4 gambut terjadi pada periode Holosine antara 5000-10.000 tahun, kemudian dalam
ribuan tahun lambat laun terbentuk lapisan gambut yang semakin tebal sehingga membentuk kubah gambut peat dome Noor, 2001. Hipotesis lain menyatakan
pembentukan rawa gambut diawali oleh pengendapan dan pertumbuhan vegetasi bakau yang kemudian menjadi hutan padang, khususnya pada dataran pantai Noor,
2009. Menurut Radjagukguk 2000, di dataran rendah dan daerah pantai, proses
akumulasi bahan organik tersebut menghasilkan pembentukan gambut ombrogen di atas gambut topogen, yang hamaparannya berbentuk kubah dome. Gambut
ombrogen terbentuk dari vegetasi hutan yang berlangsung selama ribuan tahun. Gambut ini terbentuk dari vegetasi rawa yang sepenuhnya bergantung pada masukan
hara dari air hujan dan bukan lagi dari tanah mineral di bawah atau dari rembesan air tanah, sehingga miskin hara dan bersifat masam.
2.3 Sifat dan Ciri Tanah Gambut
Gambut merupakan salah satu pilihan dalam pengembangan dan peningkatan lahan untuk budidaya pertanian di Indonesia dewasa ini. Pengelolaan gambut tidak
mudah karena mempunyai permasalahan yang rumit baik dari segi fisik, kimia, biologi, dan hidrologi. Gambut mempunyai kemampuan mengikat air lebih besar dari
bahan mineral, namun gambut hanya menyediakan lebih sedikit air untuk tumbuhan dibandingkan tanah mineral Utami et al., 2009. Permasalahan utama di lahan
gambut adalah kesuburan tanah rendah yang disebabkan oleh kandungan bahan organik yang sangat tinggi, miskin mineral dengan kejenuhan basa yang rendah,
kadar P, K, Ca, Mg, Cu, Zn, dan Mn yang rendah Salampak 1999, mengandung beragam asam-asam organik yang sebagian bersifat racun bagi tumbuhan
Suriadikarta, 2009. Namun demikian asam-asam tersebut merupakan bagian aktif dari tanah gambut yang menentukan kemampuan gambut untuk menahan unsur hara
Agus dan Subiksa, 2008. Selain meracuni tanaman, asam-asam organik juga mengakibatkan pH gambut sangat rendah Widyati dan Rostiwati, 2010.
5 Pada umumnya tanah gambut Indonesia mempunyai pH berkisar antara 2.8-4.5
dan kemasaman potensial mencapai 50 cmolkg. Ketersediaan unsur-unsur makro N, P, K serta sejumlah unsur mikro pada umumnya berharkat rendah Maas et al.,
2000. Karaktristik kimia tanah gambut bersifat spesifik, menjadikan tanah gambut
berbeda dengan tanah mineral bahkan dengan tanah organik lainnya. Gambut adalah timbunan bahan organik yang mempunyai laju perombakan lambat. Lambatnya
perombakan tanah gambut akibat rendahnya aktivitas mikroorganisme. Hal tersebut dipengaruhi antara lain oleh potensial redoks, nisbah CN, pH, suhu, dan kelembaban.
Karakteristik kimia utama pada tanah gambut antara lain kemasaman tanah, ketersediaan hara tanah, KTK, kadar abu, kadar asam organik tanah, dan kadar pirit
atau sulfur Noor, 2001. Kapasitas Tukar Kation KTK gambut tergolong tinggi, tetapi kejenuhan basa
KB sangat rendah. Muatan negatif pada tanah gambut seluruhnya merupakan muatan tergantung pH pH dependent charge Widyati dan Rostiwati, 2010.
Menurut Soepardi 1983, muatan negatif tergantung pH adalah muatannya bersifat tidak permanen tetapi langsung berhubungan dengan pH tanah. Muatan ini diduga
berasal dari berbagai sumber. Pada tanah gambut sumber utama adalah kelompok karboksilat COOH dan fenol fenil-OH pada koloid humus. Tiap kelompok itu
mempunyai hidrogen terikat secara kovalen yang tidak didesosiasikan pada pH rendah, akan tetapi dengan menaiknya pH, hidrogen berdesosiasi sambil
meninggalkan muatan negatif pada koloid. Karakteristik kimia lahan gambut di Indonesia sangat ditentukan oleh
kandungan mineral, ketebalan, jenis mineral pada substratum di dasar gambut, dan tingkat dekomposisi gambut. Kandungan mineral gambut di Indonesia umumnya
kurang dari 5 dan sisanya adalah bahan organik. Fraksi organik terdiri dari senyawa-senyawa humat sekitar 10 hingga 20 dan sebagian besar lainnya adalah
senyawa lignin, selulosa, hemiselulosa, lilin, tannin, resin, suberin, protein, dan senyawa lainnya Agus dan Subiksa, 2008.
6 Sifat-sifat fisik tanah gambut yang penting untuk dipertimbangkan dalam
pemanfaatannya untuk pertanian maupun kegiatan rehabilitasi lahan gambut yang terdegradasi meliputi kadar air, berat isi bulk density, BD, daya menahan beban
bearing capacity, subsiden penurunan permukaan, dan mengering tidak balik irriversible drying Agus dan Subiksa, 2008.
2.4. Fungsi Lingkungan Tanah Gambut