Pembahasan Model Pengelolaan Sumberdaya Udang Penaeidae spp di Kabupaten Cilacap Provinsi Jawa Tengah

64

4.7 Pembahasan

Hasil tangkapan udang di Cilacap cenderung semakin menurun pada beberapa tahun terakhir. Hal tersebut diduga disebabkan karena terjadinya eksploitasi sumberdaya udang secara besar-besaran dan kerusakan ekologi kawasan pesisir khususnya mangrove. Intensitas penangkapan yang sangat tinggi menyebabkan laju pertumbuhan biologi menurun karena menyempitnya kesempatan udang untuk berkembang biak. Sedangkan kerusakan mangrove disebabkan oleh pengurangan dan konversi. Dalam penelitian ini terbukti bahwa penurunan hasil tangkapan udang seiring dengan menurunnya luasan kawasan mangrove. Menurut Dixon 1989 dalam Bengen 2001, fungsi biologi mangrove adalah sebagai kawasan pemijahan spawning ground dan daerah asuhan nursery ground bagi udang, serta ekosistem mangrove memiliki beragam fungsi ekologi dan ekonomi baik sebagai sumber makanan yang penting bagi biota perairan maupun untuk memenuhi kebutuhan manusia. Hal itu menunjukkan sangat pentingnya hutan mangrove bagi keberlangsungan sumberdaya udang. Wilayah Segara Anakan di Cilacap memiliki mangrove yang luas, namun keberadaannya mengalami tekanan negatif yang serius. Dalam penelitian Naamin 1987 menghasilkan bahwa daerah asuhan udang jerbung di perairan Cilacap adalah di perairan Segara Anakan dari stadium post larva sampai stadium yuwana. Menurut Zarochman 2003 penurunan produksi udang di perairan Cilacap dan sekitarnya sebagian besar dipengaruhi oleh degradasi lingkungan habitat dan kegiatan penangkapan di perairan Segara Anakan. Dalam penelitian ini terbukti bahwa menurunnya luasan kawasan mangrove berpengaruh terhadap populasi udang dan selanjutnya akan menyebabkan menurunnya hasil tangkapan udang. Mengingat pentingnya manfaat mangrove bagi keberlangsungan sumberdaya udang maka strategi peningkatan daya dukung lingkungan dan sumberdaya udang sebagai hasil dari analisis AHP harus dilaksanakan secara intensif. Diharapkan dengan pulih atau membaiknya daya dukung lingkungan yaitu mangrove maka populasi udang akan meningkat sehingga memungkinkan peningkatan hasil tangkapan udang oleh nelayan Dixon 1989 dalam Bengen 2001. 65 Kondisi penurunan hasil tangkapan udang tersebut bila tidak ditangani dengan baik, tentunya akan merugikan nelayan dan mengganggu keberlanjutan perikanan udang. Berdasarkan analisis Ishikawa, SWOT dan AHP yang telah dilaksanakan maka perbaikan untuk kondisi tersebut harus secara terintegrasi dilaksanaakan terhadap 5 lima faktor yang menjadi penyebabnya yaitu sumberdaya manusia nelayan, kapal dan alat tangkap, populasi udang, metode penangkapan dan mangrove. Apabila perbaikan terhadap kelima hal tersebut dapat dilaksanakan dengan baik dapat diharapkan hasil tangkapan udang akan lebih maksimal dan keberlanjutan sumberdaya udang dapat terjamin. Perbaikan tersebut dilaksanakan dengan melaksanakan 5 lima strategi yang telah diperoleh sebagai hasil analisis AHP dengan urutan prioritas yaitu: strategi peningkatan daya dukung lingkungan dan sumberdaya udang; strategi rehabilitasi mangrove dan ekosistem perairan; strategi penegakkan hukum; strategi pengelolaan perikanan tangkap udang terpadu; dan strategi pengembangan ekonomi masyarakat pesisir. Kelima aktor yang paling berperan dalam permasalahan penurunan hasil tangkapan udang yaitu pemerintah, masyarakat, pelaku usaha, lembaga swadaya masyarakat dan akademisi harus bekerja secara simultan bersama-sama untuk menjalankan strategi, sehingga dapat memperbaiki berbagai kelemahan dan ancaman, dan menghasilkan tercapainya keberlanjutan sumberdaya udang dan usaha perikanan tangkap udang tetap berlangsung dan menguntungkan semua pihak yang terlibat dalam perikanan udang tersebut. 66 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan