Ketahanan C. sakazakii Terhadap Suhu Tinggi dan Kekeringan Susu Formula Bayi dan Proses Produksinya

2.7 Ketahanan C. sakazakii Terhadap Suhu Tinggi dan Kekeringan

Menurut Iversen dan Forsythe 2003 Cronobacter spp., dapat tumbuh pada kisaran suhu yang luas 6-47 o C. Kondisi optimum perkembangan bakteri ini berada pada kisaran suhu 37-44 o C, namun tidak termasuk dalam golongan tahan panas karena pada suhu 60 o C dapat mengalami kematian Edelson et al. 2004. Karakteristik adaptasi dan berkembang bakteri ini menurut Food Safety Athority of Ireland, dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Karakter tingkat adaptasi dan perkembangan C. sakazakii Parameter Kisaran Optimum Suhu untuk pertumbuhan 6- 45 °C 37-43 °C Waktu generasi saat suhu 22 °C 37-44 menit - D-value pada suhu 60 °C isolat Cronobacter spp. berasal dari PIF 3,52-3,58 - Keterangan : Waktu generasi adalah waktu yang dibutuhkan untuk membuat populasi bakteri menjadi 2x lipat. Sumber: Iversen Forsythe 2003 C. sakazakii merupakan jenis bakteri yang mungkin terdapat pada makanan pendamping ASI, jenis patogen ini memiliki karakteristik yang kurang tahan terhadap panas namun beberapa galur bakteri ini memiliki ketahanan panas yang bervariasi. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengujian nilai D 56 pada berbagai isolat lokal asal susu formula, MP-ASI, dan lainnya seperti DESc13; DESb10; DESb7a; YRC3a; dan YRT2a yakni masing-masing 11,36; 5,48; 8,55; 4,10; dan 5,83 menit Seftiono 2012. Banyak faktor yang mempengaruhi ketahanan panas bakteri. Beberapa diantaranya yakni perbedaan galur, kondisi fisiologis bakteri, suhu pertumbuhan dari inokulum, dan menstruum pemanasan termasuk kadar lemak, total solid, dan total gula, metode yang digunakan, dan metodologi dalam recovery mikroba Nazarowec-White Farber 1997; Kim Park 2007. Selain memiliki ketahanan terhadap panas, bakteri patogen ini juga memiliki kemampuan untuk bertahan pada kondisi kering. Beberapa penelitian yang telah dilakukan menjelaskan bahwa bakteri ini mampu bertahan pada kondisi kering selama 2,5 tahun pada susu bubuk formula.

2.8 Susu Formula Bayi dan Proses Produksinya

Susu formula bayi adalah susu yang dihasilkan secara fabrikasi untuk memenuhi keperluan asupan gizi bayi. Produk susu formula diformulasikan menyerupai nilai gizi ASI Breeuwer et al. 2003. Proses pembuatan susu formula Gambar 2 dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu pencampuran kering dry mixing, pencampuran basah wet mixing atau kombinasi keduanya. Proses pencampuran kering adalah proses pengolahan dimana seluruh bahan yang berbentuk kering bahan baku dan bahan tambahan dicampurkan dengan pencampur kering untuk mendapatkan produk akhir dengan tingkat homogenitas yang diinginkan. Kelebihan dari pencampuran kering adalah tidak adanya air yang terlibat dalam proses pengolahan sehingga lini proses dapat dijaga tetap kering dalam jangka waktu lama BPOM 2011. Metode pencampuran kering memiliki kekurangan dari segi kualitas dan keamanannya karena semua bahan baku yang digunakan tidak memiliki ukuran partikel yang sama sehingga akan sangat sulit untuk menghasilkan pencampuran yang homogen Heredia et al. 2009. Hal ini akan mempengaruhi kualitas nutrisi susu yang dihasilkan. Proses produksi susu formula dengan tipe pencampuran basah dilakukan dengan mencampurkan seluruh bahan dalam kondisi basah pencampuran bahan baku dalam wujud cair, proses pasteurisasi, penambahan ingredient yang sensitif terhadap perlakuan termal serta spray drying BPOM 2011. Secara teoritis proses panas yang dilakukan dalam proses pembuatan susu dapat membunuh semua sel vegetatif bakteri yang ada sebelum proses spray drying, namun kontaminasi setelah perlakuan panas post heat treatment contamination seperti kontaminasi dari lingkungan pabrik juga harus dipertimbangkan. Kontaminasi bakteri C. sakazakii Gambar 2 pada proses produksi susu dapat berasal dari faktor instrinsik dan ekstrinsik. Kontaminasi intrinsik terjadi ketika susu formula terpapar C. sakazakii pada tahapan pemrosesan susu formula, misalnya ketika penambahan bahan baku yang sensitif terhadap perlakuan panas seperti, vitamin, mineral, dan lesitin setelah proses spray drying. Kontaminasi ekstrinsik terjadi melalui peralatan, misalnya blender, sendok pada saat penyiapan susu formula. Gambar 2 Proses pengolahan susu formula dengan tipe pengolahan pencampuran basah yang berasal dari bahan basah dan kering CAC 2004 Bahan baku basah susu segar Bahan baku kering premix vitamin atau BTP Penerimaan di pabrik SOP Penyimpanan di gudang Penimbangan bahan baku BTP SOP Pencampuran SOP Homogenisasi SOP Pasteurisasi Evaporasi SOP Penampungan sementara Pemindahan ke jalur pengeringan Pengeringan dengan pengeringan semprot SOP Pendinginan Aglomerasi SOP Pengayakan Pengisian ke dalam pengemas SOP Kemasan Penghembusan dengan gas inert SOP N 2 atau CO 2 Penutupan kemasan Pemberian label atau kode Pengepakan ke dalam kemasan sekunder Penyimpanan sementara untuk konfirmasi hasil uji Susu formula Distribusi Selama proses produksi dan penyiapan susu formula bubuk ada kemungkinan terjadinya kontaminasi oleh bakteri-bakteri patogen seperti Bacillus spp., Cronobacter spp., Salmonella spp., L. monocytogenes, Staphylococcus spp. dan Enterobacter spp. Sehingga diperlukan regulasi batas cemaran mikroba yang boleh terdapat dalam produk akhir. Indonesia mengatur batas cemaran mikroba produk susu formula bayi dan formula untuk keperluan medis khusus bagi bayi Peraturan Kepala Badan POM RI 2009 Tabel 2. Tabel 2 Batas maksimum cemaran mikroba untuk produk susu formula bayi dan formula untuk keperluan medis khusus bagi bayi No. Jenis mikroba Batas cemaran 1 ALT 30 °C, 72 jam 1 x 10 4 kolonimL 2 Enterobacteriaceae negatif10 g 3 Enterobacter sakazakii negatif10 g 4 Salmonella sp. negatif25 g 5 Staphylococcus aureus 1 x 10 1 kolonimL 6 Bacillus cereus 1 x 10 2 kolonimL Sumber: BPOM 2009

2.9 Rekonstitusi Susu Formula Bayi