Kristal Prot Bacillus thuringiensis SEBAGAI BIOINSEKTISIDA

6 Kristal protein B.t.a berbentuk bipiramida yang bersifat insektisida terhadap larva serangga yang tergolong dalam ordo Lepidoptera dan Diptera Lereclus et al. 1993. Sifat insektisida B.t.a berhubungan dengan gen penyandi kristal protein yang disebut gen cry. Menurut klasifikasi terbaru, dikenali ada 22 gen cry dan 2 gen cyt. Gen cry yang dimiliki B.t.a meliputi cry1Aa, cry1Ab, cry1Ca, cry1Da Crickmore et al. 1998. Protein cry1Ca menyandikan protein yang toksik terhadap Spodoptera litura, sedangkan protein cry1 lain yang dimiliki B.t.a, yaitu cry1Aa, cry1Ab, cry1Da kurang toksik terhadap Spodoptera litura, tetapi dapat memberikan pengaruh sinergis pada protein cry1Ca sehingga dapat meningkatkan keampuhannya Muller et al. 1996. Sedangkan menurut Liu et al. 1998, pada beberapa kasus, spora ternyata secara sinergis dapat meningktakan toksisitas kristal protein. Pada B.t.a, sinergisme yang terjadi adalah antara spora dengan protein cry1Ca tetapi tidak dengan protein cry1 yang lain.

C. Kristal Prot

ein δ-endotoksin Bacillus thuringiensis Komponen utama penyusun kristal protein pada sebagian besar B.t adalah polipeptida dengan berat molekul BM berkisar antara 130-140 kilodalton kDa. Polipeptida ini adalah protoksin yang dapat berubah menjadi toksin dengan BM yang bervariasi dari 30-80 kDa, setelah mengalami hidrolisis pada kondisi pH alkali dan adanya protease dalam saluran pencernaan serangga. Aktivitas insektisida tersebut akan menghilang jika BM lebih rendah dari 30 kDa Aronson et al. 1986 dan Gill et al. 1992. Kristal protein ini terbentuk bersamaan dengan pembentukan spora, yaitu pada waktu sel mengalami sporulasi. Kristal tersebut merupakan komponen protein yang mengandung toksin δ-endotoksin yang terbentuk di dalam sel selama 2-3 jam setelah akhir fase eksponensial dan baru keluar dari sel pada waktu sel mangalami autolisis setelah sporulasi sempurna. Sekitar 95 dari keseluruhan komponen kristal terdiri dari protein dengan asam amino umumnya terdiri dari asam glutamat, asam aspartat, dan arginin, sedangkan 5 sisanya terdiri dari karbohidrat yaitu mannosa dan glukosa Bulla et al. 1977, serta tidak mengandung asam nukleat maupun asam lemak. Protein yang mnyusun kristal protein tersebut terdiri dari 18 asam amino. Kandungan asam amino yang terbesar adalah asam aspartat dan asam glutamat Fast 1981. Kristal protein B.t mempunyai beberapa bentuk, di antaranya bentuk bulat pada subsp. israelensis yang toksik terhadap Diptera, bentuk kubus yang toksik terhadap Diptera tertentu dan Lepidoptera, bentuk pipih empat persegi panjang flat rectangular pada subsp. tenebriosis yang toksik terhadap Coleoptera, bentuk piramida pada subsp. kurstaki yang toksik terhadap Lepidoptera Shieh 1994. Sedangkan menurut Trizelia 2001, kristal protein memiliki beberapa bentuk. Ada hubungan nyata antara bentuk kristal dengan kisaran daya bunuhnya. Varietas yang memiliki daya bunuh terhadap serangga ordo Lepidoptera memiliki kristal protein yang berbentuk bipiramida dan jumlahnya hanya satu tiap sel, sedangkan yang berbentuk kubus, oval, dan amorf umumnya bersifat toksik terhadap serangga ordo Diptera dan jumlahnya dapat lebih dari satu tiap sel. Kristal yang memiliki daya bunuh terhadap serangga ordo Coleoptera berbentuk empat persegi panjang dan datar batu pipih. Aktifitas toksin dari kristal protein ini tergantung pada sifat intrinsik dari usus serangga, seperti kadar pH dari sekresi enzim proteolitik dan kehadiran spora bakteri secara terus menerus beserta kristal protein yang termakan Burgerjon dan Martouret 1971. Selain itu, 7 efektifitas dari toksin tertentu dipengaruhi oleh kelarutan, afinitas terhadap reseptor yang ada serta pemecahan proteolitik ke dalam toksin. Secara umum dapat disimpulkan bahwa cara kerja kristal protein sebagai toksin dari B.t dapat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor spesifikasi dari mikroorganisme dan kerentanan dari serangga sasaran Milne et al. 1990. Selain itu, umur dari serangga merupakan salah satu faktor yang menentukan toksisitas dari B.t. Jentik serangga yang lebih muda lebih rentan jika dibandingkan dengan jentik yang lebih tua Swadener 1994.

D. Proses Toksisitas dan Infeksi