24
B. PENELITIAN UTAMA
B.1 Hidrolisis asam
Hidrolisis adalah proses dekomposisi kimia menggunakan air untuk memisahkan ikatan kimia dari substansinya. Hidrolisis bertujuan untuk memecah polisakarida
karagenan dan selulosa menjadi monosakarida galaktosa, glukosa yang selanjutnya akan difermentasi menjadi etanol. Hidrolisis pertama yang dilakukan pada penelitian ini
yaitu hidrolisis asam menggunakan H ₂SO
4
. Pada umumnya hidrolisis yang sering digunakan ada dua yakni hidrolisis asam dan hidrolisis enzim. Hidrolisis asam lebih
umum digunakan karena biaya yang murah dan mudah digunakan. Namun, untuk kerjanya sendiri asam berkerja secara acak dalam memotong ikatan tidak seperti enzim
yang bekerja secara spesifik. Beberapa asam yang umum digunakan untuk hidrolisis asam antara lain adalah asam
sulfat H
2
SO
4
, asam perklorat, dan HCl. Asam sulfat merupakan asam yang paling banyak diteliti dan dimanfaatkan untuk hidrolisis asam. Hidrolisis asam dapat
dikelompokkan menjadi: hidrolisis asam pekat dan hidrolisis asam encer Taherzadeh Karimi, 2007. Hidrolisis asam bertujuan untuk menguraikan polisakarida pada rumput
laut E.cottonii sehingga menjadi struktur yang lebih sederhana yaitu monosakarida. Pada penelitian ini konsentrasi H
2
SO
4
yang digunakan yakni 2 dengan volume 75ml. Pada umumnya asam yang digunakan untuk menghidrolisis bahan
berligniselulosa adalah H
2
SO
4
atau HCl pada konsentrasi antara 2-5. Penggunaan asam H
2
SO
4
dan HCl sebagai katalis dalam hidrolisis asam menghasilkan gula sederhana yang berbeda, dimana pada konsentrasi dan waktu hidrolisis yang sama,
H
2
SO
4
memberikan hasil yang lebih tinggi dari pada HCl Mussatto dan Roberto, 2004. Konsentrasi padatan substrat yang digunakan yakni 15 dari total volume 100 ml,
konsentrasi padatan sebesar ini merupakan konsentrasi terbaik berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Setyaningsih 2010, dimana nilai brix yang didapat
lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi 7.5 dan 10. Nilai brix adalah padatan yang terlarut dalam suatu larutan yang dihitung sebagai sukrosa. Brix juga dapat
didefinisikan sebagai persentase massa sukrosa yang terkandung di dalam massa larutan sukrosa. Dengan kata lain semakin semakin besar zat terlarut yang terkandung dalam
suatu larutan maka nilai brixnya juga akan semakin besar. Pada tahap awal penelitian dilakukan kontrol dimana substrat tidak mendapat
perlakuan penambahan enzim akan tetapi tetap dengan volume 100 ml 75 ml asam dan 25 ml buffer tanpa enzim. Dimana pada saat hidrolisis asam tidak dilakukan perlakuan
yang berbeda yakni konsentrasi padatan 15 dan penambahan asam H
2
SO
4
75 ml dengan ulangan tiga kali. Kemudian dilakukan hidrolisis asam dengan suhu 121
⁰C selama 45 menit. Setelah 45 menit substrat dinetralkan dengan basa NaOH 10.
Kemudian hidrolisat diinkubasi selama satu, dua, dan tiga hari Gambar 10. Setelah diinkubasi, hidrolisat disaring sehingga didapat total padatan. Dari setiap lama inkubasi
didapat rata-rata dari tiga kali pengulangan.
25
Gambar 10. Rata-rata total padatan kontrol
Jika dilihat dari rata-rata total padatan yang didapat, semuanya tidak jauh berbeda. Hal ini kemungkinan disebabkan karena perlakuan konsentrasi asam yang diberikan
sama dan tanpa penambahan enzim. Lama inkubasi juga tidak berpengaruh dikarenakan hidrolisat sudah terlebih dahulu dinetralkan. Sehingga tidak ada lagi reaksi yang terjadi
di dalam hidrolisat tanpa penambahan enzim. Selain total padatan, total gula pereduksi juga diamati dan hasilnya dapat kita lihat
pada Gambar 11 berikut ini
Gambar 11. Rata-rata gula pereduksi pada kontrol
Berdasarkan hasil uji statistik gula pereduksi pada kontrol menunjukkan hasil yang berbeda nyata Lampiran 5a. Hasil uji lanjut dengan metode Duncan menunjukkan
bahwa perlakuan lama inkubasi baik 1, 2 atau 3 hari tidak berbeda signifikan Lampiran 5b. Namun rata-rata menunjukkan bahwa lama inkubasi 2 hari memiliki nilai gula
pereduksi tertinggi yaitu 4.55, diikuti dengan waktu inkubasi 1 hari yaitu 4.30 dan waktu inkubasi 3 hari yaitu 4.12.
26
B.2 Hidrolisis Enzim
Setelah proses hidrolisis asam dan dinetralkan dengan NaOH, maka dilanjutkan dengan proses hidrolisis enzimatis. Hidrolisis enzim dilakukan agar proses pemotongan
ikatan-ikatan pada substrat lebih optimal karena enzim bekerja secara spesifik sehingga berpengaruh terhadap meningkatnya jumlah gula pereduksi setelah hidrolisis asam.
Pengujian terhadap beberapa enzim ini dilakukan untuk melihat kemampuan atau aktivitas beberapa enzim dalam beberapa substrat yang digunakan. Pada dasarnya kita
tidak mengetahui kandungan umum yang terkandung pada E. cottonii, sehingga digunakan beberapa enzim-enzim selulase dengan kandungan dasar yang berbeda pada
substrat yang berbeda pula. Setelah dilakukan pengujian, Tabel 5 menunjukkan hasil dari pengujian aktivitas dari
beberapa jenis enzim tersebut.
Tabel 5. Aktivitas beberapa jenis enzim hidrolase
No Jenis Enzim
Aktivitas Enzim IUml atau IUmg CMC
Karagenan E. cottonii
1. Selulase kompleks Novozyme
4660 101
660 2. Enzim kompleks
Novozyme 527
68 295
3. β Glukosidase
sellobiase Novozyme
218 109
352 4. Xilanase
Novozyme 5414
177 2048
5. Glukoamilase 83
87 357
6. Selulase Pabrik Kertas
293 12
1739 7.
Ethol-GE Sinobios
322 3
115 8. CEL-150 Sinobios 21019
1194 5904
Karakteristik masing-masing enzim yang digunakan pada penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:
1. Selulase kompleks merupakan enzim primer yang dapat digunakan dalam
hidrolisis dari bahan lignosellulosik, serta mengkatalisis bahan selulosa menjadi glukosa, sellibiosa dan glukosa polimer yang lebih tinggi. Selain itu dapat
digunakan untuk mengurangi viskositas atau meningkatkan hasil ekstraksi berbagai produk yang berasal dari tumbuhan. Menurut Gong dan Tsao 1979,
selulase merupakan golongan enzim yang mampu memutus ikatan β-1,4 pada
27
substrat selulosa, selodekstrin, selobiosa dan turunan selulosa lainnya. Terdirir dari tiga jenis yaitu: 1 endoglukanase β-1,4-D-glukan-4-glukanhidrolase, EC
3.2.1.4, 2 selobiohidrolase β-1,4-D-glukanselobio-hidrolase, EC 3.2.1.91 dan 3 β-glukosidase β-1,4-D-glukosida-glukohidrolase, EC 3.2.1.21. Ketiga
enzim ini bekerja sama dalam menghidrolisis selulosa yang tidak larut menjadi
glukosa sehingga aktivitas gabungan ketiga enzim dapat diukur dengan memantau jumlah glukosa yang dihasilkan.
2. Enzim kompleks mengandung berbagai macam karbohidrat, termasuk arabinase,
β-glukanase, selulase, hemisellulase, pektinase, dan xilanase. Enzim ini juga dapat memecah dinding sel untuk ekstraksi komponen yang berasal dari jaringan
tumbuhan serta mampu membebaskan bahan terikat dan menurunkan berbagai polisakarida yang bukan pati.
3. β-glukosidase sellobiase juga dikenal sebagai sellobiosa, menghidrolisis
sellobiosa menjadi glukosa. Dapat digunakan untuk melengkapi selulase kompleks untuk meningkatkan hasil pada fermentasi gula. Menurut Gong dan
Tsao 1979, enzim β-glukosidase merupakan enzim terpenting dalam hidrolisis selulosa, karena kedua enzim selulase lainnya yaitu ekso dan endoglukanase
dapat hambat oleh selobiosa. Selain itu juga, enzim ini juga penting dalam regulasi induksi selulase. Hidrolisis dari selobiosa eksogenous secara in-vivo
menjadi glukosa yang berfungsi mengatur tingkat glukosa dan selobiosa intraselular sehingga dapat mempengaruhi biosintesis selulase melalui
mekanisme induksi-represi. 4.
Xilanase merupakan murni endoxylanase dengan spesifisitas yang tinggi terhadap pentosans terlarut. Enzim xilanase mampu membebaskan gula pentosa
dari fraksi biomassa hemiselulosa. 5.
