Beberapa anggota rumah tangga buruh migran juga ada yang bekerja sebagai pedagang dengan tingkat penghasilan yang cukup besar dan tidak berbeda jauh
dengan pendapatan guru honorer. Mereka yang bekerja sebagai pedagang atau penjual sayuran dan pakaian menjajakan dagangan mereka ke Pulau Bali. Setiap
dini hari, mereka berangkat melalui pelabuhan yang berada tidak jauh dari desa dengan menaiki kapal penyeberangan Lombok-Bali. Mereka berdagang di
beberapa pasar yang ada di Pulau Bali dari pagi hingga siang hari, setelah dagangan mereka laku terjual biasanya mereka akan kembali ke desa pada siang
hingga sore hari. Setiap harinya, mereka mendapatkan uang yang cukup besar dari berdagang sayuran atau pakaian di Pulau Bali, karena rata-rata harga yang mereka
patok untuk setiap barang dagangan yang mereka jual cukup tinggi. Pekerjaan ini pada umumnya dilakukan oleh saudara-saudara dari buruh migran dengan nilai
rata-rata pendapatan sebesar 12 juta Rupiah per tahun.
Sementara itu, rumah tangga buruh migran yang memiliki tingkat pendapatan yang tergolong sedang dan rendah pada umumnya hanya memperoleh
penghasilan dari usaha menjual kerupuk dan kacang keliling desa, serta usaha warung kecil-kecilan di depan rumah yang dijalankan oleh istri ataupun orang tua
mereka. Penghasilan yang diperoleh dari jenis pekerjaan tersebut tidak terlalu besar dan sangat tidak menentu setiap harinya. Hal ini seperti yang diungkapkan
oleh salah satu responden yang mengelola warung di depan halaman rumahnya.
“Ya dari warung paling dapat berapa Dek sehari. Kadang rame, kadang juga sepi. Jadi tidak menentu pemasukannya, tapi kalau
dihitung-hitung ya kecil lah dapatnya. Tapi namanya juga usaha, jadi lumayan nambah buat makan sehari-hari”.
M, 33 tahun. Setelah adanya salah satu anggota dalam rumah tangga bermigrasi ke luar
negeri, nilai pendapatan rumah tangga mengalami perubahan karena adanya sumbangan pemasukan tambahan dari remitan. Nilai rata-rata remitan yang
dikirimkan oleh buruh migran dalam setahun terakhir adalah sebesar Rp20.145.000,-.
Tabel 6 Jumlah dan frekuensi pengiriman remitan berdasarkan jenis kelamin
di Desa Gelogor, Maret 2013-Maret 2014
No Variabel
Laki-laki Perempuan
n n
1. Jumlah remitan setahun terakhir
Rp15 890 516 18
90 Rp15 890 516- Rp24 399 484
2 10
3 15
Rp24 399 484 17
85
TOTAL 20
100 20
100 2.
Frekuensi pengiriman remitan setahun terakhir
2 bulan sekali 12
60 7
35 3-4 bulan sekali
4 30
8 30
≥ 5 bulan sekali 2
10 7
35
TOTAL 20
100 20
100
Mayoritas buruh migran laki-laki 90 mengirimkan remitan dalam jumlah yang tergolong rendah, yakni kurang dari Rp15.890.516,-. Sebesar 10
persen lainnya mengirimkan antara Rp15.890.516,- hingga Rp24.399.484,-. Sebaliknya, buruh migran perempuan justru mengirimkan remitan dalam jumlah
yang tergolong besar. Sebesar 85 persen buruh migran perempuan mengirimkan remitan dalam jumlah yang lebih dari Rp24.399.484,-.
Besarnya jumlah remitan yang dikirimkan oleh buruh migran perempuan dikarenakan buruh migran perempuan cenderung akan mengirim hampir seluruh
total gaji bekerja yang diterimanya kepada keluarganya yang berada di daerah asal. Biaya hidup buruh migran perempuan yang cenderung rendah karena
sebagian besar ditunjang dan dipenuhi oleh majikan tempat bekerja, membuat jumlah remitan yang dapat dikirimkan lebih banyak. Sementara itu, buruh migran
laki-laki mengirimkan remitan dalam jumlah yang sedikit karena pada umumnya mengirimkan hanya sebagian dari gaji yang diterima. Gaji yang diterima oleh
buruh migran laki-laki harus dibagi untuk kebutuhan keluarga yang berada di daerah asal dan kebutuhan hidup diri mereka sendiri di negara tempat bekerja.
Umumnya, biaya hidup buruh migran laki-laki cukup besar karena semua keperluan dan kebutuhan sehari-hari sepenuhnya ditanggung oleh diri mereka
sendiri. Tidak seperti buruh migran perempuan yang mendapatkan segala fasilitas dan kebutuhan sehari-hari dari majikannya, mayoritas buruh migran laki-laki yang
bekerja sebagai buruh di negara Malaysia harus menyewa tempat tinggal secara pribadi dan mengeluarkan biaya untuk keperluan sehari-hari secara pribadi pula.
