Negara tujuan Peran Remitan Buruh Migran Internasional bagi Rumah Tangga di Pedesaan

Ikhtisar Mayoritas buruh migran di Desa Gelogor memiliki karakteristik sebagai berikut: usia penduduk yang menjadi buruh migran berkisar antara 25 hingga 50 tahun, jenjang pendidikan formal terakhir adalah kurang dari SMP ke bawah, status pernikahan pada umumnya adalah menikah dan beberapa orang juga berstatus belum menikah dan janda, mayoritas tanggungan masih tergolong rendahsedikit yakni kurang dari tiga orang tanggungan, mayoritas buruh migran laki-laki yang berangkat ke luar negeri adalah suami, sedangkan buruh migran perempuan adalah anak perempuan dalam keluarga dan juga istri. Sementara itu, karakteristik dari migrasi di Desa Gelogor adalah penduduk laki-laki melakukan migrasi internasional ke negara Malaysia dengan lama lebih dari lima hingga tujuh tahun. Mayoritas buruh migran perempuan melakukan migrasi internasional ke negara-negara di kawasan Timur Tengah dengan lama kurang dari tujuh tahun. Sebelum adanya sumbangan remitan, pendapatan rumah tangga diperoleh dari anggota rumah tangga yang bekerja di dalam negeri yakni mengelola warung, buruh, pedagang, dan pegawai negeri sipil. Setelah adanya remitan, nilai-rata pendapatan rumah tangga meningkat dengan sumbangan remitan sebesar 62.9 persen dari nilai total pendapatan rumah tangga. Tidak hanya pendapatan, nilai pengeluaran dan kekayaan yang dimiliki oleh rumah tangga juga mengalami peningkatan. ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK MIGRAN DAN KARAKTERISTIK MIGRASI DENGAN TINGKAT PENGIRIMAN REMITAN Hubungan Karakteristik Migran dengan Tingkat Pengiriman Remitan Hubungan Usia Migran dengan Tingkat Pengiriman Remitan Hasil analisis hubungan dengan menggunakan metode tabulasi silang antara usia dengan tingkat pengiriman remitan, menunjukkan bahwa tingkat pengiriman remitan yang tergolong rendah dikirim oleh semua tingkatan usia buruh migran dengan persentase yang sama sebesar 33.3 persen. Sementara itu, tingkat pengiriman remitan yang tergolong sedang berada pada usia 25 hingga 32 tahun dan 33 hingga 40 tahun dengan persentase masing-masing sebesar 40 persen dan tingkat pengiriman remitan yang tergolong tinggi berada pada usia yang sama dengan masing-masing persentase sebesar 35 persen. Hasil analisis hubungan antara kedua variabel tidak menunjukkan adanya hubungan yang cukup signifikan antara variabel usia buruh migran dengan tingkat remitan yang dikirimkan kepada keluarganya. Kenyataan ini semakin diperkuat dengan hasil analisis dengan menggunakan Rank Spearman pada program SPSS for Windows versi 20 yang menunjukkan bahwa nilai sig. 2-tailed pada kedua variabel ini sama dengan 0.830 yang artinya lebih besar dari standar kesalahan yang ditetapkan oleh peneliti 0.830 0.05, artinya tidak ada hubungan yang signifikan antar kedua variabel sehingga hipotesis untuk hubungan antara variabel usia dengan tingkat pengiriman remitan ditolak. Hasil penelitian Irawaty dan Wahyuni 2011 di Subang, Jawa Barat menyebutkan bahwa adanya hubungan antara usia dengan jumlah remitan yang dikirimkan oleh buruh migran. Buruh migran yang berusia lebih dari 21 tahun akan mengirimkan remitan dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan buruh migran yang berusia kurang dari 21 tahun. Penelitian ini tidak menemukan adanya hubungan yang serupa antara variabel usia dengan jumlah remitan yang dikirimkan oleh buruh migran di Desa Gelogor, Nusa Tenggara Barat. Usia buruh migran tidak menjadi penentu besarnya remitan yang akan dikirimkan kepada keluarga di daerah asal. Jumlah remitan yang dikirimkan bukan berdasarkan usia dari buruh migran, namun karena faktor-faktor lain yang menjadi penentu besar kecilnya jumlah remitan. Akan tetapi, jika dilihat dari hasil analisis dengan menggunakan tabulasi silang, tingkat remitan yang tergolong tinggi cenderung dikirimkan oleh buruh migran yang memiliki usia 25 hingga 32 tahun dan 33 hingga 40 tahun. Hal ini dikarenakan pada usia tersebut merupakan masa-masa awal dan produktif menjadi buruh migran, sehingga jumlah remitan yang dikirimkan sedikit lebih banyak. Banyaknya jumlah remitan yang dikirimkan pada masa awal menjadi buruh migran digunakan untuk membayar cicilan hutang atau pinjaman biaya keberangkatan buruh migran. Tabel 11 Hubungan karakteristik migran dengan tingkat pengiriman remitan di Desa Gelogor tahun 2013 No Variabel Tingkat pengiriman remitan Total Rendah Sedang Tinggi n n n n 1. Usia 25-32 6 33.3 2 40 6 35 14 35 33-40 6 33.3 2 40 6 35 14 35 41-50 6 33.3 1 20 5 30 12 30 TOTAL 18 100 5 100 17 100 40 100 2. Jenis kelamin Laki-laki 18 100 2 40 20 50 Perempuan 3 60 17 100 20 50 TOTAL 18 100 5 100 17 100 40 100 3. Tingkat pendidikan Rendah 7 39 1 20 6 35 14 35 Sedang 5 28 2 40 7 41 14 35 Tinggi 6 33 2 40 4 24 12 30 TOTAL 18 100 5 100 17 100 40 100

