INFECTION CONTROL RISK ASSESMENT DAN STRATEGI PENURUNAN INFEKSI DAERAH OPERASI DI RUMAH SAKIT

(1)

OLEH:

DR. ELSYE MARIA ROSA, M.KEP (NIK: 173178) NURMALITA SARI (NIM: 20141030098)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN RUMAH SAKIT PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

OLEH:

DR. ELSYE MARIA ROSA, M.KEP (NIK: 173178) NURMALITA SARI (NIM: 20141030098)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN RUMAH SAKIT PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

Ketua Peneliti :

a. Nama Lengkap : Dr. Elsye Maria Rosa, M.Kep

b. NIDN : 0329087001

c. Jabatan Fungsional : Asisten Ahli

d. Program Studi : S-2 Manajemen Rumah Sakit

e. Nomor Hp : 08112699241

f. Alamat surel (e-mail) :elsye@umy.ac.id Anggota (Mahasiswa)

a. Nama Lengkap : Nurmalita sari

b. NIM : 201410300098

c. Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Biaya Penelitian Keseluruhan : Rp.

9.000.000,-Biaya Penelitian

- dana internal MMR : Rp. 9.000.000,-- dana institusi lain :

Yogyakarta, 8 November 2016 Mengetahui

Ketua Prodi MMR Ketua Peneliti

Dr. dr. Arlina Dewi, M.Kes Dr. Elsye Maria Rosa M.Kep

NIK : NIK: 19700829201110173178


(4)

DAFTAR TABEL...vi

DAFTAR LAMPIRAN...vii

DAFTAR SINGKATAN...viii

INTISARI...ix

ABSTRACT...x

BAB I PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang Masalah...1

B. Rumusan masalah...6

C. Tujuan Penelitian...6

1.Tujuan umum...6

2.Tujuan khusus………..7

D. Manfaat Penelitian...7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...9

A. Telaah Pustaka...9

1. Health-care Associated Infections(HAIs)...9

2. ICRA (Infection Control Risk Assesment)...21

B. Penelitian Terdahulu...25

C. Kerangka Teori...31

D. Kerangka Konsep...32

E. Pertanyaan Penelitian...33

BAB III METODE PENELITIAN...34

A. Jenis dan Rancangan Penelitian...34

B. Subjek dan Objek Penelitian...34

C. Responden dan Sampling...34

D. Waktu dan Tempat Penelitian...35

E. Variabel Penelitian...35

F. Definisi Operasional...36

G. Instrumen Penelitian...36

H. Uji Validitas Data...37

I. Analisa data...37

J. Etika Penelitian...41

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN...43

A. Hasil Penelitian...43

B. Pembahasan...85

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...109

A. Simpulan...109

B. Saran...109

DAFTAR PUSTAKA...111


(5)

Gambar 6. Matriks Grading Risiko...26

Gambar 7. Tindakan Berdasarkan Tingkat dan Bands risiko...26

Gambar 8. Kerangka Teori...48

Gambar 9. Kerangka Konsep...49

Gambar 10. Skema struktur organisasi...85

Gambar 11. 6 langkah cuci tangan WHO...94

Gambar 12. 5 moment untuk cuci tangan...94

Gambar 13. Strategi penurunan HAIS...101


(6)

Tabel 1.3 Identifikasi risiko dalam manajemen risiko HAIs...68

Tabel 1.4 Program Infection Control Risk Assessment (ICRA) HAIs...72

Tabel 1.5 Analisa risiko HAIs...74

Tabel 1.6 Prioritas risiko HAIs di RS PKU Muhammadiyah Gamping...77

Tabel 1.7 risiko matrix assessment...78

Tabel 1.8 Evaluasi risiko IDO...79

Tabel 1.9 Tindak lanjut risiko HAIs jenis IDO...82


(7)

Lampiran 6 Analisis Risiko Lampiran 7 tabel analisa risiko

Lampiran 9 Analisa data matrix wawancara


(8)

Depkes Departemen Kesehatan

ICRA Infection Control Risk Assessment

IDO Infeksi Daerah Operasi

ISK Infeksi Saluran Kemih

HAIs Health-Care Associated Infections

Kemenkes Kementerian Kesehatan

PPI Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

PPIRS Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

Rumah Sakit

SIMRS Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit

SPO Standar Prosedur Operasioanal

VAP Ventilator-Associated Pneumonia

WHO World Health Organization


(9)

Elsye Maria Rosa,Nurmalita Sari

Program Studi Manajemen Rumah sakit, Program Pascasarjana, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Infeksi yang terjadi di rumah sakit perlu dianalisis managemen risiko. Salah satu alat untuk mengelola risiko HAIs dengan menggunakan ICRA (Infection Control Risk Assessment).Penelitian ini bertujuannya untuk menganalisis Infection Control Risk Assesment dan strategi penurunan Infeksi Daerah Operasidi RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta. Penelitian ini menggunakakan metode kualitatif dengan desain studi kasus. Penelitian menggunakan informan yaitu yang terlibat dalam pelaksanaan PPI. Pengumpulan data dengan wawancara mendalam dan telaah dokumen.Hasil danproses manajemen risiko, temuan identifikasi risiko (1) penularan penyakit menular, mikroorganisme melalui kontak langsung dan tidak langsung, (2)terjadinya infeksi,(3)lama perawatan, tertundanya kepulangan, kecacatan, (4)petugas kesehatan, pasien, pengunjung dan lingkungan rumah sakit. Penilaian risiko tertinggi yaitu IDO. Strategi penurunan HAIs yaitu pemutusan rantai infeksi, mengidentifikasi bakteri HAIs, penggunaan antibiotik rasional, mengoptimalkan kegiatan surveilans HAIs, pelaksanaan pertemuan rutin dan berkala, pelaporan, kerjasama, evaluasi, sosialisasi dan monitoring serta pencegahannya, penyegaran kembali SPO untuk jenis HAIs. Kesimpulan : Saran : Pihak manajemen RS PKU Muhammadiyah Gamping perlu lebih memperhatikan proses pelaksanaan PPI.

Kata kunci: manajemen risiko, ICRA, strategi, HAIs, pencegahan dan pengendalian infeksi


(10)

Elsye Maria Rosa,Nurmalita Sari

Departement of Hospital Management, Master Program, Muhammadiyah Yogyakarta University.

Problem of infection is need to analyzed management risk. One of the tools to manage risk of HAIs is using ICRA (Infection Control Risk Assessment). Arranged a risk assessment of infection control is important in order to prevent potential incidence of infection that’s not expected.This research analyze the Infection Control Risk Assessment and reduction strategies Health-Care Associated Infections at PKU Muhammadiyah Gamping Hospital Yogyakarta. The Methods The type of research was descriptive qualitative with case study approach. Research using informants who are involved in the implementation of the Preventionand infection control.Collecting data with depth interviews and review documents.Risk management process, the findings of risk identification (1) the transmission of infectious diseases, microorganisms through direct contact and indirect, (2) infection, (3) the duration of treatment, delayed homecoming, disability, (4) health care workers, patients, visitors and hospital environments. The highest risk assessment is surgical site infection. HAIs reduction strategies are breaking the chain of infection, bacterial identification HAIs, rational antibiotic usage, optimizing surveillance HAIs, implementation and periodic regular meetings, reporting, cooperation, evaluation, socialization, monitoring and prevention, the reinvigoration of the SOP for the type of HAIs. Advice for the management of PKU Muhammadiyah Gamping Hospital needs to be more noticed of the implementation process of the preventionand infection control. Key words: Management risk, ICRA, Strategy, HAIs, Preventionand infectioncontrol


(11)

merupakan komponen yang sangat penting dalam upaya peningkatan status kesehatan bagi masyarakat.Rumah sakit merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan yang paripurna kepada masyarakat sebagai tujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Menurut Peraturan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia No. 659 tahun 2009 tentang rumah sakit bahwa rumah sakit adalah fasilitas pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

HAIs (Hospital-Acquired Infections)ini dikenal sebagai Infeksi Nosokomial atau disebut juga sebagai infeksi di rumah sakit yang merupakan komplikasi paling sering terjadi di pelayanan kesehatan. Infeksi merupakan efek yang paling sering didapatkan dari rumah sakit yang mempengaruhi sekitar 5 sampai 10% dari pasien rawat inap di Negara maju, dan menjadi beban besar di negara-negara yang berlatarbelakang rendah (Kadi dan Salati, 2012).Dampak yang diakibatkan infeksi nosokomial (HAIs) sangat banyak diantaranya dapat menimbulkan risiko terpapar infeksi yang tidak hanya dialami oleh pasien tetapi juga untuk petugas kesehatan, keluarga, dan pengunjung (Darmadi, 2008). Menurut Weston (2013) bahwa HAIs juga berdampak pada pasien dan keluarga akan kehilangan pendapatan, bahaya,


(12)

cacat atau kematian, peningkatan lama perawatan, pengeluaran tambahan bagi rumah sakit dan dapat menurunkan citra rumah sakit.

Menurut hasil survei WHO dalam penelitian Novelni (2011) bahwa di 55 rumah sakit di bahwa di 55 rumah sakit di 14 negara di 4 kawasan (Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik Barat) menunjukkan rata-rata 8,7 % dari pasien rumah sakit mengalami infeksi nosokomial serta lebih dari1,4juta orang diseluruh dunia menderita komplikasi infeksi tersebut yang diperoleh dari rumah sakit. National Health and Medical Research Council (2010) menyebutkan bahwa terdapat sekitar 200.000 HAIs di Australia yang didapatkan dari fasilitas kesehatan perawatan akut dalam tiap tahun. Menurut WHO, di negara maju (Amerika dan Eropa), sekitar 5–10% dari pasien yang menjalani perawatan karena penyakit akut terkena infeksi yang tidak muncul atau inkubasi pada saat masuk rumah sakit, angka tersebut bisa menjadi dua kali lipat di negara berkembang seperti Indonesia (Aisyah& Satyabakti, 2013).

Dalam Aisyah& Satyabakti (2013) disebutkan bahwa di Indonesia, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di 11 rumah sakit di DKI Jakarta pada tahun 2004 bahwa terdapat 9,8 persen pasien rawat inap mendapatkan infeksi selama menjalani perawatan. Penelitian Daniati (2009, dalam Aisyah & Satyabakti 2013) bahwa hasil data HAIs di RSUD Kota Semarang tahun 2009 adalah phlebitis 131 kejadian, infeksi daerah operasi 38 kejadian, Infeksi Saluran Kemih (ISK) sebanyak 23 kejadian, sepsis 22 kejadian, pneumonia 7 kejadian dan dekubitus 6 kejadian. Laporanhasil komite PPIRS


(13)

data infeksi flebitis adalah 8,7 per mil, tidak ada kejadian infeksi yang disebabkan oleh pemasangan vena sentral, VAP 0‰, dan data IDO 3,74 % yang masih tidak diketahui.

Departemen kesehatan RI tahun 2009 mencanangkan bahwa jumlah kasus HAIs menjadi salah satu tolak ukur akreditasi rumah sakit di indonesia (Aisyah, dkk., 2013). Kemudian angka kejadian infeksi nosokomial juga dijadikan indikator mutu pelayanan rumah sakit.Mutu asuhan pelayanan rumah sakit dapat dikaji dengan tingkat pemanfaatan sarana pelayanan oleh masyarakat, mutu pelayanan dan tingkat efisiensi rumah sakit (Muninjaya, 2004). Salah satu indikator keberhasilan dalam pelayanan rumah sakit yaitu rendahnya angka infeksi nosokomial (HAIs) di rumah sakit. Standar baku dalam sistem akreditasi rumah sakit versi tahun 2012 menekankan pada keamanan dan keselamatan pasien serta terhindar dari infeksi selama dirawat dirumah sakit.