Glukoamilase digunakan pada cairan yang mengandung substrat pati dalam memproduksi gula untuk fermentasi. Bekerja di tahap-tahap awal proses
sakarifikasi sebaik fermentasi dan sakarifikasi yang terjadi pada saat bersamaan. Glukoamilase menghidrolisis ikatan 1,4 dan 1,6-alpha untuk melepaskan
glukosa untuk fermentasi berikutnya oleh ragi. 6.
Selulase merupakan suatu komplek enzim yang terdiri dari beberapa enzim yang bekerja bertahap atau bersama-sama menguraikan selulosa. Ada empat
kelompok enzim utama yang menyusun selulase berdasarkan spesifikasi substrat masing-masing enzim Enari, 1983.
7. Enzim endo- β-1,4-glukanase β-1,4-Dglukano hidrolase EC 3.2.1.4 pada
substrat CMC, menghidrolisa ikatan glikosidik β-1,4 secara acak dan bekerja
terutama pada daerah amorf dari serat selulosa. Enzim ini tidak dapat menyerang selobiosa tapi menghidrolisia selodekstrin dan selulosa yang telah
dilunakan dengan asam fosfat serta selulosa yang telah disubstitusi seperti CMC Carboxy Methyl Cellulase dan HEC Hydroxy Ethyl Cellulase. Enzim ini
kurang aktif dalam menyerang selulosa kristal tetapi aktif terhadap selulosa yang telah dimodifikasi secara kimia.
28
Aktivitas enzim endoglukanase akan meningkat dengan semakin panjangnya rantai selulosa yang akan dihidrolisis. Enzim ini lebih terkenal
dengan nama CMC-ase, karena aktivitasnya yang sangat tinggi pada substrat CMC. Endoglukanase yang telah dimurnikan kurang memiliki kemampuan
menghidrolisis selulosa kristalin yang sangat teratur, seperti serat kapas dan Avicel Mandels, 1982; Gong dan Tsao, 1979.
Enzim β-1,4-D-glukan selobiohidrolase EC 3.2.1.91 menyerang ujung rantai selulosa non pereduksi dan menghsilkan selobiosa. Enzim ini dapat
menyerang selodekstrin tapi tidak menyerang selulosa yang telah disubstitusi serta tidak menghidrolisis selobiosa.
Selobiohidrolase yang dikenal sebagai komponen C
1
, merupakan bagian terbesar dari selulase yang dihasilkan oleh T. reesei, bekerja dengan cara
melepaskan unit-unit selobiosa dari ujung non reduksi rantai selulosa, menunjukkan aktivitas yang sangat tinggi pada selulosa dan sangat rendah pada
CMC. Produk utama dari hidrolisis ini yaitu selobiosa. Jika dibandingkan dengan endoselulase, enzim ini membutuhkan substrat dengan kespesifikasian
tinggi karena tidak dapat bekerja pada substrat-substrat yang telah disubstitusi. Enzim ini dapat menghidrolisis selooligomer menjadi selobiosa tetapi tidak
dapat menghidrolisis selobiosa Mandels, 1982; Gong dan Tsao, 1979; Enari, 1983.
Selobiohidrolase memiliki aktivitas rendah bila bekerja sendiri pada substrat yang memiliki keteraturan tinggi Frost dan Moss, 1987. Enzim
selobiohidrolase dikenal juga sebagai avicelase karena kemampuannya dalam menghidrolisis avicel. Kecepatan hidrolisis enzim ini tergantung kepada derajat
polimerisasi DP selulosa, dan meningkat dengan naiknya derajat polimerisasi substrat.
Enzim β-1,4-D-glukan glukohidrolase EC 3.2.1.74 menyerang ujung rantai selulosa non pereduksi dan manghasilkan glukosa. Selain itu juga
menyerang selulosa yang telah dilunakkan oleh asam fosfat, selo-oligosakarida dan CMC.
Setelah dilakukan pengujian aktivitas beberapa enzim terhadap susbtart- substrat tersebut terlihat bahwa aktivitas yang berbeda untuk setiap substrat.
Enzim selulase kompleks jika dilihat aktivitasnya pada ketiga substrat yang digunakan, enzim ini memliki nilai tertinggi pada substrat CMC. Hal ini sesuai
dengan kerja dari enzim selulase kompleks yang dapat mengkatalisis bahan selulosa menjadi glukosa, sellibiosa dan glukosa polimer yang lebih tinggi.
