Respon Pertumbuhan Awal Klon Jati Unggul Nusantara (JUN) di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat

(1)

RESPON PERTUMBUHAN AWAL

KLON JATI UNGGUL NUSANTARA (JUN)

DI KABUPATEN PURWAKARTA, JAWA BARAT

EKA PERDANAWATI YUNUS

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

RESPON PERTUMBUHAN AWAL

KLON JATI UNGGUL NUSANTARA (JUN)

DI KABUPATEN PURWAKARTA, JAWA BARAT

EKA PERDANAWATI YUNUS

E44070024

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(3)

ABSTRAK

EKA PERDANAWATI YUNUS. E44070024. Respon Pertumbuhan Awal Klon Jati Unggul Nusantara (JUN) di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Dibawah bimbingan ISKANDAR Z. SIREGAR

Jati merupakan kayu premium yang memiliki masa tebang yang cukup lama

(slow growing species)yakni 60-80 tahun. Menanggapi hal ini, telah berkembang

berbagai teknologi pemuliaan pohon yang telah menghasilkan berbagai varietas jati unggul. Keunggulan varietas ini diharapkan dapat dipertahankan salah satunya dengan cara perbanyakan secara vegetatif. Salah satu nama bibit jati hasil pembiakan vegetatif yang diproduksi dengan sentuhan bioteknologi adalah Jati Unggul Nusantara (JUN). Ketika ditanam di lapangan, klon JUN akan berinteraksi dengan lingkungannya. Keragaan dari interaksi antara faktor genetik (klon) dengan lingkungannya ini dapat diketahui melalui uji klon. Hasil uji klon ini selanjutnya dapat dijadikan rekomendasi klon-klon unggulan yang dapat ditanam dalam skala luas, salah satunya yaitu di Jawa Barat.

Penelitian uji klon di Purwakarta (Jawa Barat) menggunakan rancangan acak lengkap berblok dengan variabel yang diukur yakni pertambahan tinggi, pertambahan diameter, dan daya sintas (survival rate) serta tingkat serangan hama. Uji keragaan dilakukan pada 41 klon JUN dan 1 lot jati lokal sebagai kontrol yang ditanam pada 4 microsite yang memiliki kondisi jarak tanam dan dosis pupuk dasar yang berbeda. Pengulangan sebanyak empat kali dilakukan pada keempat microsite tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendugaan nilai repeatability klon JUN pada umur 6 bulan untuk diameter ( 0,62) dan tinggi ( 0,80). Daya sintas klon yang ditanam pada microsite tersebut dapat dinyatakan cukup besar (lebih dari 90%). Dibandingkan dengan kontrol, pertumbuhan rata-rata klon dapat lebih tinggi 34% untuk variabel diameter dan 111% untuk variabel tinggi. Dari keempat microsite, microsite 2 (jarak tanam 3 x 4 m dan pupuk dasar 5 kg) merupakan yang terbaik dengan rata-rata pertambahan diameter 2,13 cm (lebih tinggi 10,11% dari rata-rata diameter keseluruhan) dan tinggi 130,00 cm (lebih tinggi 7,29% dari rata-rata diameter keseluruhan). Korelasi fenotipik dan genetik antara variabel diameter dengan tinggi cukup kuat, sedangkan korelasi antara daya sintas dengan masing-masing diameter maupun tinggi lemah. Pada penelitian ini, intensitas seleksi diasumsikan sebesar 0,617, dimana dari 41 klon akan diseleksi sebanyak 25 klon. Pada umur 6 bulan, menyeleksi dengan variabel tinggi merupakan strategi seleksi yang paling optimal karena akan menghasilkan perolehan genetik terbesar untuk diameter.

Kata Kunci: Jati (Tectona grandis Linn), uji klon, repeatability, korelasi genetik, korelasi fenotipik, perolehan genetik


(4)

ABSTRACT

EKA PERDANAWATI YUNUS. E44070024. Early Performance of Jati Unggul Nusantara (JUN) Clones in Purwakarta, West Java. Under guidance ISKANDAR Z. SIREGAR

Teak has a worldwide reputation as premium timber. Because of highly valued timber and slow growing character, tree improvement program has been attempted to produce superior varities (clones) of teak. The superior traits of these varieties can be maintained by vegetative propagation techniques and one of them is already in the market with commercial name “Jati Unggul Nusantara (JUN)”. As JUN clones are planted in the field, they will interact with its environment. The performance of clones under specific environments can be assessed through clonal test. The results of clonal test can then used to recommend prospective clones for large scale planting in the similar sitea.

The JUN clonal tests carried out in Purwakarta District (East Java Province). The trial site was established in a completely randomized block design (RCBD) with 4 replicates for each block. Clones were planted in 4 micrositses that have different spacings and manure fertilizer doses. Forty one JUN clones are tested and one lot seedling from the local teak nursery is used as control. The number of individuals from each clone is 4 indivisuals (ramets) which was arranged in line plots.

Results of the clonal test at 6 month old showed that the clonal repeatability estimates for tree diameter was R 0.62 dan tree height wasR 0.80. The survival rates of clones were high (more than 90%). Compare with control, the clonal performances, i.e tree diameter and tree height, increased by 34% and 111%, respectively. Out of 4 microsites, mictosite 2 (spacing of 3 x 4 m and manure fertilizer of 5 kg/planting hole) was the best in terms of clone growth performances. The genetic and phenotypic correlations between diameter and height were strong, while correlations between survival rates and both diameter and height were weak. At six months old, selection for height appears to be an optimal selection strategy, as it will lead to the highest genetic gain in diameter based on assumed selection intensity of equal to 0.617 in which it corresponds to the selection of 25 clones out of 41.

Keywords: Teak (Tectona grandis Linn.f), clonal test, repeatability, genetic correlation, phenotypic correlation, genetic gain


(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Respon Pertumbuhan Awal Klon Jati Unggul

Nusantara (JUN) di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat

Nama Mahasiswa : Eka Perdanawati Yunus

Nomor Induk Mahasiswa : E44070024

Departemen : Silvikultur

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc NIP. 19660320 199002 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Silvikultur

Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS NIP. 19601024 198403 1 009


(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Respon Pertumbuhan Awal Klon Jati Unggul Nusantara (JUN) di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2011

Eka Perdanawati Yunus NIM. E44070024


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Soppeng (Provinsi Sulawesi Selatan) pada tanggal 25 November 1988. Penulis merupakan anak pertama dari tiga orang bersaudara dari pasangan Muhammad Yunus dan Gustini. Pendidikan dasar ditempuh penulis di SDN 33 Soli’e dan SDN 244 Lawo (tahun lulus 2001). Pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di MTs As’adiyah Puteri I Pusat Sengkang. Pendidikan menengah atas diselesaikan pada tahun 2007 di SMAN 1 Watansoppeng. Pada tahun 2007, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Udangan Seleksi Masuk IPB).

Selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan IPB, penulis telah mengikuti beberapa kegiatan praktik lapang, antara lain: Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) pada bulan Juli 2008 di TWA Papandayan–CA Leuweung Sancang; Praktik Pengelolaan Hutan (PPH) pada bulan Juli–Agustus 2009; dan Praktik Kerja Profesi pada bulan Februari–April 2011 di PT Arutmin Indonesia Tambang Batulicin, Kalimantan Selatan. Pada masa libur semester, penulis pernah menjadi peserta magang di Hutan Pendidikan Gunung Walat pada bulan Februari 2009.

Organisasi yang diikuti oleh penulis, antara lain: Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Forum for Scientific Studies (FORCES) pada tahun 2007–2009 sebagai anggota dan staf Human Resources Development (HRD); dan Himpunan Profesi (Himpro) Tree Grower Community (TGC) pada tahun 2008–2011 sebagai staf

Bussiness Development Division dan Sekretaris Umum. Pada Semester 4–6,

penulis menerima beasiswa PPA (Prestasi Peningkatan Akademik) dan pada semester 7–8 menerima beasiswa BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dari PT Angkasa Pura. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Mata Kuliah Dendrologi (Tahun Ajar 2010/2011 dan 2011/2012) dan Mata Kuliah Silvikultur (Tahun Ajar 2010/2011).


(8)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulilah penulis panjatkan atas segala limpahan karunia dan hidayah-Nya sehingga penelitian yang berjudul “Respon Pertumbuhan Awal Klon Jati Unggul Nusantara (JUN) di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat” telah berhasil diselesaikan. Hasil penelitian kemudian didokumentasikan dalam bentuk skripsi sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan.

Penelitian ini merupakan kerja sama Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (KPWN) dengan Fakultas Kehutanan IPB. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi semua pihak.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Kritik dan saran membangun dari pembaca untuk penulis sangat dinanti untuk kemajuan penulis dimasa yang akan datang.

Bogor, Desember 2011


(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Saat menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan IPB, masa penelitian dan penulisan skripsi, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc sebagai dosen pembimbing skripsi atas segala dorongan, arahan, bantuan dan bimbingannnya;

2. Ayahanda Muhammad Yunus, S.Pd, M.Si dan ibunda Gustini, S.Sos serta adik-adikku Nurul Rahimah Yunus dan Amirul Ikhsan Yunus yang telah memberikan do’a, kasih sayang, perhatian, dan dorongan tak terputus kepada penulis;

3. Ir. Edje Djamhuri sebagai Moderator pada Seminar Hasil Penelitian, Dr. Ir. Irdika Mansur, M.For.Sc sebagai Ketua Sidang dan Ir. Siswoyo, M.Si sebagai Dosen Penguji pada Sidang Ujian Komprehensif atas arahan, kritik dan saran yang sangat membangun kepada penulis,

4. Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, M.S sebagai dosen pembimbing akademik atas arahan dan bimbingannya;

5. Ir. E. Kosasih dari pihak Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (KPWN); 6. Kakak sepupu saya Dr. Suhasman, S.Hut, M.Si yang telah mengarahkan dan membimbing penulis selama menempuh pendidikan di Bogor serta seluruh keluarga besar di Sulawesi Selatan atas bantuan, do’a, serta kasih sayangnya. 7. Teman-teman yang telah membantu serta memberi semangat selama masa

penelitian dan penulisan skripsi (Laswi Irmayanti, S.Hut, Azizah, S.Hut, Asep Mulyadiana, S.Hut, Tedi Yunanto, S.Hut, M.Si, Kasiran);

8. Keluarga Silvikultur 44 dan Fakultas Kehutanan IPB yang telah menjadi sahabat dan keluarga terbaik bagi penulis;

9. Teman-teman PPEH dan PPH (Yuniar Safitri, Puspitasari Kurniawati, S.Hut, Dhinda Hidayanti, Miftahul Mawaddah, Hendra Prasetia, S.Hut);

10.Teman-teman di Pondok Afra (Dezi Handayani, S.Si, M.Si, Lilik Sugirahayu, S.Hut, Nifa Hanifa, S.Hut, Nurunnajah, S.Hut) atas dukungannya;

11.

PT Angkasa Pura yang telah memberikan beasiswa kepada penulis; serta

12.

Pihak-pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian dan skripsi ini.