Remitan buruh migran laki-laki cenderung tidak dikirimkan dalam jumlah yang besar karena mereka menyimpan remitan secara pribadi untuk keperluan di
masa mendatang. Remitan yang disimpan ini biasanya akan dibawa pada saat buruh migran kembali ke daerah asal ataupun akan dikirim pada waktu tertentu
dalam jumlah yang besar. Oleh sebab itu, remitan yang dikirimkan oleh buruh migran laki-laki dalam setahun terakhir pada umumnya bernilai lebih kecil jika
dibandingkan remitan buruh migran perempuan.
Berdasarkan frekuensi pengiriman remitan, buruh migran laki-laki mengirimkan remitan lebih sering dibandingkan buruh migran perempuan.
Mayoritas buruh migran laki-laki 60 mengirimkan remitan setiap satu hingga dua bulan sekali, sebesar 30 persen lainnya mengirimkan setiap tiga hingga empat
bulan sekali, dan 10 persen sisanya mengirimkan setiap lebih dari lima bulan sekali. Sementara itu, buruh migran perempuan yang mengirimkan remitan setiap
satu hingga dua bulan sekali hanya memiliki persentase sebesar 35 persen. Sebesar 35 persen lainnya mengirimkan remitan setiap lebih dari lima bulan
sekali, dan 30 persen sisanya mengirimkan setiap tiga hingga lima bulan.
Buruh migran laki-laki mengirimkan remitan lebih sering terkait perannya sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga, sehingga harus mengirimkan uang
kepada keluarganya secara rutin dengan intensitas yang sering. Selain itu, mayoritas rumah tangga buruh migran laki-laki memiliki tingkat pendapatan yang
rendah sehingga remitan memiliki peran yang penting dalam menunjang kehidupan sehari-hari keluarga dan harus dikirimkan lebih sering dalam waktu
satu hingga dua bulan sekali. Setiap periode waktu pengiriman, mayoritas buruh migran mengirimkan remitan dalam jumlah yang berbeda-beda 63 . Sementara
itu, hanya sebesar 37 persen buruh migran yang mengirimkan remitan dengan jumlah yang sama setiap waktu pengiriman.
Remitan dikirimkan melalui jalur pengiriman yang berbeda-beda. Sebesar 78 persen buruh migran mengirimkan remitan uang melalui bankATM,
sedangkan 12 persen lainnya mengirimkan melalui wesel, dan 10 persen sisanya melalui kantor pos. Mayoritas rumah tangga yang salah satu anggota keluarganya
bekerja atau pernah bekerja di luar negeri pada umumnya memiliki akses terhadap bank ataupun memiliki ATM secara pribadi. Hal ini seperti yang diungkapkan
salah satu responden.
“Biasanya dikirim pakai ATM sendiri, Dek. Biar gampang, lebih aman pula. Dari pada dikirim atau nitip orang, bahaya. Selama
ini lewat ATM kalau kiriman ga pernah ada masalah, uangnya juga bisa diambil kapan saja”.
Z, 30 tahun Selain dalam bentuk uang, remitan juga dapat berbentuk barang yang
memiliki nilai. Mayoritas buruh migran 70 tidak pernah mengirimkan barang- barang kepada keluarga. Sementara itu, sisanya sebesar 30 persen lainnya pernah
mengirimkan. Semua buruh migran yang mengirimkan remitan dalam bentuk barang-barang merupakan buruh migran perempuan. Adapun jenis barang-barang
yang dikirimkan yakni berupa pakaian, peralatan rumah tangga, handphone, perhiasan, makanan, dan juga sajadah. Selain dibeli sendiri oleh buruh migran
barang-barang yang dikirimkan juga merupakan sumbangan atau pemberian dari majikan tempat mereka bekerja. Remitan dalam bentuk barang-barang dikirimkan
oleh melalui jalur pengiriman yang berbeda-beda. Sebesar 50 persen dari buruh migran perempuan mengirimkan barang-barang melalui teman sesama buruh
migran yang pulang ke daerah asal. Barang-barang tersebut sengaja dikirimkan melalui teman agar lebih aman dan lebih menghemat biaya pengiriman.
Sementara itu, sebesar 42 persen lainnya mengirimkan melalui jasa pengiriman khusus barang dari luar negeri ke Indonesia, sedangkan 8 persen sisanya
mengirimkan melalui kerabat yang pulang. Barang-barang yang dikirimkan melalui jasa pengiriman khusus pada umumnya merupakan barang-barang
berharga atau barang-barang dalam jumlah yang cukup banyak.