Enzim ini mengandung berbagai macam enzim pemecah karbohidrat meliputi arabinase,
β glukanase, selulase, hemiselulase, pectinase dan xilanase. CMC yang juga merupakan selulosa yang telah disubstitusi manjadi sangat mudah
untuk dihidrolisis oleh enzim selulase kompleks. Berbeda dengan substrat lainnya dimana aktivitas enzim ini lebih rendah.
29
Sama halnya dengan selulase kompleks, enzim kompleks juga memiliki aktivitas yang tinggi pada substrat CMC dibandingkan pada substrat E.cottonii
dan karaginan. Kandungan dari enzim ini juga berpengaruh terhadap tingginya aktivitas pada substrat CMC disbanding yang lainnya. Pada E. cottonii
rendahnya aktivitas kemungkinan diakibatkan kandungan dari substrat yang lebih banyak mengandung polisakarida demikian juga substrat karaginan.
Pada enzim β-glukosidase sellobiase, dapat dilihat bahwa aktivitas yang
tertinggi terdapat pada substrat E. cottonii. Hal ini sesuai dengan fungsi dari enzim tersebut yang baik dalam menghidrolisis sellobiosa menjadi glukosa.
Selain itu enzim ini bekerja spesifik pada β-, yang lebih banyak terkandung pada
substrat E. cottonii dibanding dengan substrat lainnya. Selanjutnya untuk enzim xilanase memiliki aktivitas yang cukup tinggi
pada substrat E. cottonii meskipun tertinggi pada CMC. Hal ini menunjukkan kandungan xilan yang cukup tinggi pada kedua substrat tersebut dibandingkan
dengan karaginan yang hanya mengandung karaginan saja. Glukoamilase memiliki aktivitas tertinggi pada E.cottonii. Enzim
menghidrolisis ikatan 1,4 dan 1,6-alpha yang kemungkinan banyak terkandung pada substrat tersebut. Namun pada substrat karaginan memiliki aktivitas yang
cukup tinggi juga, hal ini dapat diakibatkan dari karaginan yang merupakan kandungan terbesar dari E.cottonii. Sehingga ikatan 1,4 dan 1,6-alpha juga
masih terdapat pada karaginan. Aktivitas enzim selulase pabrik kertas tertinggi pada E. cottonii yang
kemungkinan disebabkan kandungan selulosa yang tinggi pada substrat tersebut dibandingkan yang lain. Hal ini mendukung kinerja dari enzim tersebut yang
menghidrolisis selulosa dengan baik. Berikutnya enzim Ethol-GE sinobios terlihat memiliki aktivitas tertinggi pasa substrat CMC diikuti E. cottonii dan
yang terkecil pada karaginan. Berbeda dengan Cel 150, cenderung memiliki aktivitas yang tinggi pada ketiga substrat namun tertinggi pada CMC. Hal ini
menunjukkan kandungan selulosa yang tinggi pada CMC dan juga pada E. cottonii yang digunakan pada penelitian ini. Berdasarkan hasil uji aktivitas
beberapa enzim ini, maka dipilihlah enzim dengan aktivitas tertinggi pada substrat E. cottonii yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu Cel 150 dan
xilanase.
B.2.1 Enzim Cel 150
Pemberian enzim Cel 150 1.500.000 UG pada hidrolisat dengan konsentrasi tiap enzim yakni 1, 3, 5, 7.5, dan 10 dari total substrat,
kemudian enzim dilarutkan dengan 25 ml buffer sitrat. Sehingga total volume pada saat hidrolisis enzim sebesar 100 ml. Selanjutnya enzim dengan volume
25 ml dengan konsentrasi yang berbeda ditambahkan ke dalam hidrolisat yang telah dinetralkan. Setiap konsentrasi diinkubasi selama satu, dua, dan
tiga hari dengan tiga kali ulangan untuk setiap lama inkubasi tersebut.