(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 2

1.3. Manfaat ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Jati ... 3

2.1.1. Morfologi ... 3

2.1.2. Lahan Pengembangan ... 4

2.1.3. Jati Unggul Nusantara (JUN)... 6

2.2. Uji Klon ... 8

III. METODE PENELITIAN ... 10

3.1. Tempat dan Waktu ... 10

3.2. Alat dan Bahan ... 10

3.3. Rancangan Penelitian ... 11

3.4. Pengambilan dan Pengolahan Data ... 11

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 15

4.1. Keragaman Sifat Pertumbuhan dan Taksiran Repeatability ... 15

4.2. Korelasi antar Variabel Pertumbuhan ... 18

4.3. Implikasi pada Pemuliaan Pohon ... 20

4.4. Serangan Hama ... 25

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 28

5.1. Kesimpulan ... 28

5.2. Saran ... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 29

LAMPIRAN ... 32 Halaman


(11)

DAFTAR TABEL

1 Berbagai merek dagang jati varietas unggul yang telah beredar di pasaran ... 6

2 Kondisi umum microsite ... 10

3 Alat dan bahan penelitian ... 10

4 Skoring gejala serangan hama ... 12

5 Nilai rata-rata variabel pertumbuhan pada setiap microsite ... 16

6 Analisis ragam, komponen ragam (%) dan repeatability... 16

7 Nilai repeatability per microsite ... 17

8 Korelasi genetik dan korelasi fenotipik ... 19

9 Korelasi genetik antar microsite ... 19

10 Rangking microsite berdasarkan uji Duncan ... 20

11 Estimasi perolehan genetik dan pendugaan respon (%)... 25

12 Analisis ragam serangan hama pada umur 6 bulan ... 26

13 Tingkat serangan hama pada setiap microsite ... 27 Halaman


(12)

DAFTAR GAMBAR

1 Perakaran jati dari biji, kultur jaringan, stek pucuk JUN ... 7

2 Kerangka penyebaran korelasi fenotipik ... 18

3 Perbandingan diameter dan tinggi rata-rata ... 20

4 Performa pertumbuhan lima klon terbaik dari setiap microsite berdasarkan tinggi dan diameter ... 22

5 Performa pertumbuhan klon ... 23

6 Biplot morfogi daun 41 klon JUN ... 24

7 Jumlah individu klon yang terserang hama ... 26 Halaman


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta sketsa lapangan percobaan uji klon jati unggul nusantara (JUN)... 33

2 Nilai kuadrat harapan umur 6 bulan ... 38

3 Analisis ragam per microsite pada umur 6 bulan ... 39

4 Hasil uji Duncan pada umur 6 bulan ... 41

5 Skor karakter morfologi daun berdasarkan panduan pengujian individual kebaruan, keunikan, keseragaman dan kestabilan untuk spesies jati ... 42

6 Hasil analisis sifat kimia tanah ... 48

7 Hasil analisis sifat fisik tanah ... 48

8 Performa tanaman jati umur 6 bulan ... 49

9 Gejala dan tanda serangan hama ... 50 Halaman


(14)

I.

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Kayu jati (Tectona grandis Linn.f.) memiliki reputasi dunia sebagai kayu premium (Midgley et al. 2007). Sifat fisik dan estetikanya membuat kayu jati banyak digunakan sebagai bahan bangunan, mebel, maupun untuk kerajinan. Permintaan pasar terhadap kayu jati inipun sangat tinggi. Menurut Bio Teak (2011) berdasarkan data selama 25 tahun, pasaran kayu berkualitas setingkat kayu jati ini akan mengalami peningkatan 2 kali lipat per lima tahun atau sekitar 40% per tahun.

Indonesia merupakan salah satu produsen kayu jati terbesar di dunia. Dalam pemenuhan permintaan tersebut, kelestarian produksi harus tetap dipertahankan. Namun, jati merupakan salah satu jenis pohon yang memiliki masa tebang cukup lama (slow growing species). Untuk mendapatkan kayu jati kualitas optimal secara konvensional diperlukan waktu 60 sampai 80 tahun. Menanggapi hal ini, telah berkembang berbagai teknologi pemuliaan pohon yang telah melahirkan berbagai varietas jati unggul. Keunggulan varietas ini diharapkan dapat dipertahankan salah satunya dengan perbanyakan secara vegetatif. Berbagai penanaman jati yang diperbanyak secara vegetatif mulai dikembangkan dan beredar di pasaran. Salah satu nama bibit jati hasil pembiakan vegetatif yang disertai dengan sentuhan bioteknologi yakni Jati Unggul Nusantara (JUN).

Menurut PT Setyamitra Bhaktipersada (2011a) JUN tersebut memiliki beberapa keunggulan dibandingkan klon jati lainnya, yaitu: i) memiliki perakaran tunjang majemuk, ii) menghasilkan tanaman jati yang cepat tumbuh, kokoh dan kayu berkualitas, iii) memiliki masa tanam pendek yaitu 15 tahun dan dapat dipanen mulai umur 5 tahun, iv) memberikan manfat secara ekonomi, sosial dan lingkungan, dan v) JUN menjadi pilihan investasi yang tepat dan sangat menguntungkan.

Melihat beberapa keunggulan yang dimiliki oleh JUN, penanaman dan pembangunan hutan jati dengan menggunakan bibit dari klon JUN merupakan salah satu alternatif untuk mendapatkan hutan jati dengan kualitas kayu yang


(15)

bagus dan cepat pertumbuhannya. Akan tetapi, penelitian keragaan JUN yang ada saat ini masih perlu diverifikasi melalui penelitian uji klon.

Sifat fenotipe suatu tumbuhan merupakan interaksi antara sifat genotipe dan lingkungan. Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan adalah tempat tumbuh. Oleh karena itu, uji klon merupakan pra-syarat untuk merekomendasikan klon-klon unggul JUN dalam rangka penanaman dalam skala luas.

1.2.Tujuan

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui respon pertumbuhan 41 klon jati hasil pembiakan vegetatif. Adapun tujuan khususnya adalah:

i. menduga parameter genetik hasil uji klon pada pertumbuhan awal yang mencakup repeatability, korelasi genetik, dan perolehan genetik;

ii. mengetahui pengaruh microsite terhadap kinerja masing-masing klon terkait hal jarak tanam, dosis pupuk dasar dan petani penggarap.

1.3.Manfaat

Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa:

i. rekomendasi klon-klon JUN yang terpilih dan unggul untuk penanaman skala luas di Jawa Barat;

ii. informasi dosis pupuk dasar dan pola jarak tanam yang tepat bagi pertumbuhan JUN.


(16)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jati

Jati merupakan salah satu komoditas kayu mewah yang bernilai komersil tinggi (Sumarna 2003; Irwanto 2006). Hal ini berbanding lurus dengan kualitas kayunya yang tinggi. Kayu jati termasuk kelas kuat I dan kelas awet II (Irwanto 2006). Berdasarkan taksonomi, jati mempunyai penggolongan sebagai berikut (Sumarna 2003):

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Angiospermae

Sub kelas : Dicotyledonae

Ordo : Verbenales

Famili : Verbenaceae

Genus : Tectona

Spesies : Tectona grandis Linn. f.

Tectona grandis Linn.f. disebut juga jati (Indonesia), sagun (India), lyiu

(Burma), mai sak (Thailand), teak (Inggris), teck (Perancis), teca (Spanyol), java teak (Jerman). Penyebaran alaminya meliputi India, Myanmar, Thailand, dan bagian barat Laos (Dephut 2002). Jati bukan tanaman asli Indonesia, namun sudah tumbuh sejak beberapa tahun 1842 di Pulau Kangean, Muna, Sumbawa, dan Jawa. Dengan berkembangnya teknik budidaya jati, tanaman ini sudah menyebar di berbagai negara Asia Tenggara, Wilayah Pasifik, Afrika, dan Amerika (Dephut 2002; Irwanto 2006).

2.1.1. Morfologi

Menurut Sumarna (2003) dan Dephut (2002), tanaman jati memiliki tinggi yang mencapai 30–45 m. Pada tapak bagus dan dengan pemangkasan, batang bebas cabang dapat mencapai 15–20 m atau lebih. Diameter batang dapat mencapai 220 cm. Pohon tua memiliki batang yang beralur dan berbanir. Kulit kayunya tebal berwarna kecokelatan atau abu-abu yang mudah terkelupas.

Daun jati berbentuk elips atau bulat telur dengan ujung daun meruncing. Tata daunnya berbentuk opposite dengan lebar 15–40 cm dan panjang 20–50 cm (Dephut 2002). Daun muda (petiola) berwarna hijau kecokelatan. Sedangkan daun


(17)

tua berwarna hijau kecokelatan dengan bagian bawah berwarna abu-abu dan tertutup bulu berkelenjar berwarna merah.

Menurut Sumarna (2003) secara fenologis, tanaman jati tergolong tanaman yang menggugurkan daun (deciduous) pada saat musim kemarau (antara bulan November hingga Januari). Setelah gugur, daun akan tumbuh lagi pada bulan Januari atau Maret. Masa pertumbuhan akan berlangsung antara bulan Juni– Agustus atau September. Buahnya masak pada bulan November dan akan jatuh pada kisaran bulan Februari atau April.

Pada tanaman jati konvensional, sifat fisik dan kimianya ditentukan oleh kondisi lahan, iklim, serta lingkungan tempat tumbuh. Pada kawasan hutan dataran rendah dengan kandungan hara optimal, curah hujan antara 750–1.500 mm/th, suhu udara nisbi antara 34–42oC, dan kelembaban sekitar 70%, akan diperoleh kualitas produk kayu yang memiliki struktur kambium dengan tebal kulit kayu 0,4–1,8 cm. Serat halus berwarna cokelat terang dan bagian teras berwarna cokelat tua atau cokelat keemasan (Sumarna 2003).

2.1.2. Lahan Pengembangan

Perencanaan secara matang untuk pengembangan tanaman jati untuk skala luas dan profesional harus dilakukan. Perencanaan ini didahului dengan pengamatan yang meliputi letak lahan (topografi), kondisi ekologis, iklim, dan kesuburan lahan. Menurut Sumarna (2003), persyaratan tumbuh optimal tanaman jati dapat diprediksi berdasarkan asumsi berikut.

1. Secara teknis, letak lokasi erat hubungannya dengan kondisi topografi, kualitas lahan, serta kesesuaian lingkungan tempat tumbuh. Kesesuaian tempat tumbuh dapat dilakukan dengan mempelajari pendekatan kondisi endemik asal-usul tempat tumbuh jati.

2. Pemilihan lahan pengembangan dapat pula dengan memperhatikan tingkat keberhasilan tumbuh serta kualitas produk kayu yang dikembangkan.

3. Untuk pengembangan di luar daerah tersebut, idealnya didasarkan atas hasil uji kesesuaian tempat tumbuh dengan memperhatikan parameter-parameter standar ekologis.


(18)

2.1.2.1.Iklim

Dalam pertumbuhannya, tanaman jati membutuhkan iklim dengan curah hujan minimum 750 mm/th, optimum 1.000–1.500 mm/th, dan maksimum 2.500 mm/th (jati masih dapat tumbuh di daerah dengan curah hujan 3.750 mm/th). Suhu udara minimum yang dibutuhkannya yakni 13-17oC, optimum 32-42oC dan maksimum 39-43oC. Pada fase vegetatif, kelembaban lingkungan optimal 80%. Sedangkan pada fase generatif antara 60-70% (Sumarna 2003).

