PORSI PENGGUNAAN BAHASA JURNALISTIK NASKAH BERITA RADIO (Analisis Isi Naskah Berita di Radio Elfara FM dan Radio Tidar Sakti FM)

(1)

i PORSI PENGGUNAAN BAHASA JURNALISTIK NASKAH BERITA RADIO (Analisis Isi Naskah Berita di Radio Elfara FM dan Radio Tidar Sakti FM)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang

Sebagai Syarat Mendapatkan Gelar Sarjana (S-1)

Disusun oleh: ANASRULY FAUZAN

04220289

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


(2)

ii LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI

Nama : Anasruly Fauzan

NIM : 04220289

Jurusan : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Judul Skripsi : PORSI PENGGUNAAN BAHASA JURNALISTIK NASKAH BERITA RADIO

(Analisis Isi Naskah Berita di Radio Elfara FM dan Radio Tidar Sakti FM)

Disetujui, Pembimbing I

Joko Susilo, S.Sos, M.Si

Pembimbing II

Dra. Frida kusumastuti, M.Si

Mengetahui,

Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi

Dra. Frida Kusumastuti, M.Si

Dekan FISIP UMM


(3)

iii LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Anasruly Fauzan

NIM : 04220289

Jurusan : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Judul Skripsi : PORSI PENGGUNAAN BAHASA JURNALISTIK NASKAH BERITA RADIO

(Analisis Isi Naskah Berita di Radio Elfara FM dan Radio Tidar Sakti FM)

Telah dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik Universitas Muhammadiyah Malang

dan dinyatakan LULUS

Pada Hari : Sabtu Tanggal : 8 April 2011

Tempat : Ruang 605

Mengesahkan, Dekan FISIP UMM

Dr. Wahyudi, M.Si

Dewan Penguji:

1. Muslimin Machmud, Ph.D

2. Drs. Sugeng Pujileksono, M.Si

3. Joko Susilo, M.Si


(4)

iv PERNYATAAN ORISINALITAS

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Anasruly Fauzan

Tempat, tanggal Lahir : Semarang, 7 April 1985

Nomor Induk Mahasiswa : 04220289

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Jurusan : Ilmu Komunikasi

Menyatakan bahwa karya ilmiah (skripsi) dengan judul:

PORSI PENGGUNAAN BAHASA JURNALISTIK NASKAH BERITA RADIO (Analisis Isi Naskah Berita di Radio Elfara FM dan Radio Tidar Sakti FM)

Adalah bukan karya tulis ilmiah (skripsi) orang lain, baik sebagian ataupun seluruhnya, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah saya sebutkan sumbernya dengan benar.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, saya bersedia mendapat sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Malang, April 2011 Yang Menyatakan,


(5)

v BERITA ACARA BIMBINGAN

Nama : Anasruly Fauzan

NIM : 04220289

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Jurusan : Ilmu Komunikasi

Konsentrasi : Jurnalistik

Judul Skripsi : PORSI PENGGUNAAN BAHASA JURNALISTIK NASAKAH

BERITA RADIO

(Analisis Isi Naskah Berita di Radio Elfara FM dan Radio Tidar Sakti FM)

Pembimbing : 1. Joko Susilo, M.Si

2. Dra.Frida Kusumastuti, M.Si

Kronologi Bimbingan

Tanggal Paraf

Pembimbing I

Paraf Pembimbing II

Keterangan

5 November 2010 Acc Judul

19 Desember 2010 Acc Proposal

26 Desember 2010 Seminar Proposal

10 Januari 2010 Acc. BAB I

10 April 2011 Acc. BAB II

17 April 2011 Acc. BAB III dan IV

29 April 2011 Acc. Seluruh Naskah

Malang, April 2011 Disetujui,

Pembimbing I

Joko Susilo, S.Sos, M.Si

Pembimbing II


(6)

vi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

LEMBAR PERSETUJUAN ii

LEMBAR PENGESAHAN iii

PERNYATAAN ORISINALITAS iv

BERITA ACARA BIMBINGAN v

ABSTRAKSI vi

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR LAMPIRAN xvi

Bab I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 7

1.3 Tujuan Penelitian 7

1.4 Signifikansi Penelitian 8

1.4.1 Kegunaan Akademis 8

1.4.2 Kegunaan Praktis 8

1.5 Tinjauan Pustaka 8

1.5.1 Bahasa Jurnalistik 8

1.5.2 Karakteristik Bahasa Jurnalistik 13

1.5.3 Bahasa Jurnalistik Radio 19

1.5.4 Naskah Berita Radio 27

1.5.4.1 Naskah Berita 28

1.5.4.2 Naskah Berita Radio 30

1.5.5 Radio 38

1.5.6 Karakteristik Radio 39

1.6 Definisi Konseptual 50

1.7 Hipotesis Penelitian 51

1.8 Metode Penelitian 51

1.9 Ruang Lingkup 53

1.10 Unit Analisis dan Satuan Ukur 53


(7)

vii

1.12 Struktur Kategori 55

1.13 Teknik Pengumpulan Data 60

1.14 Teknik Analisa Data 63

1.12.1 Uji Reliabilitas Kategori 64

1.12.2 Chi Kuadrat 66

Bab II GAMBARAN UMUM RADIO ELFARA FM DAN RADIO

TIDAR SAKTI FM 68

2.1 Gambaran Umum Radio Elfara FM 68

2.1.1 Proses Penulisan Naskah Berita Radio Elfara FM 75

2.1.2 Format Penulisan Naslah Berita Radio Elfara FM 80

2.1.3 Proses Siaran Berita Radio Elfara FM 81

2.2 Gambaran Umum Radio Tidar Sakti FM 84

2.2.1 Proses Penulisan Naskah Berita Radio Tidar Sakti FM 89 2.2.2 Format Penulisan Naslah Berita Radio Tidar Sakti FM 95

2.2.3 Proses Siaran Berita Radio Tidar Sakti FM 96

Bab III PERBANDINGAN PENGGUNAAN BAHASA JURNALISTIK DALAM NASKAH BERITA RADIOELFARA FM DAN

RADIO TIDAR SAKTI FM 100

3.1 Uji Reliabilitas Radio Elfara FM dan Radio Tidar Sakti FM 101

3.1.1 Uji Reliabilitas Radio Elfara FM 101

3.1.2 Uji Reliabilitas Radio Tidar Sakti FM 106

3.2 Perbandingan Frekuensi Radio Elfara FM dan Radio Tidar Sakti FM 111 3.2.1 Perbedaan Gramatikal pada Naskah Berita Radio Elfara FM dan

Radio Tidar Sakti FM 114

3.2.2 Perbedaan Penggunaan Konotatif pada Naskah Berita

Radio Elfara FM dan Radio Tidar Sakti FM 118

3.2.3 Perbedaan Pembulatan Angka pada Naskah Berita

Radio Elfara FM dan Radio Tidar Sakti FM 131

3.2.4 Perbedaan Penggunaan Kata Umum dan Lazin dipakai pada

Naskah Berita Radio Elfara FM dan Radio Tidar Sakti FM 135 3.2.5 Perbedaan Susunan Kalimat Logis pada Naskah Berita Radio

Elfara FM dan Radio Tidar Sakti FM 143


(8)

viii

Radio Tidar Sakti FM 153

3.2.7 Perbedaan Mata Uang dibelakang Angka pada Naskah Berita

Radio Elfara FM dan Radio Tidar Sakti FM 155

3.2.8 Perbedaan Pengucapan Satu Kalimat Satu Nafas pada

Naskah Berita Radio Elfara FM dan Radio Tidar Sakti FM 159 3.2.9 Perbedaan Tanda Baca Khusus pada Naskah Berita Radio

Elfara FM dan Radio Tidar Sakti FM 162

3.2.10 Perbedaan Avoid Abbreviation pada Naskah Berita Radio

Elfara FM dan Radio Tidar Sakti FM 186

3.2.11 Perbedaan Spoken Words pada Naskah Berita Radio Elfara FM

dan Radio Tidar Sakti FM 196

3.2.12 Perbedaan Present Tense pada Naskah Berita Radio Elfara FM

dan Radio Tidar Sakti FM 200

3.2.13 Perbedaan Sign Posting pada Naskah Berita Radio Elfara FM

dan Radio Tidar Sakti FM 203

3.2.14 Perbedaan Stay Away From Quotes pada Naskah Berita Radio

Elfara FM dan Radio Tidar Sakti FM 207

3.2.15 Perbedaan Subtel Repetition pada Naskah Berita

Radio Elfara FM dan Radio Tidar Sakti FM 211

Bab IV KESIMPULAN DAN SARAN 223

4.1 Kesimpulan 223

4.2 Saran Akademis 229

4.3 Saran Praktis 230


(9)

ix DAFTAR TABEL

Tabel 1.1: Kategorisasi Bahasa Jurnalistik 55

Tabel 1.2: Contoh Lembar Koding Naskah Berita Radio Tidar Sakti FM 61

Tabel 1.3: Contoh Lembar Koding Naskah Berita Radio Elfara FM 62

Tabel 1.4: Contoh Tabel Distribusi Frekuensi Nilai Berita 64

Tabel 1.5: Contoh Tabel Frekuensi Kemunculan Kategori 66

Tabel 1.6: Contoh Tabel Chi Kuadrat 66

Tabel 3.1: Distribusi Frekuensi Nilai Radio Elfara FM 101

Tabel 3.2: Distribusi Frekuensi Nilai Radio Elfara FM Koder 1 101

Tabel 3.3: Distribusi Frekuensi Kemunculan antara Peneliti dengan Koder 1

Radio Elfara FM 102

Tabel 3.4: Distribusi Frekuensi Nilai Radio Elfara FM Koder 2 104

Tabel 3.5: Distribusi Frekuensi Kemunculan antara Peneliti dengan

Koder 2 Radio Elfara FM 104

Tabel 3.6: Distribusi Frekuensi Nilai Radio Tidar Sakti FM 106

Tabel 3.7: Distribusi Frekuensi Nilai Radio Tidar Sakti FM Koder 1 107

Tabel 3.8: Distribusi Frekuensi Kemunculan antara Peneliti dengan Koder 1

Radio Tidar Sakti FM 107

Tabel 3.9: DIstribusi Frekuensi Nilai Radio Tidar Sakti FM Koder 2 109

Tabel 3.10: Distribusi Frekuensi Kemunculan antara Peneliti dengan

Koder 2 Radio Tidar Sakti FM 109

Tebel 3.11: Frekuensi Kemunculan Kategori 111


(10)

x

Tabel 3.13: Perbandingan Frekuensi Radio Elfara FM dan

Radio Tidar Sakti FM 113

Tabel 3.14: Penggunaan Unsur Gramatikal 114

Tabel 3.15: Perbandingan Penggunaan Indikator Kalimat Sederhana 114

Tabel 3.16: Perbandingan Penggunaan Indikator Kalimat Ringkas 116

Tabel 3.17: Perbandingan Pelanggaran Unsur Gramatikal 118

Tabel 3.18: Penggunaan Kategori Unsur konotatif 118

Tabel 3.19: Perbandingan Penggunaan Kategori Konotatif 119

Tabel 3.20: Perbandingan Frekuensi Kemunculan Konotatif 130

Tabel 3.21: Perbandingan Naskah Tanpa Konotatif 130

Tabel 3.22: Penggunaan Kategori Pembulatan Angka 131

Tabel 3.23: Perbandingan Penggunaan Kategori Pembulatan Angka 131

Tabel 3.24: Perbandingan Naskah tanpa Informasi Angka 134

Tabel 3.25: Penggunaan Kategori Kata Umum dan Lazim dipakai 135

Tabel 3.26: Perbandingan Indikator Menghindari Homofon 136

Tabel 3.27: Perbandingan indikator menghindari kalimat Asing 136

Tabel 3.28: Perbandingan Pelanggaran Kategori kata umum dan

Lazim dipakai 143

Tabel 3.29: Perbandingan Penggunaan Susunan Kalimat Logis 144

Tabel 3.31: Perbandingan Pelanggaran Susunan Kalimat Logis 152

Tabel 3.32: Penggunaan kategori Kalimat Aktif 153

Tabel 3.33: Perbandingan Penggunaan kategori Kalimat Aktif 153

Tabel 3.34: Perbandingan Pelanggaran kategori Kalimat Aktif 154


(11)

xi

dibelakang Angka 155

Tabel 3.36: Perbandingan Penggunaan Kategori Mata Uang pengucapannya

dibelakang Angka 156

Tabel 3.37: Kategori Mata Uang pengucapannya dibelakang Angka 159

Tabel 3.38: Perbandingan pelanggaran Kategori Mata Uang pengucapannya

dibelakang Angka 159

Tabel 3.39: Penggunaan Kategori Satu Kalimat Satu Nafas 160

Tabel 3.40: Perbandingan Penggunaan Kategori Satu Kalimat Satu Nafas 161

Tabel 3.41: Perbandingan Pelanggaran indikator Tanda Baca Dash 163 Tabel 3.42: Perbandingan Pelanggaran indikator Tanda Baca Dash (%) 172

Tabel 3.43: Perbandingan Penggunaan indikator Tanda Baca Dash 173

Tabel 3.44: Perbandingan Pelanggaran indikator Tanda Baca Punctuation 174

Tabel 3.45: Perbandingan Pelanggaran indikator Tanda Baca

Punctuation (%) 185

Tabel 3.46: Perbandingan Penggunaan indikator Tanda Baca

Punctuation 186

Tabel 3.47: Penggunaan kategori Avoid Abbreviation 187

Tabel 3.48: Perbandingan Penggunaan kategori Avoid Abbreviation 187 Tabel 3.49: Perbandingan Pelanggaran kategori Avoid Abbreviation 195

Tabel 3.50: Penggunaan Kategori Spoken Words 196

Tabel 3.51: Perbandingan Penggunaan Kategori Spoken Words 196

Tabel 3.52: Perbandingan Pelanggaran Kategori Spoken Words 200

Tabel 3.53: Penggunaan Kategori Present Tense 200


(12)

xii

Tabel 3.55: Penggunaan Kategori Sign Posting 203

Tabel 3.56: Perbandingan Penggunaan Kategori Sign Posting 203

Tabel 3.57: Perbandingan Pelanggaran Kategori Sign Posting 207

Tabel 3.58: Penggunaan Kategori Stay Away From Quotes 208

Tabel 3.59: Perbandingan Penggunaan Kategori Stay Away From Quotes 209 Tabel 3.60: Perbandingan Pelanggaran Kategori Stay Away From Quotes 210

Tabel 3.61: Penggunaan Kategori Subtitle Repetition 211

Tabel 3.62: Perbandingan Penggunaan Kategori Subtitle Repetition 211

Tabel 4.1: Perbandingan Frekuensi Radio Elfara FM dan

Radio Tidar Sakti FM 223

Tabel 4.2: Perbandingan Frekuensi Kesalahan Radio Elfara FM dan


(13)

xiii DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1: Logo Radio Elfara FM 69

Gambar 2.2: Outdoor Broadcasting Van (OB Van Radio Elfara FM) 74

Gambar 2.3: OB Van dalam salah satu acara Radio Elfara FM 75

Gambar 2.4: Alur penulisan naskah Berita Radio Elfara FM 76

Gambar 2.5: Struktur Organisasi Radio Elfara FM 82

Gambar 2.6: OB Van radio Tidar Sakti FM 86

Gambar 2.7: Logo Radio Tidar Sakti FM 87

Gambar 2.8: Alur Penulisan Naskah Berita Radio Elfara FM 90


(14)

xiv DAFTAR LAMPIRAN

Hasil Koding Radio Elfara FM Peneliti, Koder 1 dan Koder

231

Hasil Koding Radio Elfara FM Peneliti dan Koder 1

233

Hasil Koding Radio Elfara FM Peneliti dan Koder 2

235

Hasil Koding Radio Tidar Sakti FM Peneliti, Koder 1 dan Koder 2

237

Hasil Koding Radio Tidar Sakti FM Peneliti dan Koder 1

238

Hasil Koding Radio Tidar Sakti FM Peneliti dan Koder 2

242

Naskah Berita Radio Elfara FM

243


(15)

xv DAFTAR PUSTAKA

Sumadiria, As Haris. 2006. Bahasa Jurnalistik, Panduan Praktis Penulis dan Jurnalis.Bandung. Simbiosa Rekatama Media

Prayudha, Harley. 2006. Radio: Penyiar, it`s not Just A Talk, Malang. Bayumedia Publishing

Atuti, Santi Indra. 2008. Jurnalisme Radio, Teori dan Praktik.Bandung. Simbiosa Rekatama Media

Yosef, Jani. 2009. To Be A Journalist; Menjadi Jurnalis TV, Radio dan Surat Kabar yang Profesional. Yogyakarta. Graha Ilmu

Rahadi, Kunjana.2006. Asyik Berbahas Jurnalistik, Kalimat Jurnalistik dan Temali Masalahnya. Yogyakarta. Santusta

Masduki. 2000. Jurnalistik Radio; Menata Profesionalisme Reporter dan Penyiar. Yogyakarta. LKiS

Dewabrata.2004. Kalimat Jurnalistik, Oanduan Mencermati Penulisan Berita. Jakarta. Kompas

Riswandi.2009. Dasar-dasar Penyiaran. Yogyakarta. Graha Ilmu

Santoso, Gempur. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta. Prestasi Pustaka

Nasrullah, Jamroji, Himawan, Zen. 2006. Menyusun Skripsi untuk Ilmu Komunikasi.Malang. UMM Press

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung Alfabeta

Rakhmat, Jalaluddin. 2007. Metode Penelitian Komunikasi; Dilengkapi Contoh Analisis Statistik. Bandung. Remaja Rosdakarya

Riduwan. 2008. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru – Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung. Alfabeta

Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktis, Riset Komunikasi. Jakarta, Kencana Prenada Media Group


(16)

xvi

Echols, John dan Hassan Sadilly. 2001. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Haryati. 2007. Mengamati Fenomena Citizen Journalism. Komunikasi di Era Digital, Paradigma Baru Bermedia: 11-31

Herbert, John. 2000. Journalism in the Digital Age. Focal Press

Hidayat, Sholihin. 1997. Lokakarya Redaktur Daerah Jawa Pos. Orientasi Media, Sebuah Acuan Kerja Redaksional: 1-2

Krippendorff, Klaus. 1991. Analisis Isi Pengantar Teori dan Metodologi. Jakarta.: Rajawali Pers

Kriyantono, Rachmat.2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relation, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Kusumaningrat, Hikmat dan Purnama Kusumaningrat.2005. Jurnalistik Teori dan Praktik. Bandung: Remaja Rosdakarya

Nurudin. 2004. Komunikasi Massa. Malang: Cespur

Masri. 2006. Teknik Menuilis Berita dan Feature. Jakarta: Indeks

Mc Quail, Dennis. 1987. Mass Communication Theory. Agus Dharma dan Amiruddin Ram. Penerj. Teori Komunikasi Massa suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga Prisgunanto, Ilham.2004. Praktik Ilmu Komunikasi dalam Kehidupan Sehari-hari.

Jakarta: Teraju

Rakhmat, Jalaludin.2005. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya

Shoemaker, Pamela and Stephen D. Reese. 1996. Mediating The Message: Theories of Influence on Mass Media Content. NY: Longman.

Straubhaar, Joseph dan Robert La Rose.2002. Media Now: Communications Media in the Information Age. Belmont, CA: Wadsworth

Suhandang, Kustadi. 2004. Pengantar Jurnalistik: Seputar Organisasi, Produk,& Kode Etik. Bandung: Nuansa

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 dan Amandemen. Surabaya: Karya Utama


(17)

xvii

Wimmer, Roger D dan Joseph R Dominic. 1983. Mass Media Research An Introduction. California : A Division of Wadsworth, Inc

Winarsunu, Tulus. 2007. Statistik Dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan. Malang: UMM Press

Referensi Non Buku

Ermanto,http://www.referensinasional.com/doc/Jurnalistik,%20Pers,%20dan%20Ko muni kasi.pdf (diakses pada hari Jum’at 30 November 2007 pukul 23:29:59)

Febrian, Jack. Perkembangan Teknologi Digital http://artikel.total.or.id/ kategori.php? id=1&kategori=Teknologi%20Informasi (diakses pada hari Senin 10 Desember 2007 16:37:02)

Makarim, Edmon. Krisis Media dalam Perspektif Konvergensi Telematika: Wacana Media untuk Penyempurnaan UU Pers. http://www.duniaesai.com/ komunikasi/index.html (diakses pada hari Jum’at 07 Desember 2007 pukul 14:15:42)

Lapsus, Sekilas Sejarah Jurnalisme. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/ 0205/07 /index.htm (diakses pada hari Jum’at 07 Desember 2007 pukul 14:15:42)

LogicaCMG.http://www.studiohp.com/news_detail.php?id=7477&sub=all (diakses pada hari Sabtu 15 September 2007 pukul 6:28:54)

Wikipedia. Layanan Pesan Singkat. http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Sms & redirect=no (diakses pada hari Sabtu 03 November 2007 pukul 0:02:58)

Profil Liputan 6 SCTV. http://www.sctv.co.id/company/pages.php?id=1 (diakses pada hari Minggu 10 Desember 2007 pukul 17:36:46)

Profil Metro TV. http://www.metrotvnews.com (diakses pada hari Minggu 10 Desember 2007 pukul 16:28:25)


(18)

xviii TENTANG PENELITI

Anasruly Fauzan, Lahir di Semarang, Jawa Tengah pada tanggal 7 April 1985. Setelah menamatkan Sekolah Dasar di SD Karangrejo Selatan I di Semarang, Sekolah Menengah Pertama di SLTPN 11 Semarang (2001), Sekolah Menengah Umum di SMU 4 Semarang (2004), Kemudian melanjutkan pendidikannya di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) selama empat tahun. Peneliti memiliki ketertarikan pada Jurnalistisk, sehingga ketika memasuki Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang mengambil konsentrasi Jurnalistik dan berhasil menyelesaikannya pada tahun 2011. Ketertarikan pada Jurnalistik membuat peneliti mengikuti Orientasi Dasar Journalistic Fotography Club (JUFOC) pada tahun 2005 dan juga mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa Kine Klub UMM (UKM Sinematografi) pada tahun 2004. Selain berperan dalm struktur organisasi menjabat sebagai devisi Apresiasi, juga aktif dalam penulisan Skenario. Salah satu skenarionya berjudul “Hanya” terpilih untuk diproduksi secara besar pada tahun 2007. Selain itu juga beberapa kali menjadi pembawa Materi penulisan naskah Skenario dalam diklat dasar di Kine Klub Universitas Muhammadiyah Malang. Pada tahun 2008 menjadi asisten Dosen untuk mata kuliah penulisan Skenario. Minatnya terhadap ilmu komunikasi terutama yang berhubungan dengan Penulisan, membuatnya berkeinginan untuk terus belajar dan selalu berusaha menjadi lebih baik seiring berjalannya waktu


(19)

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Salah satu tugas penting dan paling mendasar dari seoarang jurnalis ialah menyusun bahasa jurnalistik kedalam sebuah kalimat-kalimat Jurnalistik. Kalimat-kalimat Jurnalistik ini nantinya menjadi sajian baik kepada public lewat media massa cetak ataupun media penyiaran. Bahasa Jurnalistik yang baik mempunyai ciri yang enak dan terus mengalir, bersifat lugas dan tegas, padat dan juga tidak berbelit-belit, tepat sasaran, dan akurat, sehingga seseorang yang mendengar akan lebih mudah menangkap makna yang akan disampaikan. Akan tetapi untuk sampai pada bahasa Jurnalistik yang berkualitas, tidak melalui proses yang sederhana. Tentunya akan ada proses yang tidak instan dan cukup panjang. Terkadang akan menemukan hambatan yang sulit serta sarat dengan ketekunan dan keuletan. Jadi sudah dapat dipastikan untuk sampai pada tataran bahasa jurnalistik yang sesuai dengan standar kelayakan adalah hal yang tidak mudah. Tidak sedikit pelaku jurnalis yang meng-iya-kan proses ini. Dalam bukunya Radio: Penyiar, its not just a talk karya Harley Prayudha (2006) juga mengatakan bahwa

Keterampilan menjadi seorang jurnalis tidak diperoleh begitu saja, tetapi melalui serangkaian proses yang menentukan apakah seseorang bisa menjadi seorang jurnalis atau tidak. Proses pembelajaran tersebut harus dilalui dengan keseriusan agar dapat memahami dan melaksanakan profesi bidang jurnalistik secara optimal

Dalam bukunya Sumadiria (2006) yang berjudul Bahasa Jurnalistik juga mengatakan:

Seorang jurnalisharus terampil berbahasa. Keterampilam berbahasa mempunyai empat komponen, yaitu keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan membaca, dan keterampilan menulis.Bahasa seorang jurnalis mencerminkan pikirannya. Semakin terampil seseorang itu berbahasa, semakin cerah dan jelas pula jalan pikirannya


(20)

2

Seorang wartawan dan juga editor sebuah koran dituntut untuk menyuguhkan bacaan sesuai standar koran tempat mereka bekerja. Tentunya standar tersebut sesuai dengan ketentuan kalimat jurnalistik yang berkualitas. Apalagi koran tersebut merupakan koran punya nama, perhatian terhadap kalimat-kalimat beritanya mendapat porsi lebih. Tidak heran bila akhirnya satu berita bisa mendapatkan lebih dari satu kali revisi terhadap setiap kalimat-kalimat yang digunakan. Belum lagi bila ternyata bahasa yang digunakan tidak sesuai dengan standar kalimat juranlitik koran tersebut. Jelas editor mempunyai peran penting dalam hal penataan ulang kalimat berita yang akan naik cetak. Hal ini menjadi lebih baik, karena berita yang keluar melalui proses editor. Paling tidak berita atau informasi yang disuguhkan sudah melalui proses penyaringan bahasa Jurnalistik berkualitas. Lain halnya dengan pelaku jurnalis dalam tehnik penyiaran yang bersifat spontan. Seperti pada instansi radio, yaitu seorang penyiar Radio.

Menjadi seorang penyiar radio diyakini cukup menyenangkan, itu menurut kebanyakan orang yang sudah menerjuni profesi tersebut. Hanya dengan modal suara enak didengar dan sedikit ‘cerewet’ bisa dipastikan punya bakat menjadi penyiar. Belum tentu. Sebenarnya menjadi seorang penyiar radio tidak hanya modal bisa bicara saja, namun lebih dari itu. Banyak hal yang perlu dipelajari dan dipahami dari serangkaian sistem penyajian siaran pada media radio ini. Terutama tata bahasa jurnalistik yang memang dituntut dalam teknik penyiaran. Bila dalam penyajian berita koran, berita sudah melalui editor, tidak begitu dengan radio. Memang untuk naskah berita yang akan dibacakan sudah melalui editor namun demikian cara pembacaan, intonasi dan bagaimana membacakan sering kali terabaikan dari perhatian editor. Beda dengan berita televisi. Berita


(21)

3

televisi terdapat gambar sebagai pengalih perhatian. Kita memang dituntut untuk memperhatikan suara ancor berita, namun dilain sisi perhatian akan teralih oleh gambar ke ancor tersebut. Tidak dapat disangkal bila akhirnya perhatian kita teralih kepada pakaian modis pembaca berita, atau gaya rambut pembaca berita dan bahkan kecantikan pembaca berita. Bisa jadi kita tertarik melihat berita televisi dikarenakan bukan meteri beritanya, namun karena gambar yang disajikan. Jauh berbeda dengan media radio yang hanya mengandalkan suara penyiarnya. Tidak cocok sedikit dengan bahasa yang kurang enak didengar, pendengar dengan mudah menggantinya.

Selama ini kita berfikir bahwa penyiar radio yang sudah jadi atau sudah bekerja bertahun-tahun, begitu mudah dan rileksnya berbicara untuk menyampaikan informasi, begitu akrabnya membangun suasana dengan pendengar dan menyajikan lagu yang enak sekali didengarkan. Maka yang seharusnya kita pikirkan bagaimana mereka dapat mencapai keahlian seperti itu. Keterampilan menjadi penyiar radio tidak diperoleh begitu saja. Menjadi penyiar radio harus melalui serangkaian proses yang nantinya akan menentukan bisa atau tidaknyaa seseorang tersebut menjadi penyiar radio. Satu hal yang dalam pasti proses pembelajaran kepenyiaran radio, serius agar dapat memahami dan melaksanakan profesi dibidang kepenyiaran radio secara optimal.

Pada dasarnya setiap orang mampu menjadi penyiar radio. Menurut Harley Prayudha dalam bukunya yang berjudul Radio:Penyiar, it’s not just a talk, terdapat 3 hal penting yang harus dimiliki seorang penyiar radio, yaitu Science, Art, Skill.

Science atau ilmu pengetahuan menjadi salah satu modal penting bagi penyiar radio. Proses panjang yang menjadikan seorang penyiar radio terus


(22)

4

belajar dan tidak cepat puas dengan wawasan atau pengetahuan yang didapat. Bahkan proses untuk menjadi seorang penyiar radio pun tidak memakan waktu yang singkat. Semisal, belajar memahami proses komunikasi siaran radio dengan model-model komunikasi yang berhubungan dengan media radio. Hal lain yang perlu diperhatikn adalah belajar karakeristik radio mulai dari kelebihan hingga kekurangan radio. Memahami spesifikasi musik dan bentuk siaran serta berbagai program radio. Selain itu, perlu juga memahami fungsi dan cara kerja serta pengoperasian peralatan siaran, seperti Audio, CD Player, Tape player, mixer, system komputer dan lain sebagainya. Setelah semua pendukung siaran sudah dimengerti dan dipahami, maka peningkatan wawasan pengetahuan baik sosial, budaya, ekonomi, politik, hukum dan lainnya juga harus diprioritaskan. Wawasan pengetahuan umum ini nantinya digunakan untuk referensi materi bicara yang mencakup berbagai aspek kehidupan dan keilmuan.

Art atau seni, lebih menitik beratkan pada hal yang sifatnya individual. Setiap orang pastinya memiliki seninya sendiri, baik dalam berbicara mauapun keindahan penggunaan gaya bahasa. Oleh karena itu art atau seni menjadi penting untuk penyiar radio dalam rangka menarik perhatian pendengar ketika melakukan siaran.

Skill atau keterampilan juga salah satu aspek yang harus dimiliki calon penyiar radio dan juga penyiar radio. Optimalisasi keterampilan kepenyiaran radio harus melakukan latihan terus menerus agar menjadi kebiasaan. Jika sudah terbiasa, proses selanjutnya tinggal meningkatkan hal-hal lain yang menyangkut proses menjadi penyiar radio.

Seorang penyiar harus berusaha diminati oleh pendengar. Salah satu caranya adalah penggunaan bahasa jurnalistik yang pas, menghibur,


(23)

5

menyenangkan dan juga membawa kesedihan. Penggunaan bahasa Jurnalistik dapat melibatkan emosi kita. Dalam buku bahasa Jurnalistik yang ditulis Sumadiria mengatakan:

kita kerap terhanyut, seperti mengalami sendiri berbagai fenomena dan peristiwa secara langsung. Ada saatnya kita tertawa. Tetapio ada saatya pula kita merasa sedih dan nestapa. Kita pun banjir airmata. Semua ini terjadi karena kekuatan dahsyat Bahasa Jurnalistik. Kita disuguhi berbagai informasi yang membahagiakan sekaligus informasi yang menyakitkan. Kita kerap diajak untuk berkelana secara mengasyikkan ketitik terjauh tata surya. Tetapi tak jarang, kita juga dibawa untuk menyaksikan berbagai peristiwa yang amat menyesakkan dada, kelaparan, kebakaran, kerusuhan dan pembunuhan

Akan lebih optimal lagi bila Bahasa Jurnalistik diterapkan pada siaran radio. Penyiar harus mampu memengaruhi pendengarnya dari segi emosi dan memainkannya. Tempat, waktu dan situasi juga harus bisa dibaca oleh penyiar. Hal ini berkaitan dengan mood pendengar, karena tidak bisa dielakkan bahwa pendengar juga memiliki peran dalam menentukan persuasi siaran.

Penyiar harus bisa menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh pendengarnya. Hal ini bertujuan agar pendengar semakin loyal terhadap stasiun radio. Dengan begitu akan terjalin keakraban antara stasiun Radio, pendengar dan penyiar. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumadiria dalam bukunya Bahasa Jurnalistik yang membahas tentang salah satu karakteristik stasiun Radio, yaitu:

Radio siaran bersifat akrab, intim. Seorang penyiar radio seolah-olah berada dikamar pendengar yang dengan penuh hormat dan cekatan menghidangkan acara-acara yang menggembirkan kepada penghuni rumah.

Dari situ dapat diketahui bahwa penyiar radio memiliki peran penting bagi penyampaian pesan kepada khalayak. Seperti yang sudah disinggung diatas, penyiar harus mampu memberikan bahasa yang mudah dimengerti dan menyenangkan untuk didengar. Penyiar harus menguasai bahasa Jurnalistik untuk memudahkannya memikat hati pendengar. Bahasa Jurnalistik menjadi


(24)

6

sangat penting karena bahasa jurnalistik wajib digunakan bagi semua pelaku pers, baik dalam tulisan maupun lisan. Bahasa Jurnalistik Radio adalah bahasa spesifik yang harus diaplikasikan penyiar radio dalam siarannya. Bahasa yang digunakan harus komunikatif dan mengenai sasaran. Kunjana Rahardi dalam Bukunya yang berjudul Asyik Berbahasa Jurnalistik, menyebutkan salah satu ciri bahasa dalam ragam Jurnalistik adalah Komunikatif, yakni:

Bahasa Jurnalistik berciri tidak berbelit-belit, tidak berbunga-bunga, tetapi harus terus langsung pada pokok permasalahannya (straight to the point).

Jadi bahasa jurnalistik haruslah lugas, haruslah sederhana, haruslah tepat diksinya, dan harus pula menarik sifatnya. Bahasa Jurnalistik yang memenuhi tuntutan-tuntutan demikian itu, akan menjadi bahasa yang komunikatif.

Dengan bahasa komunikatif yang diterapkan dalam siaran radio, tidak akan mudah terjadi kesalahpahaman dalam maksud pesan yang disampaikan. Bahasa komunikatif juga akan mencegah terjadinya tafsir ganda.

Teknologi yang semakin berkembang pesat, kebutuhan akan media yang tidak hanya dalam hal infomasi melainkan juga hiburan, tuntutan pendengar terhadap penyiar untuk membawakan siaran dengan penuh tawa dan menarik, keinginan pasar untuk mendengar siaran dengan bahasa gaul atau bahasa trend

masa kini, menjadikan bahasa Jurnalistik kurang diminati. Justru terkadang penyiar telah mengaplikasikan bahasa Jurnalistik sesering siaran yang dilakukan, namun mereka tidak menyadari. Lebih fatal lagi, mereka sama sekali tidak menyentuh bahasa Jurnalistik dan jauh dari bahasa Jurnalistik. Padahal sudah menjadi kewajiban media massa menggunakan bahasa Jurnalistik baik formal atau informal. Hal inilah yang akhirnya menggugah rasa ingin tahu peneliti untuk mengobservasi, sejauh mana penyiar radio menggunakan bahasa Jurnalistik dalam setiap kesempatan siaran radio. Peneliti mencoba untuk mengukur


(25)

7

besarnya penggunaan bahasa Jurnalistik yang nantinya akan dikomparasikan antara stasiun radio yang satu dengan stasiun radio yang lain. Stasiun radio yang menjadi tempat penelitian adalah stasiun radio di Malang, yaitu Radio Elfara FM dan Radio Tidarsakti FM. Alasan pemilihan stasiun radio tersebut karena keduanya termasuk stasiun radio yang memiliki program acara berita dengan frekuensi siaran berita lebih banyak di bandingkan radio yang lain.