4. Status pernikahan

BM 3 17 1 20 5 29 9 22 Menikah 15 83 3 60 7 42 25 62 PM 1 20 5 29 6 16 TOTAL 18 100 5 100 17 100 40 100

5. Jumlah tanggungan keluarga

2 orang 15 83 15 37 2-3 orang 3 17 5 100 11 65 19 47 3 orang 6 35 6 16 TOTAL 18 100 5 100 17 100 40 100 6. Posisi dalam keluarga Suami 11 61 2 40 13 32 Istri 6 35 6 16 Anak 7 39 3 60 11 65 21 52 TOTAL 18 100 5 100 17 100 40 100 Hubungan Jenis Kelamin Migran dengan Tingkat Pengiriman Remitan Hasil analisis hubungan dengan menggunakan menggunakan metode tabulasi silang menunjukkan bahwa tingkat remitan yang tergolong rendah berada pada buruh migran laki-laki 100 dan tingkat remitan yang tergolong sedang dan tinggi berada pada buruh migran perempuan 60 dan 100 . Hubungan antara kedua variabel juga dianalisis dengan menggunakan dengan menggunakan uji Chi-Square pada program SPSS for Windows versi 20. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara variabel jenis kelamin pelaku migrasi dengan tingkat remitan. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa Pearson Chi-Square dari kedua variabel sama dengan 0.000 yang artinya lebih kecil dari standar kesalahan yang ditetapkan oleh peneliti 0.000 0.005, sehingga hipotesis untuk hubungan antara variabel jenis kelamin pelaku migrasi dengan tingkat remitan diterima. Buruh migran laki-laki pada umumnya mengirimkan remitan sesuai dengan jumlah kebutuhan yang dibutuhkan, sedangkan buruh migran perempuan biasanya selalu mengirim remitan secara lebih dari jumlah yang dibutuhkan oleh keluarga. Beberapa buruh migran perempuan juga mengirimkan remitan dalam bentuk barang, sehingga jumlah remitan total yang dikirimkan menjadi lebih besar. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh salah satu responden. “Ya namanya juga perempuan, biasanya suka beli ini beli itu terus dikirim ke rumah. Biasanya juga kalo ngirim suka lebih lah buat keperluan anak terutama”. LS, 45 tahun Penjelasan lainnya mengenai hubungan antara jenis kelamin dengan jumlah remitan yang dikirimkan telah dijelaskan pada pemaparan pada bab sebelumnya, yang mana buruh migran laki-laki memiliki biaya hidup di negara tempat bekerja yang lebih besar dibandingkan perempuan, serta mayoritas buruh migran laki-laki menyimpan sebagian remitan untuk ditabung secara pribadi. Oleh sebab itu, jumlah remitan yang dikirimkan menjadi lebih kecil dibandingkan remitan dari buruh migran perempuan. Hasil penelitian ini berbeda dengan beberapa hasil penelitian lainnya yang justru menemukan hal sebaliknya, yang mana buruh migran laki-laki lah yang mengirimkan remitan lebih besar. Hubungan Tingkat Pendidikan Migran dengan Tingkat Pengiriman Remitan Berdasarkan hasil analisis hubungan dengan menggunakan tabulasi silang didapatkan bahwa tingkat remitan yang tergolong rendah berada pada buruh migran dengan pendidikan rendah yakni sebesar 39 persen, tingkat remitan yang tergolong sedang berada pada buruh migran dengan tingkat pendidikan sedang dan tinggi yakni masing-masing sebesar 40 persen, dan tingkat remitan yang tergolong tinggi berada pada buruh migran dengan tingkat pendidikan yang sedang yakni sebesar 41 persen. Hasil analisis hubungan dengan menggunakan tabulasi silang diperkuat dengan hasil analisis hubungan dengan menggunakan korelasi Rank Spearman pada program SPSS for Windows versi 20. Hasil analisis menunjukkan bahwa sig. 2-tailed pada kedua variabel ini sama dengan 0.849 yang artinya lebih besar dari standar kesalahan yang ditetapkan oleh peneliti 0.849 0.05, sehingga hipotesis untuk hubungan antara variabel tingkat pendidikan dengan tingkat remitan ditolak. Jenjang pendidikan terakhir yang ditempuh oleh buruh migran tidak terlalu berpengaruh terhadap