IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada pelaksanaannya validasi dilakukan dengan 2 tahap, tahap pertama adalah uji pendahuluana dan tahap kedua adalah validasi metode
analisis dan uji coba dilakukan terhadap susu bubuk skim lain dengan kadar IgG yang bervariasi.
4.1 Kurva baku dan kadar optimum kadar IgG dalam dalam
sampel susu bubuk
4.1.1 Kurva baku dan Kalibrasi kurva baku
Pada tahap pertama uji pendahuluan pada validasi metode analisis ELISA sebagai pengukuran kuantitatif memerlukan kurva
baku, kurva baku yang digunakan pada validasi metode harus dikalibrasi atau distandardisasi terlebih dahulu karena kurva baku
merupakan suatu fungsi dari rentang nilai analisis, yang akan berhubungan dengan respon analat Chan 2004. Kurva baku yang
valid diperoleh bila larutan baku bovine IgG menunjukkan nilai r 0,95.
Pengukuran densitas optik larutan baku bovine IgG tercantum dalam lampiran 2 dan densitas optik OD larutan baku
bovine IgG tercantum pada Tabel 4.
Tabel 4. Densitas optik OD larutan baku bovine IgG Kadar baku IgG ngmL
Densitas optik OD 125
1,82 ±0,006 62,5
1,17±0,004 31,2
0,66±0,000 15,6
0,37±0,000 7,8
0,21±0,000 0,08±0,000
a Intersep 0,07
b Slope 0,02
r Koefisien korelasi 0,99
Hasil evaluasi terhadap kurva baku menunjukkan koefisien korelasi r masih dalam nilai keberterimaan r 0,95,
dimana nilai r perhitungan adalah 0.99 intersept= 0,07, slope=0,02. Nilai korelasi yang diperoleh diatas menunjukkan
bahwa setiap kenaikan konsentrasi larutan IgG yang diuji akan diikuti dengan kenaikan densitas optik OD yang sebanding pada
rentang 0-125 ngmL. Maka kurva baku dengan seri larutan baku IgG dengan kadar 0-125 ngmL yang telah ditetapkan dapat
digunakan untuk uji selanjutnya.
4.1.2 Kadar optimum IgG dalam sampel susu bubuk skim yang digunakan pada validasi
Evaluasi hasil analisis terhadap kadar optimum sampel susububuk skim dengan pengenceran 110, 1100, 1500, dan 11000 larutan stok
sampel dengan kadar 15 mg10 mL, Densitas optik larutan baku bovine IgG yang tercantum pada Tabel 4 digunakan sebagai kurva baku, maka
diperoleh kadar optimum IgG dalam sampel A seperti tercantum pada Tabel 5.
Tabel 5. Kadar optimum IgG dalam Sampel A Pengenceran sampel
mgmL Kadar IgG
ngmL Sampel 1
Sampel 2 Sampel 3
Rata rata
1:10 40,73
36,21 38,30
38,42 1:100
19,66 19,74
20,88 20,01
1:500 12,33
13,02 12,99
12,78 1:1000
4,86 5,44
5,01 5,10
Evaluasi terhadap kadar IgG dalam sampel, maka diperoleh kadar tiap sampel untuk pengenceran tertinggi 110 sebesar 5,1 ngmL dan
pengenceran terendah 11000 dengan kadar 38,4 ngmL, maka kandungan
IgG dalam larutan sampel terletak dalam rentang antara 5,1 ngmL dan 38,4 ngmL. Dari hasil tersebut juga dapat dilihat bahwa pada pengenceran 110,
memiliki kadar yang masih kecil karena kadar analat yang dimasukkan terlalu besar pekat sehingga tidak semua antigen dapat terikat oleh
antibodi. Apabila dilihat pada pengenceran 1100 dan 1500 menunjukkan kadar yang hampir dekat yaitu 12,8 ngmL dan 20,0 ngmL IgG dalam
sampel, sedangkan pengenceran dengan kadar 11000 terlihat sangat kecil 5,1 ngmL.
Berdasarkan densitas optik yang dihasilkan dari beberapa kadar IgG pada optimasi percobaan dan dengan nilai yang diperoleh, maka dapat
diambil suatu kondisi analisis yang paling optimum untuk analisis IgG dalam matriks susu bubuk skim. Dari kelima pengenceran sampel yang
mengandung IgG maka kadar 1500 memberikan hasil reaksi antigen- antibodi terbaik karena memberikan reaksi lebih baik dari pengenceran
11000, tetapi sedikit dibawah pengenceran 1100. Selanjutnya karena pertimbangan ekonomis dan tidak terlalu jauh dengan penggunaan
pengenceran 1100, maka pengenceran sampel 1500 dari larutan stok dengan kadar 12,8 ngmL yang akan digunakan untuk validasi metode
analisis.
4.2 Validasi metode analisis penetapan kadar imunoglobulin G