unsur P akan tampak pada pertumbuhan jati. Daun jati akan cepat gugur sehingga proses fotosintesa terganggu dan pertumbuhannya lambat.
3. Kalium K yang dibutuhkan oleh tanaman jati pada lapisan permukaan
berkisar 0,54-1,80 45-625 ppm100g dan permukaan di bawahnya antara 0,40-1,13 113-647 ppm100gr.
4. Nitrogen N yang dibutuhkan tanaman jati pada lapisan permukaan tanah
antara 0,072-0,13 dan pada lahan di bawahnya antara 0,0056-0,05. Sedangkan rataan N yang dibutuhkan oleh tanaman jati sekitar 0,0039.
2.1.3. Jati Unggul Nusantara JUN
Dengan berkembangnya teknologi di bidang rekayasa genetik pemuliaan pohontree improvement, telah hadir beberapa jati varietas unggul. Jati yang
dihasilkan diharapkan memiliki keunggulan komparatif berdaur pendek ±15 tahun dengan sedikit cabang, batang lurus dan silindris. Berbagai merek dagang
varietas unggul yang telah beredar di pasaran disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Berbagai merek dagang jati varietas unggul yang telah beredar di pasaran Irwanto 2006; Soeroso dan Soetardjo 2009; Perum Perhutani 2011
No. Nama Dagang Produsen
Materi Asal 1.
Jati Plus Perhutani JPP Perum Perhutani
Jawa 2.
Jati Super PT Monfori
Thailand 3.
Jati Emas PT Katama Suryabudi
Birma 4.
Jati Unggul PT Bumindo, PT Fitotek
Jawa 5.
Jati Kencana PT Dafa Teknoagro Mandiri
Jawa Timur 6.
JUL KBP Lamongan
Thailand 7.
Jati Unggul Nusantara JUN PT Setyamitra Bhaktipersada
Indonesia JPP
Menurut Sumarni et al. 2009, istilah jati cepat tumbuh merupakan nama atau sifat umum sebagai sebutan yang digunakan untuk membedakan dengan jati lokal
atau jati konvensional. Jati cepat tumbuh ini merupakan jati yang dihasilkan dari pembiakan vegetatif melalui proses bioteknologi yakni teknik kultur jaringan
cloning dan memiliki laju pertumbuhan yang lebih cepat. Bibit induk yang diklon untuk menghasilkan jati unggul merupakan tanaman
jati terbaik setelah diseleksi dan dipilih dari tanaman jati biasa yang mempunyai sifat-sifat lebih dari populasi jati yang ada. Setiap jenis jati unggul biasanya
memiliki spesifikasi tersendiri yang berkaitan dengan sifat unggul yang dimilikinya. Salah satu yang penting dari jati unggul yakni dapat dipanen pada
umur 10–15 tahun. Sifat-sifat unggul lainnya yaitu mempunyai sifat keseragaman
yang tinggi, tahan terhadap penyakit, pertumbuhan cepat, batang bebas cabang relatif tinggi, lurus, dan dapat diproduksi dalam jumlah banyak Sumarni et al.
2009. Sejak tahun 1982, pemuliaan pohon jati telah dimulai oleh Perum Perhutani.
Pemuliaan pohon ini dimulai dengan eksplorasi dan seleksi awal pohon plus dari hutan alam maupun hutan tanaman jati di Indonesia. Saat ini telah dihasilkan
koleksi 600 pohon plus yang terdiri dari 300 pohon dari Pulau Jawa dan 300 pohon dari luar Jawa. Materi genetik pohon plus tersebut disimpan atau ditanam
di dalam Bank Klon, Kebun Benih Klonal KBK, dan Kebun Pangkas. Koleksi ini ditujukan untuk konservasi genetik bank gen maupun untuk kegiatan
pemuliaan lebih lanjut Perum Perhutani 2011. Salah satu hasil program pemuliaan pohon adalah diperolehnya klon unggulan
hasil uji klon. Sebelum klon-klon tersebut dikembangkan, dilakukan tes pembuktian lapangan di beberapa lokasi dengan menerapkan silvikultur intensif.