Berdasarkan kebijakan Depkes (2007) bahwa dalam kebijakan rumah sakit menyatakan semuarumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya harus melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI).Banyaknya muncul penyakit yang disebabkan oleh infeksi akhir-akhir ini menjadikan perlunya peranan dalam pencegahan dan pengendalian infeksi tersebut.Para pasien dan pekerja layanan kesehatan memiliki kemungkinan besar sebagai sumber penyebaran infeksi dan juga yang paling umum menjadi penderita yang rentan. Pengunjung dan pekerja laindi layanan kesehatan kemungkinan


(14)

juga dapat beresiko menularkan infeksi (National Health and Medical Research Council, 2010).Peranan komite PPI (Pencegahan dan Pengendalian Infeksi) sangat penting dan sebaiknya dapat merespon dengan cepat untuk penanggulangan infeksi di rumah sakit, sehingga dapat mencegah kerugian lain yang disebabkan oleh infeksi tersebut.

Pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit merupakan program yang perlu di dukung oleh rumah sakit. Dalam mengidentifikasi masalah infeksi perlu dianalisis managemen risiko berkaitan dengan infeksi di rumah sakit terlebih dahulu. Manajemen risikoadalah dasar untukmencegah dan mengurangibahayayang timbuldari Health-care Associated Infections (National Health and Medical Research Council, 2010). Menurut Clough and Sears (1994 dikutip dalam ISO 3001 tahun 2009), Manajemen risiko didefinisikan sebagai suatu pendekatan yang komprehensif untuk menangani semua kejadian yang menimbulkan kerugian. Perlunya managemen risiko dalam rumah sakit adalah sebagai antisipasi kejadian buruk yang dapat terjadi sewaktu-waktu. Berdasarkan Kemenkes (2011) dalam standar akreditasi rumah sakit PPI 10.6 bahwa proses pencegahan dan pengendalian infeksi dirancang untuk menurunkan risiko infeksi bagi pasien, staf, dan lainnya. Rumah sakit harus bertindak proaktif dalam mengidentifikasi dan mengikuti alur dari risiko, angka, dan kecenderungan infeksi di rumah sakit.

Hospital National Patient Safety Goals berdasarkan Joint Commussion International (2015) bahwa pencapaian keselamatan pasien adalah menurunkan risiko HAIs. Salah satu alat untuk mengelola risiko infeksi


(15)

Assessment). Menurut The Joint Commission On Acreditation Of Healthcare Organizations, membuat ICRA merupakan salah satu program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) dari standar akreditasi rumah sakit. Menyusun penilaian risiko kontrol infeksi di rumah sakit di nilai penting sebagai upaya untuk mencegah potensi kejadian infeksi yang tidak diharapkan.

Menurut definisi APIC (Assosiation for Professionals in Infection control and Epidemiology), ICRA merupakan suatu perencanaan proses kontrol infeksi, yang menjadi pokok utama dalam menetapkan dasar program dan pengembangannya, berdasarkan kontinuitas surveilans dan melaksanakan perubahan regulasi jika terdapat perubahan tantangan di lapangan. Lardo, dkk (2016) menjabarkan bahwa ICRA (Infection Control Risk Assessment) merupakan kelengkapan penting dalammenyusun perencanaan, pengembangan,pemantauan, evaluasi, dan upaya membuatpertimbangan dari berbagai tahap dantingkatan risiko infeksi, yakni VAP (Ventilator-Associated Pneumonia, IADP (Infeksi AliranDarah Primer),Cathether Urinary Tract Infection (CAUTI), dan IDO (Infeksi Daerah Operasi)di setiap area pelayanan. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 27 Januari 2016, hasil wawancara dengan kepala tim Pengendalian dan Pencegahan Infeksi (PPI) di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta menyebutkan bahwa program kerja dalam tim Pengendalian dan Pencegahan Infeksi (PPI) di rumah sakit belum sepenuhnya berjalan dengan baik, dikarenakan tim ini baru saja di bentuk. IPCLN pun baru dibentuk dan


(16)

diberikan pelatihan, oleh karena itu mereka masih ada yang belum mengerti terkait surveilas HAIs

Manajemen risiko dirasakan perlu karena menimbang risiko HAIs yang mengancam dan apabila tidak ada pengendalian angka HAIs, maka akan semakin meningkat. Manajemen risiko infeksi pun baru akan dilaksanakan dengan cara membuat ICRA (Infection Control Risk Assesment) tahun 2015 sebagai program kerja di tahun 2016. Program ICRA pun dinilai penting sebagai acuan untuk tindak lanjut dari pencegahan dan pengendalian risiko infeksi yang akan datang

Berdasarkan latarbelakang diatas peneliti tertarik untuk meneliti dan menganalisis manajemen risiko berbasis ICRA lebih lanjut sebagai upaya untuk penurunan risiko infeksi di rumah sakit tersebut.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan penjabaran dari latarbelakang yang telah dijabarkan diatas, maka hasil perumusan masalah adalah bagaimana analisis Infection Control Risk Assesment dan strategi penurunan Infeksi Derah Operasi di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta”?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis Infection Control Risk Assesment dan strategi penurunan Infeksi Daerah Operasi di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta dalam pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi.


(17)

a. Mengetahui identifikasi dan penilaian kontrol risiko infeksi dalam pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Gamping Yogyakarta.

b. Mengetahui evaluasi penilaian risiko dan insiden Infeksi Daerah operasi dalam menyusun perencanaan program kerja pencegahan dan pengendalian infeksi di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta.

c. Mengetahui tindak lanjut manajemen risiko dalam strategi penurunan Infeksi daerah Operasi di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis

Bagi keilmuan, sebagai sumber wawasan tentang pengetahuan terkait manajemen risiko infeksi dan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) di rumah sakit serta sebagai dasar penelitian selanjutannya.

b. Manfaat praktis

Sebagai sumber informasi bagi rumah sakit berkaitan dengan pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) terhadap risiko terjadinya infeksi Daerah Operasi.

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan bagi masyarakat.Diharapkan pula, dapat digunakan sebagai dasar dalam menyusun kegiatan mendatang dan perencanaan strategis penurunan infeksi di rumah sakit.Selain itu, dapat mendukung rumah


(18)

sakit dalam menyukseskan program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) di rumah sakit serta sebagai landasan dalam akreditasi rumah sakit.


(19)

a. DefinisiHealth-care Associated Infections(HAIs)

HAIs ini dikenal sebagaiInfeksiNosokomial atau disebut juga sebagai infeksi di rumah sakit yang merupakan komplikasi paling sering terjadi di pelayanan kesehatan.Infeksi nosokomial adalah Infeksi yang didapatkan atau ditimbulkan pada waktu pasien di rumah sakit (Badi A, M., 2007 dalam Nursalam, 2011).HAIs merupakan infeksi yang didapat pasien selama menjalani prosedur perawatan dan tindakan medis di pelayanan kesehatan setelah ≥ 48 jam dan ≤ 30 hari setelah keluar dari fasilitas pelayanan kesehatan (WHO, 2011).

Menurut Potter & Perry (2010), menyebutkan bahwa infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan/ HAIs (infeksi nosokomial) biasanya disebut dengan infeksi yang didapatkan dari pelayanan kesehatan atau nosokomial, ialah infeksi yang dihasilkan dari penyampaian pelayan pada suatu sarana pelayanan kesehatan. Infeksi dapat terjadi sebagai hasil prosedur yang invasif, pemakaian antibiotik, adanay organisme yang resisten dengan berbagai obat, dan adanya pelanggaran dalam kegiatan pencegahan dan kontrol infeksi.

Infeksi iatrogenik adalah jenis HAIs yang berasal dari suatu prosedur diagnostik atau teraupetik.HAIs dapat bersifat eksogen atau


(20)

endogen.Organisme eksogen merupakan jenis organisme yang berada diluar klien, contohnya infeksi pascaoperasi.Sedangkan organisme endogen merupakan bagian dari flora normal atau organism virulen yang menyebabkan infeksi. Infeksi endogen dapat timbul ketika bagian dari flora klien menjadi berubah dan terus bertumbuh secara berlebih, contoh penggunaan antibiotic sehingga menyebabkan terkena infeksi C.difficile (Potter & Perry, 2010).

National Health and Medical Research Council (2010) menyebutkan bahwa terdapat sekitar 200.000 HAIs di Australia yang didapatkan dari fasilitas kesehatan perawatan akut dalam tiap tahun. Hal ini menjadikan HAIs sebagai komplikasi yang paling umum mempengaruhi pasien di rumah sakit.Disebutkan juga bahwa pengaruh dari masalah HAIs tersebut tidak hanya mempengaruhi pasien saja melainkan juga pekerja di rumah sakit seperti pengaturan kesehatan di bagian apa pun, termasuk praktik berbasis kantor (misalnyaklinik praktek umum, klinik gigi)dan fasilitas perawatan jangka panjang.

Department of Health and Human Services (2013), HAIs adalah infeksi yang pasien dapatkan ketika menerima pengobatan untuk kondisi medis ataupun bedah. Menurut Centers for Disease Control and Prevention (2010), HAIs merupakan salah satu dari sepuluh penyebab utama kematian di Amerika Serikat dan juga merupakan salah satu penyebab utama kematian dan peningkatan morbiditas antara pasien yang mendapatkan perawatan di rumah sakit di seluruh


(21)

bakteri, jamur, dan virus. Namun, mereka sebagian besar dapat dicegah.

b. Transmisi Infeksi di Pelayanan Kesehatan

Infeksiyang didapatkan dari rumah sakit(hospital aquired infections)ini dapat berasal dari dalam tubuh penderitamaupun luar tubuh. Infeksi endogen disebabkan oleh mikroorganismeyang semula memang sudah ada di dalam tubuh dan berpindah ke tempat baru yang disebut dengan self infection atau auto infection, sedangkaninfeksi eksogen (cross infection) disebabkan oleh mikroorganisme yangberasal dari rumah sakit dan dari satu pasien ke pasien lainnya.Penyebaran dan penularan infeksi di rumah sakit (Darmadi, 2008).

Cruickshank M & Ferguson J (eds) (2008) menyebutkan bahwa infeksi membutuhkan tiga elemen utama yaitu sumber agen infeksi, mekanisme penularan infeksi, dan pejamu.

Menurut Darmadi (2008), mekanisme penyebaran infeksi (mode of transmission) yaitu melalui penularan langsung dan tidak langsung. Berikut penjabarannya :

1) Penularan langsung

Melalui droplet nuclei yang yang berasal dari petugas, keluarga atau pengunjung, melalui darah saat transfusi darah, dan penderita lainnya.