30
Pada setiap lama inkubasi, hidrolisat kemudian disaring dengan kain dan kertas saring menggunakan pompa vakum. Sebelum disaring, enzim
yang terdapat dalam hidrolisat terlebih dahulu diinaktivasi dengan direndam pada air suhu tinggi. Hal ini dapat menghentikan kerja enzim karena di atas
temperatur optimum enzim akan mengalami denaturasi dan kehilangan aktivitas katalisnya inaktivasi. Proses inaktivasi enzim pada temperatur
yang sangat tinggi berlangsung melalui 2 tahap yaitu diawali dengan pembukaan parsial struktur sekunder, tersier dan atau kuartener molekul
enzim akibat putusnya ikatan-ikatan kovalen maupun ikatan hidrofobik dan selanjutnya terjadi perubahan struktur primer enzim karena adanya kerusakan
asam-asam amino tertentu oleh pemanasan. Dari hasil penyaringan tersebut didapatkan total padatan dari setiap
lama inkubasi seperti terlihat pada Gambar 12 berikut ini
Gambar 12. Total padatan menggunakan enzim Cel 150
Perbedaan total padatan dapat diakibatkan perbedaan fungsi spesifik dan lama inkubasi atau waktu yang dibutuhkan enzim untuk menghidrolisis
substrat. Pada Gambar 12 total padatan menggunakan enzim Cel 150 dapat dilihat total padatan tertinggi terdapat pada lama inkubasi dua hari dengan
konsentrasi enzim 10, sedangkan total padatan terbanyak kedua yakni pada lama inkubasi satu hari dengan konsentrasi 1. Hal ini dapat diakibatkan
oleh enzim yang tidak bekerja secara maksimal dalam pemotongan ikatan pada substrat yang diakibatkan konsentrasi dan lama inkubasi yang tidak
sesuai. Terlihat jika dibandingkan dengan konsentrasi 3, 5, dan 7.5 memiliki total padatan yang lebih rendah. Pada inkubasi tiga hari, total
padatan yang menggunakan konsentrasi 1 dan 10 mengalami penurunan. Uji statistik perlakuan konsentrasi enzim, hari inkubasi, maupun
interaksi keduanya antara konsentrasi dengan hari inkubasi semuanya tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai total padatan yang terjadi
Lampiran 6a. Berdasarkan hasil analisis keragaman pengaruh konsentrasi terhadap total padatan menunjukkan konsentrasi 1 tidak berbeda signifikan
31
dengan konsentrasi 10. Konsentrasi 7.5 berbeda signifikan dengan konsentrasi 3 dan 5, serta ketiganya berbeda secara signifikan dengan
konsentrasi 1 dan 10. Berdasarkan rata-rata nilai total padatan, konsentrasi 5 memiliki nilai rata-rata terkecil yaitu 12.824. Sedangkan konsentrasi
1 memiliki nilai rata-rata total padatan tertinggi yaitu 24.128 Lampiran 6c.
Sedangkan analisis keragaman untuk pengaruh waktu inkubasi terhadap total padatan menunjukkan waktu inkubasi dua hari tidak berbeda
signifikan dengan waktu inkubasi satu hari. Namun waktu inkubasi keduanyaberbeda signifikan dengan waktu inkubasi tiga hari. Berdasarkan
data tersebut didapatkan waktu inkubasi tiga hari merupakan perlakuan waktu inkubasi terbaik dilihat dari rata-rata total padatannya terkecil sebesar
15.6029 persen Lampiran 6b. Interaksi antara waktu inkubasi dengan konsentrasi menunjukkan hasil
yang berbeda nyata. Hasil uji lanjut dengan metode Duncan, menunjukkan bahwa hasil terbaik yang diperoleh adalah perlakuan waktu inkubasi selama
3 hari dengan konsentrasi 5 sebesar 11.845 persen. Sedangkan rata-rata total padatan tertinggi adalah perlakuan waktu inkubasi selama 2 hari dengan
konsentrasi 10 sebesar 42.820 persen. Perlakuan ini berbeda signifikan dengan perlakuan terbaik yaitu waktu inkubasi 3 hari dengan konsentrasi 5
Lampiran 6d. Enzim memiliki kekhasan dalam mengenali dan mengikat substrat,
karena enzim memiliki sisi aktif yang digunakan untuk mengikat substrat, sisi aktif yang dimiliki enzim sangat spesifik. Enzim selulase memiliki gugus
aktif –COOH yang merupakan gugus aktif dari asam amino jenis asam
aspartat dan gugus –COOH yang merupakan gugus aktif dari asam
glutamate. Kedua gugus aktif yang terdapat dalam enzim selulase bekerja secara sinergi dalam memutus ikatan glikosida dalam selulosa. Berdasarkan
komposisi kimia dalam rumput laut E. cottonii, selulosa yang terkandung didalamnya cukup besar yakni sebesar 10,31. Hal ini menunjukkan enzim
Cel 150 yang digunakan dapat bekerja secara optimal dengan adanya kandungan selulosa yang cukup besar yang berpengaruh terhadap
pemotongan ikatan-ikatan dan total padatan. Tingginya kandungan selulosa pada substrat E. cottonii berpengaruh
