38
arabinofuranosidase, α- glukuronidase, galaktosidase dan asetil xilan esterase Subramaniyan dan Prema 2002. Subramaniyan dan Prema 2002 juga
melaporkan bahwa sistem multienzim xilanase dapat terjadi karena adanya produksi enzim konstitutif. Dengan adanya enzim konstitutif tersebut, xilanase
menyerang xilan yang merupakan heteropolisakarida. Heteropolisakarida tidak dapat memasuki matriks sel karena adanya membran sel. Produk dari hidrolisis
xilan adalah xilosa, xilobiosa, xilotriosa dan oligosakarida lain dengan bobot molekul rendah.
Pada umumnya, hidrolisis xilan akan menghasilkan gula pereduksi. Gula pereduksi dilepaskan dari xilan dan dikuantifikasi menggunan metode DNS.
Molekul xilosa memiliki struktur dengan gugus karbonil yang berada pada ujung rantai karbon, yang menandakan bahwa xilosa mempunyai gugus aldehid bebas
yang reaktif sehingga dimasukkan dalam kategori gula pereduksi.
C. FERMENTASI
Proses selanjutnya yang dilakukan setelah hidrolisis yakni proses fermentasi. Dimana proses ini bertujuan untuk mendapatkan bioetanol setelah dilakukan hidrolisis. Kondisi
hidrolisat terbaik dilanjutkan dengan proses fermentasi. Dari perlakuan enzim Cel 150 didapat bahwa data terbaik dengan konsentrasi 7.5 dengan waktu inkubasi dua hari sedangkan
untuk enzim xilanase didapat bahwa data terbaik dengan konsentrasi 3 dengan waktu inkubasi satu hari.
Perlakuan terbaik dari setiap enzim difermentasi dengan menambahkan starter sebanyak 10 ml. Terlebih dahulu hidrolisat hasil penyaringan didetoksifikasi. Hidrolisat sebanyak 270
ml dipanaskan pada suhu 30-50
o
C, kemudian ditambahkan kapur tohor sampai pH 10. Dipanaskan sampai 15 menit sambil diaduk, disaring dan kemudian dinetralkan dengan
H
2
SO
4
sampai pH 5-6. Selanjutnya diberikan arang aktif tanpa adanya pemanasan sebanyak 5 dari total volume kemudian disaring lagi agar didapat hidrolisat yang jernih.
Setelah proses detoksifikasi, hidrolisat masing-masing enzim dibagi kedalam tiga tabung Erlenmeyer dengan volume tiap tabung sebesar 90 ml. Kemudian ditambahkan urea
dan NPK serta starter sebanyak 10 ml sehingga total volume sebesar 100 ml. Starter yang digunakan yakni Sacharomycese cerevisiae. Khamir jenis ini dapat berproduksi tinggi, toleran
terhadap alkohol yang cukup tinggi, tahan terhadap kadar gula yang tinggi dan tetap aktif melakukan fermentasi pada suhu 4-32
o
C. Hidrolisat kemudian difermentasi selama empat hari. Setelah empat hari hidrolisat hasil fermentasi didestilasi untuk mengukur kadar etanol.
Berdasarkan fermentasi yang dilakukan, didapatkan nilai gula pereduksi bv dengan enzim Cel 150 pada ulangan 1 dan 2 yaitu 4.59 dan 4.66. Sedangkan untuk nilai rata-rata
etanol vv cairan fermentasi sebesar 1.46. Pada fermentasi menggunakan enzim xilanase didapatkan nilai gula pereduksi bv untuk ulangan 1 dan 2 yaitu 2.43 dan 2.57.
Sedangkan untuk nilai rata-rata etanol vv cairan fermentasi sebesar 0.31. Efisiensi fermentasi dan substrat untuk setiap enzim yakni enzim Cel 150 memiliki efisiensi fermentasi
dan substrat sebesar 45.41 dan 86.40, sedangkan enzim xilanase memiliki efisiensi fermentasi dan substrat sebesar 10.70 dan 48.86 Lampiran 9. Hal ini semakin tinggi
39
efisiensi fermentasi maka kinerja dari khamir pada konversi gula menjadi etanol sangat baik demikian halnya efisiensi substrat. Semakin tinggi efisiensi substrat, maka degradasi substrat
dalam proses hidrolisis sangat baik. Jika dilihat kedua hasil dari fermentasi dengan hidrolisis enzim yang berbeda, hasil dari
Cel 150 lebih tinggi dibandingkan dengan xilanase. Berdasarkan aktivitasnya, Cel 150 memang memiliki aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan xilanase. Pada proses hidrolisis,
enzim Cel 150 akan mehidrolisis β-1,4 glukosida pada serat selulosa dapat dipecah menjadi
monomer glukosa. Kemudian glukosa inilah yang mendukung pertumbuhan dari khamir yang kemudian mengubahnya menjadi etanol. Sedangkan pada enzim xilanase, enzim akan
menghidrolisis xilan menghasilkan xilosa. Dilihat dari hasil, gula peredusi yang dihasilkan lebih rendah dibanding Cel 150. Hal ini juga menunjukkan bahwa kandungan xilosa pada
substrat sangat sedikit. Gula yang dihasilkan enzim xilanase tersebut kemungkinan tidak mendukung dalam pertumbuhan khamir sehingga etanol yang dihasilkan sedikit. Seperti
menurut Lin dan Tanaka 2005, khamir ini dapat tumbuh di media yang mengandung gula sederhana seperti glukosa, fruktosa dan mannose.