jenis pekerjaan dan gaji yang mereka terima. Mayoritas buruh migran yang bekerja di sektor informal pada dasarnya tidak terlalu dibeda- bedakan dalam hal tingkat pendidikan terakhirnya, sehingga jumlah remitan yang mereka terima dan kirimkan juga tidak akan jauh berbeda. Riwayat pendidikan tidak menjadi pertimbangan utama bagi perekrut tenaga kerja seperti agen-agen PJTKI dalam menempatkan buruh migran di luar negeri. Begitu pun halnya dengan para majikan di luar negeri tidak akan terlalu memerhatikan tingkat pendidikan yang dimiliki oleh para buruh migran, karena apapun tingkat pendidikannya akan ditempatkan pada pekerjaan yang kurang lebih sama dengan gaji yang sama pula. Hal ini seperti yang dikutip dari penuturan salah satu responden. “Mau tamat sekolah apa juga kalau di sana luar negeri ga terlalu dilihat. Kerjanya ya sama-sama aja. Ga ngaruh ke besar kecil gaji yang didapat, di sana yang paling penting kemampuan sama keahlian kerjanya, bukan sekolahnya. Makanya orang yang tamatan SMA sama yang tamatan SD atau ga sekolah sekalipun ya sama-sama aja gaji yang didapat”. MI, 26 tahun. Berbeda halnya dengan buruh migran yang bekerja di sektor-sektor formal di luar negeri, tingkat pendidikan menjadi salah satu pertimbangan penting dalam menentukan jenis pekerjaan dan jumlah gaji yang akan diterima. Berhubung seluruh buruh migran yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah buruh migran yang bekerja di sektor informal, sehingga tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan jumlah remitan. Hubungan Status Pernikahan Migran dengan Tingkat Pengiriman Remitan Hasil analisis hubungan dengan menggunakan tabulasi silang untuk variabel status pernikahan dengan tingkat pengiriman migran menunjukkan tingkat remitan yang tergolong rendah berada pada buruh migran yang telah menikah yakni sebesar 83 persen. Sementara itu, tingkat remitan yang tergolong sedang dan tinggi juga berada pada buruh migran yang berstatus menikah yakni masing-masing sebesar 60 persen dan 42 persen. Hasil analisis ini kurang menunjukkan adanya hubungan yang berarti antara status pernikahan buruh migran dengan jumlah remitan yang dikirimkan. Hubungan antara kedua variabel yang juga dianalisis dengan menggunakan uji Chi-Square juga menunjukkan hasil mengenai tidak terdapatnya hubungan yang signifikan antara kedua variabel. Hasil analisis menunjukkan bahwa Pearson Chi-Square pada kedua variabel ini sama dengan 0.082 yang artinya lebih besar dari standar kesalahan yang ditetapkan oleh peneliti 0.082 0.05, sehingga hipotesis untuk hubungan antara variabel status pernikahan dengan tingkat remitan ditolak. Berbagai hasil penelitian lain menyebutkan bahwa antara status pernikahan dengan jumlah remitan terdapat hubungan. Buruh migran yang berstatus menikah akan mengirimkan remitan lebih besar dibandingkan buruh migran yang belum danatau pernah menikah. Hal tersebut tidak terlihat dalam penelitian ini karena mayoritas buruh migran yang menikah adalah laki-laki suami, yang mana pada pemaparan sebelumnya telah disebutkan bahwa memang memiliki tingkat pengiriman remitan yang rendah. Sementara itu, untuk tingkat pengiriman remitan yang tinggi pada buruh migran dengan status menikah adalah buruh migran perempuan istri. Hubungan Tanggungan Migran dengan Tingkat Pengiriman Remitan Hasil analisis hubungan dengan menggunakan tabulasi silang menunjukkan bahwa tingkat pengiriman remitan yang tergolong rendah berada pada buruh migran yang jumlah tanggungannya kurang dari dua orang yakni sebesar 83 persen. Sementara itu, tingkat pengiriman remitan yang tergolong sedang dan tinggi berada pada buruh migran dengan jumlah tanggungan dua hingga tiga orang dengan