11 Meningkatnya suhu keluaran pengeringan otomatis akan menurunkan kadar air
bahan. Secara umum, suhu keluaran pengeringan pada nilai 80-85
o
C memungkinkan untuk mendapatkan produk dengan kadar air yang tidak melebihi
batas minimum yang disyaratkan untuk penyimpanan tepung KA 4 sehingga umur simpan produk dapat lebih lama Masters, 1985.
Kelarutan
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut solute, untuk larut dalam suatu pelarut solvent
www..wikipedia.orgwikiKelarutan. Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan.
Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut.
Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni atau pun campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat.
Kelarutan bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut, seperti perak klorida dalam air. ketidaklarutan insoluble sering diterapkan pada
senyawa yang sulit larut, walaupun sebenarnya hanya sedikit kasus yang benar- benar tidak ada bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan
kelarutan dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat jenuh supersaturated yang metastabil www.id.wikipedia.orgwikiKelarutan.
D. BAHAN PENGKAPSUL
Bahan pengkapsul merupakan bahan yang berfungsi sebagai pengikat suatu materi serta memperbaiki mutu fisik produk. Bahan pengkapsul yang umum
digunakan yaitu bahan yang berupa tepung-tepungan seperti pati termodifikasi, maltodekstrin dan sirup jagung padat yang merupakan pengkapsul yang biasa
digunakan dalam enkapsulasi bahan pangan. Bahan tersebut memiliki sifat yang mudah larut dalam cairan dengan viskositas yang rendah sehingga menjadikannya
mudah kering kembali dan produk terkapsulkan dengan baik dalam proses enkapsulasi pengering semprot Kenyon, 1995.
Bahan pengkapsul selain digunakan sebagai pelapis bahan inti juga digunakan untuk memperbesar volume dan meningkatkan jumlah total padatan,
12 serta dapat mencegah kerusakan bahan inti oleh panas Masters, 1979. Bahan
pengkapsul selama proses pengeringan berlangsung harus mampu menahan dan melindungi bahan-bahan mudah menguap dari kehilangan dan kerusakan bahan
kimia selama pengolahan, penyimpanan serta penanganan Kim dan Mor, 1996. Bakan 1994 menyebutkan bahwa bahan pengkapsul yang digunakan untuk
proses enkapsulasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a
Bahan pengisi harus mampu memberikan lapisan tipis yang kohesif dengan bahan inti.
b Bahan pengisi dan inti dapat bersatu, namun secara kimia tidak dapat bereaksi
karena dapat mengakibatkan perubahan atau kerusakan bahan inti. c
Bahan pengisi harus mampu memberikan sifat pengisian yang sesuai seperti kekuatan, fleksibilitas, impermeabilitas, sifat-sifat optik serta stabilitasnya.
Karbohidrat seperti pati, maltodekstrin, sirup jagung serta gum akasia telah banyak digunakan sebagai agen pengkapsul. Bahan-bahan tersebut memiliki sifat
yang diinginkan sebagai pengkapsulasi seperti viskositas yang rendah pada konsentrasi padatan yang tinggi serta memiliki kelarutan yang baik. Namun, pada
bahan tersebut juga terdapat kekurangan fungsi interfasial sehingga perlu adanya penggabungan dengan bahan pengkapsul lain seperti protein susu Hogan, 2001.
Maltodekstrin
Menurut FDA The Food and Drug Administration, Maltodekstrin C
6
H
12
O
6
merupakan polimer sakarida yang bergizi, tidak manis, mengandung unit D-Glukose pada ikatan primer
α-1,4 dan memiliki nilai dextrose equivalence DE kurang dari 20. Kenyon, 1995. DE dextrose equivalence merupakan sifat
utama yang menentukan sifat dari maltodekstrin itu sendiri. Nilai DE ini merupakan derajat hidrolisis dari polimer pati tersebut. Maka dari itu, DE
maltodekstrin menunjukkan bahwa bahan tersebut mudah untuk dikeringkan, sedangkan bahan yang memiliki DE lebih besar dari 42 akan sulit untuk
dikeringkan dan dipasarkan hanya dalam bentuk sirup. Kenyon, 1995. Bobot molekul rata-rata dari maltodekstrin ini ±1800 untuk maltodekstrin
yang memiliki 10 DE. Hal ini menunjukkan bahwa hidrolisat tersebut tersusun atas banyak polimer yang lebih kecil dari pati aslinya bernilai 2.000.000
viskositas dan daya larut bahan maltodekstrin bervariasi yang bergantung pada
13 ukuran rata-rata molekulnya. Semakin tinggi nilai DE maka semakin banyak pula
bahan yang dapat melarut dalam air. Menurut Kenyon dan Anderson 1988, maltodekstrin dan sirup jagung
padat memiliki sifat-sifat fungsional yang berpengaruh terhadap proses enkapsulasi, meliputi kestabilan emulsi yang rendah yang dikarenakan tidak
memiliki sifat lipofilik dan hidrofilik; sifat pembentukan film, seberapa cepat pembentukan film atau membran pada proses enkapsulasi flavor akan sangat
menentukan kualitas produk akhir; higroskopisitas, maltodekstrin dan sirup jagung padat dengan DE rendah bersifat nonhigroskopis; viskositas, maltodekstrin
dan sirup jagung padat menunjukkan kelarutan yang baik pada selang kadar padatan 5 DE- 20 DE yaitu 30-75.