Ketiga radio ini dapat menjadi wilayah studi penelitian karena memiliki kesamaan, baik dalam segi porsi hiburan, program dan juga segmentasi. Selain itu, penelitian ini menitik beratkan pada komparasi antar stasiun radio, sehingga pemilihan wilayah studi pun harus berada pada level yang sama.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka dapat diidentifikasi rumusan masalahnya seberapa besar penggunaan bahasa Jurnalistik pada Radio Elfara FM dan Radio Tidarsakti FM dalam siaran radio? Selain itu juga seberapa besar perbedaan penggunaan bahasa Jurnalistik di kedua Radio tersebut?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan sebagai berikut untuk mengukur penggunaan bahasa jurnalistik dalam Siaran Radio Elfara FM dan Radio Tidarsakti FM. Selaini tu juga bertujuan untuk mengetahui seberapa besar perbandingan penggunaan bahasa Jurnalistik dalam siaran Radio Elfara FM dan Radio Tidarsakti FM.


(26)

8

1.4 Signifikansi Penelitian 1.4.1 Kegunaan Akademis

Secara akademis penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemikiran dan peningkatan wacana keilmuan terhadap pengembangan ilmu komunikasi pada bidang Jurnalistik khususnya bahasa jurnalistik dalam siaran radio. Penelitian ini nantinya juga dapat dijadikan referensi penelitian lain yang memiliki permasalahan yang sama.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan memberi referensi bagi penyiar radio dan stasiun radio dalam pengaplikasiannya pada siaran radio, khususnya dalam penggunaan bahasa Jurnalistik dalan naskah berita radio

1.5 Tinjauan Pustaka 1.5.1 Bahasa Jurnalistik

Hampir setiap hari, setiap orang tidak luput dari media massa, Hampir setiap saat, setiap waktu seseorang melihat televisi, membaca Koran dan mendengar radio. Saat jam pagi untuk memulai aktivitas tidak ketinggalan mencari informasi terlebih dahulu tentang kejadian yang mungkin terlewatkan. Informasi tersebut didapatkan dari media yang bersa disekitar kita. Seorang karyawan berkendara mobil, tidak jarang berngkat kekantor sambil mendengarkan radio dalam mobil. Ibu rumah tangga tidak ketinggalan mendengar gosip-gosip yang dipaparkan televisi. Mahasiswa tidak lupa membaca Koran untuk mendapat informasi kejadian demonstrasi yang mungkin diikutinya. Tanpa kita sadari, kita terhanyut seperti mengalami sendiri berbagai


(27)

9

fenomena dan peristiwa secara langsung. Ada saatnya kita terhibur, ada pula saatnya kita merasa sedih. Emosi turut serta terlibat dalam setiap pesan yang kita baca, kita lihat atau kita dengar. Semua itu terjadi karena kekuatan dari bahasa jurnalistik. Semua berita dan laporan itu, disajikan dengan bahasa yang mudah kita pahami dan melibatkan emosi, yang lazim kita sebuat bahasa jurnalistik.

Bahasa Jurnalistik sangat demokratis dan populis. Disebut demokratis karena, dalam bahasa jurnalistik tidak dikenal istilah tingkat, pangkat dan kasta. Sebagai contoh, penyiar akan menggunakan kata ‘makan’ untuk semua makhluk hidup, seperti kucing makan, presiden makan, pengemis makan, dan lain-lain. Semua mendapatkan perlakuan bahasa yang sama, tidak ada yang diistimewakan atau ditinggikan derajatnya. Bahasa jurnalistik disebut populis karena menolak semua klain dan paham yang ingin membedakan si pintar dan si bodoh, si terpelajar dan si kurang ajar, si kaya dan si miskin, si pejabat dan di pengemis. Bahasa jurnalistik digunakan sebagai media menyampaikan pesan dengan melibatkan emosi pendengar untuk semua kalangan masyarakat, tanpa membeda-bedakan. Khalayak menuntut kepada media massa, pesan dan informasi yang bersifat formal maupun informal harus bisa dimengerti tanpa bantuan pengetahuan khusus dan tanpa tingkat pendidikan yang dibedakan. Namun dalam hal ini sudah tentu tuntutan tersebut sesuai dengan kebutuhan khalayaknya. Kebutuhan akan hal tersebut tentu berbeda-beda. Kebanyakan mereka memanfaatkan media sebagai pemenuhan terhadap kebutuhan yang bersifat hiburan, namun belakangan ini tidak jarang khalayak yang menuntut informasi diluar kebutuhan hiburan, seperti berita criminal, harga saham, jadwal pertandingan bola, dan lain-lain. Khalayak memiliki keinginan bahwa pelaku


(28)

10

media dapat memberikan suguhan informasi yang merujuk pada ilmu pengetahuan kepada mereka yang bukan ilmuwan.

Secara sederhana, penjelasan diatas lebih merujuk pada apa yang disebut dan dimaksud dengan bahasa jurnalistik. Jurnalistik berasal dari kata journ. Dalam bahasa Perancis, journ diartikan sebagai catatan atau laporan harian. Secara sederhana, Jurnalistik dapat diartikan sebagai kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan dan pelaporan setiap hari. Bila dilihat dari kamus, jurnalistik berarti kegiatan untuk menyiapkan, mengedit, dan menulisa surat kabar, majalah atau berkala lainnya. Jurnalistik merupakan pekerjaan mengumpulkan, menulis, menyunting dan menyebarkan berita dan karangan untuk surat kabar, majalah dan media massa lainnya seperti radio dan televisi.

F.Fraser Bond dalam bukunya An introduction to Journalism (1961:1) menyatakan bahwa jurnalistik adalah segala bentuk yang membuat berita dan ulasan mengenai berita sampai pada kelompok pemerhati. Sedangkan Roland E. Worseley dalam bukunya Understanding Magazines (1969:3) menyebutkan jurnalistik adalah pengumpulan, penulisan, penafsiran, pemrosesan, dan penyebaran informasi umum, pendapat pemerhati, hiburan umum, secara sistematik dan dapat dipercaya untuk diterbitkan pada surat kabara dan majalah serta disiarakan di stasiun radio dan televisi.

Menurut Sumadiria dalam bukunya Bahasa Jurnalistik (Sumadiria 2005:4), jurnalistik merupakan kegiatan menyiapkan, mencari, mengumpulkan, mengolah, menyajikan dan menyebarkan berita melalui media berkala kepada khalayak seluas-luasnya dengan secepat-cepatnya. Pengertian dan defines bahasa jurnalistik dengan sendirinya harus merujuk pada kaidah dan unsur-unsur pokok yang terdapat dan melekat dalam definisi jurnalistik. Bahasa jurnalistik


(29)

11

yang baik dapat dilihat dari kalimat-kalimat yang mengaliar lancar dari awal hingga akhir, menggunakan kata-kata umum yang merakyat dan akrab ditelinga masyarakat. Bahasa Jurnalistik tidak menggunakan susunan kaku formal dan sulit dicerna, namun menggunakan susunan kalimat yang pas untuk menggambarkan suasana serta isi pesannya. Bahkan maksud yang terkandung dalam masing-masing kata pun perlu diperhitungkan.

Dalam bukunya yang berjudul Bahasa Jurnalistik, Sumadiria membagi 4 komponen yang menyaratkan keterampilan berbahasa yaitu keterampilan menyimak (listening skill), keterampilan berbicara (speaking skill), keterampilan membaca (reading skill) dan keterampilan menulis (Writing skill). Komponen-komponen tersebut saling berhubungan dan saling memengaruhi. Keterampilan tersebut juga berhubungan erat dengan proses-prose yang menjadi dasar balam berbahasa. Bahasa seseorang mencerminkan pikirannya. Keterampilan tersebut dapat dikuasi dengan baik dengan cara mempraktikkannya dan berlatih. Dapat dikatakan bila kita melatih berbahasa maka kita akan melatih keterampilan berfikir pula.

Bahasa yang digunakan wartawan lebih kita kenal dengan bahasa pers atau bahasa jurnalistik. Bahasa jurnalistik merupakan salah satu ragam bahasa yang memiliki sifat singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, lugas dan menarik. Menurut S. Wojowasito dari IKIP Malang dalam karya Latihan Wartawan Perastuan Wartawan Indonesia (KLW PWI) di jawa timur tahun 1978, menyatakan bahasa Jurnalistik adalah bahasa komunikasi massa seperti yang terlihat dalam harian-harian dan majalah-majalah. Dengan demikian bahasa dalam media tersebut harus jelas dan mudah dibaca bagi khalayaknya dengn ukuan intelektual yang minimal, sehingga sebagian besar khalayaknya dapat


(30)

12

menikmati apa yang disajikan. Wajar bila akhirnya bahas jurnalistik haruslah sesuai dengan norma-norma tata bahasa, anatara lain harus terdiri dari susunan kalimat yang benar dan pilihan kata yang sesuai.

Singkat, padat, jelas, sederhana, lugas dan selalu menarik. Sifat-sifat tersebut harus terkandung dalam bahasa jurnalistik mengingat media massa dinikmati oleh lapisan masyarakat yang tidak sama tingkat pengetahuannya. Selain itu, bahasa jurnalistik juga merujuk pada bahasa baku. Bahasa baku biasanya digunakan oleh masyarakat yang luas pengaruhnya dan memiliki wibawa disetiap kesempatan. Bahasa baku juga biasa digunakan dalam situasi resmi baik bahasa tulisan maupun bahasa lisan. Dengan adanya bahasa baku dalam berbahas jurnalistik maka pemahaman seseorang setiap kali memabaca dan mendengarkan informasi melalui media akan tersampaikan dengan benar dan sesuai isi pesan.

Kata dan kalimat dalam bahasa jurnalistik juga efektif. Efektif disini, dimaksudkan kata dan kalimat yang digunakan harus tepat mewakili atau mengambarkan pikiran dan perasaan penulis atau penyiarnya sehingga menimbulkan kesan dan gagasan yang sama tepatnya dengan pikiran dan perasaan khalayaknya. Kalimat efektif biasanya memiliki pola kalimat yang gramtikal, pilihan kata yang tepat, menghindari kata dan kalimat yang bertutur dan juga menghindari kata dan istilah asing, mengutamakan pemakaian kata yang bernilai rasa tinggi, kongret, bermakna khusus, tepat, serasi, tidak goyah, hemat dan bervariasi untuk menghindari kejenuhan.

Secara garis besar, Soemadiria dalam bukunya bahasa jurnalistik, memberikan definisi bahasa Juranalistik, yaitu bahasa yang digunakan oleh para wartawan, redaktur dan pengelola media massa dalam menyusun dan


(31)

13

menyajikan, memuat, menyiarkan, dan menayangkan berita serta laporan peristiwa atau pernyataan yang benar, aktual, penting dan menarik dengan tujuan agar mudah dipahami isinya dan cepat ditangkap maknanya.

1.5.2 Karakteristik Bahasa Jurnalistik

Dalam bukunya Bahasa Jurnalistik, Sumadiria (2006:13) membagi 17 karakteristik bahasa jurnalistik, yaitu:

1. Sederhana

Selalu memilih kata dan kalimat yang paling banyak diketahui maknanya oleh khalayak pembaca yang heterogen, baik dari segi intelektual ataupun karaketeristik demografis dan psikoligisnya. Kata dan kalimat yang sederhana akan lebih mudah dalam penyampaian maksud pesan, sehingga apa yang akan disampaiakan dapat diterima oleh khalayaknya. Kata dan kalimat yang rumit akan dipahami maknanya oleh orang-orang tertentu saja, hal tersebut mengurangi minat khalayak dalam menikmati media. Dapat dikatakan kalimat yang yang rumit dengan intelektualitas tinggi tabu digunakan balam bahasa Jurnalistik.

2. Singkat

Kalimat yang dugunakan harus langsung pada pokok masalah (to the point), tidak bertele-tele, tidak berputar-putar dan tidak memboroskan waktu khalayak dengan terbuang percuma. Ruangan yang tersedia dalam kolom dan halaman media cetak sangat terbatas sementara isinya banyak dan beraneka ragam. Radio dan televisi memiliki waktu yang tidak cukup banyak dengan berbagai informasi dan iklan yang akan disampaikan. Dengan menggunakan


(32)

14

bahasa Jurnalistik yang singkat maka akan membantu media massa dalam menyampaikan informasi secara maksimal.

3. Padat

Padat dalam dunia jurnalistik berarti sarat akan informasi. Setiap kalimat dan paragraf yang ditulis sarat informasi penting dan menarik untuk dibaca khalayak. Setiap siaran radio dan televisi mengandung pesan yang dibutuhkan oleh khalayaknya. Hal ini menjadi penegas yang membedakan kalimat singakat dan kalimay padat, namun dalam bahasa Jurnalistik, kedunya saling berhubungan. Singkat tidak berarti memuat banyak infomasi. Tetapi kalimat singkat yang padat akan sesuai dengan karakter bahasa Jurnalistik, karena keduanya memiliki kedudukan yang sama untuk saling mengisi.

4. Lugas

Lugas berarti tegas, tidak ambigu dan tidak membingungkan serta menghindari eufimisme atau penghalusan kata dan kalimat yang bisa membingungkan khalayak. Hal ini sangat tidak diinginkan oleh media massa manapun, kebingungan khalayak akan menyebabkan perbedaan persepsi, prosentase khalayak meninggalkan media yang memdingungkan juga lebih besar. Kata yang lugas selalu menekankan pada satu arti sehingga tidak ada penafsiran lain terhadap arti dan makna dari kata dan kalimat yang digunakan.

5. Jelas

Kalimat yang jelas adalah kalimat yang mudah dimengerti maksud yang ada dibaliknya. Tidak kabur dan berbasa-basi. Kalimat jelas sangat dituntut dimedia massa manapun. Kejelasan akan meningkatkan loyalitas secara tidak langsung kepada khalayaknya, karena semakin jelas memberikan informasi maka semakin fokus dengan informasi yang disampaikan.


(33)

15

6. Jernih

Dalam arti yang sebenarnya jernih berarti bening, tembus pandang dan transparan. Dalam bahasa jurnalistik jernih merujuk pada hal yang bersifat jujur, tulus, tidak mengada-ada dan tidak menyembunyikan maksud negatif dalam menyampaikan informasi. Jernih dalam kata dan kalimat juga tidak ada agenda tersembunyi dibalik pemuatan suatu berita atau laporan kecuali fakta dan kebenaran serta kepentingan publik. Hal ini sering disalah gunakan, tidak jarang berita dengan muatan propaganda atau pembelaan terhadap golongan tertentu sering di beritakan. Jelas sekali hal ini tidak memiliki karakter jernih dalm bahasa jurnalistik dan hal itru menyalahi kaedah dan prisnsip jurnalistik.

7. Menarik

Bahasa jurnalistik yang digunakan dalam media harus menarik. Menarik dalam hal ini adalah mampu membangkitkan minat dan perhatian khalayak dan meningkatkn selera baca, dengar dan lihat khalayaknya. Sekeras apapun bahasa jurnalistik yang digunakan, ia tidak akan membangkitkan kebencian serta permusuhan dari pembaca dan pihak manapun. Bahasa jurnalistik memang harus provokatif tetapi tetap merujuk pada kaidah norma yang berlaku, tidak lantas semana-mena dan semaunya sendiri.

8. Demokratis

Bahasa jurnalistik tidak mengenal tingkatan, pangkat, kasta atau perbedaan dari pihak antara komunikator ataupun komunikan. Khalayak yang bersifat heterogen akan sama kedudukannya dalam bahasa Jurnalistik. Bahasa Jurnalistik menolak pendekatan diskriminatif dalam penulisan berita, laporan, gambar, karikator, siaran, dan juga lainnya yang masih berhubungan dengan isi informasi dalam media massa. Idealnya, bahasa jurnalistik melihat setiap


(34)

16

individu memiliki kedudukan yang sama didepan hokum sehingga orang tersebut tidak diperkenankan mendapat perlakuan yang berbeda atau dispesialkan.

9. Populis

Setiap kata, istilah dan kalimat dalam bahasa lisan ataupun tulisan jurnalistik diwajibkan akrab ditelinga, dimata dan dibenak pikiran khalayak pembaca, pendengar atau pemirsa. Bahasa Jurnalistik harus merakyat, artinya diterima dan diakrabi oleh semua lapisan masyarakat. Kebalikan dari populis adalah elitis, maksudnya bahasa yang dimengerti dan dipahami hanya oleh sebagian orang yang memiliki intelektualitas diatas rata-rata dan kedudukan serta pendidikan yang tinggi.

10. Logis

Semua yang terdapat dalam kata, istilah, kalimat, atau paragraf jurnalistik harus dapat diterima dan tidak bertentangan dengan akal sehat. Bahasa Jurnalistik harus memberikan nalar yang dapat diterima pikiran, sehingga hokum logika berlaku dalam hal ini. Sebagai contoh: Hingga berita kecelakaan pesawat ini diturunkan, 576 penumpang yang dianggap tewas belum juga melapor. Kalimat berita tersebut sudah jelas tidak masuk akal, karena sangat tidak mungkin korban tewas dapat melapor.

11. Gramatikal

Kata, istilah dan kalimat apapun yang dipakai dan dipilih dalam bahasa jurnalistik harus mengikuti kaidah tata bahasa yang baku. Bahasa baku dalam hal ini adalah bahasa resmi sesuai dengan ketentuan tata bahasa serta pedoman ejaan yang disempurnakan. Bahasa baku merupakan bahasa yang paling besar pengaruhnya dan paling tinggi wiabawanya disetiap lapisan masyarakat.


(35)

17

Kata tutur adalah kata yang biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari secara informal. Kata tutur biasa digunakan dengan mencampur bahasa inonesia dengan bahasa daerah, atau bahasa yang biasa digunakan dengan menambah kata-kata khas daerah masing-masing.

13. Menghindari kata dan istilah asing

Berita ditulis untuk dibaca dan didengar. Pembaca atau pendengar harus tahu arti dan makna setiap kata yang dibaca dan didengarnya. Berita atau laporan yang terkadang terdapat bahasa asing didalamnya, selian tidak informatif dan komunikatif, juga sangat membingungkan khalayak yang tidak mengerti bahasa tersebut. Kata atau istilah asing dalam hal ini tidak lantas bahasa dari negara lain. Bisa saja wartawan atau penulis menyisipkan kata dari daerah tertentu dalam kalimat yang akan menjadi berita. Hal ini tidak dibenarkan karena bahasa daerah yang satu dengan daerah yang lain berbeda. Khalayak memiliki sifat heterogen dan majemuk. Tidak saling mengenal, terdiri atas berbagai suku, latar belakang sosial, pendidikan, pekerjaan, profesi dan tempat tinggal.

14. Pilihan kata yang tepat

Setiap kata dalam bahasa Jurnalistik tidak hanya diwajibakan bersifat produktif tetapi juga tidak boleh keluar darai efektivitas. Artinya setiap kata yang dipilih memang tepat dan akurat sesuai dengan tujuan pesan pokok yang ingin disampaikan kepada khalayak. Pilihan kata atau diksi dalam bahasa Jurnalistik tidak semata-mata sebagai variasa ataupun gaya, Pilihan kata dan diksi yang digunakan akan diputuskan sebagai suatu keputrusan yang didasarkan kepada pertimabangan matang guna pencapaian optimal dari pesan yang disampaikan.


(36)

18

Kalimat aktif akan lebih mudah dimengerti dan dipahami, khalayak juga lebih nyaman dengan penggunaan kalimat aktif. Bahasa Jurnalistik harus jelas susunan katanya dan kuat maknanya. Kalimat aktif lebih mempermudah pengertian dan penjelasan pemahaman. Contohnya: /presiden mengatakan…/ dengan /dikatakan oleh Presiden…/, Kalimat lebih sederhana, lebih nayaman ditelinga dan tidak boros kata. Sebaliknya kalimat pasif terdengat bertele-tele dan terlalu panjang.

16. Menghindari kata atau istilah teknis

Karena ditujukan untuk umum maka hindari kata atau istilah teknis. Kata atau istilah teknis hanya digunakan untuk kelompok tertentu atau khalayak yang sifatnya homogeny. Semua hal yang sifatnya homogen tidak akan membantu bila diterapkan pada khalyak yang heterogen. Bila dipaksakan akan terjadi kesalahpahaman makna pesan. Sebagai contoh, istilah teknis kedokteran tidak efektif bila digunakan dalam pesan yang akan disampaikan kepada khalayak. Walaupun isi pesan berkenaan dengan dunia kedokteran, sebisa mungkin gunakan kata atau istilah umum. Namun bila isi pesan mengharuskan mengenakan kata atau istilah tersebut, maka beri penjelasan singkat terhadap kata atau istilah tersebut.

17. Tunduk kepada kaidah etika

Salah satu segi postif yang dapat dikembangkan dalam dunia media massa adalah unsure edukatif. Edukatif tidak hanya merujuk pada isi pesan, laporan gambar, artikel dan juga bahasannya, namun juga terealisasi dalam bahasanya. Pada dasarnya, bahasa tidak hanya mencerminkan pikiran dan karakter seseorang tetapi juga menunjukkan aetika orang yang menulis atau


(37)

19

membacanya. Dalam etika berbahasa, pers tidak diperkenankan menggunakan kata yang vulgar, mengandung unsur pelecehan dan pornografi.

1.5.3 Bahasa Jurnalistik Radio

Berdasarkan sifat radio siaran yang auditif, mengandung gangguan dan juga akrab ditelinga pendengarnya, dalam buku Bahasa Jurnalistik yang ditulis oleh Sumadiria, menyatakan bahwa bahasa yang digunakan dalam siaran radio harus memenuhgi 5 syarat yaiatu kata-kata yang sederhana, susunan kalimat yang rapi, angka-angka yang dibulatkan, kalimat-kalimat yang ringkas, susunan kalimat yang bergaya percakapan. Bila melihat dari sudut pandang pendengar radio yang heterogen, pribadi, aktif dan juga selektif, maka penulisan dari bahasa radio harus terdiri atas: kata-kata yang umum dan lzim dipakai, kata-kata yang tidak melanggar kesopanan, kata-kata yang mengesankan, mengulang kata-kata yang penting dan susunan kalimat yang logis. Dapat dikatakan bahwasannya, bahasa jurnalistik radio terdiri dari 10 unsur diatas, dengan pembahasan masing-masing unsur sebagai berikut:

1. Kata-kata sederhana

Siaran harus radio harus menggunakan kata-kata yang sederhana dan sangat umum ditelinga khalayaknya. Dalam hal ini penyiar memiliki peran yang sangat besar delam menyampaian materi siaran. Dengan kalimat-kalimat yang mudah dipahami arti dan maknanya akan lebih mudah sampai ditelinga pendengar. Stasiun radio juga wajib memperhatikan karakteristik penyiarnya, hal ini dimaksudkan untuk menjadikan penyiar sesuai dengan karaker stasiun radionya. Kata-kata sederhana menjadi salah satu bahasa Jurnalistik tidak hanya


(38)

20

dalam media radio namun hampir dalam semua media massa yang ada. Bukan hal yang aneh bila akhirnya kata-kata sedehana memiliki peran yang penting dalam penyampaian pesan dari media massa kepada khalayaknya. Selaini tu dalam kata-kata sederhana ini lebih memfokuskan pada kata-kata yang tepat dalam pengetikan dan harus mengikuti kaedah bahasa Indonesia yang baik dan benar.

2. Angka-angka dibulatkan

Siaran radio lebih mengandalkan telinga sebagai indra pendengaran. Indra pendengaran manusia memiliki kemampuan mendengar secara selintas. Dalam hal penyajian angka pada siaran radio, bila menyebutkan secara terperinci, justru akan membuat khalayak tidak mendapatkan angkanya. Hal ini bisa saja menuai protes dari pendengarnya. Maka gunakan pembulatan angka pada setiap pesan yang didalamnya terdapat angka., contoh: 678.987.998,25 rupiah sangat sulit dibaca, apalagi harus diingat oleh pendengarnya. Akan lebih efektif bila angka tersebut disingkat menjadi 678 juta rupiah.

3. Kalimat-kalimat ringkas

Pada pembahasan karakteristik radio, sudah jelas bahwa siaran radio dibatasi oleh waktu dan daya tangkap telinga yang terkadang terbatas, maka kalimat-kalimat dalam bahasa Jurnalistik radio disajikan secara ringkas. Kalimat-kalimat yang terlalu panjang tidak perlu dimunculkan pada saat siaran. Apabila naskah asli terdiri dari kalimat-kalimat yang panjang, maka harus melalui edit ulang (rewriting) untuk akhirnya di siarkan. Sudah pasti rewriting disesuaikan dengan kaidah penulisan bahasa radio.


(39)

21

Susunan kalimat dalam siaran radio yang mencerminkan bahasa jurnalistik adalah rapi. Rapi dalam hal ini berarti sistimatis, berurutan, beraturan, tidak meloncvat-loncat dari satu bahasan ke bahasan lainnya. Rapi juga berarti gunakan kata-kata yang tepat mengenai sasaran, kata-katanya terpilih, kata-kata yang mampu menyentuh hati khalayak pendengar. Tidak jarang penyiar terkadang memberikan improvisasi pada siaran. Perlu diperhatikan bahwa improvisasi terkadang melebar pada bahasan yang keluar dari tema siaran. Maka sebisa mungkin improvisasi yang digunakan penyiar harus tetap pada kaidah dan prinsip bahas jurnalistik radio.

5. Susunan kalimat bergaya percakapan

Siaran radio melarang kalimat yang kaku, terlalu formal, lurus, kering dan monoton. Sesuai dengan karakteristiknya, radio harus akrab dengan pendengarnya. Hilangkan kesan jarak psikologis antara penyiar dan pendengar. Penyiar harus dapat memberikan soul pada setiap kalimat yang disampaikan. Kalimta yang bergaya paparan akan terdengar membosankan dan monoton bagi pendengarnya. Yang harus diperhatikan oleh penulis naskah radio adalah tulisan jangan kaku dan jangan terlalu formal. Untuk menyiasatinya penulisa dapat menulis sambil berbicara, seakan-akan penulis sedang menyiarkan berita yang sedang ditulisnya. Gunakan kalimat ujaran dan bahasa lisan.

6. Kata umum dan lazim dipakai

Pendengar radio jelas tersebar diberbagai tempat, diberbagai situasi, diberbagai kondisi dan juga pada lapisan sosial yang berbeda satu sama lain. Sifat heterogen inilah yang membuat khalayak menuntut siaran radio lebih beragam dalam hal materi. Namun keberagaman materi siaran radio tidak lantas menggunakan kata-kata khusus disetiap program yang berbeda. Penyiar harus


(40)

22

tetap menggunakan kata-kata yang umum dan lazim dipakai. Minimalkan istilah bahasa gaul dalam siaran radio. Untuk beberapa program siaran radio mungkin ada yang dituntut menggunakan bahasa agaul atau bahasa adding, namun tidak lantas menyamaratakan bahasa tersebut didetiap program acara yang disiarkan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari intepretasi yang salag dari pendengar terhadap isi pesan yang disampaikan.

7. Kata tidak melanggar kesopanan

Sudah sangat jelas, bahwa siaran radio harus menggunakan bahasa jurnalistik yang terikat pada situasi dan nilai nilai kesopanan. Dalam etika berbahasa sehari-hari bahasa yang tidak sopan sudah pasti dilarang. Terlebih lagi dalam hal siaran radio yang notabennya adalah media informasi hampir keseluruh wilayah dalam jangkuannya. Penyiar harus dapat menempatkan bahasa-bahasa yang sopan walaupun terkadang materi yang disampaikan untuk dewasa. Misal materi sex education, Penyiar wajib menyaring kata dan istilah yang sekiranya tidak pantas untuk didengar.

8. Kata-kata yang mengesankan

Sangat manusiawi bila pendengar lebih menyukai bahasa yang indah dan menyenangkan daripada kata-kata yang tidak mengenakkan. Kata-kata yang enak didengar akan lebih mudah tersampaikan, mudah diingat, dapat pula menjadi motivasi. Kata-kata yang membangkitkan inspirasi sangat dianjurkan dalam siaran. Salah satu tujuan pendengar mendengarkan radio selain untuk mendapatkan informasi juga karena adanya kebutuhan hiburan. Sudah wajar bila hiburan didapatkan dari bahasa yang menyenangkan dan tidak dilarang bila sesekali menyisipkan sedikit gurauan dalam siaran yang cukup formal, agar tidak terlalu monoton.


(41)

23

9. Pengulangan kata-kata yang penting

Sifat siaran radio yang selintas menjadikan pesan yang disampaikan terkadang tidak sepenuhnya tersampaikan, maka diperbolehkan bagi penyiar untuk menguloang pesan yang sifatnya penting. Pengulangan tersebut sebagai penegas dan penekanan untuk membantu pendengar memperoleh infomasi terpenting. Khalayak juga memiliki seleketivitas dalam hal ini, dalam hitrungan detik bisa saja pendengar nebgubah saluran radio. Bila pesan yang disampaikan belum dimengerti oleh pendengarnya dan sudah merubah kesaluran yang lain, maka sangat disayangkan pesan tersebut tidak sampai ke pendengarnya.

10. Susunan kalimat yang logis

Apapun pesan yang disampaikan kepada pendengar baik yang bersifat formal ataupun hiburan, harus logis. Logis berarti bisa diterima oleh akal sehat manusia. Kalimat yang logis adalah kalimat yang mengandung sebab akibat didalamnya. Tidak mungkin menginformasikan seorang mahasiswa menabrak truk hingga truk tersebut tewas seketika.

Selain itu dalam bukunya Harley Prayudha (2006) yang berjudul

Radio:Penyiar, its not just a talk juga menyebutkan terdapat 12 karakteristik bahasa Jurnalistik pada gaya penulisan berita radio, yaitu:

1. Bahasa yang baik

Struktur kalimat dan paragraf perlu mengikuti aturan tata bahasa. Jika hanya satu kata yang tepat untuk menyampaikan maknanya dan terdapat keyakinan bahwa penggunaan kata tersebut dapat dimengerti oleh pendengar maka gunakan kata tersebut. Sebaliknya bila terdapat banyak kata yang dapat disampaikan untuk menyampaikan makna maka piliha kata-kata yang mudah dipahami dan dimengerti oleh pendengar.


(42)

24

2. Kosakata Terbatas

Hindari kata-kata besar atau panjang ketika kata-kata yang lebih pendek dan umum bisa memberikan pemikiran yang sama. Selain itu hindari istilah-istilah bias dan abstrak. Kosakata yang digunakan harus cocok dengan selera pendengar.

3. Kata-kata yang deskriptif, konotatif dan kuat

Dalam bahasa jurnalistik terkadang konotatif juga diperlukan, namun harus deskriptif dan kuat. Kata-kata yang memiliki konotatif akan mewarnai suatu narasi. Deskritif akan membantu pendengar dalam membuat gambaran pikiran dari pesan yang disampaikan. Kuat disini berarti penggunaan kata-kata yang selalu menjelaskan makna dari kalimat tersebut.

4. Gunakan kalimat aktif

Dalam percakapan sehari-hari kita sering menggunakan kalimat aktif, mengingat dalam radio suara menjadi faktor utama, maka kalimat aktif juga tepat bagi sebagian besar siaran radio. Kalimat aktif lebih dinamis dan kuat sehingga membuat iklan atau beriat menjadi lebih hidup.

5. Singkatan-Singkatan

Dalam bahasa lisan maupun bahasa tulisan sering menggunakan singkatan-singkatan. Dalam radio, khususnya naskah berita singkatan-singkatan wajib dihindari, hal ini untuk mengantisipasi terjadi kesalahan membaca naskah berita radio atau naskah siaran lainnya.

6. Gunakan kata ganti personal secara luas

Penggunaan kata ganti pertama dan kedua akan membuat naskah siaran radio menjadi lebih personal, pribadi dan menarik daripada jika penulis menggunakan kata benda atau kata ganti orang ketiga. Pada dasarnya perhatian


(43)

25

pendengar akan lebih mudah ditangkap oleh cerita yang terlihat melibatkan pendegar. Penggunaan ‘anda’, ‘kami’ dan kata ganti orang akan menunjukkan keterlibatan ini.

7. Gunakan kalimat-kalimat sederhana

Umumnya, kalimat-kalimat yang kita gunakan dalam percakapan akan lebih sederhana daripada kalimat-kalimat yang kita tulis. Satu masalah bagi penulis naskah radio yakni penempatan keterangan dengan tepat. Jika keterangan-keterangan ditempatkan dengan tidak tepat, maka pendengar akan bingung. Jangan memulai kalimat yang terlalu panjang di awal. Berikan informasi sederhana dan menerangkan pada kalimat pertama. Semisal:

“berusia 34 tahun dengan rambut emas dan badan tinggi 176cm. Menjadi teman Rio dari kecil hingga dewasa. Mendapatkan pekerjaan yang layak hingga mendapatkan jabatan. Ira biasa mereka memanggil dan…………”

Pendengar tidak mengetahui siapa yang dibicarakan. Hal ini membuat pendengar bingung dan tidak menangkap maksud yang akan disampaikan. Dalam siaran radio hal ini harus dihindari.

8. Gunakan kata-kata transisi dan petunjuk suara lebih sering

Walters dalam bukunya Broadcasting Writing berpendapat agar pesan tersampaikan depat tepat kepada pendengar, maka pendengar diarahkan dengan 3 jenis petunjuk, yakni kata-kata transisi, infleksi dan jeda suara. Terdapat beberapa jenis kata-kata transisi. Kata-kata transisi yang berhubungan dengan urutan waktu seperti sekarang, kemudian, masih, berikutnya, ketika, besok, kemarin, dan lain-lain. Selain itu terdapat kata-kata transisi lainnya yang menunjukkan sebab akibat, seperti karena, untuk, sebab, maka, dan lain-lain. Kata transisi lainnya membantu membuat hal yang kontras dalam berita, seperti


(44)

26

namun, sebaliknya, tetapi, akan tetapi dan lain-lain. Ada juga kata penghubung sepeti dan, juga, atau dan lain-lain.

Perubahan dalam infleksi suara juga digunakan para penyiar untuk memberikan petunjuk suara bagi pendengar.Penulis naskah radio dapat memberikan petunjuk dalam naskahnya diman letak inflesi suara yang diinginkan dengan member garis bawah untuk menunjukkan penekanan. Yang ketiga, naskah siaran sering kali menggunakan jeda untuk memberikan waktu bagi pendengar untuk memproses informasi sebelumnya sebelum meneruskan informasi selanjutnya. Penulis naskah siaran radio sering menggunakan tanda baca untuk menunjukkan jeda seperti tanda koma, tanda (-). Tanda-tanda seperti ini akan lebih sering muncul dalam naskah penyiaran daripada media cetak.

9. Pertahankan kecepatan yang tepat dalam kemampuan pendengar untuk memahaminya

Para penulis dan produser harus memberikan perhatian yang lebih untuk melihat bahwa materi bertutur dibaca dalam kecepatan yang bisa diterima oleh pendengar. Terlalu banyak ide, terlalu panjang kalimatnya dan terlalu cepat penyajiannya akan menjadikan informasi hanya sekedar serangkaian kata-kata membosankan bagi pendengar.

10. Hindari susunan kalimat negatif

Kalimat negatif dalam siaran radio adalah kalimat yang tidak memeberikan informasi cukup sehingga inteprtasi dari pendengar bisa jadi tidak sama dengan maksud dari pesan yang disampaikan.


(45)

27

Homofon adalah kata-kata yang bunyinya sama, namun artinya berbeda. Pendengar belum tentu mendapatkan makna yang sama dengan yang disampaikan penyiar yang menggunakan kata homofon.

12. Hindari redudansi, omong kosong, klise

Redudansi dalam hal ini adalah penggunaan kata yang berlebihan pada naskah, penggunaan kata berlebihan ini akan menimbulakan kalimat-kalimat yang tidak diperlukan. Pada tahap tertentu, kalimat tersebut menjadi omong kosong dan nantinya hanya menjadi klise. Tidak ada unsur fakta yang seharusnya menjadi faktor terpenting dalam siaran berita radio.

1.5.4 Naskah Berita Radio

Radio memiliki sejumlah funsgi seperti mentrasmisikan pesan, mendidik, membujuk dan juga sebagai hiburan tentunya. Dalam menyampaikan pesannya, radio bisa menyampaikan pesan dengan berbagai model komunikasi apa saja. Entah itu model satu arah atau model dua arah. Model satu arah berarti mengasumsikan bahwa Radio sebagai komunikastor tunggal yang menyampaikan kepada khalayak pasif. Sedangkan model dua arah memosisikan radio sebagai komunikator yang melakukan interaksi timbal balik dengan khalayak atau pendengarnya. Dalam hal ini siaran berita mengambil model satu arah karena lebih kepada memberikan informasi kepada pendengarnya. Berita merupakan informasi baru atau informasi mengenai sesuatu yang sedang terjadi, disajikan lewat bentuk cetak, siaran, Internet, atau dari mulut ke mulut kepada orang ketiga atau orang banyak. Berita pada Radio bisa didapatkan dari berbagai sumber baik wawancara dengan narasumber lain, mengambil topik berita melalui


(46)

28

internet, atau melangsir dari surat kabar dengan ketentuan tertentu. Adapun unsur-unsur berita (www.wikepedia.com) adalah :

1. Aktual (baru). Hal-hal yang baru lebih memiliki nilai berita dibandingkan hal-hal yang terjadi sudah lama

2. Jarak (jauh/ dekat). Khalayak lebih tertarik akan kejadian yang terjadi di sekitar mereka dibandingkan dengan kejadian di tempat yang lebih jauh. 3. Penting. Sesuatu menjadi berita saat dianggap penting, karena

berpengaruh pada kehidupan langsung, contoh: UU larangan merokok. 4. Akibat. Sesuatu menjadi berita karena memiliki dampak yang besar,

contoh: penayangan film Fitnah di situs YouTube. 5. Pertentangan/ konflik.

6. Seks. Contohnya seperti perceraian, perselingkuhan, dan lain sebagainya 7. Ketegangan. Contohnya seperti saat-saat pelantikan presiden.

8. Kemajuan-kemajuan. Inovasi baru atau perubahan.

9. Emosi, segala sesuatu yang apabila dikabarkan akan membuat marah, sedih, kecewa. Contohnya: pemberitaan tentang bayi baru lahir yang ditemukan di tempat sampah.

10. Humor

1.5.4.1 Naskah Berita

Secara umum naskah adalah bentuk tertulis dari sebuah aplikasi ide atau gagasan kedalam tulisan yang disusun sedemikian rupa untuk mencapai suatu tujuan tertentu, dan Naskah Program Acara Siaran adalah menurut Darmanto dalam buku Teknik Penulisan Naskah Acara Siaran Radio Adalah :


(47)

29

dari suatu gagasan atau pemikiran orang/ kelompok yang telah disistematisasikan dan dimaksudkan untuk mencapai tujuan penyelenggaraan siaran radio atau pun televisi”(Darmanto,1998:1). Sedangkan pengertian berita menurut Sumadiria (2006:65), adalah: Laporan tercepat mengenai fakta atau ide terbaru yang benar, menarik dan atau penting bagi sebagian besar khalayak, melalui media berkala seperti surat kabar, radio, televisi, atau media on-line internet

Berdasarkan kutipan di atas maka dapat di ambil kesimpulan bahwa Naskah Program Acara Siaran Berita adalah, suatu bentuk tertulis dari suatu gagasan atau pemikiran orang/kelompok yang telah disistematisasikan dan dimaksudkan untuk memberikan informasi aktual fakta atau ide terbaru yang benar, menarik dan atau penting bagi sebagian besar khalayak melalui siaran radio ataupun televisi. Menurut Darmanto (1998:1-2), Naskah program acara siaran sedikitnya mengandung sedikitnya 3 unsur pokok yaitu Voice adalah suara yang keluar secara teratur, diproduksi dengan penuh penghayatan, memperhatikan segi Intonasi, Diksi, Presering, dan Imphasing. Bukan suara yang keluar secara spontan dan tidak beraturan. Musik dalam konteks ini tidak terbatas pada jenis musik modern saja, melainkan musik dalam pengertian yang luas, yaitu: semua bentuk perpaduan bunyi yang memiliki arti dan memiliki nilai artistik tinggi. Sound adalah suara-suara yang munculnya tidak direncanakan, spontan, tidak beraturan namun berfungsi sebagai atmosfir yang menjelaskan seting suasana, seting tempat,seting waktu, dan sebagainya dari suatu peristiwa. Agar menghasilkan paket yang baik maka semua materi disusun secara berurutan menurut kaidah-kaidah produksi program siaran radio. Proses pengurutan tersebut perlu memperhatikan strukutr dramatik sehingga menghasilkan karya yang menarik dan mempunyai nilai artistik yang tinggi. Suatu siaran radio dapat dikatakan baik dari segi isi jika penyelenggaraannya


(48)

30

mempunyai visi dan misi yang jelas. Kedua segi itu dapat di capai melalui perencanaan yang matang dan pelaksaannya sempurna. Indikasi tingkat kematangan tersebut dapat dilihat dari tersedia tidaknya naskah siaran yang berkualitas. Maka tidak berlebihan apabila naskah mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting dalam penyelenggaraan suatu program acara siaran radio. Naskah program acara siaran mempunyai fungsi praktis, yaitu menyatukan pandangan dan kehendak dari semua orang yang terlibat dalam Proses Produksi Program Acara Siaran Radio. Dan peranan dalam proses produksi yaitu sebagai sarana komunikasi antar orang yang terlibat produksi dan sekaligus menjadi pedoman kerja yang utama.

1.5.4.2 Naskah Berita Radio

Penulisan naskah untuk disiarkan di radio secara teknis berbeda dengan cara penulisan di media massa cetak. Perbedaan utamanya, naskah berita radio harus menggunakan bahasa tutur atau bahasa percakapan (Spoken Words) dengan mengunakan kata-kata yang biasa diucapkan sehari-hari dalam obrolan lisan (spoken words). Secara umum, prinsip penulisan naskah berita radio antara lain ringkas, jelas, sederhana dan mudah dimengerti, serta untuk diucapkan, bukan untuk dibaca. Karakteristik penulisan naskah siaran mengacu pada aspek bahasa, yang menurut Darmanto (1998:17). berdasarkan kesimpulannya dari buku AIBD, terutama pada Unit Writing For Radio, adalah: menulis untuk radio pada dasarnya untuk kepentingan berbicara (diucapkan). Oleh karena itu hindari cara penulisan sebagaimana kalau hendak membuat buku. Kalimatnya tidak selalu sempurna, dan menggunakan idiom sehari-hari. Untuk itulah tahap-tahap penuangannya sebagai berikut : pikirkan, katakan,


(49)

31

baru kemudian ditulis. Menulis untuk radio pada dasarnya untuk komunikasi orang perorang (person to person), komunikasi antara Anda (kamu,kau) dengan saya. Oleh karena itu kalimat atau kata-katanya tidak bersifat formal, dan penuh keakraban. Adalah lebih baik menggunakan kalimat aktif dari pada pasif. menulis naskah untuk siaran radio pada dasarnya hanya untuk sekali dengar. Oleh karenanya gunakan bahasa yang sederhana (hindari pemakaian istilah-istilah asing yang belum memasyarakat), gunakan kalimat sederhana, dan pendek-pendek, jangan terlalu menjejalkan informasi, dan bawa sesegera mungkin pada sasarannya, kemudian penjelasan latar belakang masalahnya. menulis naskah untuk siaran radio berarti hanya mengandalkan pada media sound (suara).sehubungan dengan itu maka implikasi kebahasaannya, antara lain : pergunakan kata-kata yang dapat memberi imajinasi nyata, menggunakan gaya bahasa enak didengar, pengulangan untuk memberikan tekanan- tekanan tertentu dan usahakan pendengar tertarik dengan pengucapan kalimat pertama.

Menurut Alex Santosa pemilik website RadioClinic, penulisan Naskah Berita radio harus memperhatikan :

1. Penggunaan kata kerja

Kata kerja memegang peranan penting dalam penulisan bahasa tutur. Pikirkanlah secara serius, karena pemilihan kata kerja akan mempengaruhi gaya penyampaian. Contoh: Gempa bumi hebat mengguncang kawasan barat daya China. Di provinsi Sichuan gedung-gedung bertingkat terkoyak dan hancur luluh lantak. Gempa yang memukul China dengan kekuatan 7,8 pada skala richter ini


(50)

32

2. Hati-hati menggunakan kata sifat

Penulisan naskah naratif dan deskriptif, akan banyak ditolong oleh penggunaan kata sifat. Namun perlu dihindari penggunaan kata sifat yang bisa menimbulkan berbagai macam persepsi karena justru dapat mengaburkan pesan yang ingin kita sampaikan. Contoh:

besar -> sebaiknya rincikan besarnya seperti apa

bewarna-warni -> sebaiknya sebutkan apa saja warnanya

drastis -> sebaiknya dijelaskan seberapa drastic dan lain sebagainya

3. Gunakan kalimat aktif

Dalam membuat bahasa tutur, penggunaan kalimat aktif adalah yang terbaik. Susunan kalimat aktif ‘Subyek – Predikat – Obyek’ akan mempermudah pemahaman naskah yang akan dibaca, sehingga newscaster akan menjadi lebih lancar dalam menyampaikan sebuah kalimat berita. Contoh:

Bukan: 10.000 jiwa direnggut dalam gempa berkekuatan 7,8 skala richter di China

Tetapi: Gempa berkekuatan 7,8 skala richter merenggut 10.000 jiwa di China

4. Gunakan kalimat ‘kini’ atau present tense

Teorinya, sebuah berita radio menyajikan apa yang baru saja terjadi, apa yang sedang terjadi dan kira-kira apa yang akan segera terjadi. Sehingga lebih tepat jika sebuah naskah berita radio disusun dengan menggunakan present


(51)

33

tense. Penggunaan kalimat yang mengesankan bahwa sebuah peristiwa sedang terjadi akan menimbulkan kesan bahwa berita yang kita siarkan adalah berita fresh dan menjadi hal yang menyegarkan di telinga pendengar. Sedangkan susunan kalimat yang menggambarkan kejadian kemarin (past tense) dan yang akan datang (future tense) lebih cocok digunakan oleh jurnalis media cetak. Contoh:

Bukan: Gempa bumi dahsyat telah mengguncang China.

