Validasi metode analisis BAHASAN UMUM

Evaluasi analisis terhadap kadar optimum sampel dengan pengenceran 110, 1100, 1500, dan 11000 seperti yang tercantum pada Tabel 5. Berdasarkan densitas optik yang dihasilkan dari beberapa konsentrasi larutan sampel pada optimasi percobaan, maka diperoleh suatu kondisi analisis yang optimum untuk analisis IgG dalam matriks susu bubuk skim.

4.3.2 Validasi metode analisis

Validasi metode analisis diawali dengan linieritas dan rentang konsentrasi IgG, linearitas adalah kemampuan metode analisis yang menunjukkan bahwa larutan sampel yang berada dalam rentang konsentrasi memiliki respon analat yang proporsional dengan konsentrasi, secara langsung atau melalui transformasi matematika. Rentang adalah interval antara konsentrasi analat terendah dan tertinggi. Prosedur uji sama seperti prosedur ELISA seperti pada pembuatan kurva baku dan ditetapkan kurva linier: y=bx + a, dimana a adalah intersep perpotongan garis dengan sumbu y dan b adalah slope kemiringan garis regresi, linieritas kurva ditentukan dengan cara menghitung koefisien korelasi r. Linieritas memenuhi syarat bila r hitung 0,95. Hasil pembacaan densitas optik OD baku bovine IgG tercantum pada Tabel 5. Evaluasi hasil analisis densitas optik dan perhitungan konsentrasi baku, diperoleh nilai r = 0,99 yang telah memenuhi kriteria keberterimaan nilai r 0,95 dan rentang konsentrasi 7,7 ngmL dan konsentrasi 33,7 ngmL pada densitas optik dengan rentang kerja kurva linier 0,2 sampai 0,8 USP 2011, sehingga dapat disimpulkan bahwa kurva baku larutan bovine IgG linier pada rentang konsntrasi tersebut. Menurut Horwitz 2003 aspek penting dari kurva kalibrasi, disamping linieritas adalah kestabilan dan keberulangan pada waktu berbeda di hari yang sama ataupun pada hari yang berbeda sehingga aspek ini merupakan hal yang kritikal. Perbedaan instrumen akan membuat kurva baku yang sangat berbeda, sehingga kurva baku yang diperoleh pada alat yang digunakan tidak dapat diaplikasikan pada alat yang lain. Kurva baku harus disiapkan beberapa kali, menggunakan standar berbeda sebagai sumbernya, bila memungkinkan dilakukan pada waktu berbeda di hari yang sama atau pada hari yang berbeda. Limit deteksi merupakan hal yang penting karena akan menyebabkan penggunaan konsentrasi yang tidak tepat pada saat melakukan validasi metode Chan 2004. Untuk mendapatkan suatu titer ELISA, ada tahap bahwa status positif atau negatif ditentukan oleh kadar sampel uji, sehingga perlu dilakukan pendekatan untuk menentukan nilai batasnya, cara yang paling umum misalnya dengan menentukan rata rata densitas optik ditambah dengan dua sampai empat simpangan baku. Masalah yang mendasar terhadap pendekatan ini adalah asumsi bahwa kadar antibodi berbanding langsung dengan densitas optik sehingga akan diperoleh kurva linier, tetapi kenyataannya kurva berbentuk sigmoid. Pada analisis menggunakan instrumen limit deteksi dapat dihitung dengan mengukur respon blanko beberapa kali lalu dihitung simpangan baku respon blanko. limit deteksi dan kuantitasi dapat dihitung secara statistik melalui garis regresi linier dari kurva kalibrasi. Limit deteksi mempunyai nilai ekuivalen dengan rata-rata respon blanko plus 3 kali simpangan baku SD, dan limit kuantitasi adalah rata-rata blanko plus 10 kali SD Eurachem 2002. Perhitungan untuk nilai y dan x dilakukan dengan menggunakan kurva baku. Evaluasi