(22)

a) Vehicle-borne, yaitu penyebaran atau penularan mikroba melalui benda-benda mati, misalnya peralatan medis, bahan-bahan atau material medis, peralatan makan dan minum penderita, tindakan-tindakan invasif (pemasangan kateter, infus, dan lain-lain), tindakan pembedahan (bedah minor, pembedahan di kamar bedah), proses dan tindakan obstetri/ginekologi, dan sebagainya.

b) Vector borne, penyebaran atau penularan dengan perantara vektor seperti lalat. Contohnya yaitu pada kasus-kasus yang rentan dihinggapi lalat (luka bakar, jaringan nekrotik, luka terbuka, gangren, dan sebagainya).

c) Food borne, penyebaran atau penularan melalui makanan dan minuman yang disajikan.

d) Water borne, kemungkinan terjadipenyebaran atau penularan melalui air.

e) Air borne, penyebaran/penularan yang terjadi melalui udara. Peluang terjadi infeksi silang melalui udara ini kejadian cukup tinggi karena terdapat ruangan/bangsal yang tertutup, ventilasi udara yang kurang baik, dan pencahayaan yang kurang. Hal ini dapat menjadi lebih buruk dikarenakan jumlah pasien yang banyak.

Agen infeksius juga disebut dengan patogen merupakan agen biologis yang dapat menyebabkan penyakit atau yang


(23)

menyebar di pengaturan kesehatan.Para pasien dan pekerja layanan kesehatan memiliki kemungkinan besar sebagai sumber penyebaran infeksi dan juga yang paling umum menjadi penderita yang rentan. Pengunjung dan pekerja lain di layanan kesehatan kemungkinan juga dapat beresiko menularkan infeksi (National Health and Medical Research Council, 2010).

c. Proses Terjadinya Health-care Associated Infections (HAIs)

Darmadi (2008) menyebutkan faktor-faktor yang memiliki peluang untuk terjadinya infeksi nosokomial (HAIs) tersebut yaitu :

1) Faktor-faktor yang terdapat dari diri penderita (instrinsic factors) seperti umur, jenis kelamin, kondisi umum penderita, risiko terapi atau terdapat penyakit lain yang menyertai penyakit dasar pasien dan juga komplikasinya.

2) Faktor keperawatan, hal ini berkaitan dengan lamanya pasien dirawat di rumah sakit (length of stay), menurunnya standar keperawatan atau asuhan keperawatan yang diberikan, dan ruangan rawat inap yang padat.

3) Faktor mikroba patogen, seperti tingkat kemampuan invasi dan merusak jaringan, lamanya pemaparan (length or exposure) antara sumber penularan (reservoir) dengan penderita.


(24)

Health-care Associated Infections(HAIs) memiliki beberapa dampak yang merugikan bagi berbagai pihak. Weston (2013) menyebutkan dampak Health-care Associated Infections(HAIs) yaitu : 1) Efek pada pasien dan keluarga mereka , ketakutan dan kecemasan ,

efek psikologis pengucilan di dalam ruangan atau isolasi, kehilangan pendapatan, bahaya, cacat atau kematian

2) Peningkatan lama perawatan

3) Tertunda kepulangan, kehilangan waktu tidur dan pendapatan 4) Pengeluaran untuk proses pengadilan, mengharuskan untuk

menggunakan antibiotik, tambahan peralatan, penambahan staff atau karyawan dan tambahan sumber pembersihan (situasi wabah) 5) Denda akibat kegagalan dalam menurunkan target dan

menghilangkan infeksi dari Departemen kesehatan dan komite pengawas kesehatan terkait.

6) Menurunnya kepercayaan masyarakat dengan buruknya pelayanan kesehatan dari rumah sakit

7) Merugikan masyarakat

8) Lemahnya keyakinan dan semangat para staf

Menghindari risiko

Adakah proses alternatif atau prosedur yang dapat mengeliminasi risiko


(25)

Gambar 1. Proses Manajemen Risiko pada HAIs (Lardo, dkk., 2016)

Proses manajemen risiko pada gambar 1 diatas, menurut National Health and Medical Research Council (2010) menjabarkan berdasarkan standar Australia/Selandia BaruterkaitManajemen RisikoAS/NZS berbasis ISO31000: 2009denganpendekatanbertahap untukmanajemen risikoyang memungkinkan dalampeningkatan mutu berkelanjutan, tahapan itu meliputi:

Jika risiko tidak dapat dieliminasi, harus dikelola Identifikasi Risiko

Agen infeksi yang terlibat

Bagaimana cara transmisinya, siapa yang berisiko (pasien atau petugas kesehatan

Pengobatan Risiko Analisis Risiko Apa yang akan dilakukan

pada risiko, siapa yang bertanggungjawab

Mengapa hal tersebut dapat terjadi (kejadian

dan proses), apa yang dapat menjadi

konsekuensi Evaluasi risiko

Apa yang dapat dilakukan untuk menurunkan atau mengeliminasi risiko

Bagaimana kondisi ini dapat diaplikasikan pada situasi tersebut (staf, sumber)

ba Monito ring dan Review Meyaki nkan bahwa risiko diidenti fikasi, dianalis is, dan diatasi Kom un ika si dan

konsul t asi Inf orm asi ris iko dan penul ar an diant ar a kelom p ok


(26)

1) Menetapkan konteks dalam mengidentifikasi parameter dasar di mana risiko harus dikelola(misalnya jenis fasilitas kesehatan, tingkat dan fasilitas yang mendukung untuk program pencegahan dan pengendalian infeksi)

2) Menghindari risiko- menetapkan apakah ada risiko dan apakah potensi risiko dapat dihindari. Misalnya dengan mempertanyakan apakah proseduryang diperlukan.

3) Mengidentifikasi risiko merupakan proses yang sistematis dankomprehensif yangmemastikan bahwa tidak adarisiko potensialdikecualikan darianalisis lebih lanjutdan pengobatan(mis menggunakananalisis akar penyebab)

4) Menganalisis risiko dengan mengingat sumber risiko, konsekuensinya, kemungkinan bahwa mereka konsekuensi dapat terjadi, dan faktor-faktoryang mempengaruhi konsekuensi dan kemungkinan(misalnya ada kontrol).

Analisis risiko/ penilaian risiko merupakan proses menganalisa tingkat resiko, pertimbangan tingkat bahaya, dan mengevaluasi apakahsumber bahaya dapat dikendalikan atau tidak, denganmemperhitungkan segala kemungkinan yang terjadi.Indikator yang bisa dijadikan dasar penilaian antara lain :

(a) Adanya penilaian risiko untuk setiap bahaya yang ada.

(b) Terdapat risk matrix. Untuk mengidetifikasi potensi kerugian gunakan tabel matriks kualitatif.


(27)

Gambar 2 matrix risiko

Analisa matrik grading risiko (KKP-RS, 2008): Penilaian matriks risiko adalah suatu metode analisa kualitatif untuk menentukan derajat risiko suatu insiden berdasarkan dampak dan probabilitasnya.

(a) Dampak (Consequences) Penilaian dampak / akibat suatu insiden adalah seberapa berat akibat yang dialami pasien mulai dari tidak ada cedera sampai meninggal.

(b) Probabilitas / Frekuensi /Likelihood

Penilaian tingkat probabilitas / frekuensi risiko adalah seberapa seringnya insiden tersebut terjadi.


(28)

Gambar 4. Penilaian Probabilitas / Frekuensi Tingkat

risiko

Deskripsi Kegiatan

1 solid Peraturan ada, fasilitas ada dilaksanakan 2 Good Peraturan ada,faslitas ada, tidak selalu

dilaksanakan

3 fair Peraturan ada, fasilitas ada,tidak dilaksanakan 4 poor Peraturan ada, fasilitas tidak ada tidak

dilaksanakan

5 None Tidak ada peraturan

Gambar 5. Penilaian sisem yang ada

Setelah nilai dampak dan probabilitas diketahui, dimasukkan dalam Tabel Matriks Grading Risiko untuk menghitung skor risiko dan mencari warna bands risiko.

a) Skor Risiko

Menurut Health Service Executive (2013), dua elemen ditentukan ketika menilai tingkat risiko yang ditimbulkan oleh risiko yang telah diidentifikasi:

(1) Kemungkinan bahwa risiko mungkin terjadi atau terulang kembali. (2) Dampak merugikan pengguna layanan, staf, layanan, lingkungan atau

organisasi.

Tingkat risiko merupakan perkalian dari skor probabilitasdan skor dampak yang didapat dari responden (Well-Stam, et.al., 2004). Nilai risiko


(29)

didapat dari responden (Hillson, 2002).Untuk mengukur risiko dapat menggunakan rumus :

RP I� keterangan :

R = Tingkat risiko

P = Kemungkinan (Probability) risiko yang terjadi I= Dampak (Impact) risiko yang terjadi

Cara menghitung skor risiko :Untuk menentukan skor risiko digunakan matriks grading risiko (gambar 5):

(1) Tetapkan frekuensi pada kolom kiri

(2) Tetapkan dampak pada baris ke arah kanan,

(3) Tetapkan warna bandsnya, berdasarkan pertemuan antara frekuensi dan dampak.

b) Bands Risiko

Bands risiko adalah derajat risiko yang digambarkan dalam empat warna yaitu : Biru, Hijau, Kuning dan Merah. Warna “bands” akan menentukan Investigasi yang akan dilakukan : jika Bands BIRU dan HIJAU : Investigasi sederhana, jika Bands KUNING dan MERAH : Investigasi Komprehensif / RCA


(30)

(31)

tinggi) tindakan segera. Perhatian sampai ke direktur, perlu pengkajian yang sangat dalam

High (tinggi) Risiko tinggi, dilakukan RCA paling lama 45 hari,membutuhkan tindakan segera serta membutuhkan tindakan Top manajemen

Moderate

(sedang)

Risiko sedang dilakukan investigasi sederhana paling lama 2 minggu, manajer/pimpinan klinis sebaiknya menilai dampak terhadap bahaya dan kelola risiko

Low (rendah) Risiko rendah dilakukan invesigasi sederhana paling lama 1 minggu diselesaikan dengan prosedur rutin

Gambar 7. Tindakan Berdasarkan Tingkat dan bands risiko

5) Mengevaluasirisiko dengan membandingkan tingkat risikoyang ditemukanselama

prosesanalisisdengansebelumnyadidirikankriteriarisiko

danmenilaipilihan yang tersediauntuk kemudahanimplementasi dandampak,menghasilkandaftar prioritasrisikountuktindakan lebih lanjut

6) Tindak lanjut risiko yaitu menerapkan opsipengelolaan yang tepatuntuk menanganirisikoyang teridentifikasi(misalnya memodifikasiprosedur, protokolataupraktek kerja, memberikan pendidikan, dan pemantauansesuai denganprosedurpencegahan danpengendalian infeksi).

7) Monitoring dan reviewmerupakan komponenpenting dari prosesmanajemen risiko. Hal ini memastikan bahwa:

a) Risiko barudiidentifikasi

b) Analisisrisikodiverifikasi terhadapdata real, jika memungkinkan c) perlakuan resikodiimplementasikansecara efektif.

8) Komunikasi dan konsultasijuga unsur-unsurkunci darimanajemenrisiko klinis. Interaktifpertukaran informasi antaramanajemen, pekerjakesehatan, pasien danpemangku kepentingan


(32)

lainnyamemberikandasar untukmeningkatkankesadaranpentingnya pencegahandanpengendalian infeksi, identifikasi risikosebelum mereka munculdanmanajemenyang cepatdaririsikoyang terjadi.