2.1.2.2.Tempat Tumbuh

Kondisi tempat tumbuh akan berpengaruh terhadap fisiologis tanaman yang ditunjukkan oleh perkembangan riap tumbuh. Menurut Sumarna (2003) secara geologis, tanaman jati tumbuh di tanah dengan batuan induk berasal dari formasi

limestone, granite, gneis, mica schist, sandstone, quartzite, conglomerate, shale,

dan clay. Idealnya, tanaman jati ditanam di areal dengan topografi yang relatif

datar (hutan dataran rendah) atau memiliki kemiringan lereng kurang dari 20%. Jati akan tumbuh lebih baik pada tekstur tanah dengan fraksi lempung, lempung berpasir, atau pada lahan liat berpasir. Jati memerlukan kondisi solum lahan yang dalam dan keasaman tanah (pH) optimum 6,0. Namun pada pH rendah (4–5), tanaman jati masih dapat tumbuh dengan baik. Jati sensitif terhadap rendahnya nilai pertukaran oksigen dalam tanah. Sehingga jati membutuhkan tanah yang memiliki porositas dan drainase yang baik untuk pertumbuhannya agar mudah menyerap unsur hara. Tanaman yang tumbuh dengan kandungan unsur hara makro yang optimal akan memiliki perakaran yang baik sehingga proses penyeraparan unsur haranya semakin cepat dan kemampuan pohon untuk menghasilkan produksi pun semakin tinggi. Unsur hara makro yang penting dalam mendukung pertumbuhan jati yakni sebagai berikut (Sumarna 2003). 1. Kalsium (Ca), merupakan unsur penting yang mendukung pertumbuhan

meristem batang dan merupakan elemen pembentukan dinding sel. Tanaman jati yang ditanam di lahan dengan kandungan Ca rendah (8,18-9,27%) menunjukkan pertumbuhan yang kurang menguntungkan.

2. Fosfor (P) optimum yang dibutuhkan tanaman jati berkisar 0,022-0,108% atau 19-135 mg/100g di dalam tanah. Secara fisiologis, lahan yang kekurangan


(19)

unsur P akan tampak pada pertumbuhan jati. Daun jati akan cepat gugur sehingga proses fotosintesa terganggu dan pertumbuhannya lambat.

3. Kalium (K) yang dibutuhkan oleh tanaman jati pada lapisan permukaan berkisar 0,54-1,80% (45-625 ppm/100g) dan permukaan di bawahnya antara 0,40-1,13% (113-647 ppm/100gr).

4. Nitrogen (N) yang dibutuhkan tanaman jati pada lapisan permukaan tanah antara 0,072-0,13% dan pada lahan di bawahnya antara 0,0056-0,05%. Sedangkan rataan N yang dibutuhkan oleh tanaman jati sekitar 0,0039%.

2.1.3. Jati Unggul Nusantara (JUN)

Dengan berkembangnya teknologi di bidang rekayasa genetik (pemuliaan pohon/tree improvement), telah hadir beberapa jati varietas unggul. Jati yang dihasilkan diharapkan memiliki keunggulan komparatif berdaur pendek (±15 tahun) dengan sedikit cabang, batang lurus dan silindris. Berbagai merek dagang varietas unggul yang telah beredar di pasaran disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Berbagai merek dagang jati varietas unggul yang telah beredar di pasaran (Irwanto 2006; Soeroso dan Soetardjo 2009; Perum Perhutani 2011)

No. Nama Dagang Produsen Materi Asal

1. Jati Plus Perhutani (JPP) Perum Perhutani Jawa

2. Jati Super PT Monfori Thailand

3. Jati Emas PT Katama Suryabudi Birma

4. Jati Unggul PT Bumindo, PT Fitotek Jawa

5. Jati Kencana PT Dafa Teknoagro Mandiri Jawa Timur

6. JUL KBP Lamongan Thailand

7. Jati Unggul Nusantara (JUN) PT Setyamitra Bhaktipersada Indonesia (JPP)

Menurut Sumarni et al. (2009), istilah jati cepat tumbuh merupakan nama atau sifat umum sebagai sebutan yang digunakan untuk membedakan dengan jati lokal atau jati konvensional. Jati cepat tumbuh ini merupakan jati yang dihasilkan dari pembiakan vegetatif melalui proses bioteknologi yakni teknik kultur jaringan

(cloning) dan memiliki laju pertumbuhan yang lebih cepat.

Bibit induk yang diklon untuk menghasilkan jati unggul merupakan tanaman jati terbaik setelah diseleksi dan dipilih dari tanaman jati biasa yang mempunyai sifat-sifat lebih dari populasi jati yang ada. Setiap jenis jati unggul biasanya memiliki spesifikasi tersendiri yang berkaitan dengan sifat unggul yang dimilikinya. Salah satu yang penting dari jati unggul yakni dapat dipanen pada umur 10–15 tahun. Sifat-sifat unggul lainnya yaitu mempunyai sifat keseragaman


(20)

yang tinggi, tahan terhadap penyakit, pertumbuhan cepat, batang bebas cabang relatif tinggi, lurus, dan dapat diproduksi dalam jumlah banyak (Sumarni et al.

2009).

Sejak tahun 1982, pemuliaan pohon jati telah dimulai oleh Perum Perhutani. Pemuliaan pohon ini dimulai dengan eksplorasi dan seleksi awal pohon plus dari hutan alam maupun hutan tanaman jati di Indonesia. Saat ini telah dihasilkan koleksi 600 pohon plus yang terdiri dari 300 pohon dari Pulau Jawa dan 300 pohon dari luar Jawa. Materi genetik pohon plus tersebut disimpan atau ditanam di dalam Bank Klon, Kebun Benih Klonal (KBK), dan Kebun Pangkas. Koleksi ini ditujukan untuk konservasi genetik (bank gen) maupun untuk kegiatan pemuliaan lebih lanjut (Perum Perhutani 2011).

Salah satu hasil program pemuliaan pohon adalah diperolehnya klon unggulan hasil uji klon. Sebelum klon-klon tersebut dikembangkan, dilakukan tes pembuktian lapangan di beberapa lokasi dengan menerapkan silvikultur intensif. Salah satu produk dari program pemuliaan pohon ini adalah JPP (Jati Plus Perhutani). JPP dikembangkan melalui pembiakan vegetatif (stek pucuk dan kultur jaringan) dan generatif dengan menggunakan biji asal kebun benih klonal (KBK) (Perum Perhutani 2011). JPP yang diproduksi secara vegetatif (stek pucuk) ini kemudian disebut Jati Unggul Nusantara (JUN).

Gambar 1 Perakaran jati dari (A) biji, (B) kultur jaringan, (C) stek pucuk JUN (Soeroso dan Soetardjo 2009)

Menurut PT Setyamitra Bhaktipersada (2011b), bibit JUN diproduksi dengan bioteknologi melalui pembiakan (propagasi) vegetatif (kloning) dengan stek pucuk dan dilakukan modifikasi sistem perakaran sehingga menghasilkan akar


(21)

tunjang majemuk. Tanaman JUN ini cepat tumbuh, kokoh, dan dapat dipanen mulai umur 5 tahun dengan hasil kayu bundar (log) 0,2 m3/pohon. Klon Jati Unggul Nusantara (JUN) memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan klon jati lainnya. Oleh karena itu, pembangunan hutan jati dengan menggunakan bibit dari klon JUN merupakan salah satu alternatif untuk memproduksi kayu jati dengan kualitas fenotipe yang tinggi dengan masa tanam yang cepat.

2.2.Uji Klon

Perbanyakan secara aseksual (seperti stek pucuk) menjamin tidak akan berubahnya genotipe tanaman. Hal ini merupakan alat yang penting untuk beberapa metode konservasi. Perbanyakan aseksual mempunyai arti khusus untuk mengekalkan genotipe, populasi atau jenis dari bahaya kepunahan (Finkeldey 2005).

Suatu fenotipe dari tanaman dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Sifat-sifat yang mempengaruhi hasil dari hutan tanaman diamati dalam uji coba lapangan. Analisis variasi yang diamati harus berdasarkan metode genetika kuantitatif. Dalam beberapa kasus, beberapa sifat diamati dalam suatu pengujian yang dilakukan secara periodik. Tipe pengujian yang dilakukan tergantung pada tujuan penanaman yang akan dilakukan (Finkeldey 2005).

Sifat yang diamati di dalam pengujian ini seperti daya sintas, pertumbuhan dan kesehatan tanaman. Seluruh sifat tersebut dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor genetik. Namun, hanya beberapa dari sifat-sifat tersebut yang diukur dalam skala kontinyu dan dalam hal ini bersifat kuantitatif. Sebagian besar sifat yang mencirikan pertumbuhan adalah kuantitatif. Daya sintas adalah suatu sifat dengan dua kemungkinan ekspresi pada setiap tanaman (hidup atau mati). Kesehatan tanaman juga kualitatif dengan dua ekspresi saja (infeksi atau tidak terinfeksi) atau dicatat dalam kelas diskrit (Finkeldey 2005).

Beberapa sifat yang dicatat dalam pengujian lapangan berasosisasi erat dengan kondisi keteradaptasian pohon terhadap kondisi lingkungan di tempat pengujian dan fitness dari tanaman. Hal ini berlaku jelas untuk daya sintas dan sifat-sifat yang mencirikan kesehatan tanaman. Sifat-sifat pertumbuhan tidak selalu berkorelasi positif dengan fitness.


(22)

Ketika dilakukan pengukuran secara berturut-turut terhadap sifat yang ada pada sekelompok individu, superioritas atau inferioritas yang dimiliki sebelumnya akan berelasi sama seperti biasa pada pengukuran selanjutnya. Konsistensi posisi relatif ini dari relasi subjek satu sama lain selama pengukuran yang dilakukan secara berturut-tutut disebut repeatability (Tunner & Young 1969 dalam Carvalho dan Cruz 2003).


(23)

III.

METODE PENELITIAN

3.1.Tempat dan Waktu

Kegiatan penelitian dilakukan pada tanaman klon Jati Unggul Nusantara (JUN) di Desa Sukatani, Kecamatan Sukatani, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada empat tapak mikro (microsite) dengan kondisi umum seperti pada Tabel 3. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai Oktober 2011.

Tabel 2 Kondisi umum microsite

Microsite Kondisi Umum dan Tanaman Sela

Lokasi Kesuburan Lahan

Jumlah Petani Penggarap 1 Singkong, cabai, kacang ijo, ubi jalar. Secara umum,

keempat microsite merupakan lahan yang kurang subur. Namun, jika disesuaikan tipe kesesuaian lahan untuk jati (Sumarna 2003), keadaan tanahnya cenderung baik kecuali untuk Ca dan tekstur (hasil analisis disajikan pada Lampiran 8–9).

3 2 Ubi jalar, pisang, keladi, ditumbuhi

semai sengon, cabe, singkong, jagung.

3 3 Kedelai, ubi jalar, singkong, cabe.

Tanah pada bagian pangkal batang. digemburkan, dan pada beberapa klon ditaburi dengan arang.

3

4 Pada umumnya, microsite ini kurang digarap dengan baik (rumput atau gulma banyak). Namun, terdapat juga beberapa tanaman sela seperti jagung, ubi, kedelai, dan cabai, kacang panjang, singkong dan kacang tanah.

4

3.2.Alat dan Bahan

Penelitian ini dilakukan pada tanaman klon Jati Unggul Nusantara (JUN) berumur 0 sampai 6 bulan dengan jumlah perlakuan klon sebanyak 41 klon dan 1 lot kontrol (jati lokal yang diambil dari Purwakarta). Dalam pelaksanaannya, di dalam penelitian ini digunakan beberapa alat dan bahan seperti disajikan pada Tabel 4.

Tabel 3 Alat dan bahan penelitian Jenis

Kegiatan Pengambilan Data

Pertumbuhan

Analisis Morfologi

Daun Pengolahan Data

Alat Kaliper, galah berskala metrik, kamera digital, dan alat tulis

Pita meter dan alat tulis

Komputer, Software SAS versi 9.1, dan Software Microsoft Office Excel 2007 Bahan Tally sheet Tally sheet Data primer


(24)

3.3.Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian pada uji klon ini adalah rancangan acak lengkap berblok

(randomized complete block design/RCBD). Penelitian ini terbagi dalam 4

replikasi sebagai ulangan dan ditanam pada 4 lokasi (microsite/MS) dengan kondisi sebagai berikut (Peta Sketsa Lapangan Percobaan disajikan pada Lampiran 1).

