Produksi Peran Remitan Buruh Migran Internasional bagi Rumah Tangga di Pedesaan

Berdasarkan kondisi perumahan yang dimiliki oleh rumah tangga buruh migran, perubahan fasilitas rumah yang paling banyak ditemui adalah perubahan fasilitas lantai, dinding, dan atap. Sebelum migrasi, mayoritas rumah tangga memiliki rumah dengan lantai yang terbuat dari semen, dinding yang terbuat dari tembok bata yang belum rapi, dan atap yang terbuat dari seng bahkan beberapa rumah terbuat dari alang-alangrumbia. Setelah migrasi, fasilitas lantai rumah yang digunakan adalah keramik, dinding yang terbuat dari tembok beton, serta atap yang terbuat dari genteng. Fasilitas sumber penerangan, sumber air bersih, MCK, dan pagar rumah tidak terlalu mengalami banyak perubahan. Sumber penerangan yang digunakan oleh seluruh rumah tangga berupa listrik yang dipasang langsung dari PLN. Sumber air bersih yang digunakan untuk keperluan sehari-hari pada umumnya masih berasal dari air sumur yang dimiliki di setiap rumah dan beberapa lainnya menggunakan air ledeng meteran yang dipasang langsung dari PAM. MCK yang digunakan sehari-hari terbuat dari semen dan beberapa lainnya dari keramik. Sementara itu, mayoritas rumah tidak memiliki pagar karena letaknya yang berdekatan satu sama lain dan berada di dalam gang. Karakteristik Migrasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat dua hal utama yang menjadi faktor penyebab migrasi yang dilakukan oleh buruh migran asal Desa Gelogor. Mayoritas responden 77 mengemukakan bahwa kondisi perekonomian keluarga menjadi alasan utama dibalik keputusan bermigrasinya salah satu anggota keluarga mereka. Keinginan untuk memperbaiki kehidupan dan merubah nasib mendorong mereka untuk melakukan keberangkatan ke luar negeri dan bekerja sebagai buruh migran. Sementara itu, sebesar 23 persen sisanya mengemukakan bahwa kurangnya ketersediaan lapangan pekerjaan di daerah asal menjadi penyebab migrasi internasional yang dilakukan oleh anggota keluarga mereka. Lapangan pekerjaan yang tersedia di Desa Gelogor seperti di bidang pertanian, bidang jasa sopir ojek, sopir cidomo, buruh, dan lainnya kurang diminati dan kurang memadai dari segi penghasilan yang diterima. Tabel 10 Karakteristik migrasi berdasarkan jenis kelamin di Desa Gelogor tahun 2013 No Variabel Laki-laki Perempuan n n