Salah satu produk dari program pemuliaan pohon ini adalah JPP Jati Plus Perhutani. JPP dikembangkan melalui pembiakan vegetatif stek pucuk dan
kultur jaringan dan generatif dengan menggunakan biji asal kebun benih klonal KBK Perum Perhutani 2011. JPP yang diproduksi secara vegetatif stek
pucuk ini kemudian disebut Jati Unggul Nusantara JUN.
Gambar 1 Perakaran jati dari A biji, B kultur jaringan, C stek pucuk JUN Soeroso dan Soetardjo 2009
Menurut PT Setyamitra Bhaktipersada 2011b, bibit JUN diproduksi dengan bioteknologi melalui pembiakan propagasi vegetatif kloning dengan stek
pucuk dan dilakukan modifikasi sistem perakaran sehingga menghasilkan akar
A B
C
tunjang majemuk. Tanaman JUN ini cepat tumbuh, kokoh, dan dapat dipanen mulai umur 5 tahun dengan hasil kayu bundar log 0,2 m
3
pohon. Klon Jati Unggul Nusantara JUN memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan klon
jati lainnya. Oleh karena itu, pembangunan hutan jati dengan menggunakan bibit dari klon JUN merupakan salah satu alternatif untuk memproduksi kayu jati
dengan kualitas fenotipe yang tinggi dengan masa tanam yang cepat.
2.2.Uji Klon
Perbanyakan secara aseksual seperti stek pucuk menjamin tidak akan berubahnya genotipe tanaman. Hal ini merupakan alat yang penting untuk
beberapa metode konservasi. Perbanyakan aseksual mempunyai arti khusus untuk mengekalkan genotipe, populasi atau jenis dari bahaya kepunahan Finkeldey
2005. Suatu fenotipe dari tanaman dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor
lingkungan. Sifat-sifat yang mempengaruhi hasil dari hutan tanaman diamati dalam uji coba lapangan. Analisis variasi yang diamati harus berdasarkan metode
genetika kuantitatif. Dalam beberapa kasus, beberapa sifat diamati dalam suatu pengujian yang dilakukan secara periodik. Tipe pengujian yang dilakukan
tergantung pada tujuan penanaman yang akan dilakukan Finkeldey 2005. Sifat yang diamati di dalam pengujian ini seperti daya sintas, pertumbuhan
dan kesehatan tanaman. Seluruh sifat tersebut dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor genetik. Namun, hanya beberapa dari sifat-sifat tersebut yang diukur
dalam skala kontinyu dan dalam hal ini bersifat kuantitatif. Sebagian besar sifat yang mencirikan pertumbuhan adalah kuantitatif. Daya sintas adalah suatu sifat
dengan dua kemungkinan ekspresi pada setiap tanaman hidup atau mati. Kesehatan tanaman juga kualitatif dengan dua ekspresi saja infeksi atau tidak
terinfeksi atau dicatat dalam kelas diskrit Finkeldey 2005. Beberapa sifat yang dicatat dalam pengujian lapangan berasosisasi erat dengan
kondisi keteradaptasian pohon terhadap kondisi lingkungan di tempat pengujian dan fitness dari tanaman. Hal ini berlaku jelas untuk daya sintas dan sifat-sifat
yang mencirikan kesehatan tanaman. Sifat-sifat pertumbuhan tidak selalu berkorelasi positif dengan fitness.
Ketika dilakukan pengukuran secara berturut-turut terhadap sifat yang ada pada sekelompok individu, superioritas atau inferioritas yang dimiliki sebelumnya
akan berelasi sama seperti biasa pada pengukuran selanjutnya. Konsistensi posisi relatif ini dari relasi subjek satu sama lain selama pengukuran yang dilakukan
secara berturut-tutut disebut repeatability Tunner Young 1969 dalam Carvalho dan Cruz 2003.
III. METODE PENELITIAN