terhadap total padatan yang dihasilkan pada akhir hidrolisis. Selain pemotongan pada proses hidrolisis enzim, pada hidrolisis asam juga
berpengaruh terhadap hasil padatan pada awal hidrolisis. Hidrolisis asam memotong ikatan tidak spesifik atau dengan kata lain secara acak, sehingga
memudahkan enzim untuk masuk ke dalam substrat dan memotong ikatan secara spesifik pada selulosa. Hal ini mengakibatkan berkurangnya total
padatan setelah melalui hidrolisis enzim. Setelah dilakukan penyaringan dan analisis terhadap total padatan,
hidrolisat hasil dari penyaringan dilakukan pengujian terhadap gula
32
pereduksi. Gula pereduksi merupakan golongan gula karbohidrat yang dapat mereduksi senyawa-senyawa penerima elektron, contohnya adalah
glukosa dan fruktosa. Secara umum gula pereduksi yang dihasilkan berhubungan erat dengan aktivitas enzim, yaitu semakin tinggi aktivitas
enzim maka semakin tinggi pula kandungan gula pereduksi yang dihasilkan. Jumlah gula pereduksi yang dihasilkan selama reaksi diukur dengan
menggunakan pereaksi dinitrosalycilic acid DNS dengan menggunakan alat spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm. Dengan semakin
tinggi nilai absorbansinya maka semakin banyak pula gula pereduksi yang terkandung. Hasil dari pengukuran gula pereduksi setelah hidrolisis enzim
dan sampling sebelum hidrolisis enzim serta besar perubahannya dapat dilihat pada Gambar 13, 14 dan 15 berikut ini
a b
Gambar 13. a. Total gula pereduksi Cel 150 inkubasi 0 dan 1 hari
b. Besar perubahan total gula pereduksi
a b
Gambar 14. a. Total gula pereduksi Cel 150 inkubasi 0 dan 2 hari
b. Besar perubahan total gula pereduksi
33
a b
Gambar 15. a. Total gula pereduksi Cel 150 inkubasi 0 dan 3 hari
b. Besar perubahan total gula pereduksi
Gula pereduksi setelah hidrolisis enzim Cel 150 hasil uji statistik dengan taraf kepercayaan 95 α=0.05 maka dapat diketahui bahwa
perlakuan konsentrasi enzim berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai gula pereduksi Lampiran 1a. Sedangkan perlakuan hari inkubasi dan
perlakuan interaksi keduanya antara konsentrasi dengan hari inkubasi tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai gula pereduksi Lampiran 1c.
Hasil uji lanjut perlakuan konsentrasi dengan metode Duncan, menunjukkan hasil gula pereduksi tertinggi sebesar 11.277 adalah
perlakuan dengan konsentrasi Cel 150 sebesar 7.5. Sedangkan persentase terendahnya sebesar 5.30 adalah perlakuan dengan konsentrasi Cel 150
sebesar 3 Lampiran 1c. Perlakuan dengan konsentrasi Cel 150 sebesar 7.5 adalah konsentrasi terbaik karena memiliki persentase gula pereduksi
tertinggi, dan perlakuan ini berbeda secara signifikan terhadap beberapa perlakuan lainnya baik perlakuan dengan konsentrasi 5, 10, 3 maupun 1
Lampiran 1a . Jika dibandingkan dengan total gula pereduksi sebelum hidrolisis
enzim dilakukan untuk setiap konsentrasi, terlihat perubahan yang terjadi pada akhir hidrolisis enzim. Berdasarkan uji statistik perlakuan lama hari
inkubasi terhadap gula pereduksi tidak berbeda nyata Lampiran 3a. Hasil rata-rata menunjukkan waktu inkubasi 2 hari memiliki nilai rata-rata gula
pereduksi tertinggi yaitu 6.714. Diikuti dengan waktu inkubasi 1 dan 3 hari yaitu 6.549 dan 6.414 Lampiran 3b.
Penurunan total padatan dan peningkatan gula pereduksi merupakan pengaruh dari besarnya kandungan selulosa pada substrat. Selain itu
pengaruh dari aktivitas enzim yang tinggi, pH, dan konsentrasi dari enzim. Semakin tinggi aktivitas enzim dan konsentrasi maka proses hidrolisis yang
terjadi akan semakin baik pula jika sesuai dengan substratnya. Total
34
padatan yang didapat sebagai hasil dari penyaringan setelah hidrolisis merupakan hasil dari hidrolisis enzim yang bekerja memotong ikatan-ikatan
subtrat secara spesifik setelah pemotongan acak oleh asam. Dengan demikian ikatan panjang berubah menjadi ikatan pendek yang mudah
diubah menjadi glukosa. Semakin baik proses hidrolisisnya maka kandungan gula pereduksinya akan semakin tinggi pula.
B.2.2 Enzim Xilanase
Perlakuan yang diberikan menggunakan enzim Cel 150, hidrolisis enzim dengan xilanase 2.500 FXU-Sg juga diberikan perlakuan yang sama. Setelah
hidrolisis asam, dilanjutkan dengan hidrolisis enzim dengan konsentrasi yang sama pada hidrolisis dengan enzim Cel 150. Kemudian diinkubasi dengan waktu
yang sama pula dan dilakukan penyaringan. Dari penyaringan total padatan dapat kita lihat pada Gambar 16 berikut.