Maltodekstrin dan sirup jagung padat memiliki biaya yang rendah dibandingkan dengan bahan pengkapsul lainnya. Disamping itu bahan-bahan ini
banyak diproduksi oleh banyak negara sehingga mudah diperoleh Kenyon dan Anderson, 1988.
Protein
Protein merupakan komponen yang sangat penting, baik dari segi nutrisi maupun sifat fungsionalnya seperti sebagai bahan pengemulsi, pengikat air atau
lemak, serta pembentuk buih atau gel. Selain itu protein juga dapat menghasilkan flavor, memperbaiki penampakan dengan menghasilkan tekstur yang lebih baik
Giese, 1994. Protein memiliki sifat fungsional yang baik seperti viskositas, emulsifikasi serta pembentukan film. Dengan sifat seperti tersebut diatas, protein
ini memiliki kemampuan yang baik untuk digunakan sebagai bahan pengisi. Beberapa sifat fungsional protein dalam bahan pangan dapat
diklasifikasikan ke dalam tiga golongan utama, yaitu : sifat hidrasi yang tergantung pada interaksi antara protein dan air, sifat hubungan interaksi antara
protein dan protein serta sifat permukaan Subarna et al., 1990. Sifat-sifat yang termasuk pada golongan pertama adalah daya serap dan
kapasitas menahan air, daya ikat air, adhesi, kelarutan serta viskositasnya. Sifat- sifat yang termasuk golongan kedua adalah yang berpengaruh pada pengendapan,
yaitu pembentukan gel, serta pembentukan dari berbagai macam struktur seperti protein adonan dan serat-serat. Sifat yang termasuk dalam golongan ketiga adalah
14 terutama sifat-sifat yang berhubungan dengan tegangan permukaan, emulsifikasi
serta pembentukan buih pada protein Subarna et al., 1990. Penggunaan protein sebagai bahan pengkapsul belum dikembangkan secara
luas. Jenis protein yang dapat digunakan antara lain potassium caseinut, isolate protein whey, isolate protein, natrium caseinut, protein susu skim dan protein
whey. Dalam penelitian ini, protein yang digunakan ialah protein susu skim. Susu skim adalah bagian susu yang banyak mengandung protein, sering
disebut “serum susu”. Susu skim mengandung semua zat makanan dari susu kecuali lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak. Krim mempunyai
berat jenis yang rendah karena banyak mengandung lemak. Susu skim mempunyai berat jenis yang tinggi karena banyak mengandung protein Saleh, 2004. Susu
bubuk skim adalah susu sapi yang telah diambil lemaknya dan diubah menjadi bentuk bubuk, mempunyai bentuk seperti granula-granula kecil, dengan warna
putih kekuningan. Susu ini banyak mengandung protein dengan kadar air 5 Saleh, 2004, sedangkan menurut Jacobs 1951, susu skim memiliki ciri
komposisi 35,6 - 37 protein, 1 lemak, serta kadar air sebesar 3,5 - 4 seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Sifat Fisik dari Produk Skim Milk
Produk susu
Air ABU
Protein Lemak
Laktosa Total Padatan
Skim milk 3,5-4,0 7,9-9,0 35,6-37,0 1,0 52,049,0 96,0-96,5
Penentuan konsentrasi bahan penyalut sangat penting dalam memberikan perlindungan terhadap bahan aktif. Peningkatan konsentrasi bahan penyalut dalam
larutan akan meningkatkan retensi bahan aktif yang dikapsulkan. Hal ini dapat mempercepat terbentuknya kulit atau lapisan pengeras film yang melapisi droplet
bahan aktif Reinnecius, 2004.
E. BAKTERI INDIKATOR