatnya sekresi hormon-hormon kebuntingan, pertumbuhan uterus, embrio, dan fetus, peningkatan bobot lahir dan bobot sapih, pertumbuhan dan perkembangan kelenjar susu, dan produksi susu pada domba Manalu et al. 1998; Manalu et al. 1999; Manalu et al. 2000a; Manalu et al. 2000b.

2.3. Sinkronisasi Berahi