1. Negara tujuan

Malaysia 19 95 Timur Tengah 1 5 20 100 TOTAL 20 100 20 100 2. Lama migrasi 5 tahun 12 60 5-7 tahun 8 40 7 35 7 tahun 12 60 1 5 TOTAL 20 100 20 100 Negara Tujuan Migrasi Umumnya, penduduk laki-laki di Desa Gelogor melakukan migrasi ke negara Malaysia, sedangkan penduduk perempuan ke negara-negara di kawasan Timur Tengah. Berdasarkan hasil penelitian, diidentifikasi sebesar 95 persen buruh migran laki-laki bekerja di negara Malaysia dan 5 persen sisanya di Arab Saudi. Sementara itu, seluruh buruh migran perempuan bekerja di negara-negara Timur Tengah, seperti Arab Saudi, Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, Dubai, dan Riyadh. Hasil ini menunjukkan adanya kesesuaian antara fakta dan informasi yang menyebutkan mengenai negara tujuan yang khas pada mayoritas penduduk laki-laki dan perempuan di Desa Gelogor. Akan tetapi, dari 40 responden terdapat satu orang responden yang anggota keluarganya adalah seorang laki-laki namun bekerja bukan di negara Malaysia, melainkan di negara Arab Saudi. Buruh migran tersebut merupakan migran yang awalnya memang bekerja di negara Malaysia, namun setelah kontrak kerja tahun pertama berakhir memutuskan untuk berpindah ke negara Arab Saudi. Perpindahan ke negara tersebut dilatarbelakangi oleh adanya kerabat dekat buruh migran yang menetap di sana dan bersedia membantu mencarikan pekerjaan untuk buruh migran tersebut. Pemilihan negara tujuan migrasi yang dilakukan buruh migran di Desa Gelogor disebabkan oleh berbagai alasan. Hal utama yang menjadi alasan dari para buruh migran dalam memilih negara tujuan bekerja di luar negeri adalah kedekatan jarak antara daerah asal dengan negara tujuan. Sebesar 30 persen responden yang anggota keluarganya bekerja di negara Malaysia mengemukakan alasan bahwa selain karena mayoritas penduduk laki-laki di Desa Gelogor memang bekerja di Malaysia, negara tersebut dipilih karena secara geografis letaknya yang cukup dekat dengan Indonesia. Kedekatan jarak ini dapat mempermudah akses para buruh migran terutama dalam hal keberangkatan dan kepulangan ke tanah air. Selain itu, kedekatan jarak ini juga dapat lebih mempermudah para buruh migran beradaptasi dengan lingkungan yang tidak terlalu jauh berbeda dengan Indonesia dalam berbagai aspek kehidupan sehari- hari. “Suami saya sudah tujuh tahun di Malaysia, Dek. Ya sengaja ke sana biar dekat kalau mau pulang ke rumah. Apalagi negara kita kan tidak jauh beda sama Malaysia, kayak bahasa, makanan, agama, semua hampir sama. Jadi biar gampang lah suami saya di sana”. BH, 31 tahun Selain karena faktor kedekatan jarak, sebesar 15 persen responden mengemukakan alasan lain berupa murahnya biaya keberangkatan di negara tujuan yang dipilih. Sementara itu, 15 persen lainnya mengemukakan adanya keinginan untuk melaksanakan ibadah haji, sehingga memilih negara-negara di kawasan Timur Tengah, seperti Arab Saudi sebagai tempat bekerja. “Adik saya mau sekalian naik haji atau umroh, makanya waktu itu milih kerja di Arab Saudi. Sekarang sudah empat tahun di sana, dia sudah bergelar haji”. LS, 45 tahun Alasan lainnya yang dikemukakan oleh para responden mengenai pemilihan negara tujuan migrasi salah satu anggota keluarga mereka adalah karena gaji besar 12 , mayoritas penduduk beragama Islam 12 , prosedur keberangkatan mudah 8 , dan memiliki kerabat di negara tujuan 8 . Buruh migran asal Desa Gelogor yang bekerja di luar negeri pada umumnya memiliki jenis pekerjaan yang seragam. Sebesar 47 persen responden mengemukakan bahwa anggota keluarganya yang merupakan buruh migran di negara-negara kawasan Timur Tengah bekerja sebagai pembantu rumah tangga PRT. Pekerjaan ini memang paling banyak dilakukan oleh para buruh migran yang bekerja di negara-negara kawasan Timur Tengah, karena besarnya permintaan dari negara-negara tersebut untuk pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga. Sementara itu, sebesar 37 persen buruh migran bekerja sebagai buruh perkebunan dan 7 lainnya sebagai buruh bangunan di Malaysia. Sebanyak tiga orang atau sebesar 1 persen buruh migran bekerja masing-masing sebagai buruh bangunan, pelayan di pusat perbelanjaan mall, dan petugas kebersihan gedung. Ketiga buruh migran ini berangkat ke luar negeri tidak melalui perantara agen PJTKI setempat, karena memiliki kerabat yang tinggal di negara tujuan, sehingga dapat memilih jenis pekerjaan secara bebas. Lama Migrasi Rentang waktu migrasi yang dilakukan oleh buruh migran asal Desa Gelogor bervariasi mulai dari waktu empat tahun hingga sembilan tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebesar 60 persen buruh migran laki-laki bermigrasi lebih dari tujuh tahun, sedangkan 40 persen sisanya sekitar lima hingga tujuh tahun. Berbanding terbalik dengan buruh migran laki-laki, mayoritas buruh migran perempuan berada pada rentang waktu migrasi kurang dari lima tahun, sebesar 35 persen lainnya sekitar lima hingga tujuh tahun, dan hanya 5 persen yang bermigrasi lebih dari tujuh tahun. Perbandingan lama migrasi antara laki-laki dan perempuan ini dapat dijelaskan karena pada umumnya buruh migran laki-laki akan terus melakukan perpanjangan kontrak kerja dibandingkan perempuan. Mayoritas laki-laki di desa ini memiliki waktu migrasi yang akan sedikit lebih lama karena adanya kewajiban utama untuk menafkahi ataupun membantu perekonomian keluarga yang membuat mereka bertahan di luar negeri. Kontrak kerja yang diterapkan di berbagai negara tujuan migrasi yakni minimal selama dua tahun. Umumnya, setelah kontrak kerja berakhir buruh migran jarang pulang atau kembali ke daerah asal. Setelah berakhirnya kontrak, buruh migran langsung melakukan perpanjangan kontrak kerja di tempat yang sama atau melakukan perpindahan ke tempat lainnya. “Jarang ada TKI yang pulang, Dek. Kalaupun ada, pasti cuma beberapa tahan beberapa bulan di sini, terus berangkat lagi sampai beberapa tahun. Malah ada yang sudah puluhan tahun engga pulang-pulang ke desa ini”. LS, informan. Sebesar 90 persen buruh migran tidak pernah pulang atau mengambil cuti pulang ke desa selama kurun waktu migrasi. Sebesar 4 persen lainnya pernah pulang hanya pada waktu tertentu, seperti saat bulan Ramadhan dan menjelang hari raya Idul Fitri serta pada saat perayaan hari besar keagamaan lainnya.