Rendahnya gula pereduksi yang dihasilkan juga dapat disebabkan beberapa faktor. Salah satunya diakibatkan adanya proses detoksifikasi yang dapat merusak gula yang terdapat
pada hidrolisat. Hal ini terlihat dari hasil gula pereduksi pada saat hidrolisis yang lebih tinggi dibanding setelah dilakukan detoksifikasi. Dengan berkurangnya jumlah gula yang
terkandung juga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan S. cerevisiae. Selain itu konversi gula menjadi etanol juga akan mengalami penurunan karena jumlah gula yang sedikit. Pada
prosesnya juga fermentasi diharapkan berlangsung pada kondisi anaerob. Kemungkinan pada saat fermentasi berlangsung, terdapat oksigen yang mengakibatkan fermentasi tidak
berlangsung secara anaerob. Adanya oksigen tersebut dapat menyebabkan oksidasi etanol yang terbentuk menjadi asam asetat.
Selain itu beberapa faktor tersebut, konsentrasi alkohol hasil dari fermentasi dipengaruhi beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kerja dari mikroorganisme. Kondisi pH optimum
pada proses fermentasi berkisar antara 4,5-5, dimana ketika pH di bawah atau di atasnya maka akan mempengaruhi efektivitas enzim yang dihasilkan mikroorganisme dalam
membentuk kompleks enzim substrat. Selain itu dapat menyebabkan terjadinya denaturasi sehingga menurunkan aktivitas enzim Poedjiadi dan Titin, 2006.
Konsentrasi enzim juga mempengaruhi hasil etanol yang optimal. Hal ini berarti jumlah etanol optimal yang dihasilkan bergantung pada konsentrasi gula substrat yang akan diubah
oleh enzim. Konsentrasi gula yang diperlukan untuk fermentasi adalah 10 sampai 18. Namun apabila konsentrasi gula terlalu tinggi maka proses fermentasi akan berjalan lambat.
Penggunaan jenis mikroorganisme yang digunakan juga mempengaruhi hasil karena harus sesuai dengan substrat yang digunakan. S. cerevisiae biasa digunakan untuk
memproduksi alkohol dari pati dan gula. Seleksi tersebut bertujuan untuk mendapatkan mikroorganisme yang mampu tumbuh dengan cepat dan mempunyai toleransi terhadap
konsentrasi gula yang tinggi serta mampu menghasilkan alkohol dalam jumlah yang banyak dan tahan terhadap alkohol sebagai daya tolak umpan balik Budiyanto, 2004.
Sedangkan untuk suhu, sampai pada suatu titik, kecepatan reaksi enzimatik mikroba akan meningkat sejalan dengan meningkatnya suhu. Hal ini dikarenakan substrat akan
40
bertumbukan dengan tempat aktif lebih sering ketika molekul itu bergerak lebih cepat Campbell dkk, 2002. Untuk S. Cerevisiae dapat bekerja dengan baik pada suhu 24-30
o
C tetapi jika diatas temperatur tersebut aktifitas enzim yang dihasilkan akan menurun karena
mengalami denaturasi. Sedangkan dibawah temperatur 24
o
C proses fermentasi akan berlangsung lambat. Media juga merupakan salah satu faktor penting dalam fermentasi karena
mikroba dapat hidup dalam media tersebut, tumbuh serta dapat berkembang biak dan dapat mensintesis produk. Oleh karena itu media harus dipersiapkan dengan kandungan bahan-
bahan yang memenuhi syarat dan cukup untuk berkembang biak dan cukup untuk mengubah produk. Mikroba memerlukan unsur karbon dan nitrogen. Oleh karena itu dilakukan
penambahan urea dan NPK sebagai sumber nutrisi bagi mikroba. Unsur karbon dapat meningkatkan energi dan biosintesis sehingga persediaan sumber karbon yang cukup,
dibutuhkan untuk proses fermentasi. Sedangkan sumber nitrogen digunakan oleh mikroba untuk mempercepat pertumbuhan sel dalam fermentasi. Salah satu sumber nitrogen yang
dapat digunakan adalah urea Trismilah dan Sumaryanto, 2003.
41
V. KESIMPULAN DAN SARAN