Pengaruh kompetisi BAL pada saat rekonstitusi

sebagai bahan pelindung pada proses pengeringan beku dapat mempertahankan ketahanan L. murinus-PS85 selama penyimpanan pada suhu 20 °C selama 60 hari mencapai 20. Puspawati et al 2010, juga menunjukkan bahwa penggunaan laktosa sebagai pelindung pada proses pengeringan beku Pediococcus pentosaceus A16 dapat mengurangi penurunan jumlah bakteri ini, besarnya penurunan jumlah total bakteri sebelum dan sesudah pengeringan beku sebesar 0,91 log CFUg. Hal serupa juga dilaporkan oleh Nanasombat dan Sriwong 2007, dimana hasil penelitiannya menjelaskan bahwa penggunaan Lyoprotective agents 9,1 bb jenis laktosa dapat mempertahankan kemampuan hidup bakteri Lactococcus lactis sebesar 64,17±3,00 dan Lactobacillus sakei sebesar 56,42±2,35. Penurunan jumlah sel hidup kultur BAL pada penelitian ini sangat rendah baik L. rhamnosus R21 maupun R25. Hal ini diduga karena bahan pelindung yang digunakan mampu menurunkan suhu pada fase transisi membran dan melindungi struktur protein dalam keadaan kering Leslie et al. 1995. Bahan pelindung secara umum juga memilki karakteristik fisik yang berbeda seperti konduktivitas termal dan divusivitas termal yang sangat berperan dalam memberikan efek perlindungan pada sel yang disalut Mosilhey 2003.

4.4 Kompetisi BAL dan Cronobacter sakazakii YRC3a pada Susu Formula

dengan Berbagai Suhu Rekonstitusi Rekonstitusi merupakan suatu proses persiapan susu bubuk formula hingga menjadi susu formula yang siap untuk dikonsumsi. Suhu rekonstitusi merupakan salah satu faktor penting dalam mereduksi jumlah bakteri C. sakazakii yang terdapat pada makanan atau susu bubuk formula, namun efektivitas suhu rekonstitusi perlu dikaji untuk menentukan seberapa besar suhu tersebut mampu mereduksi bakteri-bakteri patogen yang mungkin mengontaminasi produk tersebut.