Remitan yang dikirimkan oleh buruh migran berpengaruh terhadap peningkatan nilai pendapatan rumah tangga. Nilai rata-rata pendapatan rumah
tangga yang semula hanya sebesar Rp11.377.500,- setelah ditambah sumbangan remitan meningkat menjadi sebesar Rp31.522.500,-.
Tabel 7 Perbandingan pendapatan tanpa remitan dan nilai remitan terhadap
pendapatan dengan remitan rumah tangga Desa Gelogor tahun 2013
No Jenis
Pekerjaan Tanpa
remitan ribuan
Rupiah Remitan
ribuan Rupiah
Dengan remitan
ribuan Rupiah
1. Usaha warung
11 000 41.4
15 580 58.6
26 580 100
2. Berdagang
12 000 37.5
20 000 62.5
32 000 100
3. Buruh
10 000 40.0
15 000 60.0
25 000 100
4. Guru honorer
12 510 29.4
30 000 70.6
42 510 100
Rata-rata 11 377
37.1 20 145
62.9 31 522
100
Tabel 6 menyajikan perbandingan nilai rata-rata pendapatan awal tanpa remitan rumah tangga dan nilai rata-rata remitan yang masuk terhadap nilai rata-
rata pendapatan akhir setelah ditambahkan remitan rumah tangga di Desa Gelogor yang dirinci berdasarkan jenis pekerjaan. Setelah adanya kiriman dan
sumbangan dari remitan, nilai rata-rata pendapatan rumah tangga pada masing- masing bidang pekerjaan mengalami perubahan. Tabel tersebut juga menunjukkan
nilai proporsi sumbangan antara pendapatan rumah tangga dari dalam negeri tanpa remitan dengan pendapatan dari luar negeri remitan.
Sumbangan pendapatan dari anggota rumah tangga yang bekerja mengelola usaha warung teridentifikasi hanya sebesar 41.4 persen, sedangkan
remitan memberi sumbangan yang lebih besar yakni sebesar 58.6 persen dari nilai total pendapatan rumah tangga tersebut. Rumah tangga yang anggotanya
berdagangberjualan menyumbang pendapatan lebih kecil yakni hanya sebesar 37.5 persen dan 62.5 persen sisanya disumbang dari kiriman remitan. Sementara
itu, anggota rumah tangga yang bekerja sebagai buruh menyumbang nilai pendapatan dalam rumah tangga tersebut sebesar 40.0 persen, sedangkan remitan
yang dikirimkan memberi sumbangan sebesar 60.0 persen. Terakhir, rumah tangga yang anggotanya bekerja sebagai guru honorer menyumbang pendapatan
sebesar 29.4 persen dan selebihnya dari remitan sebesar 70.6 persen.
Secara umum, nilai pendapatan rumah tangga yang didapat dari hasil pekerjaan anggota rumah tangga dalam negeri hanya menyumbang sebesar 37.1
persen, sedangkan remitan yang dikirimkan dari luar negeri menyumbang sebesar 62.9 persen dari nilai total pendapatan rumah tangga dalam setahun terakhir.
Lebih dari setengah pendapatan rumah tangga di Desa Gelogor dalam setahun terakhir diperoleh dan ditunjang dari kiriman remitan. Hal ini menunjukkan
besarnya peran remitan bagi pendapatan rumah tangga yang berada di daerah asal. Pengeluaran Rumah Tangga Migran
Pengeluaran rumah tangga dihitung dari tiga jenis pengeluaran yakni pengeluaran untuk konsumsi primer, sekunder, tersier, investasi, dan produksi.
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai rata-rata pengeluaran rumah tangga buruh migran di Desa Gelogor dalam setahun terakhir sebesar Rp20.371.250,-.
Nilai pengeluaran tersebut mengalami peningkatan dari Rp8.557.407,- saat sebelum adanya sumbangan dari remitan buruh migran.
Sebelum adanya sumbangan remitan, rata-rata pengeluaran rumah tangga lebih banyak digunakan untuk kebutuhan konsumsi primer 64 berupa
pembelian sembako dan lauk-pauk. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan paling utama yang harus selalu dipenuhi dalam setiap rumah tangga. Pengeluaran rumah
tangga untuk kebutuhan konsumsi lainnya juga digunakan untuk keperluan biaya kesehatan dan pendidikan anak yang digolongkan dalam kebutuhan konsumsi
sekunder 23 . Biaya pendidikan yang dikeluarkan oleh rumah tangga tersebut mencakup pembelian peralatan sekolahkuliah dan juga uang jajan per harinya.
Pengeluaran lainnya yang dilakukan oleh rumah tangga adalah modal pembelian barang-barang untuk usaha warung yang mereka kelola. Pengeluaran ini
digolongkan sebagai kebutuhan investasi dengan persentase sebesar 11 persen dari nilai total pengeluaran rumah tangga. Selain itu, sebesar 2 persen pengeluaran
lainnya digunakan untuk kebutuhan produksi yakni pembelian bibit dan pupuk