2. ICRA (Infection Control Risk Assesment)

a. Definisi ICRA (Infection Control Risk Assesment)

Menurut Lardo, dkk (2016) bahwa Infection Control Risk Assessment (ICRA) merupakan suatu sistem pengontrolan pengendalian infeksi yang terukur dengan melihat kontinuitas dan probabilitas aplikasi pengendalian infeksi di lapangan berbasiskan hasil yang dapat dipertanggungjawabkan, mencakup penilaian beberapa aspek yang penting dalam pengendalian infeksi seperti kepatuhan cuci tangan, pencegahan penyebaran infeksi, manajemen kewaspadaan kontak, dan pengelolaan resistensi antibiotik. ICRA adalah suatu proses berkesinambungan yang memiliki fungsi preventif dalam peningkatan mutu pelayanan dan keselamatan pasien.

Menurut definisi APIC (Assosiation for Professionals in Infection control and Epidemiology), ICRA merupakan suatu perencanaan proses kontrol infeksi, yang menjadi pokok utama dalam menetapkan dasar program dan pengembangannya, berdasarkan kontinuitas surveilans dan melaksanakan perubahan regulasi jika terdapat perubahan tantangan di lapangan. Pendekatan manajemen di rumah sakit terkait ICRA ini dilaksanakan berdasarkan metode mulitidisipliner yaitu dengan melibatkan banyak pihak didalam


(33)

dibentuk multidisiplin mencakup personil pengendalian infeksi, staf medis, perawat,dan unsur pimpinan yang memiliki prioritas dalam

kebijakan, mendokumentasikan risiko dan

mengimplementasikannya.Tujuan dari tim ICRA adalah untuk meminimalkan risiko terhadap HAIs.

Lardo, dkk (2016) menjabarkan bahwa ICRA (Infection Control Risk Assessment) merupakan kelengkapan penting dalammenyusun perencanaan, pengembangan,pemantauan, evaluasi, dan upaya membuatpertimbangan dari berbagai tahap dantingkatan risiko infeksi, yakni VAP (Ventilator-Associated Pneumonia, IADP (Infeksi AliranDarah Primer),Cathether Urinary Tract Infection (CAUTI), dan IDO (Infeksi Daerah Operasi)di setiap area pelayanan. Aplikasi ICRA tidak terbatas hanya dalam menghadapikejadian risiko infeksi, namun membuat alatpengendalian infeksi terukur berdasarkanaspek pencegahan dan penyebaran infeksi yang didukung oleh kebijakan dan manajemen rumah sakit.Menurut The Joint Commission On Acreditation Of Healthcare Organizations,membuat ICRA merupakan salah satu program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) dari standar akreditasi rumah sakit.

Premier Safety Institute (2015) menyebutkan bahwa ICRA adalah kegiatan multidisiplin, organisasasi, proses pencatatan setelah mempertimbangkan fasilitas populasi pasien dan memiliki program


(34)

seperti (1) berfokus pada pengurangan risiko dari infeksi, (2) Bertindak melalui tahapan perencanaan fasilitas, desain, konstruksi, renovasi, pemeliharaan fasilitas, dan (3) mengkoordinasi dan meningkatkan pengetahuan tentang infeksi, agen infeksi, peduli lingkungan, dan memungkinan organisasi untuk terlibat dalam mengantisipasi dampak dari infeksi. Konsep dari ICRA dan pengembangannya akan membentuk suatu proses berkelanjutan perbaikan pengendalian infeksi(Lardo, dkk., 2016).

b. Proses Manajemen ICRA (Infection Control Risk Assesment)

Menurut Lardo, dkk (2016) bahwa proses mengelola ICRA membutuhkan pendekatan yang sistematis. Pendekatan ICRA berbasis perencanaan menentukan risiko infeksi, bertumpu pada surveilans yang optimal dan berkesinambungan, sehingga konsep ICRA dan pengembangannya akan membentuk suatu proses berkelanjutan perbaikan pengendalian infeksi. Identifikasi risiko dan transmisi penyakit berdasarkan lokasi geografi, komunitas dan pelayanan masyarakat, perawatan, pengobatan serta pelayanan, analisis aktivitas surveilans dan data infeksi, dilaksanakan setiap tahun dengan harapan terjadi perubahan bermakna.Untuk mencapai hal tersebut, dibutuhkan komitmen struktural dan kultural organisasi rumah sakit. Pendekatan organisasi selain dukungan personil juga pada pelaksanaan tahap-tahap kegiatan.Tahap pertama meliputi:


(35)

risiko infeksi;

(2) Karakteristik yang menurunkan risiko infeksi; (3) Menentukan adanya risiko infeksi;

(4) Melaksanakan pertemuan untuk menentukan langkah dan tindakan lebih lanjut.

Tahapkeduaadalah proses penilaian perencanaan penilaian risiko, standar, laporan surveilans dan pengetahuan saat ini yang terkait dengan isu pengendalian infeksi. Tahap ketiga adalah melaksanakan pertemuan untuk mengukuhkan komitmen dan partisipasi, saat pelaksanaan diskusi, prioritas risiko, dan merencanakan kontrol infeksi, sedangkan komitmen kultural merupakan suatu proses stimulasi setiap petugas kontrol infeksi untuk konsisten meningkatkan kinerjanya. Pendekatan kultural ini merupakan proses pemberdayaan berkesinambungan melalui proses pelatihan dan pendidikan bahkan learning by doing.

B. Penelitian Terdahulu

1. Chen, dkk (2009), dengan judul penelitian “Risk Assessment on TB Transmision in Health Center Setting of Marikina and Paranaque cities, Philippines”. Tujuan dalam penelitian tersebut adalah untuk mengkaji potensi risiko dari penulara TB, mencari tahu status administrasi, kontrol perlindungan pernafasan dari lingkungan untuk mencegah penularan TB di pelayanan kesehatan dan personal dalam 2 kota yang dpilih di negara filipina yang bernama Markina dan Paranaque. Rancangan penelitian yang


(36)

digunakan adalah deskriptif cross sectional menggunakan ceklist pengukuran kontrol infeksi TB.

Hasil penelitian yaitu langkah-langkah kontrol administratif, sebagian besar disusun dengan lima dari delapan komponen adalah a) catatan yang relevan dari penilaian pengaturan berisiko untuk TB infeksi, b) pendidikan pasien, c) triage dan evaluasi tersangka TB, d) isi pelatihan dan e) kebijakan awal deteksi dan diagnosis. Tiga komponen menunjukkan kekurangan utama adalah: a) Pengendalian Infeksi rencana, b) tindakan pencegahan pengambilan dahak dan c) rutin evaluasi intervensi pengendalian infeksi. Untuk langkah-langkah pengendalian lingkungan, tidak mematuhi dengan kedua komponen yaitu: a) ventilasi dan b) hygiene dan sanitasi.

Persamaan dan perbedaan penelitian diatas dengan penelitian ini adalah memiliki persamaan untuk melihat risiko penularan infeksi. Perbedaannya adalah pada objek penelitian, metode penelitian yang digunakan.

2. Astuti (2010) dalam judul penelitiannya yaitu Identifikasi dan Implementasi manajemen risiko di Rumah Sakit Umum Banyumas. Tujuan dari penelitian tersebut yaitu memfokuskan pada pelaksanaan manajemen risiko di rumah sakit banyumas dengan menggunakan kerangka manajemen risiko organisasi yang disusun oleh Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commision (COSO). Dalam penelitian tersebut menganalisa pelaksanaan manajemen risiko dengan delapan


(37)

identifikasi kejadian, penilaian risiko, respon terhadap risiko aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi serta pengawasan. Disain penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan cara wawancara semi struktural, laporan dan dokumen di rumah sakit.

Perbedaan dan persamaan dalam penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu dalam penelaahan pelaksanaan manajemen risiko yang berfokus pada manajemen risiko infeksi di rumah sakit dengan menggunakan ICRA (Infection Control Risk Assesment). Terdapat perbedaan tempat penelitian variabel yang diteliti, metode pengumpulan data dengan focus group discussion. Kesamaan adalah cara pengambilan data wawancara semi struktural, laporan dan dokumentasi rumah sakit. 3. Molina (2012), dalam penelitiannya berjudul “Analisis Pelaksanaan

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumkital Dr. Mintohardjo Jakarta Tahun 2012”. Tujuan dari penelitian tersebut untuk mengetahui gambaran pelaksanaan program pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial dalam meningkatkan kualitas pelayanan di Rumkital Dr. Mintohardjo Jakarta yang ditinjau dari manajemen dan organisasi dengan pendekatan sistem. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif dan pengumpulan data dengan telaah dokumen, observasi, wawancara mendalam, dan Focus Group Discussion.


(38)

Hasil dari penelitian ini adalah faktor manajemen yang terdiri dari komitmen, kepemimpinan, komunikasi dan kerjasama dalam pelaksanaan program pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial di Rumkital Dr. Mintohardjo masih rendah dikarenakan program tersebut belum dijadikan prioritas utama dan sering terjadi pergantian pimpinan yang diikuti dengan perubahan kebijakan. Organisasi pelaksana program pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial secara struktural belum melibatkan orang-orang yang meiliki pengaruh dan belum ada pembagian tugas antara penentu kebijakan dan pelaksana kebijakan. Pelaksanaan tugas komite pencegahan dan pengendalian masih rendah terbukti dengan tidak terlaksanannya kegiatan rapat, sosialisasi, pengawasan dan umpan balik.

Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan ini adalah metode penelitian kualitatif dan teknik pengumpulan data. Perbedaannya adalah lokasi penelitian.

4. Zhang dan Wang (2014), dengan judul penelitiannya “Infection Prevention and Control Measures of Risk Assessment in Hemodialysis Patient in Hospital”.Penelitian ini bertujuan untuk mengurangi risiko keperawatan dalam proses hemodialisis yang menyediakan pasien hemodialisis dengan mengamankan pelayanan keperawatan yang unggul. Metode didasarkan pada pengetahuan tentang pedoman manajemen risiko, dengan mengidentifikasi proses dialisis yang ada dan risiko keperawatan potensial, untuk memandu perawatan klinis dan mengurangi resiko dan memastikan keselamatan asuhan keperawatan. Hasil penelitian ini adalah pengurangan


(39)

pekerjaan keperawatan. Hasil dalam penelitian ialah dalam pengelolaan risiko hemodialisis, penguatan kewaspadaan risiko oleh perawat dan kemampuan dan meningkatkan rasa tanggung jawab adalah kunci dari manajemen risiko serta meningkatkan kualitas pelayanan adalah jaminan dasar.

Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah berkaitan dengan manajemen risiko infeksi. Perbedaannya adalah pada metode, variabel, dan lokasi penelitian.

5. Masloman, dkk (2015), dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Kamar Operasi RSUD Dr Sam Ratulangi Tondano”. Program pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit penting bagi kesehatan pasien dan keselamatan petugas, pengunjung dan lain-lain di lingkungan rumah sakit. Tujuan penelitian untuk mengetahui gambaran pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi di kamar operasi RSUD DR. Sam Ratulangi Tondano.Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan metode kualitatif yang bertujuan untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam tentang pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi di kamar operasi RSUD DR. Sam Ratulangi Tondano. Lokasi penelitian dilaksanakan di kamar operasi RSUD DR. Sam Ratulangi Tondano, khususnya di area semi ketat dan ketat/terbatas.