hasil penetapan sampel untuk limit deteksi dan limit kuantitasi dengan konsentrasi terendah larutan baku bovine IgG diperoleh data hasil pengukuran dari Tabel 8 dan data uji keberulangan dan simpangan baku pada kadar bovine IgG pada kadar terendah 5,37 ngml tercantum dalam Tabel 9. Dari hasil perhitungan keberulangan larutan baku bovine IgG dengan kadar 5,37 ngml dan perhitungan simpangan baku maka diperoleh limit deteksi sebesar 0,93 ngml dan limit kuantitasi sebesar 3,1 ngml. Dimana konsentrasi ini mempunyai nilai lebih kecil dari kadar terendah larutan baku bovine IgG 7,5 ngml dan konsentrasi 12,8 ngmL yang merupakan konsentrasi optimum yang digunakan pada valiidasi metode analisis. Presisi adalah adalah tingkat kesamaan antar hasil uji individual ketika metode tersebut diterapkan secara berulang dari suatu sampel homogenat, presisi suatu metode analisis biasanya ditunjukkan dengan simpangan baku relatif atau koefisien variasi dari suatu seri pengukuran. Presisi suatu metode akan memenuhi keberterimaan apabila RSD yang diperoleh 20 Chan 2004. Uji presisi dilakukan dengan menganalisis sampel yang sama secara berulang minimal enam kali pengulangan. Kemudian dihitung standar deviasi SD dan Setelah diketahui nilai SD nya maka dapat dihitung standar deviasi relatif RSD atau koefisien variasi. Presisi suatu metode ELISA akan memenuhi keberterimaan apabila RSD yang diperoleh 20. Hasil uji presisi pada sampel A yang tercantum pada Tabel 9, menunjukkan hasil presisi yang memenuhi kriteria keberterimaan. sehingga hal ini menunjukkan bahwa sistem operasional instrumen dan prosedur metode sudah baik dengan respon. Akurasi adalah kemampuan suatu metode untuk mengukur suatu nilai yang aktual atau sebenarnya dari suatu analat, dengan kata lain akurasi atau kecermatan adalah kedekatan hasil uji yang diperoleh atau menggunakan metode yang sedang divalidasi dengan nilai sebenarnya yang terdapat dalam sampel. Penentuan akurasi metode untuk membuktikan kedekatan hasil analisis dengan nilai benar. Akurasi dapat ditetapkan dengan 3 cara yaitu; penetapan dengan menggunakan bahan acuan bersertifikat atau standard reference material SRM , membandingkan menggunakan metode yang telah valid metode resmi atau metode standar dan menghitung uji perolehan kembali dengan menggunakan penambahan standar. Pada penelitian ini digunakan metode penambahan standar adisi dan menghitung persen perolehan kembali. Uji perolehan kembali rekoveri dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah larutan baku IgG ke dalam sampel yang sebelumnya telah ditentukan kadarnya sampel yang telah ditentukan nilai presisinya. Selanjutnya sampel dianalisis hingga diperoleh nilai persen perolehan kembali. Nilai persen perolehan kembali yang mendekati 100 menunjukkan bahwa metode tersebut memiliki ketepatan yang baik dalam menunjukkan tingkat kesesuaian dari rata-rata suatu pengukuran yang sebanding nilai sebesinarnya true value . Untuk metode ELISA maka uji akurasi harus memenuhi keberterimaan RSD 15 atau persen rekoveri 85-115 Chan 2004. Evaluasi hasil analisis dari uji akurasi yang tercantum pada Tabel 10, menunjukkan hasil yang diperoleh persen rekoveri 111,24 yang memenuhi kriteria keberterimaan yang terletak antara 85-115. Hal ini menunjukkan bahwa sistem operasional instrumen dan prosedur metode sudah baik dengan respon. Spesifisitas adalah kemampuan metode