lainnyamemberikandasar untukmeningkatkankesadaranpentingnya pencegahandanpengendalian infeksi, identifikasi risikosebelum mereka
munculdanmanajemenyang cepatdaririsikoyang terjadi.
2. ICRA Infection Control Risk Assesment
a. Definisi ICRA Infection Control Risk Assesment Menurut Lardo, dkk 2016 bahwa Infection Control Risk
Assessment ICRA merupakan suatu sistem pengontrolan pengendalian infeksi yang terukur dengan melihat kontinuitas dan probabilitas
aplikasi pengendalian infeksi di lapangan berbasiskan hasil yang dapat dipertanggungjawabkan, mencakup penilaian beberapa aspek yang
penting dalam pengendalian infeksi seperti kepatuhan cuci tangan, pencegahan penyebaran infeksi, manajemen kewaspadaan kontak, dan
pengelolaan resistensi antibiotik. ICRA adalah suatu proses berkesinambungan yang memiliki fungsi preventif dalam peningkatan
mutu pelayanan dan keselamatan pasien. Menurut definisi APIC Assosiation for Professionals in
Infection control and Epidemiology, ICRA merupakan suatu perencanaan proses kontrol infeksi, yang menjadi pokok utama dalam
menetapkan dasar program dan pengembangannya, berdasarkan kontinuitas surveilans dan melaksanakan perubahan regulasi jika
terdapat perubahan tantangan di lapangan. Pendekatan manajemen di rumah sakit terkait ICRA ini dilaksanakan berdasarkan metode
mulitidisipliner yaitu dengan melibatkan banyak pihak didalam
pelaksanaannya. Lardo, dkk 2016 menyebutkan tim dalam ICRA yang dibentuk multidisiplin mencakup personil pengendalian infeksi, staf
medis, perawat,dan unsur pimpinan yang memiliki prioritas dalam kebijakan,
mendokumentasikan risiko
dan mengimplementasikannya.Tujuan dari tim ICRA adalah untuk
meminimalkan risiko terhadap HAIs. Lardo, dkk 2016 menjabarkan bahwa ICRA Infection Control
Risk Assessment merupakan kelengkapan penting dalammenyusun perencanaan, pengembangan,pemantauan, evaluasi, dan upaya
membuatpertimbangan dari berbagai tahap dantingkatan risiko infeksi, yakni VAP Ventilator-Associated Pneumonia, IADP Infeksi
AliranDarah Primer,Cathether Urinary Tract Infection CAUTI, dan IDO Infeksi Daerah Operasidi setiap area pelayanan. Aplikasi ICRA
tidak terbatas hanya dalam menghadapikejadian risiko infeksi, namun membuat alatpengendalian infeksi terukur berdasarkanaspek
pencegahan dan penyebaran infeksi yang didukung oleh kebijakan dan manajemen rumah sakit.Menurut The Joint Commission On
Acreditation Of Healthcare Organizations,membuat ICRA merupakan salah satu program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi PPI dari
standar akreditasi rumah sakit. Premier Safety Institute 2015 menyebutkan bahwa ICRA
adalah kegiatan multidisiplin, organisasasi, proses pencatatan setelah mempertimbangkan fasilitas populasi pasien dan memiliki program
seperti 1 berfokus pada pengurangan risiko dari infeksi, 2 Bertindak melalui tahapan perencanaan fasilitas, desain, konstruksi,
renovasi, pemeliharaan fasilitas, dan 3 mengkoordinasi dan meningkatkan pengetahuan tentang infeksi, agen infeksi, peduli
lingkungan, dan memungkinan organisasi untuk terlibat dalam mengantisipasi dampak dari infeksi. Konsep dari ICRA dan
pengembangannya akan membentuk suatu proses berkelanjutan perbaikan pengendalian infeksiLardo, dkk., 2016.
b. Proses Manajemen ICRA Infection Control Risk Assesment Menurut Lardo, dkk 2016 bahwa proses mengelola ICRA
membutuhkan pendekatan yang sistematis. Pendekatan ICRA berbasis perencanaan menentukan risiko infeksi, bertumpu pada surveilans
yang optimal dan berkesinambungan, sehingga konsep ICRA dan pengembangannya akan membentuk suatu proses berkelanjutan
perbaikan pengendalian infeksi. Identifikasi risiko dan transmisi penyakit berdasarkan lokasi geografi, komunitas dan pelayanan
masyarakat, perawatan, pengobatan serta pelayanan, analisis aktivitas surveilans dan data infeksi, dilaksanakan setiap tahun dengan harapan
terjadi perubahan bermakna.Untuk mencapai hal tersebut, dibutuhkan komitmen struktural dan kultural organisasi rumah sakit. Pendekatan
organisasi selain dukungan personil juga pada pelaksanaan tahap- tahap kegiatan.Tahap pertama meliputi:
1 Menggambarkan faktor dan karakteristik yang meningkatkan risiko infeksi;
2 Karakteristik yang menurunkan risiko infeksi; 3 Menentukan adanya risiko infeksi;
4 Melaksanakan pertemuan untuk menentukan langkah dan tindakan
lebih lanjut. Tahapkeduaadalah proses penilaian perencanaan penilaian
risiko, standar, laporan surveilans dan pengetahuan saat ini yang
terkait dengan isu pengendalian infeksi. Tahap ketiga adalah
melaksanakan pertemuan untuk mengukuhkan komitmen dan partisipasi, saat pelaksanaan diskusi, prioritas risiko, dan
merencanakan kontrol infeksi, sedangkan komitmen kultural merupakan suatu proses stimulasi setiap petugas kontrol infeksi untuk
konsisten meningkatkan kinerjanya. Pendekatan kultural ini merupakan proses pemberdayaan berkesinambungan melalui proses
pelatihan dan pendidikan bahkan learning by doing.
B. Penelitian Terdahulu