1. Microsite 1: jarak tanam 3 x 4 m dan pupuk dasar 3 kg

2. Microsite 2: jarak tanam 3 x 4 m dan pupuk dasar 5 kg

3. Microsite 3: jarak tanam 5 x 2 m dan pupuk dasar 3 kg

4. Microsite 4: jarak tanam 5 x 2 m dan pupuk dasar 5 kg

Line plot yang digunakan terdiri atas 4 individu (ramet) atau 4 tree plot.

Pupuk dasar yang digunakan pada penelitian ini adalah pupuk kandang dengan dosis 3 kg dan 5 kg. Pupuk dasar diberikan pada setiap lubang tanam sebelum penanaman. Sebelum penanaman, diberikan juga kapur pertanian atau dolomit sebanyak 300 gram per lubang tanam.

3.4.Pengambilan dan Pengolahan Data

Variabel pertumbuhan yang diukur adalah tinggi (T), diameter (D), dan daya sintas (DS) tumbuhan pada umur 0 sampai 6 bulan. Tinggi tanaman diukur dengan menggunakan galah berskala metrik mulai dari pangkal hingga titik tumbuh apikal. Diameter tanaman diukur pada pangkal batang dengan menggunakan kaliper. Sedangkan daya sintas dihitung dari jumlah tanaman hidup dan mati dalam klon. Nilai persen daya sintas dihitung dengan menggunakan rumus:

% DS 100%

Keterangan: DS = Daya Sintas Th = Tanaman hidup Td = Tanaman yang ditanam

Kemudian untuk dianalisis lebih lanjut dengan analisis ragam, nilai daya sintas disederhanakan dengan rumus:


(25)

Pengamatan terhadap serangan hama dilakukan dengan mengamati gejala dan tanda serangan pada tanaman pada umur 6 bulan. Tingkat keparahan serangan hama diberi skor seperti yang disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Skoring gejala serangan hama Skor Tingkat Keparahan

Gejala Serangan Hama Keterangan

1 Lemah Defoliasi oleh hama daun < 50% atau tanaman diserang rayap, penggerek dan kutu putih 2 Sedang Defoliasi oleh hama daun > 50% atau defoliasi

<50% dan tanaman diserang rayap, penggerek serta kutu putih

3 Kuat Defoliasi oleh hama daun > 50% dan tanaman diserang rayap, penggerek serta kutu putih

Data hasil pengukuran tinggi, diameter, dan daya sintas serta serangan hama dianalisis ragamnya dengan model linear (Zhang et al. 2003; Yu dan Pulkkinen 2003):

! !" # Keterangan:

= Variabel yang diukur = Rata-rata

= Efek klon ke j; j = 1,2,3,…,42 ! = Efek lokasi ke k; k = 1,2,3,4

! = Efek interaksi antara klon ke j dan lokasi ke k # = Galat

Komponen ragam dihitung dengan expected mean square yang dihasilkan dari PROC GLM; RANDOM/ TEST (Sas Institute Inc. 2004).

Repeatability diestimasi dari manipulasi aljabar dari ragam (Zhang et al. 2003;

Yu dan Pulkkinen 2003)

R k σ $

k k&σk'( σk) Keterangan:

= Repeatability σ = Ragam klon

σ'( = Ragam interaksi antara klon dengan microsite σ) = Ragam eror

k1 = Koefisien yang berhubungan dengan ragam microsite*klon


(26)

Sedangkan standar eror untuk repeatability diestimasi dengan rumus (Zhang et al.

2003; Yu dan Pulkkinen 2003):

SW+R , -2+1 / R , 01 +k / 1,R 1k +k / 1,+N / 1, Keterangan:

SW+R , = Standar eror repeatability = Repeatability

k1 = Koefisien yang berhubungan dengan ragam microsite*klon

k2 = Koefisien yang berhubungan dengan ragam klon

N = Jumlah klon

Korelasi genetik antar sifat klon dihitung dengan menggunakan rumus (Zhang et al. 2003):

34+5,7, σ9+(,:, ;$<+=,$<+>, Keterangan:

34+5,7, = Korelasi klonal antara sifat x dan y σ9+(,:, = Estimasi kovarian klonal antara x dan y $<+=, = Komponen klonal dari estimasi varian x $<+>, = Komponen klonal dari estimasi varian y

Dengan standar erornya dirumuskan dengan (Zhang dkk2003):

$ 1 / 3

√2

-σ+@AB,σ+@CB, R(R: Keterangan:

$ = Standar eror korelasi genetik 3 = Estimasi korelasi genetik σ+@AB, = Repeatability karakter x σ+@CB, = Repeatability karakter y

R( = Standar eror repeatability karakter x R: = Standar eror repeatability karakter y

Korelasi genetik antar microsite diantara dua sifat x dan y dapat diestimasi dengan rumus (Zhang et al. 2003):

3D+5,7, rE+(&,: , <+=&, <+> ,


(27)

Keterangan:

rE+(&,: , = Koefisien korelasi fenotipe antara x (pada microsite 1) dan y (pada microsite 2)

<+=&, = Akar dari repeatability x pada microsite 1 <+> , = Akar dari repeatability y pada microsite 2

Hubungan korelasi fenotipik antara variabel pertumbuhan dihasilkan dari PROC CORR (Sas Institute Inc. 2004).

Pada penelitian ini, diasumsikan bahwa proporsi seleksi yang akan dilakukan sebanyak 61% (25 klon dari 41 klon) dengan intensitas seleksi 0,617 (Becker 1992). Pendugaan perolehan genetik (genetic gain) pada sifat y berdasarkan seleksi klon pada sifat x dihitung dengan rumus (Falconer 1981):

FG H =σ>3=> Keterangan:

FG = Perolehan genetik H = Intensitas seleksi

R( = Akar repeatability untuk sifat x σ> = Standar deviasi klonal untuk sifat y 3=> = Korelasi genetik antara sifat x dan sifat y

Karakter morfologi daun pada klon JUN diamati dengan menggunakan Panduan Pengujian Individual Kebaruan, Keunikan, Keseragaman, dan Kestabilan Nomor: PVT/PPI/7/1. Karakter morfolgi daun ini kemudian dianalisis dengan menggunakan Grafik Biplot dengan menggunakan PROC PRINQUAL (Sas Institute Inc. 2004).


(28)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Salah satu hasil program pemuliaan pohon yang diharapkan adalah diperolehnya klon unggulan hasil uji klon. Menurut PT Setyamitra Bhaktipersada (2011a), JUN diproduksi dengan bioteknologi melalui pembiakan (propagasi) vegetatif (kloning) dengan stek pucuk dan dilakukan modifikasi sistem perakaran sehingga menghasilkan akar tunjang majemuk. Menurut Zobel dan Talbert (1984) Pembiakan vegetatif memiliki banyak manfaat pada bidang kehutanan yakni: (i) pengawetan genotipe dengan bank klon; (ii) multiplikasi pada genotipe yang diinginkan untuk penggunaan khusus seperti pada kebun benih; (iii) evaluasi genotipe dan interaksinya dengan lingkungan melalui uji klon; (iv) mendapatkan perolehan genetik yang maksimum ketika digunakan untuk regenerasi pada pengoperasionalan program penanaman.

4.1.Keragaman Sifat Pertumbuhan dan Taksiran Repeatability

Sebagai uji lanjut terhadap klon JUN dilakukan penelitian dengan menggunakan materi dari hasil perbanyakan vegetatif (stek pucuk). Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa pertambahan diameter individu klon (ramet) JUN (pada umur 6 bulan) tertinggi telah mencapai 4,02 cm. Demikian pula pada variabel tinggi, klon dengan pertambahan tinggi tertinggi individu klon (ramet) JUN telah mencapai ukuran 3,01 meter. Keragaan tanaman pada umur 6 bulan disajikan pada Lampiran 8.

Pada Tabel 5 disajikan bahwa koefisien keragaman setiap variabel berkisar antara 6,55% sampai 54,35%. Pada variabel diameter, koefisien keragamannya berkisar 33,54-37,18%. Nilai koefisien keragaman ini memiliki kisaran lebih rendah dibanding yang dimiliki oleh variabel tinggi yakni 42,14-54,35%.

Daya sintas klon jati pada uji klon ini menunjukkan performa yang sangat baik yakni persentase rata-ratanya lebih dari 95%. Rata-rata daya sintas yang tinggi ini menunjukkan kecenderungan adaptabilitas yang baik tanaman jati di Kabupaten Purwakarta (Mahfuz et al. 2010). Menurut Na’iem (2004) dalam Mahfuz et al.

(2010), rata-rata daya sintas yang bernilai 90% merupakan indikator yang baik dalam pertanaman uji.


(29)

Tabel 5 Nilai rata-rata variabel pertumbuhan pada setiap microsite

Microsite 1 Microsite 2

Mean Range CV (%) Mean Range CV (%) D (cm) 1,975 ±0,030 0,08-4,06 37,18 2,135±0,031 0,28-4,23 36,96 T (cm) 113,09±2,34 7,0-279,0 51,80 130,00±2,56 2,5-293,5 50,38 DS (%) 99,23±0,02 0,00-100,00 17,86 99,69±0,01 0,00-100,00 13,04

Microsite 3 Microsite 4

D (cm) 2,134±0,029 0,37-4,00 34,96 1,41±0,019 0,13-2,58 33,54 T (cm) 123,15±2,01 5,0-249,0 42,14 114,56±2,45 2,0-301,0 54,35 DS (%) 99,97±0,01 86,74-100,00 6,73 98,76±0,02 0,00-100,00 22,95

Pada Tabel 6 disajikan hasil perhitungan ANOVA pada klon jati pada umur 6 bulan (nilai kuadrat harapan disajikan pada Lampiran 2). Pada variabel diameter dan tinggi, sumber variasi klon menunjukkan perbedaan yang sangat nyata. Sedangkan pada variabel daya sintas, sumber variasi klon menunjukkan perbedaan yang nyata. Hal ini mengindikasikan adanya varisasi genetik antar klon (Sofyan et al. 2011)

Pada variabel daya sintas, interaksi microsite*klon pada umur 6 bulan belum menunjukkan pengaruh yang nyata. Sedangkan pada variabel diameter dan tinggi menunjukkan pengaruh yang sangat nyata. Interaksi antara klon dan lingkungan juga telah dilaporkan pada penelitian yang dilakukan Zhang et al. (2003) dan penelitian Yu dan Pulkkinen (2003). Hasil interaksi yang sangat nyata mengindikasikan bahwa hasil pertumbuhan tanaman bukan hasil kinerja dari klon atau genetik semata, namun merupakan hasil interaksi antara faktor genetik dengan lingkungannya (Kramer dan Kozlowski 1979 dalam Sofyan et al. 2011). Tabel 6 Analisis ragam, komponen ragam (%) dan repeatability

Source DF Type III SS Mean Square

F

Value Pr > F % R

Diameter 0,6199±0,0530

Ms 3 223,22 74,40 171,30 <,0001** 19,12

Klon 41 94,90 2,31 5,33 <,0001** 3,91

Ms *klon 123 108,33 0,88 2,03 <,0001** 4,84

Error 2411 1047,20 0,43 72,12

Tinggi 0,8015±0,0356

Ms 3 140754,88 46917,96 14,85 <,0001** 1,79

Klon 41 781097,37 19051,16 6,03 <,0001** 6,11

Ms *klon 123 692206,69 5627,70 1,78 <,0001** 4,47

Error 2407 7602390,37 3158,45 87,62

Daya Sintas 0,3633±0,0587

Ms 3 1,72 0,57 10,52 <,0001** 5,44

Klon 41 3,26 0,08 1,46 0,0354* 3,16

Ms *klon 123 6,23 0,05 0,93 0,6804ts -1,63

Error 493 26,80 0,05 93,04

*

= nyata pada taraf 5% **

= nyata pada taraf 1% ts


(30)

Hasil analisis pada Tabel 6 menunjukkan bahwa ragam klon memberikan sumbangan persentase yang kecil. Hal ini mengindikasikan bahwa pada umur 6 bulan, faktor genetik belum memberikan pengaruh yang signifikan terhadap parameter pertumbuhan.