yakni masing-masing sebesar 100 persen dan 65 persen. Hubungan antara jumlah tanggungan dengan tingkat pengiriman remitan semakin juga dianalisis dengan menggunakan korelasi Rank Spearman. Hasil analisis menunjukkan bahwa correlation coefficient antar dua variabel adalah sebesar 0.825, artinya terdapat hubungan yang positif dan tergolong sangat kuat antara jumlah tanggungan pelaku migrasi dengan tingkat remitan. Selain itu, hasil analisis juga menunjukkan bahwa sig. 2-tailed pada kedua variabel ini sama dengan 0.000 yang artinya lebih kecil dari standar kesalahan yang ditetapkan oleh peneliti 0.000 0.05, sehingga hipotesis untuk hubungan antara variabel jumlah tanggungan dengan tingkat remitan diterima. Semua buruh migran yang jumlah tanggungannya sedikit kurang dari dua orang akan mengirimkan remitan dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan buruh migran yang jumlah tanggungannya banyak. Hal ini didasarkan pada semakin kecilnya jumlah tanggungan dalam keluarga buruh migran, maka akan semakin kecil pula kebutuhan dan keperluan ekonomi dalam keluarga tersebut sehingga remitan yang dikirimkan oleh buruh migran pun tidak terlalu besar. Sementara itu, bagi rumah tangga buruh migran yang jumlah tanggungannya banyak maka secara otomatis memiliki kebutuhan yang banyak atau besar, sehingga remitan yang dikirimkan akan lebih besar pula. Menurut para responden, faktor jumlah tanggungan dalam keluarga merupakan salah satu faktor utama yang sangat menentukan tingkat pengiriman remitan di Desa Gelogor. Hubungan Posisi Migran dengan Tingkat Pengiriman Remitan Hubungan antara posisi migran dalam keluarga dengan tingkat pengiriman remitan ditunjukkan melalui metode tabulasi silang. Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat pengiriman remitan yang tergolong tinggi berada pada buruh migran yang memiliki posisi sebagai suami dalam keluarga yakni sebesar 61 persen, tingkat pengiriman remitan yang tergolong sedang berada pada buruh migran yang memiliki posisinya sebagai anak yakni sebesar 60 persen, dan tingkat pengiriman remitan yang tergolong tinggi berada pada buruh migran yang posisinya sebagai anak dan istri yakni masing-masing sebesar 65 persen dan 35 persen. Hasil analisis hubungan dengan menggunakan uji Chi-Square menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara posisi buruh migran dalam keluarga dengan tingkat remitan yang dikirimkan. Hasil analisis menunjukkan bahwa Pearson Chi-Square antara dua variabel yang diuji adalah sebesar 0.001 yang artinya lebih kecil dari standar kesalahan yang ditetapkan oleh peneliti 0.001 0.05, sehingga hipotesis untuk hubungan antara variabel posisi migran dengan tingkat remitan diterima. Penjelasan mengenai hubungan antara tingkat pengiriman remitan dengan posisi buruh migran sebagai suami ataupun istri telah dipaparkan pada penjelasan sebelumnya. Sementara itu, buruh migran yang posisinya sebagai anak dalam keluarga cenderung mengirimkan remitan dalam jumlah yang tinggi. Hal ini dikarenakan mayoritas buruh migran yang merupakan anak dalam penelitian ini berstatus belum menikah dan bertanggung jawab terhadap keluarganya di daerah asal dan menjadi pencari nafkah utama keluarga, karena keterbatasan orang tua mereka. Sebagai penanggung jawab utama dalam keluarga, mereka juga bertanggung jawab terhadap saudara-saudara yang bersekolah. Oleh sebab itu, remitan yang mereka kirimkan cenderung lebih besar jumlahnya. Tabel 12 Nilai analisis uji korelasi Rank Spearmanuji Chi-Square antara karakteristik migran dengan tingkat pengiriman remitan di Desa Gelogor tahun 2013 No Variabel Rank Spearman Chi-Square Sig. 2-tailed Correlation coefficient Asyimp. Sig. 2-sided

