4
Saat ini bahan baku pembuatan etanol yang dihasilkan melalui proses fermentasi bahan pati atau gula dari tanaman menjadi etanol dan air sering diistilahkan sebagai generasi
pertama. Sehingga perlu dilakukan penelitian pembuatan etanol generasi kedua yang diharapkan dapat dikembangkan secara komersial. Generasi pertama berbahan baku yang
berbasis pada makanan seperti singkong dan jagung, dimana bahan baku tersebut lebih mudah dijadikan etanol namun terdapat perdebatan dimana akan terjadi persaingan antara kebutuhan
pangan dan energi. Selain itu juga terbentur pada penggunaan lahan yang luas sebagai media tanam dari tanman pangan tersebut. Oleh karena itu salah satu bahan yang sangat berpotensial
digunakan yakni makroalga Eucheuma cottoni.
B. Eucheuma cottonii
Eucheuma cotonii merupakan salah satu carragaenophytes yaitu rumput laut penghasil karagenan. Dua jenis Euchema yang cukup komersil yaitu Euchema spinosum yang
merupakan penghasil iota karagenan dan E. cottoni sebagai penghasil kappa karagenan. Karaginan banyak digunakan pada sediaan makana, sediaan farmasi dan kosmetik sebagai
bahan pembuat gel, pengental atau penstabil Nehen, 1987. Klasifikasi E. cottoni menurut Admadja et al., 1996 adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Rhodophyta
Kelas : Rhodophyceae
Ordo : Gigartinales
Famili : Solieriaceae
Genus : Eucheuma
Spesies : E. cottonii
Ciri morfologi ditandai dengan adanya thallus dan cabang-cabangnya yang berbentuk silinder atau pipih, waktu masih hidup berwarna hijau hingga kuning kemerahan dan apabila
dalam bentuk kering warnanya kuning kecoklatan. Percabangan tidak teratur di atau tri- chotomous, dan cabang-cabangnya kasar karena ditumbuhi oleh nodula atau spine untuk
melindungi gametangia Atmadja et al,. 1996. Euchema cottonii tumbuh melekat pada substrat dengan alat berupa cakram, cabang pertama dan kedua tumbuh membentuk rumpun
rimbun dengan ciri khusus mengarah kearah datangnya sinar matahari. Cabang-cabang tersebut tampak ada yang memanjang atau melengkung seperti tanduk. Jaringan tengah terdiri
dari filamen-filamen tidak berwarna, dikelilingi oleh sel-sel besar, kemudian oleh lapisan korteks dan lapisan epidermis.
E. cottonii dapat diidentifikasi dari thallusnya. Pada E. cottonii, thallusnya bercabang- cabang berbentuk silindris atau pipih, percabangannya tidak teratur dan kasar sehingga
merupakan lingkaran karena ditumbuhi oleh nodulla atau spine untuk melindungi gametan. Ujungnya runcing atau tumpul berwarna coklat ungu atau hijau kuning. Spina E. cottonii
tidak teratur menutupi thallus dan cabang-cabangnya. Permukaan licin, cartilaginous, warna hijau, hijau kuning, abu-abu atau merah. Penampakan thallus bervariasi dari bentuk sederhana
sampai kompleks Ditjenkan Budidaya, 2004. Umumnya E. cottonii tumbuh dengan baik di daerah pantai terumbu reef. Habitat
khasnya adalah daerah yang memperoleh aliran air laut yang tetap, variasi suhu harian yang
5
kecil dan substrat batu karang mati Aslan, 1998. Beberapa jenis Eucheuma mempunyai peranan penting dalam dunia perdagangan internasional sebagai penghasil ekstrak karaginan.
Kadar karaginan dalam setiap spesies Eucheuma berkisar antara 54 – 73 tergantung pada
jenis dan lokasi tempat tumbuhnya. Jenis ini asal mulanya didapat dari perairan Sabah Malaysia dan Kepulauan Sulu Filipina. Selanjutnya dikembangkan keberbagai negara
sebagai tanaman budidaya. Lokasi budidaya rumput laut jenis ini di Indonesia antara lain Lombok, Sumba, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Lampung,
Kepulauan Seribu, dan Perairan Pelabuhan Ratu Atmadja, 1996. Komposisi bahan organik dari rumput laut Euchema cottoni yang tumbuh dan
berkembang di Indonesia terlihat pada Tabel 2. Tabel 2.
Komposisi bahan organik Eucheuma cottonii
Komposisi Nilai
Air 13,90
Protein 2,69
Lemak 0,37
Serat kasar 0,95
Mineral Ca ppm 22,39
Mineral Fe ppm 0,121
Mineral Cu ppm 2,763
Tiamin mg100gr 0,14
Riboflamin mg100gr 2,7
Vitamin C mg100gr 12
Karagenan 61,52
Abu 17,09
Kadar Pb ppm 0,04
Sumber : Istini et al., 1986
C. Karaginan