Pada penelitian ini, sumber keragaman eror untuk ketiga variabel cukup besar. Eror penelitian yang besar juga dilaporkan pada penelitian Yu dan Pulkkinen (2003). Pada penelitian pohon klon hibrid Populus spp. (berumur 3 tahun) ini dilaporkan bahwa komponen keragaman erornya berkisar 80%. Hal ini disebabkan oleh adanya heterogenitas lingkungan tempat tumbuh.

Konsistensi hasil uji klon ini dapat diketahui dari nilai repeatability-nya. Nilai repeatability untuk klon sebesar 0,4–0,6 dinyatakan sedang kurang dari 0,4 dan lebih dari 0,6 dinyatakan tinggi. Pada Tabel 8 disajikan taksiran repeatability

diameter dan tinggi pada setiap microsite. Dari 4 microsite yang diteliti, nilai

repeatability diameter ( 0,62) dan tinggi ( 0,80) dapat dinyatakan

cukup tinggi.

Pada Tabel 7 disajikan nilai taksiran repeatability diameter dan tinggi pada setiap microsite. Pada kedua variabel menunjukkan nilai repeatability yang bervariasi antar microsite. Hal ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan klon-klon yang diuji belum menunjukkan kekonsistenan. Nilai repeatability untuk daya sintas microsite 2 tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dan eror sangat besar (data disajikan pada Lampiran 3). Oleh karena itu, nilai repetability daya sintas tidak diestimasi (Zhang et al. 2003).

Tabel 7 Nilai repeatability per microsite

Microsite R

Diameter Tinggi Daya Sintas

1 0,6600±0,0532 0,7092±0,0485 0,7035±0,0485

2 0,4584±0,0610 0,5443±0,0599 -

3 0,7512±0,0446 0,7688±0,0423 0,1815±0,0807 4 0,6422±0,0544 0,5650±0,0589 0,2832±0,0702

Nilai taksiran repeatability ini memiliki kemungkinan untuk berubah dengan adanya pertambahan waktu. Merujuk pada penelitian Curnel et al. (2001) pada pohon ceri liar (Prunus avium L.) dilaporkan bahwa heritabilitas tinggi pohon pada umur 1 tahun (0,60) menurun pada umur 2 tahun (0,49) yang kemudian meningkat lagi pada umur 9 tahun (0,64). Hal disebabkan oleh adanya


(31)

pengkondisian percobaan budidaya di laboratorium dan persemaian. Pengaruh ini kemudian menurun seiring dengan waktu dan kondisi hutan dimana efek genotipe menjadi predominan Curnel et al. (2001). Callister dan Collins (2008) melaporkan hasil uji progeni asal klon berumur 3,5 tahun yang memberikan gambaran nilai heritabilitas dalam arti luas sebesar H2 = 0,37 untuk diameter dan H2 = 0,28 untuk tinggi.

4.2.Korelasi antar Variabel Pertumbuhan

Menurut White et al. (2009), ketika dua sifat yang berbeda pada suatu populasi diukur, memungkinkan adanya asosiasi atau korelasi keduanya. Suatu pengamatan korelasi fenotipik antara dua sifat kemungkinan disebabkan oleh faktor genetik atau lingkungan.

Gambar 2 Kerangka penyebaran korelasi fenotipik

Tabel 8 dan Gambar 2 menyajikan korelasi antar ketiga variabel. Korelasi fenotipik antara diameter dengan tinggi dapat dinyatakan cukup kuat (0,754).

y = 0.433x + 79.03 R² = 0.014

0 50 100 150 200 250 300 350

0 50 100

T ing gi (c m )

Daya sintas (%)

y = 0.007x + 1.201 R² = 0.026

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5

0 50 100

D ia m et er ( cm )

Daya sintas (%)

y = 59.33x + 6.926 R² = 0.558

0 50 100 150 200 250 300 350 400

0 1 2 3 4 5

T ing gi ( cm ) Diameter (cm)


(32)

Sedangkan korelasi fenotipik antara daya sintas dengan masing-masing diameter dan tinggi cukup lemah. Menurut White et al. (2009), korelasi fenotipik yang diamati antara dua sifat kemungkinan dipengaruhi oleh penyebab faktor genetik dan lingkungan. Oleh karena itu, korelasi genetik juga harus diestimasi. Seperti korelasi fenitipik untuk diameter dan tinggi, pada korelasi genetiknya juga positif dan korelasinya kuat (0,942).

Tabel 8 Korelasi genetik (di atas diagonal) dan korelasi fenotipik (di bawah diagonal)

Diameter Tinggi Daya Sintas

Diameter *** 0,942 0,332

Tinggi 0,754 *** 0,194

Daya Sintas 0,154 0,114 ***

*** : tanda diagonal

Pada korelasi genetik antar microsite (disajikan pada Tabel 9), pada variabel diameter dan tinggi menunjukkan korelasi yang masih lemah. Sedangkan pada variabel daya sintas masih sangat rendah. Hal ini mengindikasikan bahwa pada umur 6 bulan, ketiga variabel tersebut belum stabil sehingga belum bisa dilakukan seleksi.

Tabel 9 Korelasi genetik antar microsite

Microsite Korelasi Genetik

Diameter Tinggi Daya Sintas

Ms1Ms2 0,643 0,679 -

Ms1Ms3 0,412 0,344 0,057

Ms1Ms4 0,170 0,438 0,280

Ms2Ms3 0,434 0,277 -

Ms2Ms4 0,398 0,382 -

Ms3Ms4 0,129 0,190 -0,237

MsxMsy : Variabel yang dibandingkan dari microsite x dan microsite y

Menurut Williams et al. (2002), korelasi genetik digunakan untuk: (i) memprediksi respon pada saat panen untuk seleksi yang dilakukan pada pohon muda; (ii) membantu prediksi respon dari suatu sifat yang sulit diukur dibandingkan dengan sifat lain yang lebih mudah diukur; (iii) memprediksi respon terhadap seleksi di suatu lokasi dengan lokasi lainnya; (iv) indeks seleksi dibangun menggunakan korelasi genetik dan heritabilitas untuk memaksimalkan keunggulan dalam sifat-sifat tertentu yang dipilih pada waktu yang sama.


(33)

4.3.Implikasi pada Pemuliaan Pohon

Nilai rataan pertambahan diameter dan tinggi, serta daya sintas pada keempat

microsite percobaan disajikan pada Tabel 10. Dari variabel diameter dan tinggi,

pertumbuhan terbaik ditunjukkan oleh klon yang ditanam pada microsite 2. Daya sintas terbaik berturut-turut terdapat pada microsite 3, 2, 1, dan 4. Daya sintas pada keempat microsite dapat dinyatakan cukup bagus karena memiliki daya sintas lebih dari 90%.

Tabel 10 Rangking microsite berdasarkan uji Duncan

Diameter Tinggi Daya Sintas

Microsite Mean (cm) Microsite Mean (cm) Microsite Mean (%)

2 2,135A 2 130,769A 3 99,97A

3 2,134A 3 123,146B 2 99,70B

1 1,973B 4 114,725C 1 99,23BC

4 1,415C 1 113,092C 4 98,76C

Nilai mean (rata-rata) dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata

Adanya variasi pertumbuhan tanaman ini selain dipengaruhi oleh jenis klon juga dipengaruhi oleh perbedaan faktor lingkungan tempat tumbuh seperti yang ada pada setiap microsite. Menurut Griffin (2001) dalam Evans dan Turnbull (2004), aplikasi penggunaan klon yang efektif membutuhkan diantaranya, (i) pemahaman interaksi antara genotipe, site, dan umur, (ii) komitmen untuk manajemen mutu melalui tindakan silvikultur.

Gambar 3 Perbandingan diameter dan tinggi rata-rata

Pada lahan percobaan, diberikan tindakan silvikultur yang berbeda pada setiap

microsite. Berdasarkan uji Duncan (Tabel 10), microsite 2 merupakan lokasi

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0

Rata-rata microsite 2

Rata-rata keseluruhan

D

ia

m

et

er

(c

m

)

0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 120.0 140.0 160.0 180.0 200.0

Rata-rata microsite 2

Rata-rata keseluruhan

T

ing

gi

(

cm


(34)

terbaik yang berpengaruh pada pertumbuhan klon. Pada microsite 2, klon ditanam dengan jarak tanam 3 x 4 m serta diberi pupuk dasar 5 kg. Rata-rata pertambahan diameter pada microsite 2 ini yakni 2,13 cm untuk variabel diameter dan 130,00 cm untuk variabel tinggi. Pada Gambar 3, digambarkan nilai rata-rata diameter pada microsite 2 yang lebih tinggi 10,11% dari rata-rata diameter keseluruhan. Sedangkan nilai rata-rata tingginya lebih tinggi 7,29% dari rata-rata keseluruhan.

Microsite terbaik berikutnya yakni microsite 3 (jarak tanam 5 x 2 m dan

pupuk dasar 3 kg). Pada variabel diameter, perbedaan yang tidak nyata ditunjukkan pada microsite 3 dengan microsite 2. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh adanya faktor perlakuan tambahan atau lainnya yang diberikan oleh petani pada klon-klon tersebut. Pada microsite 3 terlihat bahwa sebagian besar lahan percobaan bersih dari rumput atau gulma, tanah pada bagian pangkal batang digemburkan, dan pada beberapa klon ditaburi dengan arang. Dengan adanya penambahan arang ke dalam tanah ini, dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman, daya simpan, dan ketersediaan hara yang lebih tinggi. Hal ini berhubunggan dengan meningkatnya kapasitas tukar kation, luasan permukaan, serta penamahan unsur hara secara langsung oleh arang (Glaser et al. 2002 dalam Siregar 2002). Arang juga dapat meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan kesuburan tanah (Khisitomo et al. 1985 dalam Siregar 2002). Chidumayo (1994) dalam Siregar (2002) melaporkan bahwa pada umumnya tinggi pucuk akan meningkat 24% dan produksi biomassa meningkat 13% setelah pemberian arang pada tanah alfisol dan ultisol.

Pada microsite 2 dan 1, sebagian besar lahan percobaan tidak mendapatkan perlakuan seperti penggemburan tanah dan penaburan arang seperti pada

microsite 3. Namun, pada microsite 2 dan 1 lahan percobaannya cukup bersih dari

rumput atau gulma. Sedangkan pada microsite 4, rumput atau gulma cenderung banyak dan tidak digarap dengan baik oleh petani. Apabila dilihat kesuburan lahannya (data disajikan pada Lampiran 6), microsite 4 merupakan microsite yang memiliki nilai porositas, unsur N, P dan K yang paling rendah.

Peranan pemuliaan hanya akan efektif jika ada kombinasi yang konsisten antara tindakan silvikultur dan tanpa adanya tindakan silvikulur yang berkelanjutan, potensial genetik yang dimiliki tidak akan diwujudkan (Zobel dan


(35)

Talbert 1984; Griffin 20 awal klon jati ini (umur dipengaruhi oleh lingk Gambar 4 dapat dilihat paling rendah. Variabel yakni microsite 2.