Tetapi: Gempa bumi dahsyat mengguncang China.

Bukan: China akan menjadi tuan rumah olimpiade 2008

Tetapi: China menjadi tuan rumah olimpiade 2008

5. Gunakan kalimat dengan bahasa sehari-hari

Penggunaan bahasa sehari-hari akan membuat berita kita membumi, lebih akrab dengan telinga pendengar dan menambah vitalitas dari berita yang kita sampaikan. Caranya adalah dengan menyederhanakan bahasa formal, baik kata-kata maupun frasa yang kita jumpai dalam sebuah berita. Contoh:

Bukan: Banjir telah membuat bengkel mendapat banyak pesanan untuk menservice banyak mobil yang tidak bisa berfungsi sebagaimana mestinya.

Tetapi: Bengkel kebanjiran order memperbaiki mobil yang rusak terkena banjir.

Rasakan, bahasa sehari-hari seperti ‘kebanjiran order’ justru lebih ‘bernyawa’ dibandingkan dengan bahasa resmi.


(52)

34

6. Hindari bentuk negatif

Seperti halnya penggunaan kalimat aktif, sebuah naskah berita radio akan lebih mudah dipahami dan dibawakan oleh newscaster jika dibuat dengan menggunakan kalimat positif. Untuk itu rubahlah kalimat negatif menjadi positif, terutama pada saat membuat kalimat awal atau lead berita. Contoh:

Bukan: Jika pemerintah tidak mengurangi subsidi BBM, sektor keuangan dan perekonomian Indonesia bisa mengalami krisis hebat seperti pada tahun 1997 silam dan yang paling menderita adalah rakyat.

Tetapi: Pemerintah mengurangi subsidi BBM. Jika hal ini tidak dilakukan, sektor keuangan dan perekonomian Indonesia bisa mengalami krisis hebat seperti pada tahun 1997 silam dan yang paling menderita adalah rakyat.

7. Berikan tanda baca yang benar

Selain titik, koma, dan tanda tanya, tanda baca yang lazim digunakan dalam penulisan naskah radio adalah slash ‘/’ sebagai tanda jeda dan double slash ‘//’ untuk berhenti atau mengakhiri sebuah kalimat. Penggunaan tanda baca yang benar dan pada tempatnya, akan membantu penyiar dalam menyampaikan pesan yang tertulis melalui naskah. Selain agar pendengar bisa menangkap dengan tepat apa yang disampaikan oleh penyiar. Penggunaan tanda baca juga akan membantu penyiar dalam menata suara dan melagukan susunan kalimat yang disiarkan. Seorang newscaster diharuskan membaca terlebih dahulu naskah berita atau tulisan yang akan disiarkannya dan biasakan untuk memberikan tanda secara pribadi, seperti garis bawah atau tanda-tanda tertentu


(53)

35

dibagian yang harus diberi penekanan, dibaca dengan intonasi naik atau turun dan lain sebagainya.

Sedangkan menurut Asm. Romli dalam tulisannya berjudul “Jurnalistik Radio: Produksi Berita teknik penulisan harus memperhatikan bahasa Jurnaslitik yang terdapat beberapa ketentuan seperti :

1. Spoken Words

Pilih kata-kata yang biasa diucapkan sehari-hari. Kata-kata ini nantinya akan mempermudah penyiar dalam membaca naskah, selain itu juga pesan yang disampaikan kepada khalayak dapat tersampaikan dengan baik. Contoh :

Pukul 16.00 WIB – Jam Empat Sore

Nurhaliza (30) – Nurhaliza berusia 30 tahun

Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) – Dewan Pimpinan Wilayah atau D-P-W Harganya Rp 15.000 – Harganya 15-ribu rupiah

2. Sign Posting

Sebutkan jabatan, gelar, atau keterangan sebelum nama orang. Atribusi/predikat selalu mendahului nama. Contoh :

Ketua DPR –Agung Laksono— mengatakan… Seorang warga Cipadung –Anton—ditemukan…

3. Stay Away From Quotes

Jangan gunakan kutipan langsung. Ubah kalimat langsung menjadi kalimat tidak langsung. Contoh :


(1)

62

Tabel 1.3 Contoh Lembar Koding Naskah Berita Radio Elfara FM


(2)

63

Penilaian ke dalam lembar koding menggunakan angka satu ( 1 ) untuk

setiap naskah berita yang memiliki unsur dalam struktur kategori. Sedangkan

angka nol ( o ) digunakan untuk memberikan penilaian bagi naskah Berita yang

tidak memiliki atau memenuhi persyaratan dalam struktur kategori. Dan tanda (

- ) digunakan untuk memberikan penilaian terhadap naskah yang tidak memeiliki

isi berita yang mengahruskan mengaplikasian kategori tersebut /

abstain

. Data

yang telah dimasukkan kedalam lembar koding akan dihitung melalui rumus

Holsty yang diperkuat dengan rumus Scott.

1.14 Teknik Analisa Data

Dalam teknis analisis data ini juga akan melalui proses pengolahan data

sebelum dimasukkan ke dalam tabel frekuensi. Adapun proses pengolahan data

sebagai berikut:

1. Data dikumpulkan terlebih dahulu, diklasifikasikan berdasarkan hari

dan tanggal pengiriman serta menurut masing-masing pengirim.

2. Data yang telah diklasifikan, dicetak dan diberikan kepada dua orang

koder untuk melakukan penilaian. Kemudian dimasukkan pada lembar

koding yang dimiliki koder sesuai dengan kategori-kategorinya.

3. Setelah dimasukkan kedalam lembar koding, data dihitung

berdasarkan frekuensi kemunculan berita tiap harinya. Kemudian

dianalisa dan dimasukkan dalam tabel frekuensi.

Setelah melalui tahap pengolahan data diatas, selanjutnya data akan di

analisis menggunakan teknik analisis data distribusi frekuensi. Melalui alat

analisis ini bertujuan untuk mengetahui frekuensi kemunculan masing-masing

kategori. Setelah data frekuensi naskah Berita dikumpulkan menggunakan


(3)

64

tabulasi diatas, maka jumlah prosentase kemunculan kategorinya dapat

dijumlahkan kedalam tabel berikut:

Tabel 1.4 Contoh Tabel Distribusi Frekuensi Nilai Berita

Kategori

Frekuensi

Prosentase

Gramatikal

Penggunaan konotatif

Angka-angka dibulatkan

Kata umum dan lazim dipakai

Susunan kalimat logis

Kalimat aktif

Mata uang ditulis pengucapannya

di belakang angka

Satu kalimat satu nafas

Tanda baca khusus

Avoid abbreviation

Spoken words

Present tense

Sign posting

Stay away from quotes

Subtle repetition

Jumlah

Sumber Peneliti

Setelah itu, peneliti melakukan interpretasi atau penafsiran untuk

memberikan penjelasan deskriptif pada masing-masing kategori bahasa

Jurnalistik. Untuk menjawab hipotesis, peneliti melakukan analisis perbedaan/

komparatif menggunakan Chi Kuadrat (Kriyantono, 2007:185).

1.14.1 Uji Reliabilitas Kategori

Reliabilitas artinya memiliki sifat dapat dipercaya. Suatu alat ukur

dikatakan memiliki reliabilitas apabila dipergunakan berkali-kali oleh peneliti yang

sama atau oleh peneliti yang lain tetap memberikan hasil yang sama (Forcese

dan Richer dalam Jalaluddin, 2005:17)

Sistem koding digunakan penulis dalam melakukan uji reliabilitas

kategori. Pelaksanaannya, penulis dibantu oleh 2 orang koder untuk mengukur

ketepatan struktur kategori yang telah ditetapkan oleh penulis. Koder digunakan

untuk menilai kategori yang telah ditetapkan oleh peneliti. Hal ini untuk


(4)

65

mengetahui apakah kategori yang telah ditetapkan sudah reliable atau belum.

Penting dilakukan untuk menunjukkan bahwa kategori tersebut layak digunakan

dalam penelitian. Koder digunakan untuk mendapatkan kesepakatan penilaian

atas kategori penelitian yang telah dibuat oleh peneliti.

Kemudian hasil pengkodingan dibandingkan dengan menggunakan

rumus Holsty, (Wimmer dan Dominic, 1983 : 154) yaitu:

CR =

2

1

N

2

N

M

+

Keterangan:

CR

= Coenficient Reliability

M

= Jumlah pernyataan yang disetujui peneliti dan pengkoding

N1, N2 =

Jumlah pernyataan yang diberi kode oleh peneliti dan

pengkoding.

Untuk memperkuat hasil uji reliabilitas, tentunya dengan persetujuan

para koder, hasil yang diperoleh dari rumus diatas kemudian dihitung kembali

menggunakan rumus Scott (Wimmer dan Dominic, 1983 : 154) sebagai berikut:

Pi =

)

%

1

(

)

%

(%

reement

ExpectedAg

reement

ExpectedAg

reement

ObservedAg

Keterangan:

Pi

= Nilai keterandalan

Observed agreement =

Persentase

persetujuan

yang

ditemukan

dari

pernyataan yang disetujui antar pengkode ( Nilai CR)

Expected agreement = Persentase persetujuan yang diharapkan


(5)

66

1.14.2 Chi Kuadrat

Hipotesis yang terdapat pada penelitian ini akan terjawab melalui hasil

penghitungan Chi Kuadrat. Karena Chi kuadrat memiliki dua fungsi, yaitu untuk

mengadakan estimasi dan dapat digunakan untuk menguji hipotesis (Tulus,

2007:87).

Chi kuadrat merupakan teknik statistik yang memungkinkan periset

menilai probabilitas dalam memperoleh perbedaan frekuensi yang nyata (yang

diteliti) dengan frekuensi yang diharapkan dalam kategori-kategori tertentu

sebagai akibat dari kesalahan sampling (Kriyantono, 2006:185).

Hasil koding yang telah didapatkan sebelumnya dimasukkan kedalam

tabel yang berisikan informasi mengenai jumlah kemunculan frekuensi kategori

dibawah ini.

Tabel 1.5 Contoh Tabel Frekuendi Kemunculan Kategori

Radio

Kategori

To

tal

1 2 3 4 5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

Elfara FM

Tidar Sakti FM

Total N

Sumber Peneliti

Langkah selanjutnya, berdasarkan total kemunculan frekuensi kategori

akan dilakukan penghitungan X

2

untuk mendapatkan harga Chi Kuadrat. Data

dimasukkan kedalam tabel seperti contoh dibawah ini.

Tabel 1.6 Contoh Tabel Harga Chi Kuadrat

Sel

O

E

O – E

(O – E)

2


(6)

67

Setelah data dimasukkan kedalam tabel dan dilakukan penghitungan

maka dilakukan penghitungan melalui rumus dibawah ini,

λ

Keterangan:

λ

2

: Chi Kuadrat

fo

: Frekuensi yang diperoleh dari (diobservasi dalam) sampel

fh

: Frekuensi yang diharapkan dalam sampel sebagai pencerminan dari

frekuensi yang diharapkan dalam populasi (frekuensi yang diharapkan

merupakan perkalian antara jumlah baris dengan lajur dibagi jumlah total).

Hasil penghitungan yang telah didapat akan dibandingkan dengan

dengan nilai Chi Kuadrat yang terdapat pada tabel nilai Chi Kuadrat. Chi kuadrat

memiliki ketentuan apabila hasil Chi Kuadrat hitung lebih kecil dari Chi Kuadrat

tabel maka diterima hipotesa nol (H

0

), namun bila hasil Chi Kuadrat hitung lebih

besar dari pada Chi Kuadrat tabel maka peneliti menerima hipotesa alternatif

(H

1

).