Gambar 16.
Total padatan menggunakan enzim xilanase Pada Gambar 16 diatas total padatan menggunakan enzim xilanase, dapat
kita lihat rata-rata total padatan tertinggi pada konsentrasi 3 dan pada inkubasi dua hari memiliki total padatan tertinggi dibandingkan dengan konsentrasi dan
lama inkubasi lainnya. Sedangkan konsentrasi dengan total padatan terendah terdapat pada konsentrasi 5.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan lama waktu inkubasi tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan persentase total padatan Lampiran
7a. Sedangkan perlakuan konsentrasi dan interaksi antara perlakuan waktu inkubasi dengan kosentrasi berpengaruh nyata terhadap persentase total padatan.
Dari hasil uji lanjut, maka dapat diketahui konsentrasi dengan rata-rata terendah adalah konsentrasi xilanase 10 sebesar 20,172. Perlakuan ini tidak berbeda
signifikan dengan perlakuan konsentrasi xilanase 7,5 dan 5 dengan persentase masing-masing sebesar 20,524 dan 21,364. Sedangkan perlakuan dengan
konsentrasi 3 dan 1 memiliki persentase total padatan tertinggi yaitu sebesar 28,436 dan 27,882. Kedua perlakuan tersebut yaitu konsentrasi 3 dan 1
35
tidak berbeda signifikan, namun keduanya berbeda signifikan dengan beberapa perlakuan yang lain yaitu konsentrasi 10, 7,5 dan 5 Lampiran 7b.
Interaksi antara perlakuan konsentrasi dengan waktu berdasarkan uji lanjut diperoleh hasil total padatan terbaik dengan persentase paling rendah yaitu
sebesar 19,045 adalah perlakuan dengan konsentrasi 5 dan waktu inkubasi 2 hari. Perlakuan ini tidak berbeda signifikan dengan perlakuan konsentrasi 10
dengan waktu inkubasi 1 hari dan perlakuan konsentrasi 7,5 dengan waktu inkubasi 3 hari. Sedangkan perlakuan konsentrasi 3 dengan waktu inkubasi 2
hari sebagai perlakuan yang memiliki total padatan tertinggi sebesar 33,473. Perlakuan itu berbeda signifikan dengan seluruh perlakuan lainnya Lampiran
7d. Sama dengan Cel 150, setelah dilakukan hidrolisis asam dilanjutkan
dengan hidrolisis enzim dengan xilanase. Setelah diinkubasi dan dilakukan penyaringan, selanjutnya dilakukan pengujian gula pereduksi. Hasil dari
pengukuran gula pereduksi setelah hidrolisis enzim dan sampling sebelum hidrolisis enzim serta besar perubahannya dapat dilihat pada Gambar 17, 18 dan
19 berikut ini
a b
Gambar 17. a. Total gula pereduksi xilanase inkubasi 0 dan 1 hari
b. Besar perubahan total gula pereduksi
36
a b
Gambar 18. a. Total gula pereduksi xilanase inkubasi 0 dan 2 hari
b. Besar perubahan total gula pereduksi
a b
Gambar 19. a. Total gula pereduksi xilanase inkubasi 0 dan 3 hari
b. Besar perubahan total gula pereduksi
Berdasarkan hasil pengujian secara statistik menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi, waktu, dan interaksi antara konsentrasi dan waktu,
berpengaruh nyata terhadap perubahan persentase gula pereduksi Lampiran 2a. Uji lanjut perlakuan konsentrasi diperoleh hasil terbaik dengan persentase
tertinggi yaitu sebesar 7.638 adalah perlakuan konsentrasi 1. Diikuti konsentrasi 3, 10, dan 5 dengan nilai masing-masing 6.954, 5.208, 4.392.
Sedangkan hasil gula pereduksi terendah dengan persentase sebesar 4.192 adalah konsentrasi 7,5. Seluruh perlakuan konsentrasi yang diberikan antara
satu perlakuan dengan perlakuan lainnya berbeda secara signifikan, kecuali konsentrasi 5 dan 7.5 Lampiran 2b.
Uji lanjut perlakuan waktu menunjukkan waktu inkubasi selama 1 hari berbeda signifikan dengan waktu inkubasi 3 dan 2 hari. Perlakuan waktu inkubasi
selama 1 hari merupakan waktu terbaik dengan persentase gula pereduki tertinggi
37
sebesar 6.202, diikuti dengan waktu inkubasi 3 hari sebesar 5.454 dan waktu inkubasi 2 hari sebesar 5.374 Lampiran 2c.