Gambar 4 Performa pertu tinggi dan diam

Berdasarkan nilai r menyajikan data bahwa tinggi 34% dan pada r Sedangkan pada variabe dan pada klon terbaik (k

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 MS 1 D ia m et er ( cm ) 0 50 100 150 200 MS 1 T ing gi (c m )

2001 dalam Evan dan Turnbull 2004). Pada pe mur 6 bulan), variabel diameter merupakan sifat y gkungan (19% dari komponen ragam micros

at bahwa pada microsite 4, pertambahan diamete el diameternya 31% lebih rendah daripada micros

ertumbuhan lima klon terbaik dari setiap microsite b iameter

i rata-ratanya (disajikan pada Lampiran 5), pada wa jika dibandingkan dengan kontrol, rata-rata

rata-rata klon terbaik (kode klon 19) lebih ti bel tinggi, rata-rata klon lebih besar 111% daripa (kode klon 24) lebih besar 169%. Pada kedua var

MS 2 MS 3 MS 4 MS 2 MS 3 MS 4 pertumbuhan yang paling

rosite). Pada meter klonnya

rosite terbaik

berdasarkan

a Gambar 5 a klon lebih tinggi 58%. pada kontrol ariabel, nilai Klon 19 Klon 24 Klon 8 Klon 9 Klon 31 Klon 24 Klon 9 Klon 2 Klon 11 Klon 33


(36)

rata-rata klon terbaik pada kedua variabel jauh lebih besar daripada kontrol. Namun, peringkat klon terbaik ini juga belum konsisten. Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa klon terbaik dari variabel diameter (kode klon 19) dan klon terbaik dari variabel tinggi (kode klon 24) tidak selalu menempati peringkat pertama. Berdasarkan uji Duncan (Lampiran 4), klon terbaik 19 (dari variabel diameter) dan klon terbaik 24 (dari variabel tinggi) memiliki pengelompokan yang tidak berbeda nyata dengan beberapa klon lainnya. Dari pengelompokan ini, kemudian dibandingkan klon-klon yang terbaik dari segi variabel diameter dan tinggi. Klon dengan kode 19, 24, 9, 23 dan 11 merupakan klon yang terbaik dari segi diameter dan tinggi.

Gambar 5 Performa pertumbuhan klon

Pada umur 6 bulan, karakter morfologi tidak mempengaruhi keragaan klon JUN. Pada Gambar 6, terlihat bahwa klon-klon yang memiliki keragaan terbaik (dari variabel tinggi dan diameter) cenderung menyebar. Karakter morfologi daun yang ditunjukkan oleh klon-klon diatas juga dianggap belum stabil karena karakternya terkadang berbeda antar microsite (data disajikan pada Lampiran 6). Menurut UU No. 29 tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman, suatu varietas dianggap stabil apabila sifat-sifatnya tidak mengalami perubahan setelah ditanam berulang-ulang atau untuk yang diperbanyak melalui perbanyakan khusus tidak mengalami perubahan pada setiap akhir siklus tersebut.

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0

Rata-rata klon (n=2456)

Rata-rata klon terbaik (n=64)

Rata-rata kontrol (n=54)

D

ia

m

et

er

(

cm

)

0 50 100 150 200

Rata-rata klon (n=2456)

Rata-rata klon terbaik (n=64)

Rata-rata kontrol (n=54)

T

in

gg

i

(c

m


(37)

Keterangan:

= Nomor lima klon terbaik (dari variabel tinggi dan diameter) x = Nomor klon

A-R = (disajikan pada Lampiran 6) Gambar 6 Biplot morfogi daun 41 klon JUN

Pada penelitian ini, diasumsikan bahwa seleksi yang akan dilakukan sebanyak 25 klon dari 41 jumlah klon JUN. Jumlah klon yang diseleksi ini sesuai dengan jumlah minimal Standar Khusus Sumber Benih untuk Kebun Benih Klonal pada Permenhut Nomor P.72/Menhut-II/2009 yakni jumlah klon minimal 25 pohon.

Pada Tabel 11, disajikan data estimasi perolehan genetik (genetic gain) dan pendugaan respon. Perolehan genetik merupakan penambahan nilai pada sifat yang dirancang dalam program pengembangbiakan dari satu generasi ke generasi berikutnya (Soekotjo 2009). Pada Tabel 11 disajikan data estimasi perolehan genetik dari masing-masing microsite, dimana perolehan genetik dan pendugaan respon untuk variabel daya sintas pada microsite 2 tidak dihitung karena tidak ada


(38)

nilai repeatability-nya. Ketika dilakukan seleksi berdasarkan variabel diameter, respon yang dihasilkan terhadap tinggi berkisar 16,88–20,06%. Sedangkan apabila dilakukan seleksi berdasarkan kriteria variabel tinggi, nilai respon terhadap diameter berkisar 19,52–28,36%. Mempertimbangkan besarnya nilai korelasi antara diameter dengan tinggi (Tabel 8) dan besarnya nilai respon tinggi terhadap diameter, maka dapat direkomendasikan untuk melakukan seleksi menggunakan variabel tinggi. Tingginya nilai korelasi genetik ini menurut Siswamartana dan Wibowo (2005) bahwa korelasi genetik mengindikasikan klon terbaik yang terpilih berdasarkan tinggi akan secara langsung mempengaruhi diameter. Selain itu, respon tinggi terhadap daya sintas menunjukkan respon yang positif.

Tabel 11 Estimasi perolehan genetik dan pendugaan respon (%) Kriteria

Seleksi

Microsite 1 Microsite 2

D T DS D T DS

D 0,31 (16,03) 0,37 (19,27) 0,13 (6,76) 0,21 (11,13) 0,32 (16,88) - T 28,23 (23,43) 26,17 (21,71) 6,00 (4,98) 23,53 (19,52) 20,08 (16,66) - DS 2,28 (2,40) 1,38 (1,45) 5,94 (6,25) 1,90 (2,00) 1,21 (1,27) -

Microsite 3 Microsite 3

D 0,35 (18,25) 0,38 (20,06) 0,07 (3,44) 0,30 (15,60) 0,33 (17,20) 0,08 (4,29) T 30,12 (24,99) 28,36 (23,54) 3,05 (2,53) 27,85 (23,11) 20,85 (17,30) 3,81 (3,16) DS 2,43 (2,56) 1,44 (1,51) 1,53 (1,61) 2,25 (2,36) 1,23 (1,30) 2,39 (2,52) Nilai pendugaan respon ditulis di dalam tanda kurung

4.4.Serangan Hama

Dewasa ini, telah berkembang teknik silvikultur intensif. Teknik silvikultur internsif ini memadukan tiga elemen utama silvikultur, yaitu (i) spesies target yang telah dimuliakan, (ii) manipulasi lingkungan, dan (iii) pengendalian hama terpadu (Soekotjo 2009).

Di lapangan percobaan, sering dijumpai adanya gejala dan tanda serangan hama (gambar disajikan pada Lampiran 9). Hal ini menurut Sumantoro (2005) disebabkan oleh sifat ketahanan terhadap gangguan hama dan penyakit tidak dimiliki secara mutlak oleh suatu organisme, karena vitalitasnya suatu saat akan menurun oleh banyak faktor. Kehidupan hama dan penyakit ini akan sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan. Apabila keseimbangan faktor lingkugan dapat dipertahankan secara ideal, maka interaksi antara faktor-faktor tersebut menghasilkan ekosistem yang tidak terganggu, maka gangguan hama dan penyakit dapat ditekan secara minimum.


(39)

Gejala dan tanda serangan hama kemudian dibandingkan dengan tulisan Sumantoro (2005) yang mengacu pada buku Bosbeschadeging en Bosbescherming

in Indonesie karya Prof. Dr. H. A. J. M. Beekman 1947. Pada sebagian besar

tanaman, ditemukan gejala serangan pada daun yang menyebabkan hilangnya daging daun dan tulang daun. Gejala serangan ini bisa disebabkan oleh ulat

Hyblaea puera, ulat Pyrausta machaeralis, dan Valanga nigricornis (belalang

hutan). Pada beberapa tanaman juga ditemukan serangan hama rayap (ordo Isoptera), penggerek batang atau oleng-oleng (Duomitur ceramicus), dan kutu putih atau kutu sisik (family Coccidae, ordo Homoptera). Sebagian besar tanaman (2.399 individu) terserang hama dengan tingkat serangan lemah. Jumlah tanaman yang terserang dengan tingkat sedang juga cukup banyak (238 individu) dan tanaman yang terserang dengan tingkat kuat cukup rendah (12 individu).

Gambar 7 Jumlah individu klon yang terserang hama Tabel 12 Analisis ragam serangan hama pada umur 6 bulan

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F

Ms 3 6,01 2,00 20,79 <,0001

Clone 41 6,04 0,15 1,53 0,0174

Ms*clone 123 13,16 0,11 1,11 0,1971

Error 2476 238,70 0,09

Pada Tabel 12, disajikan bahwa tingkat serangan hama pada sumber keragaman microsite sangat nyata. Pada Tabel 13 disajikan bahwa pada sumber keragaman microsite, microsite 4 mendapatkan tingkat serangan hama yang paling rendah dan microsite 1 mendapatkan tingkat serangan hama yang paling tinggi.

2.399

238

12 0

500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000

1 2 3

Jum

la

h

Indi

v

idu

(n

)


(40)

Tabel 13 Tingkat serangan hama pada setiap microsite

Microsite Mean

4 1,03C

2 1,09B

3 1,13A

1 1,56A


(41)

V.

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian uji klon Jati Unggul Nusantara (JUN) umur 6 bulan setelah tanam, dapat disimpulkan bahwa:

1. Dari 4 microsite yang diteliti, nilai repeatability diameter ( 0,62) dan tinggi ( 0,80) dapat dinyatakan cukup tinggi. Klon menunjukkan pertumbuhan terbaik pada microsite 2 (jarak tanam 3 x 4 m dan pupuk dasar 5 kg) dengan rata-rata diameter 2,13 cm dan tinggi 130,00 cm. Pada proporsi seleksi 61%, variabel tinggi diprediksi menghasilkan respon perolehan genetik terhadap diameter berkisar 19,52–28,36%.

2. Korelasi fenotipik dan genetik antar variabel diameter, tinggi dan daya sintas menunjukkan korelasi positif. Korelasi antara variabel diameter dengan tinggi cukup kuat yakni untuk korelasi fenotipik sebesar 0,754 dan korelasi genetik 0.942. Jika dibandingkan dengan kontrol, rata-rata klon lebih tinggi 34% dan pada rata-rata klon terbaik (kode klon 19) lebih tinggi 58%. Sedangkan pada variabel tinggi, rata-rata klon lebih besar 111% daripada kontrol dan pada klon terbaik (kode klon 24) lebih besar 169%. Klon dengan kode 19, 24, 9, 23 dan 11 merupakan klon yang terbaik dari segi diameter dan tinggi.

5.2.Saran

Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk :

1. memberikan perlakuan yang sama terhadap setiap microsite, agar faktor-faktor lain yang tidak diharapkan tidak akan mempengaruhi hasil pengukuran; 2. melanjutkan pengamatan morfologi daun sesuai dengan metode pengamatan

pada Panduan Pengujian Individual Kebaruan, Keunikan, Keseragaman, dan Kestabilan untuk Jati. Pada panduan ini diadakan tiga tahapan atau fase pengambilan data yakni pada tahap sebelum tanam, pertumbuhan awal, dan pertumbuhan lanjut;


(42)

DAFTAR PUSTAKA

Bio Teak. 2011. Potensi Pasar. http://jatibioteak.com [23 Agustus 2011].

Callister AN, Collins SL. 2008. Genetic parameter estimaters in a clonally replicated progeny test of teak (Tectona grandis Linn. f.). J Tree Genetics &

Genomes 4:237-245.

