7 efektifitas dari toksin tertentu dipengaruhi oleh kelarutan, afinitas terhadap reseptor yang ada
serta pemecahan proteolitik ke dalam toksin. Secara umum dapat disimpulkan bahwa cara kerja kristal protein sebagai toksin dari B.t
dapat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor spesifikasi dari mikroorganisme dan kerentanan dari serangga sasaran Milne et al. 1990. Selain itu, umur dari serangga
merupakan salah satu faktor yang menentukan toksisitas dari B.t. Jentik serangga yang lebih muda lebih rentan jika dibandingkan dengan jentik yang lebih tua Swadener 1994.
D. Proses Toksisitas dan Infeksi
Bacillus thuringiensis
Proses toksisitas kristal protein δ-endotoksin sebagai bioinsektisida dimulai ketika serangga memakan kristal protein tersebut, maka kristal tersebut akan larut di dalam usus
tengah serangga. Setelah itu, dengan bantuan enzim protease pada pencernaan serangga, maka kristal protein tersebut akan terpecah struktur kristalnya. Toksin aktif yang dihasilkan akan
berinteraksi dengan reseptor pada sel-sel epitelium usus tengah larva serangga, sehingga akan membentuk pori-pori kecil berukuran 0.5-1.0 nm. Hal ini akan mengganggu keseimbangan
osmotik sel di dalam usus serangga sehingga ion-ion dan air dapat masuk ke dalam sel dan menyebabkan sel mengembang dan mengalami lisis hancur. Larva akan berhenti makan dan
akhirnya mati Hofte dan Whiteley 1989; Gill et al. 1992. Kristal protein yang bersifat insektisida ini sebenarnya hanya protoksin yang jika larut
dalam usus serangga akan berubah menjadi polipeptida yang lebih pendek 27-147 kDa. Pada umumnya, kristal protein di alam bersifat protoksin karena adanya aktivitas proteolisis dalam
sistem pencernaan serangga yang mengubah B.t protoksin menjadi polipeptida yang lebih pendek dan bersifat toksin. Toksin yang telah aktif berinteraksi dengan sel-sel epitelium di
usus tengah serangga sehingga menyebabkan terbentuknya pori-pori di sel membran saluran pencernaan serangga Bahagiawati, 2002. Proses toksisitas Bacillus thuringiensis pada larva
ulat dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Proses toksisitas Bacillus thuringiensis pada larva ulat Sumber : http:www.inchem.orgdocumentsehcehcehc217.htm
Kristal protein B.t.a yang tersusun atas protein cry1Aa 32, cry1Ab 38, cry1Ca
26, cry1Da 5 Wright et al. 1997 dengan berat molekul 130-140 kDa, apabila terserap dalam suasana basah, saluran pencernaan tengah serangga yang rentan akan
8 terlarut dan terhidrolisis untuk menghasilkan protein toksin. Selama aktivitas proteolitiknya
tersebut, protease akan mengubah polipeptida tersebut menjadi fragmen toksin aktif berukuran 60-70 kDa. Toksin cry1Aa dan cry1Ab akan berikatan dengan reseptor spesifik yang
berukuran 210 kDa pada membran mikrofili apikal sel epithelium usus tengah serangga, sementara protein cry1Ca berikatan dengan reseptor lainnya yang berukuran 40 kDa. Ikatan
antara toksin dengan reseptornya itu akan menginduksi perubahan konformasi toksin yang diikuti dengan penyisipan toksin pada membran sehingga terjadi oligomerisasi toksin berupa
lubang pada pori membran Bravo 1997. Fenomena tersebut mengakibatkan sistem pompa ion K
+
pada membran aplikasinya tidak berfungsi sehingga mengganggu keseimbangan osmotik yang berakibat lisisnya sel. Akhirnya, larva akan berhenti makan dan mati karena
gejala septisemia setelah satu atau tiga hari Aronson et al. 1986 ; Hofte and Whiteley 1989 ; Prieto-Samsonov et al. 1997.
Efektifitas dari toksin tertentu juga dipengaruhi oleh kelarutan, afinitas tehadap reseptor yang ada serta pemecahan proteolitik ke dalam toksin. Secara umum dapat disimpulkan bahwa
cara kerja kristal protein sebagai toksin dari B.t dapat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor spesifikasi dari mikroorganisme dan kerentanan dari serangga sasaran Milne et al. 1990.
Selain itu, umur dari serangga merupakan salah satu faktor yang menentukan toksisitas dari B.t. Jentik serangga yang lebih muda lebih rentan jika dibandingkan dengan jentik yang lebih tua
Swadener 1994.
2.4 FERMENTASI