1. Usia

0.830 -0.035 -

2. Jenis

kelamin - - 0.000

3. Tingkat

pendidikan 0.849 -0.031 -

4. Status

pernikahan - - 0.082

5. Jumlah

tanggungan 0.000 0.825 -

6. Posisi dalam

keluarga - - 0.001 Hasil analisis hubungan antar masing-masing variabel dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 12 di atas. Tabel tersebut memuat nilai yang diperoleh dari uji korelasi dengan menggunakan Rank Spearman untuk variabel dengan data ordinal dan Chi-Square untuk variabel dengan data nominal. Hubungan Karakteristik Migrasi dengan Tingkat Pengiriman Remitan Hubungan Negara Tujuan Migrasi dengan Tingkat Pengiriman Remitan Berbagai hasil penelitian sebelumnya menyimpulkan bahwa karakteristik migrasi berupa negara tujuan migrasi memiliki hubungan dengan jumlah atau tingkat remitan yang dikirimkan oleh seorang buruh migran internasional. Hasil analisis dengan menggunakan metode tabulasi silang, terlihat dengan jelas bahwa tingkat pengiriman remitan dari negara-negara di kawasan Timur Tengah memiliki kecenderungan yang jauh lebih tinggibesar dibandingkan negara Malaysia. Sebesar 100 persen tingkat pengiriman remitan yang tergolong rendah berada pada negara Malaysia, sedangkan 80 persen dan 100 persen tingkat pengiriman remitan yang tergolong sedang dan tinggi berada pada negara-negara di kawasan Timur Tengah. Hubungan antara negara tujuan migrasi dengan tingkat pengiriman remitan juga diuji dengan menggunakan uji Chi-Square pada program SPSS for Windows versi 20 . Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara variabel negara tujuan migrasi dengan tingkat remitan. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa Pearson Chi-Square dari kedua variabel sama dengan 0.000 yang artinya lebih kecil dari standar kesalahan yang ditetapkan oleh peneliti 0.000 0.005, sehingga hipotesis untuk hubungan antara variabel negara tujuan dengan tingkat remitan diterima. Menurut para responden dan informan penelitian, gaji atau upah bekerja di negara-negara yang berada di kawasan Timur Tengah lebih tinggi dari pada di gaji