Carvalho CGP, Cruz CD. 2003. Repeatability of traits evaluated in a split-plot or factorial experiment. J Crop Breeding and Applied Biotechnology (3): 1-10. Curnel Y, Jacques D, Nanson A. 2001. First multisite clonal test of wild cherry

(Prunus avium L.) in Belgium. Silvae Genetica 52(2): 45-52.

Departemen Pertanian Republik Indonesia. 2006. Panduan Pengujian Individual Kebaruan, Keunikan, Keseragaman dan Kestabilan (nomor:PVT/PPI/7/I). http://www.promedia.com [20 Agustus 2011].

[Dephut] Departemen Kehutanan. 2002. Informasi Singkat Benih Tectona grandis

Linn. f. http://www.dephut.go.id [20 Agustus 2011].

Evan J, Turnbull JW. 2004. Plantation Forestry in the Tropics. United Kingdom: Oxford University Press.

Falconer RE. 1981. Introduction to Quantitative Genetics. London: Longman. Finkeldey R. 2005. Pengantar Genetika Hutan Tropis. Djamhuri E, Siregar IZ,

Siregar UJ, Kertadikara AW, penerjemah. Gottingen: Institute of Forest Genetics and Forest Tree Breeding. Terjemahan dari: An Introduction to Tropical Forest Genetic.

Irwanto. 2006. Penyebab dan Bentuk Keragaman/Variasi.

http://www.irwantoshut.com [6 Maret 2010].

Leksono B. 1994. Variasi Genetik Produksi Getah Pinus merkusii Jungh et.de Vriese [tesis]. Jogjakarta: Fakultas Kehutanan UGM.

Mahfuz, Na’iem M, Sumardi, Hardiyanto EB. 2010. Variasi pertumbuhan pada uji keturunan merbau (Intsia bijuga O.Ktze) di Sobang, Banten. J Pemuliaan

Tanaman Hutan 4(3):157-165.

Midgley S, Blyth M, Mounlamai K, Midgley D, Brown D. 2007. Towards Improving Progitability of Teak in Integrated Smallholder Farming System in

Nortern Laos. Canberra: Goanna Print Pty Ltd.

Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.72/Menhut-II/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor


(43)

P.01/Menhut-II/2009 tentang Penyelenggaraan Perbenihan Tanaman Hutan. http://www.dephut.go.id [3 Januari 2012].

Perum Perhutani. 2011. Pusat jati: Penelitian. http://www.perumperhutani.com [20 Agustus 2011].

PT Setyamitra Bhaktipersada. 2011a. Jati Unggul Nusantara (JUN) [leaflet]. PT Setyamitra Bhaktipersada. 2011b. Jati Unggul Nusantara (JUN).

http://jatijun.com [23 Agustus 2011].

Sas Institute Inc. 2004. SAS/STAT® 9.1.3 Help and Documentation. USA: Sas Institute Inc.

Siregar CA. 2002. Penerapan Sistem Tebang dan Arang (Spash and Char) Alternatif Sistem Perladangan Berpindah. Bogor: CIFOR.

Siswamartana S, Wibowo A. 2005. Konservasi genetik jati. Di dalam: Siswamartana S, Rosalina U, Wibowo A, editor. Seperempat Abad Pemuliaan

Jati Perum Perhutani. Pusat Pengembangan Sumber Daya Hutan Perum

Perhutani. hlm 69-78.

Soekotjo. 2009. Teknik Silvikultur Intensif (SILIN). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Soeroso H, Soetardjo DP. 2009. Ekonomi Kerakyatan dalam Praktek: Usahatani

Jati Unggul Pola Bagi Hasil. Jakarta: Unit Bagi Hasil Koperasi Perumahan

Wanabakti Nusantara (UBH-KPWN).

Sofyan A, Na’iem M, Indrioko S. 2011. Uji Klon Jati (Tectona Grandis L.f) Umur 3 Tahun. http://gaustry.blogspot.com [29 November 2011].

Sumantoro. 2005. Hama dan penyakit tanaman jati. Di dalam: Siswamartana S, Rosalina U, Wibowo A, editor. Seperempat Abad Pemuliaan Jati Perum

Perhutani. Pusat Pengembangan Sumber Daya Hutan Perum Perhutani. hlm

29-42.

Sumarna. 2003. Budidaya Jati. Jakarta: Penebar Swadaya.

Sumarni G, Muslich M, Yuniarti K. 2009. Karakteristik Jati Lokal dan Jati Cepat Tumbuh. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. http://library.forda-mof.org [23 Agustus 2011].

Sutjiati L, Dedi. 2005. Kultur jaringan. Di dalam: Siswamartana S, Rosalina U, Wibowo A, editor. Seperempat Abad Pemuliaan Jati Perum Perhutani. Pusat Pengembangan Sumber Daya Hutan Perum Perhutani. hlm 97-104.


(44)

Undang-Undang Republik Indonesia No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman. http:// bk.menlh.go.id [13 Desember 2011].

White TL, Adam WT, Neale DB. 2009. Forest Genetics. Washington DC: CABI. Wibowo. 2005. Uji keturunan jati. Di dalam: Siswamartana S, Rosalina U,

Wibowo A, editor. Seperempat Abad Pemuliaan Jati Perum Perhutani. Pusat Pengembangan Sumber Daya Hutan Perum Perhutani. hlm 29-42.

Williams ER, Matheson AC, Harwood CE. 2002. Experimental Design and

Analysis for Tree Improvement Second Edition. Australia: CSIRO Publishing.

Yu Q, Pulkkinen P. 2003. Genotype-environment interaction and stability in growth of aspen hybrid clones. Forest Ecology and Management 173:25-35. Zhang SY, Yu Q, Chauret G, Koubaa A. 2003. Selection for both growth and

wood properties in hybrid poplar clones. J Forest Science 49(6):1-8.

Zobel B, Talbert J. 1984. Aplied Forest Tree Improvement. USA: John Wiley & Sons Inc.


(45)

(46)


(47)

(48)

(49)

(50)

(51)

Lampiran 2 Nilai kuadrat harapan umur 6 bulan

Source Type III Expected Mean Square

Diameter

Microsite Var(Error) + 15,20 Var(site*clone) + 638,49(site)

Klon Var(Error) + 15,24 Var(site*clone) + 60,95 Var(clone)

Microsite*klon Var(Error) + 15,31 Var(site*clone)

Tinggi

Microsite Var(Error) + 15,18 Var(microsite*klon) + 639,14(microsite)

Klon Var(Error) + 15,22 Var(microsite*klon) + 60,87 Var(klon)

Microsite*klon Var(Error) + 15,29 Var(microsite*klon)

Daya Sintas

Microsite Var(Error) + 3,91 Var(microsite*klon) + 164,11(microsite)

Klon Var(Error) + 3,91 Var(microsite*klon) + 15,66 Var(klon)


(52)

Lampiran 3 Analisis ragam per microsite pada umur 6 bulan

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Type III Expected Mean Square I

J K

Ms1 Diameter 0,6600±0.0532

Model 41 57,55 1,4037 2,94 <,0001 Var(Error) + 14,61 Var(klon)

Error 572 272,99 0,4773

Corrected Total 613 330,54

Tinggi 0,7092±0,0485

Model 41 404806,53 9873,3 3,44 <,0001 Var(Error) + 14,57 Var(klon)

Error 570 1636773,14 2871,5

Corrected Total 611 2041579,67

Daya Sintas 0,7305±0,0556

Model 41 2,12 0,0517 0,72 0,8885 Var(Error) + 3,78 Var(klon)

Error 117 8,45 0,0722

Corrected Total 158 10,57

Ms 2 Diameter 0,4584±0,0610

Model 41 44,67 1,0895 1,85 0,0013 Var(Error) + 15,47 Var(klon)

Error 608 358,79 0,5901

Corrected Total 649 403,46

Tinggi 0,5443±0,0599

Model 41 358947,37 8754,8 2,19 <,0001 Var(Error) + 15,54 Var(klon)

Error 611 2437812,01 3989,9

Corrected Total 652 2796759,38

Daya Sintas -

Model 41 1,28 0,0312 0,78 0,8194 Var(Error) + 3,95 Var(klon)

Error 124 4,97 0,0401

Corrected Total 165 6,25

Ms 3 Diameter 0,7512±0,0446


(53)

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Type III Expected Mean Square I

J K

Error 624 292,97 0,4695

Corrected Total 665 370,34

Tinggi 0,7688±0,0413

Model 41 396343,33 9666,9 4,32 <,0001 Var(Error) + 15,85 Var(klon)

Error 624 1394725,10 2235,1

Corrected Total 665 1791068,44

Daya Sintas

Model 41 0,52 0,0126 1,22 0,2001 Var(Error) + 3,99 Var(klon) 0,1815±0,0807

Error 126 1,30 0,0103

Corrected Total 167 1,81

Ms 4 Diameter 0,6422±0,0544

Model 41 23,12 0,5639 2,79 <,0001 Var(Error) + 15,45 Var(klon)

Error 607 122,48 0,2018

Corrected Total 648 145,60

Tinggi 0,5650±0,0589

Model 41 337633,12 8235 2,3 <,0001 Var(Error) + 15,43 Var(klon)

Error 606 2170930,45 3582,4

Corrected Total 647 2508563,57

Daya Sintas 0,2832±0,0702

Model 41 5,49 0,1338 1,4 0,0832 Var(Error) + 3,99 Var(klon)

Error 126 12,08 0,0959

Corrected Total 167 17,57

Keterangan: Ms = microsite


(54)

Lampiran 4 Hasil uji Duncan pada umur 6 bulan

Diameter Tinggi Daya Sintas

Mean N clo Mean N clo Mean N Clo

2,26 a 64 19 154,66 a 64 24 99,99 a 15 33 2,23 ab 64 24 151,56 ab 64 9 99,99 a 16 38 2,21 abc 56 8 143,45 abc 63 2 99,99 a 16 36 2,18 abcd 64 9 141,72 abcd 62 11 99,99 a 16 22 2,17 abcd 61 31 138,86 abcde 59 33 99,99 a 14 8 2,16 abcd 64 38 138,25 abcdef 63 23 99,94 ab 16 15 2,12 abcde 64 25 136,60 abcdefg 62 35 99,94 ab 16 13 2,10 abcdef 64 22 135,62 abcdefgh 64 29 99,94 ab 16 25 2,10 abcdef 61 20 133,87 abcdefghi 62 12 99,94 ab 16 29 2,09 abcdefg 64 34 131,96 abcdefghij 64 19 99,94 ab 16 2 2,08 abcdefg 63 23 130,40 bcdefghij 56 8 99,94 ab 16 17 2,06 abcdefgh 60 18 130,17 bcdefghij 64 7 99,94 ab 16 24 2,05 abcdefghi 63 27 129,58 bcdefghijk 64 22 99,86 ab 15 14 2,03 abcdefghij 62 11 129,22 bcdefghijkl 60 18 99,81 ab 17 37 1,98 abcdefghijk 64 13 128,65 bcdefghijkl 61 20 99,78 ab 16 19 1,97 bcdefghijk 64 29 127,38 bcdefghijkl 64 36 99,78 ab 16 12 1,96 bcdefghijk 56 28 127,08 bcdefghijkl 64 25 99,78 ab 16 31 1,95 bcdefghijk 59 4 125,78 cdefghijkl 54 30 99,78 ab 16 6 1,94 cdefghijk 62 12 124,45 cdefghijkl 65 34 99,78 ab 16 9 1,94 cdefghijk 64 17 123,13 cdefghijkl 64 13 99,75 ab 15 4 1,90 defghijkl 63 15 121,07 cdefghijkl 61 31 99,75 ab 15 3 1,89 defghijkl 59 33 119,64 cdefghijkl 63 40 99,72 ab 14 1 1,87 efghijkl 63 40 118,50 cdefghijkl 61 10 99,66 ab 16 27 1,87 efghijkl 62 35 117,53 defghijkl 63 32 99,56 ab 14 26 1,87 efghijkl 63 2 114,97 efghijklm 62 3 99,52 ab 16 40 1,85 efghijklm 64 7 113,82 efghijklm 63 15 99,52 ab 16 35 1,84 efghijklm 64 36 113,37 fghijklm 61 41 99,45 ab 15 18 1,84 efghijklm 54 30 111,97 ghijklm 62 6 99,34 ab 16 16 1,83 efghijklm 59 5 111,15 hijklm 59 4 99,34 ab 16 11 1,82 efghijklm 61 10 110,92 hijklm 63 17 99,25 ab 15 28 1,80 ghijklmn 61 41 110,92 hijklm 61 27 99,15 ab 16 23 1,78 hijklmn 60 3 110,74 hijklm 60 14 99,15 ab 16 42 1,76 ijklmn 59 21 110,16 ijklm 60 42 99,15 ab 16 41 1,74 jklmn 63 6 108,53 jklm 59 5 98,67 ab 16 39 1,73 klmn 63 32 108,48 jklm 59 21 98,66 ab 16 20 1,72 klmn 60 14 108,01 jklm 54 26 98,29ab 17 7 1,70 klmn 62 16 106,68 jklm 67 37 97,75 b 16 10 1,70 klmn 60 42 104,76 klm 58 28 97,69 b 17 34 1,64 lmno 67 37 104,07 lm 64 38 97,45 b 15 30 1,57 mno 54 26 92,18 mn 60 39 97,45 b 15 21 1,53 no 60 39 81,81 n 62 16 97,40 b 16 32

