2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kondisi Kepulauan Karimunjawa
Terumbu karang adalah ekosistem di perairan tropis yang di bangun oleh biota laut penghasil kapur, khususnya jenis-jenis karang batu dan alga berkapur. Biota lain
yang ikut juga membentuk adalah jenis moluska , crustacea, echinodermata, polychaeta, porifera dan tunakita serta biota yang hidup bebas diperairan terumbu
karang, serta beberapa jenis plankton dan jenis ikan Sukarno, 1995. Karang adalah organisme kelas Anthozoa, yang merupakan kelas terbesar dari filum Cnidaria,
dengan lebih dari 6000 spesies yang ditemukan Barnes, 1987. Berdasarkan hubungannya dengan daratan, terumbu karang dibagi dalam tiga
tipe utama yaitu, terumbu karang tepi fringing reef, terumbu karang penghalang barrier reef, dan terumbu karang cincin atoll. Terumbu karang yang paling umum
dijumpai di Indonesia adalah tipe terumbu karang tepi. Terumbu karang ini berkembang di sepanjang pantai pada kedalaman yang tidak lebih dari 40 meter.
Daerah yang memiliki tingkat perkembangan yang baik adalah daerah yang yang terkena cukup ombak Barnes, 1987.
2.2 Aktifitas Manusia yang Mempengaruhi Kerentanan Terumbu Karang
Menurut Pungsapan 1998 dalam penyusunan bagi zonasi terumbu karang, harus memperhatikan keadaan lingkunagan terumbu karang secara keseluruhan.
Kondisi terumbu karang yang merupakan syarat dalam pembuatan rencana zona konservasi adalah sebagai berikut : kondisi tutupan karang hidup dalam keadaan baik
50, kepadatan ikan dan keanekaragaman organisme laut memiliki persentase 10 - 20 dari keseluruhan habitat terumbu karang yang ada di seluruh wilayah
tersebut, memiliki habitat mangrove dan lamun sebagai batas antara laut dan daratan, memiliki kemiringan karang yang baik dan jauh dari muara sungai sehingga tidak
terjadi sedimentasi yang mempengaruhi pertumbuhan terumbu karang, lokasinya berada jauh dari jangkauan masyarakat sehingga lebih mudah diamati dan mudah
untuk dipantau, lokasinya bukan merupakan daerah utama penagkapan ikan bagi penduduk setempat serta tidak digunakan sebagi secara permanen oleh penduduk
sebagai dermaga perahu dan kapal. Menurut Basuni 1997 dalam melakukan penyusunan zona konservasi laut
harus memperhatikan : keaslian terumbu karang, keanekaragaman terumbu karang serta biota yang menghuni terumbu karang, luas dan letak terumbu karang serta
keadaan sosial eknomi penduduk yang berdekatan dengan lokasi terumbu karang. Westmacott et.al., 2000 mejelaskan beberapa
parameter yang mempengaruhi kerentanan terumbu karang antara lain : pembangunan pesisir untuk perumahan,
resort, hotel, industri, pelabuhan dan pembangunan marina seringkali menyebabkan reklamasi daratan dan penggerukan tanah. Kegiatan ini meningkatkan proses
sedimentasi sehingga mengurangi cahaya dan menutupi karang dan menimbulkan kerusakan fisik langsung bagi terumbu karang.
Pengelolaan yang tidak berkelanjutan di daerah aliran sungai yang tidak disesuaikan dengan daerah pesisir, termasuk pengurangan lahan hutan, pertanian yang
buruk dan praktek pemanfaatan lahan yang buruk, penggunaan pestisida berlebihan yang membahayakan organisme terumbu karang, pupuk yang menyebabkan
bertambahnya nutrisi dan sedimentasi di daerah muara sungai yang juga mempengaruhi terumbu karang.
Eksploitasi berlebihan dapat mengakibatkan sejumlah perubahan pada terumbu karang. Penangkapan jenis ikan pemakan alga yang berlebihan dapat mengakibatkan
pertumbuhan alga yang tidak terkendali, penangkapan yang berlebihan dari jenis ikan yang berperan amat penting dalam ekosistem terumbu dapat mengakibatkan
meledaknya populasi jenis lain dibagian manapun dari rantai makanan. Kegiatan perikanan yang merusak, seperti menggunakan alat peledak dan
penggunaan jaring insang dan pukat dapat membuat kerusakan fisik yang ekstensif bagi terumbu karang dan mengakibatkan tingginya persentase kematian ikan yang
belum dewasa yaitu bibit ikan dewasa di masa mendatang. Penggunaan sianida dan racun lain untuk menangkap ikan karang yang akan dipelihara di akuarium juga
berdampak negatif. Pembuangan limbah industri dan rumah tangga meningkatkan tingkat nutrisi
dan racun di ekosistem terumbu karang. Pembuangan limbah tak diolah langsung ke laut menambah nutrisi dan pertumbuhan alga yang berlebihan. Limbah kaya nutrisi
dari pembuangan atau sumber lain khususnya dapat mengganggu, karena mereka meningkatkan perubahan besar dari struktur terumbu karang secara perlahan dan
teratur. Alga mendominasi terumbu hingga melenyapkan karang pada akhirnya Burke. L et.al 2002
. Kegiatan kapal dapat berdampak bagi terumbu melalui tumpahan minyak dan
pembuangan dari ballast kapal. Walaupun konsekuensinya kurang dikenal, hal ini berdampak lokal yang berarti. Kerusakan fisik secara langsung dapat terjadi karena
kapal membuang sauh di terumbu karang dan pendaratan kapal tak disengaja.
Kegiatan-kegiatan manusia di daerah pesisir yang terdapat ekosistem terumbu karang menyebabkan kerusakan fisik bagi karang selain itu juga mempengaruhi
integritas struktur karang. Kerusakan seperti ini seringkali terjadi dalam hitungan menit tetapi butuh bertahun-tahun untuk memperbaikinya. Kerusakan akibat aktivitas
manusia akibat kontak langsung dengan terumbu karang dapat pula disebabkan karena orang menginjak karang untuk mengumpulkan kerang dan organisme lain di
daerah yang terdapat ekosistem terumbu karang, selain itu kegiatan penyelaman diving maupun snorkel yang tidak diatur secara baik akan merusak terumbu karang.
Kegiatan lain seperti pembukaan lahan untuk lahan tambak yang tidak diatur dan ditata secara baik akan mempengaruhi kelestarian ekosistem terumbu karang.
Selain kerusakan fisik juga terjadi pencemaran yang berasal dari air pembuangan tambak yang mengandung bahan organik yang berbahaya dan akhirnya akan
mempengaruhi kerentanan terumbu karang. Penambangan karang dan pasir yang terdapat di daerah terumbu karang sebagai
bahan pondasi bangunan akan merusak secara langsung fisik dari terumbu karang dan akan mengurangi pondasi dari terumbu karang Berwich, 1983 dalam Dahuri et.al.,
1996. Pada kawasan pesisir pola perencanaan akan sangat di pengaruhi oleh pembagian zona-zona perlindungan yang ketat, karena karakter wilayah pesisir
bersifat rentan dan dinamik Departemen Kehutanan, 1997.
2.3 Teknologi Penginderaan Jauh dan SIG untuk Pemetaan Terumbu Karang