(40)

Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pedoman wawancara mendalam, observasi langsung dan observasi dokumen.Hasil penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan kebersihan tangan, pemakaian alat pelindung diri, pemrosesan peralatan pasien, pengelolaan limbah, pengelolaan lingkungan, program kesehatan petugas kesehatan, penempatan pasien, hygiene respirasipraktek menyuntik yang aman dan praktek untuk lumbal pungsi belum berjalan sesuai dengan pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi Kementerian Kesehatan

Persamaan dalam penelitian ini dengan penelitian tersebut yaitu metode penelitian dengan penelitian analisis deskriptif, menggunakan metode kualitatif, dan pengumpulan data dengan observasi dokumen. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Masloman, dkk (2015) tersebut yaitu lokasi penelitian, variabel yang diteliti, teknik pengumpulan data yang digunakan wawancara mendalam dan observasi langsung. Pada penelitian ini pengumpulan data dengan pendekatan studi kasus.


(41)

C. Kerangka Teori

Faktor yang mempengaruhi terjadinya HAIs: Faktor intrinsik :

Penderita : (1) penyakit dasar, (2) umur, jenis kelamin, (3) kondisi umum, (4) risiko terapi (penggunaan antibiotik, kortikosteroid) (5) adanya penyakit lain.

Faktor Ekstrinsik meliputi (1) Petugas,dokter, perawat, dll, (2) Penderita lain, (3)

Bangsal/lingkungan, (4) Peralatan materia medis, (5) Pengunjung/keluarga, (6) Makanan dan minuman

Faktor keperawatan : (1) Lamanya ari perawatan, (2) Menurunnya standar keperawatan (3) Padatnya penderita

Faktor mikroba : (1) Kemampuan invasi, (2) Lamanya pemaparan

HAIS

1. INFEKSI DAERAH

OPERASI (IDO)

2. INFEKSI SALURAN

KEMIH (ISK)

3. INFEKSI ALIRAN

DARAH PRIMER (IADP) 4. VENTILATOR

ASSOCIATED PNEUMONIA (VAP)

5. PHLEBITIS Health-care

Associated Infections(HAIs)


(42)

Gambar 3. Dimodifikasi dari : Darmadi (2008); Weston (2013); Kemenkes (2010); Lardo, dkk (2016).

D. Kerangka Konsep

Kerangka konsep digambarkan dalam skema :

Gambar 4. Kerangka Konsep Penelitian Manajemen risiko Infeksi

HAIs :

1. Identifikasi risiko 2. Analisis

resiko/Penilaian risiko 3. Evaluasi risiko

4. Penentuan tindak lanjut 5. Mentoring dan

review

6. Komunikasi dan konsultasi

ICRA Infeksi Daerah Operasi

Strategi Penurunan risiko Infeksi Daerah Operasi ICRA renovasi dan

kontruksi bangunan

Dampak HAIs : (1) Efek pada pasien/keluarga, (2) Peningkatan lama perawatan, (3) Tertundanya waktu pulang, (4) Pengeluaran tambahan, (5) Menurunnya citra rumah sakit

Managemen risiko HAIs : 1. Identifikasi risiko 2. Analisis resiko/Penilaian

risiko

3. Evaluasi risiko

4. Penentuan tindak lanjut 5. mentoring dan review 6. Komunikasi dan

konsultasi

Program Pencegahan dan pengendalian

Infeksi

Infection Control Risk Assessement


(43)

konsep dalam penelitian ini adalah variabel menganalisis manajemen risiko infeksi HAIs dengan tahapan identifkasi risiko, analisis/penilaian risiko, evaluasi risiko, penentuan tindak lanjut, mentoring dan review, komunikasi dan konsultasi. Pada yang dicetak tebal menunjukkan bahwa akan dianalisis dengan ICRA. Penentuan tindak lanjut, mentoring dan review, komunikasi dan konsultasi untuk menelaah strategi penurunan infeksi. Pada gambar kotak yang bergaris putus-putus ICRA renovasi dan kontruksi bangunan tidak dianalisis dalam penelitian ini.

E. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana proses manajemen risiko dalam penilaian / analisis risiko, Infeksi daerah operasi di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta dalam pencegahan dan pengendalian infeksi?

2. Bagaimana proses manajemen risiko dalam mengevaluasi risiko infeksi Daerah operasi di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta dalam pencegahan dan pengendalian infeksi?

3. Bagaimana proses manajemen risiko dalam tindak lanjut risiko infeksi Daerah operasi di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakartadalam pencegahan dan pengendalian infeksi?


(44)

(45)

penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif dengan pendekatan studi kasus.Dalam penelitian ini akan berfokus pada proses manajemen risiko dan strategi penurunan infeksi Daerah operasi di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta.

B. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek yang digunakan pada penelitian ini adalah meliputi pihak manajemen rumah sakit, Komite tim PPIRS, dan petugas di unit rawat inap di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan informan yang dianggap kompeten dalam memberikan informasi dari rumah sakit yaitu ketua tim PPIRS (Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit), IPCN (Infection Preventive Control Nursing), para kepala ruang rawat inap, dan IPCLN (Infection Preventive Control Link Nursing ), petugas rawat inap yang terlibat dalam pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi.

C. Responden dan Sampling

Responden dalam peneliti adalah tim yang terlibat dalam pelaksanaan pencegahan dan pengendalian manajemen risiko infeksi di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta.Penelitian ini akan menggunakan informan yang dianggap kompeten dalam memberikan


(46)

informasi dari rumah sakit yaitu ketua tim PPIRS (Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit), IPCN (Infection Preventive Control Nursing), para kepala ruang rawat inap, dan IPCLN (Infection Preventive Control Link Nursing ) yang terlibat dalam pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi.

Teknik sampling dalam penelitian kualitatif jelas berbeda dengan yang non kualitatif (Moleong, 2007). Penentuan sampel atau informan ini menggunakan teknik

purposive sampling. Dalam purposive sampling menurut

Herdiyansyah (2012), subjek dan lokasi penelitian yang dipilih biasanya disesuaikan dengan tujuan penelitian untuk mempelajari atau memahami permasalahan pokok yang akan diteliti.Teknik purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2010).Cara pengambilan sampel dengan teknik ini bahwa sampel tidak dimaksud untuk mewakili populasi, melainkan untuk mewakili informasi. D. Waktu dan Tempat Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta.

E. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian adalah infection control risk assesment infeksi daerah operasi di rumah sakit.


(47)

Berikut tabel 1.1 uraian definisi operasional dalam penelitian ini : Tabel 1.1 Definisi Operasional

Variabel Definisi operasional Cara ukur Alat ukur Skala

Infection Control Risk

Assesment Infeksi Daerah

Operasi

Kegiatan perencanaan proses pengontrolan pencegahan dan pengendalian infeksi yang dilakukan secara sistematis oleh rumah sakit melalui tahap identifikasi, analisis, evaluasi, tindak lanjut pengurangan terjadinya risiko infeksi yang mengancam dan merugikan pasien

Telaah dokumen, wawancara mendalam Pedoman wawancara dan ceklist asessmen ICRA (Infection Control Risk Assessment)

-Sub Variabel : Strategi penurunan infeksi Daerah Operasi.

Merupakan cara untuk menurunkan risiko infeksi melalui mentoring dan review, komunikasi dan konsultasi yang melibatkan manajemen dan struktur organisasi yang diterapkan dalam pelaksananan pencegahan dan pengendalian Infeksi HAIs di rumah sakit Telaah dokumen, wawancara mendalam Dokumen, pedoman

wawancara

-G. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk mengumpulkan data (Notoatmodjo, 2012).Instrumen yang akan digunakan pada penelitian ini adalah asessmen risiko infeksi (Infection Control Risk Assessment), pedoman wawancara yang ditulis oleh peneliti sendiri yang disesuaikan dengan kebutuhan penelitian, dan telaah dokumen. Pencatatan dilakukan dengan menggunakan alat tulis dan alat recording. Menurut Jonker, dkk (2011) bahwa instrumen yang percakapan digunakan dalam menghasilkan data, diikuti dengan observasi oleh penelitian dan


(48)

melibatkan percakapan yang direkam, hasilnya kemudian diklarifikasi dan dianalisis.

H. Uji Validitas Data

Uji validitas data atau kesahihan apa yang akan di ukur. Penelitian ini akan menggunakan teknik triangulasi dalam menvalidkan data. Teknik triangulasi meliputi triangulasi sumber, triangulasi metode, dan triangulasi teori. Triangulasi sumber, yakni mengumpulkan data yang sama dari beberapa sumber yang berbeda. Triangulasi metode, yakni mengumpulkan data yang sejenis dengan menggunakan teknik atau pengumpulan data yang berbeda.Triangulasi teori untuk menginterpretasikan data yang sejenis.

I. Analisa data

Analisa data kualitatif yang digunakan pada penelitian ini adalah mengatur data mentah menjadi kategori konseptual dan membuat tema atau konsep (Neuman, 2013).Teknik analisis data menurut Miles dan Huberman (dalam Herdiansyah, 2012) terdiri atas empat tahapan yaitu pengumpulan data, reduksi data, display data dan penarikan kesimpulan, berikut penjabarannya :

1. Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data pendapat dilakukan sebelum penelitian, pada saat penelitian, dan di akhir penelitian. Pada tahap awal peneliti melakukan studi pre-eliminary yang berguna untuk verifikasi dan pembuktian awal bahwa fenomena yang diteliti benar-benar ada. Proses pengumpulan data dapat dimulai pada saat peneliti


(49)

sampai interaksi peneliti dengan lingkungan sosial subjek atau informan. Menurut Jonker, dkk (2011), data merupakan hal yang melibatkan semua informasi yang dikumpulkan peneliti selama penelitiannya baik dari data yang sengaja dihasilkan (misal skor jawaban kuesioner) atau data yang sudah (pengumpulan laporan tahunan). Ketika peneliti telah mendapatkan data yang cukup untuk diproses dan dianalisa, tahap selanjutnya adalah melakukan reduksi data.

2. Reduksi Data

Reduksi data adalah proses penggabungan dan penyeragaman segala bentuk data yang didapatkan menjadi satu bentuk tulisan yang akan dianalisis. Dalam penelitian ini hasil dari wawancara, observasi dan dokumentasi diubah menjadi bentuk tulisan sesuai dengan formatnya masing-masing.Pada penelitian ini data yang didapatkan akan dirangkum berdasarkan kategorinya masing-masing. Hasil dari rekaman wawancara akan diformat menjadi bentuk verbatim wawancara, hasil observasi dan temuan lapangan diformat menjadi tabel hasil observasi, hasil studi dokumentasi diubah menjadi skrip analisis dokumen.

