Teknologi Penginderaan Jauh dan SIG untuk Pemetaan Terumbu Karang

Kegiatan-kegiatan manusia di daerah pesisir yang terdapat ekosistem terumbu karang menyebabkan kerusakan fisik bagi karang selain itu juga mempengaruhi integritas struktur karang. Kerusakan seperti ini seringkali terjadi dalam hitungan menit tetapi butuh bertahun-tahun untuk memperbaikinya. Kerusakan akibat aktivitas manusia akibat kontak langsung dengan terumbu karang dapat pula disebabkan karena orang menginjak karang untuk mengumpulkan kerang dan organisme lain di daerah yang terdapat ekosistem terumbu karang, selain itu kegiatan penyelaman diving maupun snorkel yang tidak diatur secara baik akan merusak terumbu karang. Kegiatan lain seperti pembukaan lahan untuk lahan tambak yang tidak diatur dan ditata secara baik akan mempengaruhi kelestarian ekosistem terumbu karang. Selain kerusakan fisik juga terjadi pencemaran yang berasal dari air pembuangan tambak yang mengandung bahan organik yang berbahaya dan akhirnya akan mempengaruhi kerentanan terumbu karang. Penambangan karang dan pasir yang terdapat di daerah terumbu karang sebagai bahan pondasi bangunan akan merusak secara langsung fisik dari terumbu karang dan akan mengurangi pondasi dari terumbu karang Berwich, 1983 dalam Dahuri et.al., 1996. Pada kawasan pesisir pola perencanaan akan sangat di pengaruhi oleh pembagian zona-zona perlindungan yang ketat, karena karakter wilayah pesisir bersifat rentan dan dinamik Departemen Kehutanan, 1997.

2.3 Teknologi Penginderaan Jauh dan SIG untuk Pemetaan Terumbu Karang

Pemanfaatan penginderaan jauh untuk daerah laut dangkal pertama kali dikemukakan oleh Smith et al. 1975 dalam Jupp et al. 1985 penelitian dilakukan menggunakan citra satelit Landsat untuk memetakan terumbu karang di Great Barrier Reef, Australia, menghasilkan pengklasifikasian yang terbatas. Pemetaan terumbu karang juga dilakukan oleh National Center of Carribean Coral Reef Research 2002, Universitas Miami di Kepulauan Karibia. Untuk mengekstrak habitat perairan dangkal dengan menggunakan persamaan Lyzenga. Selain itu pemutihan karang juga dipantau dengan cara yang sama. Wilayah pesisir dan laut merupakan wilayah yang sangat kompleks karena berbagai kegiatan terjadi di daerah ini. Untuk kondisi seperti ini SIG merupakan jawaban, karena SIG merupakan alat yang mampu untuk meyimpan, memanggil, memperbaharui, memanipulasi dan menganalisa berbagai macam data sesuai dengan kebutuhan sehingga dapat digunakan untuk pengambilan keputusan Marbel dan Pequet, 1993 dalam Bakorsurtanal, 1996, Sistem Informasi Gegrafis SIG untuk kelautan dapat di bedakan dalam berapa areal antara lain daerah pantai, bawah laut dan laut terbuka Davis dan Davis, 1988 dalam Bakosurtanal, 1996. Setiap zona di wilayah pesisir dan laut akan berbeda cara survey, analisis dan kebutuhan teknik pemetaan khusus yang membutuhkan struktur data base berbeda Sutrisno dan Sutrisno, 1990 dalam Bakorsurtanal, 1996. Teknologi Inderaja dan SIG banyak digunakan oleh para peneliti untuk memetakan terumbu karang, diantaranya pemetaan terumbu karang di Kepulauan Seribu oleh Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Siregar et al., 1995. Pemetaan terumbu karang untuk skala global juga telah dilakukan oleh Robinson et al. 2000 dengan mempergunakan citra satelit SeaWiFs yang memiliki resolusi spasial 1 km. Kemudian di integrasikan dengan data satelit lain yang memiliki resolusi yang lebih tinggi kemudian dikonversi ke dalam sistem proyeksi yang sama. Data tersebut di overlay dengan data World Conservation Monitoring Centre WCMC yang disajikan on-line di website Coral Reef Remote Sensing Website www:WCMC.com. Sistem Informasi Geografis SIG dirancang untuk secara efisien memasukkan, menyimpan, memperbaharui, memanipulasi, menganalisa dan menyajikan semua jenis informasi yang berorientasi geografis ESRI, 2001. Penggunaan data penginderaan jauh memudahkan dalam membangun suatu basis data SIG dan mengembangkan pendekatan ekosistem yang bergeoreferensi karena meliputi daerah yang luas Bond, 1999.

2.4 Cell Base Modelling