Bacillus thuringiensis subsp. aizawai t.a Sebagai Bahan Aktif

5 penggunaan insektisida kimia dengan dosis dan frekuensi yang tinggi menjadikan serangga vektor penyakit menjadi resisten terhadap insektisida kimia tersebut dan menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem.

2.3 Bacillus thuringiensis SEBAGAI BIOINSEKTISIDA

A. Bacillus thuringiensis B.t

B.t merupakan bakteri yang berbentuk batang dengan ukuran 3-5 µm ketika tumbuh pada media. Bakteri ini tergolong ke dalam kelas Schizomycetes, ordo Eubacteriales, dan famili Bacillaceae. Bakteri ini bersifat gram positif, aerob umumnya anaerob fakultatif, dan berflagelum. Bakteri ini dapat membentuk spora secara aerobik dan selama masa sporulasi juga dapat membentuk kristal protein yang toksik. Kristal protein ini dikenal d engan nama δ- endotoksin Shieh 1994. εenurut Dulmage 1981, menyatakan bahwa selain menghasilkan δ-endotoksin, bakteri ini juga menghasilkan α-eksotoksin, β-eksotoksin, dan faktor kutu. α-eksotoksin memiliki sifat yang tidak tahan terhadap panas dan larut di dalam air. β-eksotoksin memiliki sifat yang tahan terhadap panas, larut di dalam air, dan sangat beracun terhadap larva beberapa jenis lalat. β-eksotoksin diproduksi pada masa pertumbuhan sel vegetatif dan terdiri atas adenine, ribose, glukosa, dan asam allaric dengan sekelompok fosfat. Sel-sel vegetatif yang dihasilkan dapat membentuk suatu rantai yang terdiri dari lima sampai enam sel. B.t merupakan bakteri yang paling penting secara ekonomi dan terbanyak digunakan untuk produksi bioinsektisida, sehingga bioinsektisida komersial B.t digunakan secara luas untuk mengendalikan larva hama serangga Feitelson et al. 1992. Selain itu, menurut de Barjac dan Frachon 1990, B.t mempunyai sifat yang spesifik, aman terhadap lingkungan, dan bersifat entomopatogenik. Spora B.t berbentuk oval, letaknya subterminal, berwarna hijau kebiruan, dan berukuran 1.0-1.3 µm. Pembentukan spora terjadi dengan cepat pada suhu 35- 37 o C. Spora tersebut relatif tahan terhadap pengaruh fisik dan kimia. Spora ini mengandung asam dipikolinik DPA, merupakan 10-15 dari berat kering spora. Asam ini bisa terdapat dalam bentuk kombinasi dengan unsur kalsium. B. Bacillus thuringiensis subsp. aizawai B.t.a Sebagai Bahan Aktif Bioinsektisida Bacillus thuringiensis subsp. aizawai B.t.a pertama kali ditemukan oleh Aizawa pada tahun 1962 Dulmage 1981. Bakteri ini mempunyai endospora subterminal berbentuk oval dan selama masa sporulasi menghasilkan satu kristal protein dalam setiap selnya. Kristal protein ini dikenal juga sebagai δ-endotoksin yang merupakan komponen utama yang menyebabkan bersifat insektisidal. εenurut Faust dan Bulla 1982, δ-endotoksin tersebut bersifat termolabil karena dapat terdenaturasi oleh panas walaupun lebih stabil dibandingkan eksotoksin yang terlarut dan tidak larut dalam pelarut organik namun larut dalam pelarut alkalin. Sebagai organisme mesofilik, kisaran suhu pertumbuhannya ialah 15-45 o C dengan suhu optimum 26-30 o C. Kisaran pH pertumbuhannya ialah 5.5-8.5 dengan pH optimum 6.5-7.5 Benhard dan Utz 1993. B.t.a dapat membentuk endospora yang berbentuk elips di bagian subterminal sel. Seperti halnya pada Bacillus thuringiensis lain, selama masa sporulasi, B.t.a membentuk tubuh paraspora berupa kristal protein yang di sebut juga δ-endotoksin Sneath 1986. 6 Kristal protein B.t.a berbentuk bipiramida yang bersifat insektisida terhadap larva serangga yang tergolong dalam ordo Lepidoptera dan Diptera Lereclus et al. 1993. Sifat insektisida B.t.a berhubungan dengan gen penyandi kristal protein yang disebut gen cry. Menurut klasifikasi terbaru, dikenali ada 22 gen cry dan 2 gen cyt. Gen cry yang dimiliki B.t.a meliputi cry1Aa, cry1Ab, cry1Ca, cry1Da Crickmore et al. 1998. Protein cry1Ca menyandikan protein yang toksik terhadap Spodoptera litura, sedangkan protein cry1 lain yang dimiliki B.t.a, yaitu cry1Aa, cry1Ab, cry1Da kurang toksik terhadap Spodoptera litura, tetapi dapat memberikan pengaruh sinergis pada protein cry1Ca sehingga dapat meningkatkan keampuhannya Muller et al. 1996. Sedangkan menurut Liu et al. 1998, pada beberapa kasus, spora ternyata secara sinergis dapat meningktakan toksisitas kristal protein. Pada B.t.a, sinergisme yang terjadi adalah antara spora dengan protein cry1Ca tetapi tidak dengan protein cry1 yang lain.

C. Kristal Prot