Sedangkan interaksi antara konsentrasi dengan waktu inkubasi, berdasarkan uji lanjut dapat diketahui bahwa perlakuan konsentrasi 3 dengan
waktu inkubasi 1 hari adalah perlakuan yang terbaik karena memiliki persentase gula pereduksi terbesar yakni 8.408. Perlakuan ini berbeda secara signifikan
dengan beberapa perlakuan lainnya. Perlakuan konsentrasi 7,5 dengan waktu inkubasi 2 hari adalah perlakuan dengan persentase gula pereduksi terendah
sebesar 3.835 Lampiran 2d. Jika dibandingkan dengan total gula pereduksi sebelum hidrolisis enzim
dilakukan untuk setiap konsentrasi, terlihat perubahan yang terjadi pada akhir hidrolisis enzim. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan lama hari
inkubasi tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan gula pereduksi xilanase yang terjadi Lampiran 4a. Rata-rata gula pereduksi menunjukkan bahwa lama
inkubasi 2 hari memiliki gula pereduksi tertinggi yaitu 6.634, sedangkan lama inkubasi 3 hari memiliki rata-rata gula pereduksi terendah yaitu 6.392
Lampiran 4b. Kandungan xilan yang sedikit pada substrat berpengaruh terhadap total
padatan yang dihasilkan dan gula pereduksi sebagai hasil dari hidrolisis enzim. Total padatan akan semakin tinggi atau besar dikarenakan enzim xilanase tidak
menemukan kandungan xilan yang cukup besar untuk dihidrolisis. Semakin besar kandungan yang akan dihidrolisis dalam substrat akan menghasilkan total
padatan yang lebih sedikit karena proses pemotongan ikatan akan semakin besar pula terhadap spesifikasi enzimnya. Demikian juga halnya gula pereduksi,
semakin besar kandungan glukosa dari hasil hidrolisis maka akan semakin besar pula kandungan gula pereduksinya. Menurut Fengel dan Wegener 1995,
komponen lignin, selulosa dan hemiselulosa tidak dapat dipisahkan secara sempurna meskipun menggunakan pemisahan dan pemurnia yang khusus
sehingga mempengaruhi aktivitas xilanase yang dihasilkan. Dalam hal ini gula pereduksi dalam bv lebih besar pada konsentrasi 3 inkubasi satu hari.
Pada hidrolisis ini, enzim xilanase dapat menghidrolisis xilan yang terkandung di dalam substrat menjadi gula xilosa. Walaupun dalam prosesnya
jarang digunakan karena mengingat kandungan xilan yang sangat rendah dibandingkan dengan selulosa. Xilan merupakan polisakarida kompleks yang
memiliki rantai utama residu β-xilopiranosa dan berikatan dengan ikatan β-1,4- glikosidik. Susunan komplek xilan membutuhkan kerja dari beberapa enzim
hidrolitik kompleks yang bekerja secara spesifik. Sistem enzim xilanolitik menyebabkan hidrolisis xilan yang tersusun dari berbagai enzim hidrolitik seperti
β-1,4-endoxilanase, β-xilodase, α-L-arabinofuranosidase, α-glukuronidase, asetil xilan esterase dan asam fenolik esterase Beg et al.
2001. β-1-4-endoxilanase akan mendepolimerisasi xilan melalui hidrolisis secara acak ikatan tulang
punggung xilan, β-xilosidase memecah oligosakarida-oligosakarida kecil, dan gugus-
gugus samping yang ada pada xilan dibebaskan oleh α-L-
38
arabinofuranosidase, α- glukuronidase, galaktosidase dan asetil xilan esterase Subramaniyan dan Prema 2002. Subramaniyan dan Prema 2002 juga
melaporkan bahwa sistem multienzim xilanase dapat terjadi karena adanya produksi enzim konstitutif. Dengan adanya enzim konstitutif tersebut, xilanase
menyerang xilan yang merupakan heteropolisakarida. Heteropolisakarida tidak dapat memasuki matriks sel karena adanya membran sel. Produk dari hidrolisis
xilan adalah xilosa, xilobiosa, xilotriosa dan oligosakarida lain dengan bobot molekul rendah.
Pada umumnya, hidrolisis xilan akan menghasilkan gula pereduksi. Gula pereduksi dilepaskan dari xilan dan dikuantifikasi menggunan metode DNS.
Molekul xilosa memiliki struktur dengan gugus karbonil yang berada pada ujung rantai karbon, yang menandakan bahwa xilosa mempunyai gugus aldehid bebas
yang reaktif sehingga dimasukkan dalam kategori gula pereduksi.
C. FERMENTASI