4.4.1 Pengaruh kompetisi BAL pada saat rekonstitusi

Pengaruh kompetisi BAL selama rekonstitusi terhadap pertumbuhan C. sakazakii YRC3a sesaat setelah rekonstitusi pada jam ke-0 pada berbagai suhu disajikan pada Tabel 8. Tabel 8 Penurunan jumlah C. sakazakii YRC3a dan BAL L. rhamnosus R21 dan R25 kering beku perlakuan kompetisi dan kontrol CFUmL Kultur Kompetisi dengan Perubahan Ʃ bakteri setelah rekonstitusi Log CFUmL rekonstitusi suhu 50 °C rekonstitusi suhu 60 °C rekonstitusi suhu 70 °C YRC3a R21 0,54 0,71 1,27 R25 0,57 0,56 0,90 YRC3a kontrol 0,64 1,05 1,43 R21 YRC3a 0,66 0,77 0,77 R25 YRC3a 0,55 0,59 0,84 R21 kontrol 0,48 0,75 0,81 R25 kontrol 0,54 0,72 1,13 Keterangan: Perubahan jumlah bakteri setelah direkonstitusi; dihitung berdasarkan jumlah setelah rekonstitusi dibandingkan dengan jumlah awal sebelum rekonstitusi Tabel 8 menunjukkan bahwa penggunaan suhu rekonstitusi yang semakin meningkat yakni 50, 60, dan 70 °C menyebabkan jumlah C. sakazakii YRC3a kontrol mengalami penurunan jumlah yang semakin tinggi yaitu pada kisaran 0,64-1,43 log CFUmL. Hal yang sama juga terjadi pada BAL L. rhamnosus R21 dan R25 kontrol, penggunaan suhu rekonstitusi yang semakin tinggi menyebabkan terjadinya penurunan jumlah BAL yang semakin tinggi pula yakni masing-masing berkisar antara 0,48-0,81 dan 0,54-1,13 log CFUmL. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini sesuai dengan penelitian Ogihara et al. 2009, dimana terjadi penurunan jumlah bakteri E. sakazakii isolat klinis ATCC 29004 tidak dikompetisi yang direkonstitusi pada suhu 55, 60, dan 70 o C, setelah menit ke-2 pasca rekonstitusi berkisar antara 0,16-1,26 log CFUmL. Kompetisi C. sakazakii YRC3a dengan BAL L. rhamnosus R21 kering beku pada rekonstitusi suhu 50 ºC Tabel 8 menunjukkan bahwa terjadi penurunan jumlah C. sakazakii YRC3a sebesar 0,54 log CFUmL. Peningkatan suhu rekonstitusi yakni 60 dan 70 ºC menyebabkan terjadinya penurunan jumlah C. sakazakii YRC3a semakin meningkat pula berturut-turut sebesar 0,71 log CFUmL dan 1,27 log CFUmL. Hasil serupa juga terjadi pada kompetisi C. sakazakii YRC3a dengan BAL L. rhamnosus R25 kering beku, dimana terjadi penurunan jumlah bakteri C. sakazakii YRC3a sesaat setelah rekontitusi jam ke-0. Penurunan jumlah bakteri C. sakazakii YRC3a terbesar terjadi pada penggunaan suhu rekonstitusi 70 °C yakni sebesar 0,90 log CFUmL, sedangkan pada suhu rekonstitusi 50 dan 60 °C terjadi penurunan jumlah bakteri C. sakazakii YRC3a lebih rendah berturut-turut sebesar 0,57 dan 0,56 log CFUmL. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini berbeda dengan beberapa penelitian terdahulu. Meutia 2009 pada penelitiannya menyebutkan bahwa penggunaan rekonstitusi suhu 70 °C mampu mereduksi jumlah bakteri Cronobacter spp. sebesar 2,74 hingga 6,72 log CFUmL, namun penurunan jumlah bakteri ini tergantung dari jenis galur yang digunakan. Kim dan Park 2007, juga menjelaskan terjadi penurunan jumlah E. sakazakii yang diisolasi dari makanan bayi di Korea tidak dikompetisi lebih besar yaitu berkisar antara 1-2 siklus log. Terjadinya perbedaan penurunan jumlah bakteri pada penelitian ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti jenis galur yang digunakan Aroyo 2009 dan keragaman genetik bakteri Ashakura et al. 2007. Perbedaan penurunan jumlah bakteri C. sakazakii YRC3a karena suhu rekonstitusi yang semakin tinggi juga dapat disebabkan karena bakteri C. sakazakii YRC3a diisolasi dari susu formula dimana isolat-isolat bakteri ini cenderung memiliki ketahanan yang baik terhadap panas. Hal ini disebabkan oleh teknologi pengolahan yang digunakan. Ketahanan panas yang besar pada isolat asal susu formula dimungkinkan karena proses pengolahan susu formula lebih banyak menggunakan proses panas pasteurisasi dan spray drying dibandingkan dengan proses pengolahan makanan bayi, maizena, dan bubuk coklat. Penurunan jumlah bakteri uji cukup rendah pada penelitian ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal diantaranya penggunaan menstruum termasuk komposisi lemak, konsentrasi gula, dan total padatan. Menstruum pemanas yang digunakan pada penelitian ini adalah susu formula bubuk dengan kadar lemak sekitar 2,97 g100 mL. Keberadaan lemak yang terdapat pada susu formula diduga akan meningkatkan ketahanan panas bakteri, hal ini berhubungan dengan kemampuan lemak untuk mempengaruhi kelembaban sel sehingga memberikan efek proteksi. Faktor lainnya adalah total karbohidrat yang terkandung pada medium. Medium pemanasan yang mengandung gula akan meningkatkan ketahanan panas mikroba yang terdapat di dalamnya. Pengaruh ini terutama disebabkan gula. Gula yang terdapat pada menstruum, akan mengurangi a w melalui mekanisme pengikatan air yang terdapat di dalam medium maupun sel sehingga menurunkan aktivitas airnya, akibatnya sel menjadi lebih tahan panas. Komposisi protein yang terdapat pada susu formula yakni 9,8 g100 g, diduga mampu memberikan efek proteksi terhadap bakteri karena protein bersifat sebagai koloid di dalam larutan, dimana bahan-bahan koloidnya mampu menurunkan hantaran panas. Kandungan nutrisi dari menstruum pemanas yang digunakan pada penelitian akan menentukan respon ketahanan bakteri terhadap perlakuan panas yang dapat dilihat dari parameter nilai D. Ketahanan panas setiap mikroba juga dipengaruhi oleh metode recovery isolat serta adanya perlakuan cold shock setelah proses panas, kadar air, senyawa penghambat, waktu, temperatur lingkungan, kadar garam, konsentrasi karbohidrat, pH, serta efek dari ultrasonics Lewis 2000. Penurunan jumlah bakteri yang relatif kecil juga terjadi pada BAL kering beku yang dikompetisi dengan C. sakazakii YRC3a. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kompetisi BAL L. rhamnosus R21 kering beku dengan bakteri C. sakazakii YRC3a mengalami penurunan jumlah bakteri berkisar antara 0,66-0,77 log CFUmL pada suhu rekonstitusi 50, 60, dan 70 °C. Hal yang sama juga terjadi pada kompetisi BAL L. rhamnosus R25 kering beku dengan bakteri C. sakazakii YRC3a. Penurunan jumlah BAL L. rhamnosus R25 berkisar antara 0,55-0,84 log CFUmL. Penurunan jumlah BAL L. rhamnosus kering beku relatif kecil pada perlakuan kompetisi dengan C. sakazakii YRC3a diduga dipengaruhi oleh proses pengeringan beku yang dilakukan terhadap BAL. Pada proses pengeringan beku sel BAL disalut terlebih dahulu dengan bahan pelindung. Bahan pelindung ini berfungsi untuk mencegah kerusakan dinding sel akibat tekanan fisik termasuk penggunaan suhu tinggi. Selain itu penggunaan bahan pelindung juga dihubungkan dengan kemampuannya untuk melindungi protein dan membran sel mikroba Wiemken 1990 dalam Champagne et al. 2001. Hasil yang diperoleh pada penelitian menunjukkan bahwa penurunan jumlah C. sakazakii YRC3a sesaat setelah rekonstitusi jam ke-0 baik pada perlakuan kontrol maupun kompetisi disebabkan oleh penggunaan suhu rekonstitusi yang semakin meningkat. Penggunaan BAL dan jenis BAL yang berbeda pada perlakuan kompetisi tidak mempengaruhi penurunan jumlah bakteri C. sakazakii YRC3a.

4.4.2 Pengaruh kompetisi BAL selama hang time