untuk mendeteksi mengukur analat secara cermat dan seksama dengan adanya analat asingbahanmatriks lain, matriks yang merupakan sampel blanko tanpa analat dan kemungkinan dapat mengandung analat lain yang dapat mempengaruhimengganggu penetapan analat yang dicari. Sehingga perlu diketahui apakah metode yang akan digunakan spesifik untuk analisis analat dan analat lain yang tidak diinginkan tidak mengganggu mempengaruhi hasil analisis Chan 2004. Menurut De Silva 2003 idealnya antibodi yang digunakan harus spesifik dengan analat target, tanpa adanya gangguan dari bahan yang strukturnya hampir sama dengan analat yang ada dalam sampel ataupun bahan yang terdapat dalam matriks. Sehingga verifikasi untuk spesifitas perlu dilakukan untuk seleksi analat dari matriks yang komplek sehingga tidak diperoleh hasil positif atau negatif palsu. Spesifisitas pengujian dievaluasi menggunakan matriks sampel yang di spike , tetapi pada beberapa kasus dilakukan menggunakan matriks sampel yang mengandung bahan yang mirip dengan analat target. Tetapi bila tidak diperoleh bahan yang sesuai dengan analat target, maka pada validasi metode dilakukan kuantifikasi analat dalam komponen matriks menggunakan konsentrasi dibawah konsentrasi yang mungkin merupakan gangguan pada waktu pengujian De Silva 2003 Pada penelitian ini penetapan menggunakan matriks sampel tanpa analat target untuk melihat adanya gangguan komponen yang ada dalam matriks susu bubuk skim, walaupun sebenarnya matriks tersebut tidak sama dengan matriks dari sampel yang diuji. Hal ini terjadi karena matriks sampel yang akan dianalisis sulit diperoleh dan tidak ada di pasaran. Menurut DeSilva 2003, bila matriks yang dimaksudkan sulit diperoleh maka kurva baku dapat digunakan sebagai pengganti matriks. Dari hasil penetapan sampel seperti yang tertera Tabel 11 dan Densitas optik larutan sampel dan larutan matriks yang tertera pada Tabel 12. Maka densitas optik untuk sampel tanpa IgG dan sampel yang mengandung IgG diperoleh densitas optik yang baik untuk sampel yang mengandung IgG dimana pada perbandingan konsentrasi dari pengenceran 110 sampai 11000 adalah 0,7 dan 0,1. Hasil analisis pada larutan matriks sampel tanpa IgG terlihat densitas optik pada konsentrasi 110 sampai 11000 adalah 0,07 dan 0,07, dimana nilai ini menunjukkan nilai dibawah 0.200 atau nilai yang hampir sama dengan nilai densitas optik larutan baku bovine IgG pada konsentrasi 0 ngml 0,08, dan hamper sama dengan nilai densitas optik blanko assay diluent 0,07 dan blanko substrat 0,06. Hal ini menunjukkan tidak adanya kandungan bovine IgG dalam larutan matriks sehingga dapat disimpulkan bahwa matriks sampel yang terkandung dalam sampel susu bubuk skim tidak mengganggu dalam analisis dan spesifik untuk penetapan bovine IgG dalam sampel susu bubuk skim. Dari hasil penetapan kadar bovine IgG dalam susu bubuk skim yang beredar dengan kadar IgG yang bervariasi dan pada labelnya tercantum kadar bovine IgG selain dari susu bubuk skim A. Dari hasil uji keberulangan untuk kedua sampel susu bubuk skim sampel B dan sampel C diperoleh nilai RSD 9,67 untuk susu bubuk B dan nilai RSD 4,86 untuk susu bubuk C yang memenuhi keberterimaan uji keberulangan nilai RSD 20. Maka dapat disimpulkan bahwa metode analisis dapat digunakan untuk analisis kadar IgG dalam susu bubuk skim dengan kadar ber variasi.

4.3.3 Hasil validasi metode analisis