3. Display Data

Tahap selanjutnya setelah data sudah diubah menjadi bentuk tulisan yaitu display data.Display data merupakan proses mengolah data setengah jadi yang sudah seragam dalam bentuk tulisan dan sudah


(50)

memiliki alur tema yang jelas ke dalam suatu matrik kategorisasi sesuai tema-tema yang sudah dikelompokkan dan dikategorikan, serta akan memecah tema-tema tersebut ke dalam bentuk yang lebih konkret dan sederhana yang disebut dengan subtema yang diakhiri dengan memberikan kode dari subtema tersebut sesuai dengan verbatim wawancara yang sebelumnya telah dilakukan. Terdapat tiga tahapan dalam display data, yaitu kategori tema, subkategori tema dan proses pengodean. Ketiga tahapan saling terkait satu sama lain. Menurut Neuman (2013), proses pengodean yaitu :

a. Penyandian terbuka (open coding) ialah pengkodean yang dilakukan pertama dalam data tersebut untuk diringkas menjadi kategori

b. Penyandian aksial (axial coding) adalah tahap kedua dalam pengkodean yang dilakukan ketika menyusun kode, menautkannya, dan menemukan kategori analitis utama

c. Penyandian selektif (selective coding) yaitu tahap terakhir dalam pengkodean data dengan memeriksa kode-kode sebelumnya untuk mengidentifikasi dan memilih data yang mendukung kategori. 4. Kesimpulan/ Verifikasi

Kesimpulan merupakan tahap terakhir dalam rangkaian analisis data.Kesimpulan menjurus kepada jawaban dari pertanyaan penelitian yang diajukan sebelumnya dan mengungkap “what” dan “how” dari temuan penelitian tersebut.Terdapat tiga tahapan yang harus dilakukan dalam tahap kesimpulan. Yang pertama, menguraikan subkategori tema dalam tabel kategorisasi dan pengodean disertai dengan quote verbatim wawancara. Kedua, menjelaskan hasil temuan


(51)

aspek/komponen/faktor/dimensi dari central phenomenon penelitian.Ketiga, membuat kesimpulan tersebut dengan memberikan penjelasan dari jawaban pertanyaan penelitian yang diajukan.

Analisa data yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah berdasarkan fakta yang ditemukan tentang manajemen risiko infeksi di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta yang disesuaikan dengan kerangka konsep penelitian. Peneliti menganalisis data yang didapatkan dengan mendeskripsikan hasil data yang ditemukan di lapangan berdasarkan pengelompokan data hasil wawancara. Kemudian peneliti akan mengevaluasi dari isi hasil pengumpulan data tersebut dengan kerangka konsep yang sudah dibuat oleh peneliti diselaraskan berdasarkan hasil temuan dilapangan.

J. Etika Penelitian

Penelitian mengenai “Analisis ICRA (Infection Control Risk Assessment) dan Strategi Penurunan Risiko Infeksi di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta”, peneliti memegang teguh prinsip etika penelitian yaitu dengan cara:

1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity) Peneliti mempertimbangkan hak-hak subjek penelitian untuk mendapatkan informasi dengan memberikan kebebasan kepada subjek atau informan untuk berpartisipasi dan terlibat dalam penelitian ini atau tidak. Peneliti mempersiapkan lembar persetujuan subjek (inform


(52)

consent) sebagai bentuk lembar persetujuan antara peneliti dengan responden/informan (Notoatmodjo, 2010). Kemudian subjek juga mendapatkan informasi secara lengkap tentang tujuan penelitian yang dilaksanakan, hak memilih dan memutuskan, dan penjelasan data yang diperoleh hanya dipergunakan untuk pengembangan ilmu (Nursalam, 2013).

2. Beneficience

Penelitian ini tidak membahayakan, tidak memiliki resiko negatif dan hal yang dapat merugikan informan.

3. Menghormati privasi dan kerahasiaan (respect for privacy and confidentiality)

Peneliti menperhatikan hak responden untuk tidak memberitahukan apa yang diketahui kepada orang lain dengan arti lain peneliti menjaga kerahasiaan mengenai informasi yang didapatkan, hasil penelitian, dan masalah terkait lainnya (Notoatmodjo, 2010). Dalam hal ini semua bentuk informasi yang diperoleh oleh penelitibaik dari data primer maupun primer dijaga kerahasiaannya hanya dipergunakan untuk penelitian ini saja.


(53)

pengendalian infeksi di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

Tabel 4.1Gambaran Hasil Surveilens HAIs Tahun 2015 di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta

No Program kegiatan Standar Realisasi

Surveilans HAIs Phlebitis = < 10 ‰ Phlebitis = 8.75‰

IADP = < 10 ‰ IADP = belum ada yang terpasang CVC pd th 2015 ISK = < 10 ‰ ISK = 2,84‰

VAP = < 10 ‰ VAP = 0‰ IDO = < 2% IDO = 3,74%

Pada tabel 4.1 memperlihatkan bahwa Angka Kejadian Infeksi Daerah Operasi di Rumah sakit PKU Muhammadiyah Gamping menunjukkan angka lebih tinggi dari standard yang ditentukan yaitu 3.74% dari standard < 2%.

Tabel 4. 2 Pelaksanaan manajemen risiko dalam program pencegahan dan pengendalian infekai di RS PKU Muhammadiyah Gamping

Tinjauan Sistem manajemen risiko infeksi

Proses sistem manajemen risiko infeksi Evaluasi proses sistem manajemen risiko

infeksi Program

pelaksanaan PPI yang sudah dilakukan

Pelaksanaan :

1. Baru berjalan 1 tahun dan sudah berjalan cukup baik

2. Program belum disosialisasikan secara menyeluruh

Tujuan :

3. Upaya pencegahan dan penularan HAIs Dukungan :

4. Dari pihak manajemen 5. Pelatihan

Program PPI belum berjalan optimal tetapi sudah Ada dukungan dari manajemen.


(54)

Tinjauan Sistem manajemen risiko infeksi

Proses sistem manajemen risiko infeksi Evaluasi proses sistem manajemen risiko

infeksi 6. Keterlibatan IPCLN

7. Penyediaan sarana dan prasarana 8. Kegiatan cuci tangan

Keterlibatan

petugas 1. Ikut berpartisipasi sesuai standarPartisipasi petugas: operasional, tindakan sesuai prosedur Peranan kepala ruang, IPCN, IPCLN: 2. Mengawasi, memantau, mengingatkan

terkait penggunaan APD, pelaksanaan cuci tangan, pelaksanaan 5 moment 3. Melaporkan kegiatan surveilans melalui

SIM

Adanya keterlibatan dan partisipasi petugas kesehatan dalam pelaksanaan penurunan HAIs di unit

Komunikasi dan

informasi 1. Komunikasi dan informasi didapatkanPenyebaran informasi : dengan mudah dapat diakses melalui komputer di masing-masing unit

2. Informasi terbaru didapatkan melalui diskusi, pertemuan rapat, pelatihan, pelaporan, media poster/leafleat

3. IPCLN menyampaikan informasi ke unit tugas masing-masing

Transfer informasi dari PPI ke petugas kesehatan di unit lebih mudah

Pengaruh pimpinan

Peranan pimpinan :

1. Memiliki kontribusi yang besar

2. Pimpinan sangat mendukung program PPI

Kekurangan peran pimpinan yang dirasakan :

1. Kurang adanya peran langsung dari pimpinan

2. Tidak ada evaluasi atau umpan balik untuk perbaikan

3. Belum adanya reward-punishment

Ada dukungan penuh, dari pimpinan yang proaktif dalam pelaksanaan PPI

Budaya sadar risiko HAIs

Budaya sadar risiko :

Semua sudah sadar risiko infeksi

Kegiatan yang dapat menurunkan dan mencegah infeksi :

1. Cuci tangan 2. Menggunakan APD

Perilaku budaya sadar risiko :

1. Pelaksanaan kadang untuk pemakaian APD ada yang masih belum sesuai 2. Kepatuhan cuci tangan belum optimal 3. Kadang masih lupa 6 langkah cuci

tangan dan melewatkan pelaksanaan 5 moment

Budaya sadar risiko infeksi sudah ada tetapi perilaku sadar risiko masih belum optimal

Hambatan

pelaksanaan 1. Kelengkapan pengadaan saranaKendala pelaksanaan program : prasarana di unit

Kendala bersumber dari sumber daya manusia yang kurang


(55)

manajemen

risiko infeksi infeksi

2. Kesulitan pelaksanaan pencegahan seperti kelupaan cuci tangan, kelupaan 5 moment

3. Kesulitan mengubah kebiasaan 4. Sumber daya yang kurang memadai 5. Setiap petugas memiliki karakteristik

yang unik

memadai dan kesulitan mengubah kebiasaan

Kerjasama Kerjasama antar tim PPI ke setiap unit : 1. Sudah berjalan cukup baik, komunikasi

terjalin baik

2. Pelaksanaan kerjasama dirasakan masih kurang maksimal di ruang OK

Kerjasama OK dan CSSD terkendala SDM CSSD

Pelaksanaan kerjasama dirasa masih kurang maksimal di ranap, ralan, dan OK

Harapan petugas Harapan perubahan, dukungan, dan perbaikan :

1. Meningkatkan kepatuhan cuci tangan 2. Berperilaku yang baik untuk menjaga

HAIs

3. Ada pengontrolan, evaluasi yang rutin dan berkala

4. Adanya reward-punishment 5. Adanya feedback

6. Sikap profesional, perbaikan sikap dari individu yang sesuai standar

Dukungan yang proaktif dari petugas


(56)

2.Identifikasi Risiko HAIs

Tabel 4.3 Identifikasi risiko dalam manajemen risiko HAIs Kegiatan apa yang

terlibat ? siapa yangberisiko? potensial dari agen infeksiusApa yang menjadi sumber Bagaimana HAIs itu dapatbertransmisi? Risiko Kemungkinanpenyebab Penularan secara

langsung dengan kontak : kulit

Petugas kesehatan Pasien

1. kontaminasi tangan petugas kesehatan

2. alat atau instrument kesehatan

3. pengunjung atau lingkungan sekitar area perawatan pasien

Transmisi kontak secara langsung dan tidak langsung

1. Penularan penyakit menular melalui kontak kulit

2. Perpindahan kuman seperti bakteri, virus, fungi/parasit

Hygiene perseorangan petugas, pasien, pengunjung

Pembedahan, luka pada kulit

Tindakan prosedur yang menembus kulit, membran mukosa, tindakan

invasif(pemasangan, pemberian cairan infus/transfusi darah, lumbal fungsi, biopsi

Pasien

Petugas

kesehatan, area ruangan perawatan pasien Pasien

1. tangan petugas kesehatan 2. alat atau instrumen kesehatan

(set medikasi, peralatan operasi

3. darah atau cairan lain yang berasal dari tubuh pasien 1. tangan petugas kesehatan 2. teknik yang masih kurang 3. peralatan yang terkontaminasi

Penularan kontak secara langsung dan tidak langsung.

Kontak

1. Terjadi infeksi (IDO, IADP, ISK plebitis, dekubitus)

2. Lamanya perawatan 3. Tertundanya kepulangan

pasien

4. Kecacatan/kematian

1. Hygiene perseorangan 2. Sterilisasi alat 3. Pelaksanaan SOP

yang kurang tepat 4. Tidak


(57)

berpotensi

terkontaminasi tertusuk jarum pasien (pus, air seni, saliva( air liur)) menular (hepatitis, HIV AIDS 2. Infeksi keselamatan pasien Prosedur untuk sistem

pernafasan seperti penggunaan suction, nebulizer, pemberian O2, ventilator

Petugas kesehatan Area ruangan perawatan pasien

1. sekret mukosa seperti droplet dari batuk, bersin

2. aerosol atau penyegar udara

1. Airborne (TB) 2. Droplet (influenza) 3. Kontak tidak langsung

dengan lingkungan perawatan atau bangsal yang terkontaminasi melalui droplet

1. Masuk dan

berkembangnya virus dan bakteri di benda/bahan atau alat yang tercemar 3. Penularan penyakit :

TB, influenza 4. Infeksi (VAP)

1. Hygiene perseorangan petugas

2. Pelaksanaan SOP yang kurang tepat 3. Penggunaan APD

yang kurang optimal Kegiatan yang berkaitan

kontak fisik dengan pengolahan limbah atau pembersihannya

Petugas kesehatan Area perawatan pasien

darah dan cairan atau zat lain yang berasal dari tubuh pasien

Kontak 1. Penularan penyakit 2. Infeksi

1. Penggunaan APD yang kurang 2. Tidak

menggunakan APD 3. Pengelolaan

sanitasi RS yang kurang optimal Kegiatan yang terlibat

kontak fisik dengan limbah pasien atau kontaminasi laundry, pakaian atau peralatan contoh pengolahan linen, cleaning service

Petugas kesehatan Area perawatan pasien atau rumah sakit

darah dan cairan atau zat lain yang berasal dari tubuh pasien

Kontak 1. Penularan penyakit 2. Infeksi

1. Penggunaan APD yang kurang 2. Tidak

menggunakan APD 3. Pengelolaan

sanitasi RS yang kurang optimal


(58)

Apakah ada kegiatan yang melibatkan penggunaan semprotan atau debu? seperti kegiatan membersihkan, penyemprotan, atau menyapu

Petugas

kesehatan dan orang-orang lainnya, staff, pengunjung yang berada di area rumah sakit

penyegar udara yang pada umumnya digunakan pada saat membersihkan ruangan

Airborne 1. Menghirup debu 2. Masuknya virus/bakteri

yang ada di dalam udara 3. Gangguan saluran

pernafasan (TB, influenza) 4. Infeksi

1. Kurang ventilasi 2. APD yang kurang 3. Tidak

menggunakan APD 4. Kebersihan dan

sanitasi rumah sakit 5. Tingkat kepadatan

ruangan Pelayanan kesehatan

yang diberikan selama di lingkungan klinis

Pasien dan petugas

kesehatan

kontaminasi dalam area perawatan pasien atau rumah sakit

Kontak tidak langsung 1. Menghirup debu 2. Masuknya virus/bakteri

yang ada di dalam udara 3. Gangguan saluran

pernafasan (TB, influenza) 4. Infeksi

1. Kurang ventilasi 2. Kebersihan dan

sanitasi rumah sakit 3. Tingkat kepadatan


(59)

kegiatan atau tindakan yang dilakukan di rumah sakit yang dapat memicu kejadian HAIs, siapa yang beresiko sumber risiko, dan cara transmisi infeksi tersebut. Identifikasi risiko HAIs yang dijelaskan diatas memiliki yang risiko untuk mendapatkan infeksi dari rumah sakit adalah petugas kesehatan, pasien, pengunjung dan area perawatan atau lingkungan rumah sakit.

Risiko-risiko yang ditemukan dan di analisis antara lain dari tabel 1.2 tersebut yaitu (1) penularan penyakit menular melalui kontak langsung dan tidak langsung,(2) perpindahan, masuk dan berkembangnya mikroorganisme, (3) Masuknya virus/bakteri yang ada di dalam udara (gangguan pernafasan TB, influenza), (4) terjadinya infeksi (IDO, VAP, ISK, IADP, plebitis dan dekubitus), (5) lama perawatan, tertundanya kepulangan, kecacatan atau bahkan kematian.


(60)

3.Analisis risiko HAIs N O POTENSIAL RISK/MASA LAH

PROBABILITY RISK/IMPACT (HEALTH,FINACIAL,LEGAL,REGULATORY) systems/preparednessCurrent Score

E X P E C I T L IK E LY M A Y B E R A T E N E V E R Catastrop ic Loss (life/limb / function/ financial Serious Loss (Function/ financial/l egal Prolonged length of stay Moderate clinical/fin ancial Minimal cilinical financial Non

e po or F ai r G oo d S ol id

5 4 3 2 1 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1

Healthcare Acquired Infection

a IDO 4 3 3 24

b VAP 1 3 1 4

c IADP 1 3 4 7

d ISK 4 3 1 16

e Phlebitis 5 3 1 20

f Dekubitus 5 3 1 20


(61)

RiskAssesment(ICRA) HAIs yang di analisis terdapat potensial masalah HAIs, kemungkinan (probability), risiko atau dampak (risk/impact), sistem yang ada (current systems/preparedness). Jenis HAIs yang menjadi potensial masalah yaitu IDO, VAP, IADP, ISK, Phlebitis dan dekubitus. Kemungkinan terjadi kejadian jenis HAIs tersebut apabila IDO dan ISK dinilai agak sering terjadi (likely) di tingkat risiko : 4, untuk VAP dan IADP kemungkinan terjadi tidak pernah (never) tingkat risiko: 1, kemudian kemungkinan kejadian phlebitis dan dekubitus sering terjadi (expect it) tingkat risiko : 5.

Risiko atau dampak pada masalah HAIs tingkat risiko : 3, yang artinya setiap kasus yang memperpanjang perawatan (prolonged length of stay). Pada penilaian sistem yang ada (current systems/preparedness) untuk jenis HAIs IDO pada level risiko 3 yaitu fair artinya peraturan ada, fasilitas ada, tidak dilaksanakan). Pada jenis HAIs IADP untuk penilaian sistem yang ada pada level risiko 4 (poor) artinya peraturan ada, fasilitas ada, tidak dilaksanakan. Kemudian untuk jenis HAIs VAP, phlebitis dan dekubitus dinilai pada level risiko 1 yaitu solid (peraturan ada, fasilitas ada dilaksanakan).


(62)

Tabel 4.5 Analisis risiko HAIs

Risiko HAIs Kemungkinan penyebab Karakterisitik yang meningkatkan risiko Karateristik yang menurunkan risiko IDO 1. Hygiene perseorangan

2. Sterilisasi alat

3. Pelaksanaan SOP yang kurang tepat

4. Tidak menggunakan APD

1. Jumlah pasien yang dilakukan tindakan operasi selama tahun 2015 adalah 1455 tindakan operasi 2. Sosialisasi tentang kategori jenis operasi yang dapat

dinilai untuk IDO dan batasan waktunya belum optimal

3. Belum ada mentoring penerapan standar precaution tidak terdapat SPO standar precaution di masing-masing instalasi di rumah sakit

4. Belum ada pertemuan rutin untuk membahas IDO 5. Belum terlaksananya evaluasi berkala untuk kejadian

IDO

6. Pelaporan terkait IDO masih kurang mendalam seperti mengidentifikasi kontrol IDO, pengklasifikasian infeksi dari operasi bersih atau kotor, kapan terjadinya, lamanya infeksi, perawatan luka yang dilakukan, pengontrolan IDO mulai dari prosedur tindakan operasi, perawatan di bangsal, dan kontrol luka post operasi di poliklinik yang belum terlaksana secara optimal

1. Sudah dilakukan pelaksanaan menjaga kebersihan tangan, kepatuhan cuci tangan, penggunaan APD

2. Sudah ada kebijakan/prosedur tentang pencegahan dan penanganan HAIs

3. Adanya dan telah dilakukan laporan evaluasi kegiatan sosialisasi berkelanjutan pada semua staf

4. Ada budaya sadar HAIs IDO di ruang OK, rawat inap dan rawat jalan.

5. Sarana prasarana yang sudah cukup memadai dan sesuai standar

6. Dukungan pimpinan dalam pelaksanaan PPI di rumah sakit

7. Petugas dan standar di kamar operasi sudah memenuhi standar PPI

8. Sudah diadakan pelatihan dasar untuk IPCLN 9. Sudah terlaksananya pelaporan HAIs melalui SIMRS yang dilaporkan oleh IPCLN di masing-masing unit

VAP 1. Hygiene perseorangan petugas 2. Sterilisasi alat

3. Pelaksanaan SOP yang kurang tepat

4. Penggunaan APD yang kurang optimal

1. Fasilitas dan sarana prasarana hand hygiene masih kurang

2. Jumlah pasien yang terpasang VAP selama tahun 2015 sebanyak 71 orang

1. SPO untuk pemasangan ventilator 2. Pencegahan VAP dan edukasi sudah

3. Jumlah pasien yang terinfeksi VAP selama tahun 2015 adalah 0 %


(63)

IADP 1. Hygiene perseorangan petugas 2. Pelaksanaan SOP yang kurang

tepat

3. Tidak menggunakan APD

1. Kepatuhan cuci tangan petugas masih kurang dalam hand hygiene

2. Belum dilakukan sosialisasi untuk surveilans dan pencegahan IADP

1. Laporan kejadian IADP selama tahun 2015 tidak ada kejadian pasien dengan IADP 2. Ada SPO tentang pencegahan IADP

3. Telah dllakukan sosialisasi terkait pencegahan dan penanganan HAIs IADP 4. Sudah ada evaluasi berkala terkait kepatuhan

cuci tangan ISK 1. Hygiene perseorangan petugas

2. Pelaksanaan SOP yang kurang tepat

3. Tidak menggunakan APD

1. Pasien dengan terpasang kateter urin selama tahun 2015 sebanyak 1380 orang,

2. Belum adanya mentoring tentang penerapan standar precaution

3. Kepatuhan hand hygiene petugas masih kurang 4. Belum dilakukan penyegaran SPO

pemasangan dan perawatan kateter urin 5. Sosialisasi untuk format surveilans ISK

belum terlaksana

1. Ada kebijakan/prosedur tentang pencegahan HAIs

2. Sudah ada kebijakan /prosedur tentang penanganan HAIs ISK

3. Sudah dilakukan pelaksanaan menjaga kebersihan tangan dengan mencuci tangan, kepatuhan cuci tangan, dan penggunaan APD

4. Ada budaya sadar risiko HAIs yang diterapkan para staf

5. Sudah ada kebijakan/prosedur tentang pencegahan dan penanganan HAIs

6. Sudah ada SPO untuk prosedur tindakan pemasangan kateter urin

Phlebitis 1. Hygiene perseorangan petugas

2. Pelaksanaan SOP yang kurang tepat

3. Tidak menggunakan APD

1. Jumlah pasien yang terpasang infus selama tahun 2015 sebanyak 8045 orang

2. Kepatuhan hand hygiene petugas yang masih kurang 3. Belum dilakukan penyegaran asuhan keperawatan

terkait pemasangan dan perawatan infus

1. Ada SPO tentang prosedur pemasangan infus

2. Ada ketetapan waktu penggantian infus 3. Sudah ada SPO tentang penggantian cairan

infus

4. Adanya kebijakan/prosedur tentang pencegahan HAIs

5. Sudah ada kebijakan/prosedur tentang penanganan HAIs


(64)

Risiko HAIs Kemungkinan penyebab Karakterisitik yang meningkatkan risiko Karateristik yang menurunkan risiko 6. Telah dilakukan kegiatan surveilans dan

tindakan lanjut dari semua kegiatan 7. Dilakukan evaluasi berkala terkait

kepatuhan cuci tangan, SPO untuk prosedur pemasangan alat invasive

Dekubitus 1. Hygiene perseorangan petugas

2. Pelaksanaan SOP yang kurang tepat

3. Tidak menggunakan APD

1. Jumlah pasien yang mengalami dekubitus selama tahun 2015 adalah 15 orang

2. Kepatuhan hand hygiene petugas yang masih kurang 3. Belum dilakukan penyegaran asuhan keperawatan

dengan dekubitus

1. Terdapat fasilitas kasur dekubitus

2. Sudah terlaksana pelaporan HAIs melalui SIMRS yang dilakukan oleh IPCLN


(65)

yang meningkatkan risiko, dan karakterisitik yang menurunkan risiko. Kemungkinan penyebab dari HAIs hygiene perseorangan, sterilisasi alat, pelaksanaan sop yang kurang tepat, tidak menggunakan APD, dan penggunaan APD yang kurang tepat.