1,41 o 55 1 58,38 o 54 1 97,38b 16 5


(1)

K o d e K lo n M ic ro si te D au n m u d a: k e b er ad aa n a n th o cy a n in D au n m u d a: p ew ar n aa n a n th o cy a n in D au n m u d a: i n te n si ta s w ar n a a n th o cy a n in D au n d ew a sa : w ar n a D au n d ew a sa : u k u ra n d a u n D au n d ew a sa : b e n tu k d a u n D au n : u ju n g d a u n D au n : p an g k al d a u n D au n : te p i d a u n D au n : te k st u r p er m u k aa n d au n b ag ia n a ta s D au n : k eb er ad aa n l a p is a n l il in D au n : k et eb al an h el ai a n d a u n D au n : k o n si st en si h el ai a n d a u n D au n : p o la t u la n g d au n D au n d ew a sa : k e se im b an g a n h el ai a n D ew as a: k eb er ad aa n a n th o cy a n in , ji k a d ir em as D es aw a: p er w an aa n a n th o cy a n in ji k a d ir em as 36

1 1 . . 3 42 27 1 1 1 1 3 9 7 3 9 1 9 2

2 9 2 7 3 44 29 1 2 3 1 4 1 5 5 9 1 9 2

3 1 . 7 3 52 36 1 2 1 1 4 9 7 7 9 1 9 2

4 9 1 5 3 47 33 1 2 1 1 2 9 7 7 9 1 9 1

37

1 9 1 7 2 49 34 1 2 2 1 4 1 5 5 9 1 9 1

2 9 2 5 3 46 29,5 1 1 1 1 4 1 7 7 9 1 9 2

3 1 . . 2 40 23,5 1 2 2 1 4 1 7 3 9 1 9 1

4 9 1 7 3 49 31,5 1 2 2 1 4 1 5 7 9 1 9 2

38

1 9 2 7 2 49 33 1 1 1 1 4 1 5 3 9 1 9 1

2 9 2 5 3 56 33 1 2 3 1 3 9 5 7 9 1 9 1

3 1 . . 2 41 22 1 1 1 1 4 9 5 5 9 1 9 2

4 9 1 5 2 45 30 1 2 1 1 3 9 5 5 9 1 9 1

39

1 1 . . 3 59 43 1 1 1 1 4 1 7 7 9 1 9 1

2 9 2 5 2 56 38 1 1 1 1 4 1 7 3 9 1 9 1

3 1 . . 2 45 34 1 1 1 1 4 9 5 5 9 1 9 1

4 9 2 5 2 49 34 1 2 2 1 3 1 7 5 9 1 9 1

40

1 1 . . 2 59 36 1 2 3 1 4 9 5 7 9 1 9 2

2 9 1 5 2 63 47 1 2 2 1 4 9 5 5 9 1 9 1

3 9 1 7 . 66 58 1 1 2 1 4 1 5 5 9 1 9 1

4 9 2 7 3 46 32 1 1 1 1 4 9 7 5 9 1 9 1

41

1 1 . . 2 52 31 1 2 1 1 4 9 5 5 9 1 9 2

2 9 2 7 2 69 45 1 2 2 1 4 9 7 7 9 1 9 2

3 1 . . 3 73 43 1 1 2 1 4 9 7 7 9 1 9 2

4 9 2 7 2 50 32 1 2 2 1 4 1 7 5 9 1 9 2

42

1 1 . . 2 53 30 1 1 1 1 4 9 7 7 9 1 9 1

2 9 2 5 2 48 38,5 1 1 1 1 4 1 5 7 9 1 9 1

3 9 1 7 2 . . 1 1 3 1 4 9 5 3 9 1 9 1

4 9 2 7 2 51 31 1 2 2 1 4 1 7 7 9 1 9 1


(2)

No. Karakter Kelas Notasi 1 Daun muda: keberadaan anthocyanin

(A)

Tidak ada 1

Ada 9

2 Daun muda: pewarnaan anthocyanin

(B)

Keunguan 1

Kecokelatan 2

3 Daun muda: intensitas warna

anthocyanin (C)

Lemah 3

Sedang 5

Kuat 7

4 Daun dewasa: warna (D) Hijau kekuningan 1

Hijau 2

Hijau tua 3

5 Daun dewasa: ukuran daun (E-F) Kecil 3

Sedang 5

Besar 7

6 Daun dewasa: bentuk daun (G) Elips melebar 1

Jorong 2

Obovatus 3

7 Daun: ujung daun (H) Runcing 1

Meruncing 2

Tumpul 3

8 Daun: pangkal daun (I) Runcing 1

Meruncing 2

Tumpul 3

9 Daun: tepi daun (J) Rata 1

Bergelombang 2

Bertoreh 3

10 Daun: tekstur permukaan daun bagian atas (K)

Gundul 1

Licin 2

Kasar 3

Kasap 4

Berbulu 5

11 Daun: keberadaan lapisan lilin (L) Tidak ada 1

Ada 9

12 Daun: ketebalan helaian daun (M) Tipis 3

Sedang 5

Tebal 7

13 Daun: konsistensi helaian daun (N) Horizontal 3 Setengah menggantung 5

Menggantung 7

14 Daun: pola tulang daun (O) Tidak beraturan 1

Beraturan 9

15 Daun dewasa: keseimbangan helaian (P)

Simetris 1

Tidak simetris 2

16 Dewasa: keberadaan anthocyanin,

jika diremas (Q)

Tidak ada 1

Ada 9

17 Desawa: perwanaan anthocyanin jika diremas (R)

Merah 1

Merah kecoklatan 2


(3)

Lampiran 6 Hasil analisis sifat kimia tanah (berdasarkan Hasil Analisis Contoh Tanah Nomor 2056/20011 di Laboratorium Tanah, Balai Penelitian Tanah)

Micor-site

Tekstur pH Bahan Organik

P2O5

(ppm)

K2O

(ppm)

Nilai Tukar Kation Pasir

(%)

Debu

(%)

Liat

(%) H2O KCl

C

(%)

N

(%) C/N

Ca

(cmolc/kg)

Mg

(cmolc/kg)

K

(cmolc/kg)

Na

(cmolc/kg)

Jumlah

(cmolc/kg)

KTK

(cmolc/kg)

KB

(%)

1a 5 23 72 4,2 sm 3,8 sm 1,29r 0,13 r 10 r 2,7 sr 67 st 2.50 r 0,63 r 0,13 r 1,40 st 4,66 16,62 s 28r 1b 5 27 68 4,3 sm 3,9 sm 0,88 sr 0,09 sr 10 r 1,0 sr 53 t 2.59 r 0,52 r 0,10 r 1,48 st 4,69 15,60 sr 30r 2a 4 18 78 4,1 sm 3,9 sm 1,20 r 0,11 r 11 s 1,6 sr 69 st 1.88 sr 0,60 r 0.13 r 1,37 st 3,98 15,99r 25r 2b 4 21 75 4,1 sm 3,9 sm 0,96 sr 0,09 sr 11 s 1,0 sr 31 s 1.16 sr 0,34 sr 0,06 sr 1,01 st 2,57 14,71r 17sr 3a 6 18 76 4,1 sm 3,9 sm 1,46 r 0,13 r 11 s 1,3 sr 53 t 1.69 sr 0,49 r 0,10 r 2,09 st 4,37 18,02s 24r 3b 6 28 66 4,3 sm 3,9 sm 0,90 sr 0,07 sr 13 s 0,6 sr 13 r 1.78 sr 0,52 r 0,02 sr 1,46 st 3,78 14,29r 26r 4a 6 16 78 4,4 sm 3,9 sm 0,84 sr 0,08 sr 11 s 0,6 sr 17 r 2.50 r 0,80 r 0,03 sr 1,70 st 5,03 14,27r 35r 4b 6 14 80 4,3 sm 3,9 sm 1,13 r 0,11 r 10 r 1,0 sr 19 r 2.41 r 0,78 r 0,03 sr 1,51 st 4,73 14,32r 33r sm = sangat masam

sr = sangat rendah r = rendah s = sedang t = tinggi st = sangat tinggi

Lampiran 7 Hasil analisis sifat fisik tanah

Microsite Bulk Density (gr/ cm3) Porosistas (%)

1 0,98 63,0

2 1,03 61,0

3 0,99 62,7


(4)

Lokasi: microsite 4 (jarak tanam: 5 x 2 meter, pupuk dasar: 5 kg)

Lokasi: microsite 4 (jarak tanam: 5 x 2 meter, pupuk dasar: 5 kg)

Lokasi: microsite 2 (jarak tanam: 3 x 4 meter, pupuk dasar: 5 kg)

Lokasi: microsite 2 (jarak tanam: 3 x 4 meter, pupuk dasar: 5 kg)

Lokasi: microsite 1 (jarak tanam: 3 x 4 meter, pupuk dasar: 3 kg)

Lokasi: microsite 1 (jarak tanam: 3 x 4 meter, pupuk dasar: 3 kg)


(5)

Lokasi: microsite 3 (jarak tanam: 5 x 2 meter, pupuk dasar: 3 kg)

Lokasi: microsite 3 (jarak tanam: 5 x 2 meter, pupuk dasar: 3 kg)

Lampiran 9 Gejala dan tanda serangan hama

Ulat dan bekas gigitan ulat pada daun

Ulat dan bekas gigitan ulat pada daun

Kepompong ulat dan bekas gigitan ulat pada daun

Kepompong yang melekat pada batang tanaman

Kutu putih Batang tanaman yang terkena kutu putih dan menjadi sarang

semut

Rayap yang menyerang batang tanaman

Rayap yang menyerang tanaman

Tanaman mati karena terserang ulat penggerek


(6)

Serbuk kayu (dari ulat penggerek) pada permukaan tanah

Lubang pada batang tanaman yang diserang ulat penggerek

Batang tanaman yang diserang ulat penggerek (lubangnya ditutupi dengan plastik oleh

petani, agar tanaman tidak mati)