Tabel 1.6 berikut merupakan prioritas risiko HAIs yang didapatkan dari analisis risiko pada tabel 1.3 dan tabel 1.4

Tabel 4.6 Prioritas risiko HAIs di RS PKU Muhammadiyah Gamping

Potensial risiko HAIs Skor

IDO 24

Plebitis 20

Dekubitus 20

ISK 16

IADP 7

VAP 4

Berdasarkan tabel 1.6 diatas potensial risiko dengan skor tertinggi adalah IDO (Infeksi Daerah Operasi).


(1)

LEMBAR PENJELASAN RESPONDEN/INFORMAN PENELITIAN Kepada Yth :

Responden/informan

Di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta.

Dengan Hormat,

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Nurmalita Sari

NIM : 20141030098

Jurusan : Program Pascasarjana Magister Manajemen Rumah Sakit Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Akan mengadakan penelitian dengan judul “Analisis ICRA (Infection Control RiskAssessment) dan Strategi Penurunan Health-Care Association Infections di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta”.Untuk itu saya mengharapkan kesediaan Bapak/Ibu/Saudara untuk dapat berpartisipasi menjadi responden/informan dalam penelitian ini.Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penilaian risiko dan strategi penurunan risiko infeksi dalam pelayanan pengendalian dan pencegahan infeksi di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta.Penelitian ini tidak menimbulkan akibat yang merugikan bagi bapak/ibu/saudara. Semua bentuk informasi yang telah diberikan kepada peneliti akan dijaga kerahasiaannya. Informasi yang didapat hanya digunakan pada penelitian ini saja dan apabila dipublikasikan akan tetap dijaga kerahasiaannya. Keterlibatan Bapak/Ibu/Saudara sangat diharapkan karena hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai acuan manajemen risiko infeksi HAIs di rumah sakit.

Apabila Bapak/Ibu/Saudara bersedia diharapkan dapat memberikan jawaban berdasarkan pendapat sendiri tanpa ada pengaruh dari pihak lain. Bila bapak/ibu/saudara bersedia terlibat selama proses penelitian yang akan dilaksanakan dimohon untuk menandatangani lembar persetujuan. Atas perhatian dan kesediannya menjadi responden/informan, saya ucapkan terima kasih.

Hormat saya, Nurmalita Sari 20141030098


(2)

INFORM CONSENT

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN/INFORMAN

Saya telah membaca surat permohonan dan mengerti penjelasan yang diberikan oleh peneliti. Saya memahami keterlibatan saya dalam penelitian ini dapat bermanfaat dalam pencegahan dan pengendalian infeksi di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta ini dan saya mengerti bahwa peneliti akan menghargai dan memegang teguh hak-hak saya sebagai responden/informan. Saya bersedia berpartisipasi sebagai responden/informan untuk penelitian yang berjudul, “Analisis ICRA (Infection Control Risk Assessment) dan Strategi Penurunan Health-Care Association Infectionsdi RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta” yang dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Magister Manajemen Rumah Sakit Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Nama : Nurmalita Sari

NIM : 20141030098

Demikian surat persetujuan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada unsur paksaan dari pihak manapun. Terimakasih.

Yogyakarta, , 2016 Responden /Informan


(3)

Lampiran 4

PEDOMAN PANDUAN WAWANCARA

Informan : kode informan: Jabatan informan :

Untuk ketua Komite PPIRS

1. Menurut bapak/ibu/saudara apa risiko HAIs apa yang mengancam rumah sakit saat ini?Berapa nilai maksimal yang dilakukan rumah sakit dalam penanggulangan risiko HAIs?

2. Apakah sudah ada budaya sadar risiko HAIs? bagaimana pelaksanaanya?

3. Seperti apa bentuk struktrur organisasi rumah sakit yang berkaitan dengan pencegahan dan pengendalian infeksi?

4. Apakah manajemen risiko infeksi itu perlu? Apa yang sudah dilakukan rumah sakit dalam mengidentifikasi risiko tersebut?

5. Berapa kerugian dan frekuensi risiko infeksi yang dihadapi oleh rumah sakit? Berapa biaya yang dikeluarkan rumah sakit untuk merespon risiko infeksi?

6. Bagaimana pengawasan yang dilakukan rumah sakit untuk menentukan keefektifan manajemen risiko HAIs?

7. Apakah komunikasi dan informasi berkaitan dengan program pencegahan dan pengendalian infeksi apa mudah didapatkan?

8. Bagaimana tindak lanjut yang dilakukan rumah sakit dalam penurunan risiko infeksi dirumah sakit khususnya ILO?

9. Apakah rutin melakukan pertemuan berkala untuk membahas masalah HAIs?(ILO) 10. Apa ada mentoring dan sosialisasi tentang pengelolaan menurunkan HAIs?(ILO) 11. Bagaimana komitmen dari pimpinan terkait manajemen risiko infeksi dalam

pencegahan dan pengendalian infeksi HAIs?

12. Bagaimana kerjasama yang dirasakan dalam pelaksanaan program kerja komite PPIRS (Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit)?

13. Berikan saran yang baik dalam perubahan,perbaikan, dan dukungan pelaksanaan HAIs di rumah sakit?

Pedoman untuk strategi penurunan HAIs Umum : idenifikasi risiko :

1. Sebutkan bahaya infeksi apa saja yang terdapat dalam pekerjaan anda? 2. Sebutkan bahaya apa yang terdapat disekeliing area pekerjaan anda? 3. Kegiatan apa yang terlibat dalam bahaya dan risiko infeksi?

4. Siapa yang berisiko dalam bahaya risik infeksi tersebut?

5. Apa yang menjadi sumber utama dalam dari agen infeksius tersebut? 6. Bagaimana perpindahan HAIs tersebut?


(4)

Untuk IPCN, IPCLN, kepala ruang

1. Menurut pandangan bapak/ibu/saudara bagaimana tentang program pelaksanaan PPI yang sudah dilakukan oleh rumah sakit?

2. Bagaimana keterlibatan bapak/ibu/saudara dalam pelaksanaan pengelolaan penurunan HAIs?

3. Apakah komunikasi dan informasi yang berkaitan dengan program pencegahan dan pengendalian infeksi mudah untuk didapatkan?

4. Bagaimana pengaruh pimpian dalam pelaksanaan penurunan HAIs? 5. Apa ada budaya sadar risiko HAIs di rumah sakit?, sebutkan contohnya? 6. Hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan program kerja penurunan HAIs?

7. Berikan saran yang baik dalam perubahan,perbaikan, dan dukungan pelaksanaan HAIs di rumah sakit?

Pedoman wawancara untuk meminimalisir infeksi luka operasi Untuk IPCN

1. Apakah bapak/ibu/saudara, pernah mengikuti pelaihan PPI atau terkait surveilans ILO?

2. Hambatan yang ditemui dalam meminimalisir ILO?

3. Apakah ada pengawasan komite PPIRS terkait pelaporan ketidaklengkapan pengisian formulir atau ketidaklengkapan laporan surveilans ILO?

4. Apakah ada pertemuan rutin dan berkala untuk membahas kejadian HAIs ILO? 5. Bagaimana kegiatan surveilans ILO? Ruang/unit apa yang terlibat? Siapa yang

membantu mengidentifikasi dan pencatatan ILO apa sudah berjalan baik?

6. Bagaimana sarana prasarana yang digunakan dalam pelaksanaan meminimalisir risiko ILO di rumah sakit?

7. Apa ada mentoring dan sosialisasi tentang pelaksanaan HAIs dan pelaksanaan meminimalisir risiko ILO?

8. Bagaimana kerjasama tim PPI dalam pelaksanaan pencegahan dan pengendalian HAIs?

Untuk IPCLN

1. Apakah bapak/ibu/saudara, pernah mengikuti pelatihan PPI atau terkait surveilans ILO?

2. Hambatan yang ditemui dalam meminimalisir ILO?

3. Apakah ada pengawasan komite PPIRS terkait pelaporan surveilans ILO?

4. Apakah ada pertemuan rutin dan berkala untuk membahas kejadian HAI, untuk ILO? 5. Bagaimana kegiatan surveilans ILO?

6. Bagaimana sarana prasarana yang digunakan dalam pelaksanaan meminimalisir risiko ILO di rumah sakit?

7. Apa ada mentoring dan sosialisasi tentang pelaksanaan HAIs dan pelaksanaan meminimalisir risiko ILO?

8. Bagaimana kerjasama tim PPI dalam pelaksanaan pencegahan dan pengendalian HAIs?


(5)

Kepala ruang, Perawat/ dokter

1. Menurut pandangan bapak/ibu/saudara bagaimana pelaksanaan kebersihan tangan disini?

2. Menurut pandangan bapak/ibu/saudara bagaimana pelaksanaan antiseptik kulit pada pasien?

3. Menurut pandangan bapak/ibu/saudara bagaimana pelaksanan sterilisasi alat-alat dan ruangan OK?

4. Menurut pandangan bapak/ibu/saudara bagaimana pelaksanaan penjagaan sterilitas tim bedah?

5. Menurut pandangan bapak/ibu/saudara bagaimana pelaksanaan antibiotik profilaksis? 6. Apa ada hambatan yang dialami untuk pelaksanaan meminimalisir risiko ILO?

7. Apakah bapak/ibu/saudara pernah mengikuti pelatihan PPI atau pelatihan terkait ILO? 8. Menurut pandangan bapak/ibu/saudara bagaimana tentang program pelaksanaan PPI

yang sudah dilakukan oleh rumah sakit?

9. Apa ada budaya sadar risiko HAIs di rumah sakit?, sebutkan contohnya?

10. Berikan saran yang baik dalam perubahan,perbaikan, dan dukungan pelaksanaan HAIs di rumah sakit?

Untuk perawat ruang rawat inap dan poliklinik

1. Apa yang saudara lakukan sebelum merawat luka operasi pasien?

2. Apakah anda selalu mencuci tangan atau menggunakan sarun tangan saat akan melakukan atau merawat pasien?

3. Bagaimana alat yang digunakan saat merawat luka pasien post operasi?

4. Berapa hari dilakukan perawatan luka pasca operasi (untuk poiklinik : kontrol luka?), apakah dilakukan edukasi kepada pasien terkait perawatan luka?

5. Berapa lama penggunaan antibiotik post operasi? (Ranap)

6. Bagaimana pelaksanaan alat misal pinset yang telah digunakan untuk membersihkan luka?

7. Bagaimana pelaksanaan jika tangan anda terpercik darah/cairan lain dari tubuh pasien?

8. Apakah anda mengetahui tanda-tanda infeksi pada pasien post operasi?

9. Menurut pandangan bapak/ibu/saudara bagaimana pelaksanaan manajemen risiko ILO selama pasien di rawat inap?

10. Apakah anda melaporkan apabila ada tanda-tanda infeksi luka operasi? Siapa yang bertanggung


(6)