6 ke dalam 3 sub kelas yaitu peptida Listeria-aktif dengan sekumpulan sekuen N-
terminal, bakteriosin yang membentuk kelompok berpori dengan aktivitas dua peptida yang berbeda, serta bakteriosin yang memerlukan peptida teraktifasi-tiol
untuk mengurangi residu sistein dalam aktivitasnya. c.
Bakteriosin bermolekul protein besar 30 kDa, dimana mengandung protein yang tidak tahan terhadap panas seperti Helvetion J dan Brevicin 27.
d. Bakteriosin yang mengandung protein kompleks, dimana terdiri atas
komponen karbohidrat maupun lipid, seperti Plantarisin S yang mengandung glikoprotein Jimenez-Diaz, 1993.
Penelitian awal terhadap bakteriosin dari BAL SCG 1223 menunjukkan adanya spektrum zona hambat yang luas terhadap bakteri Gram positif Listeria
monocytogenes dan bakteri Gram negatif Salmonella thypimurium serta Escherichia coli. Pada persentase inokulum 10 di dapat aktivitas hambat
tertinggi bakteriosin terhadap E. coli, S. thypimurium dan L. monocytogenes yaitu sebesar 1085,81 AUml, 816,40 AUml dan 1178,13 AUml. Aktivitas hambat
tersebut didapatkan pada pH media 6, waktu inkubasi 14 jam serta suhu inkubasi 40
o
C untuk E. coli dan L. monocytogenes dan untuk S. thypimurium suhu yang digunakan 27
o
C Januarsyah, 2007.
B. KARAKTERISASI
Karakterisasi merupakan tahap yang dilakukan untuk menentukan sifat dari bakteriosin yang dilihat pengaruh aktivitasnya terhadap perlakuan lingkungan
seperti perlakuan enzimatis, suhu, tingkat keasaman, serta kemampuan mempertahankan aktivitasnya selama penyimpanan. Di dalam karakterisasi
produk bakteriosin, sensitivitas bakteriosin terhadap enzim protease merupakan kunci utama penentu karakter bakteriosin. Enzim protease berperan sebagai agen
penghambat inhibitor aktivitas bakteriosin. Hal tersebut menunjukkan bahwa bakteriosin tersusun atas komponen protein tinggi yang pada umumnya akan
dihambat beberapa kali oleh enzim proteolitik Vuyst et al., 1994. Bakteriosin di karakterisasi dengan melihat aktivitasnya terhadap kestabilan suhu dan pH,
kemudahan terdenaturasi oleh enzim proteolitik, dan kestabilan selama penyimpanan Ogunbanwo et al., 2003.
7
C. ENKAPSULASI
Enkapsulasi merupakan proses penjeratan zat-zat sensitif atau bahan inti oleh polimer pelindung sebagai agen pengkapsulasi. Bahan inti terlindungi dari
reaksi yang dapat merusak dan kondisi lingkungan yang merugikan Hogan, 2001. Mikrokapsul merupakan suatu ruang kecil dengan lapisan dinding yang
seragam di sekelilingnya. Bahan yang terdapat di dalam mikrokapsul merupakan inti bahan sedangkan bahan di sekelilingnya dinding disebut sebagai cangkang
atau membran. Mikroenkapsulasi memberikan sarana untuk mengubah komponen dalam
bentuk cairan menjadi partikel padat dan melindungi materi dari pengaruh lingkungan. Perlindungan yang diberikan oleh bahan pengkapsul dapat mencegah
terjadinya degradasi bahan inti karena pengaruh cahaya dan atau oksigen serta dapat memperlambat terjadinya evaporasi Risch, 1995.
Keuntungan proses enkapsulasi menggunakan spray dryer yaitu biaya proses yang relatif murah serta secara industri ketersediaan alat yang digunakan
mudah. Selain itu, proses pengeringan dengan menggunakan spray dryer lebih mudah karena dapat dilakukan secara otomatis dan berkesinambungan. Namun
kekurangannya yaitu dihasilkannya produk dengan tekstur yang sangat halus sehingga membutuhkan penanganan lebih lanjut dalam penyimpanannya. Di
dalam menjalankan proses ini, diperlukan panas tinggi untuk menguapkan air bahan dari sistem oleh karena itu, proses pengeringan dengan menggunakan spray
dryer tidak cocok digunakan pada produk yang sensitif terhadap proses pemanasan Risch, 19994.
Menurut Bakan 1978, keberhasilan suatu proses enkapsulasi dan sifat mikrokapsul yang dihasilkan dipengaruhi oleh beberapa faktor penting, antara
lain: a.
Bahan inti yang disalut, yaitu berwujud padat, cair ataupun gas; sifat fisikokimia seperti solubilitas, hidrofobik atau hidrofilik, serta stabilitas
terhadap suhu dan pH. b.
Bahan penyalut yang digunakan. c.
Medium mikroenkapsulasi yang digunakan dapat berupa pelarut air maupun bukan air.
8 d.
Prinsip proses mikroenkapsulasi yang digunakan yaitu secara fisika atau kimia. e.
Tahap proses mikroenkapsulasi yaitu tunggal atau bertahap. f.
Struktur dinding mikrokapsul yaitu tunggal atau berlapis. Proses enkapsulasi secara umum melalui tiga tahapan dalam suatu
pengadukan yang sinambung, antara lain : 1.
Berbentuk tiga fase kimia yang belum saling bercampur, yaitu fase pembawa air, fase materi inti yang akan dilapisi dan fase penyalut.
2. Penempelan bahan penyalut pada permukaan bahan inti. Umumnya tahapan ini
terjadi karena bahan penyalut polimer diadsorbsikan pada antar permukaan yang terbentuk antara materi inti dan bahan cair.
3. Pemadatan pelapis untuk membentuk mikrokapsul yang biasanya terjadi akibat
adanya panas. Proses enkapsulasi dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain :
a Suspensi udara
Suspensi udara berfungsi sebagai alat mikroenkapsulasi dimana partikel padatan yang akan diselaputi berada pada suatu kolom udara panas dan kemudian
disemprot dengan bahan penyalut dari bagian atas melalui sebuah nozzle yang akan menghasilkan lapisan-lapisan tipis pada permukaan partikel yang berupa
butiran yang seragam Dziezak, 1988. b
Ekstruksi sentrifugal Pada metode ekstruksi, bahan inti didispersikan pada karbohidrat cair yang
kemudian bahan inti akan ditangkap dan dikeraskan oleh bahan penyalut selama kontak terjadi. Cairan inti dienkapsulasi dengan menggunakan ekstruksi rotasi
yang berisikan pipa konsentrik. Kelemahan metode ini yaitu biaya operasi yang mahal dan diperkirakan dua kali lipat dibandingkan dengan metode spray drying
Risch, 1994. c
Koaservasi Koaservasi pada awalnya digunakan untuk menerangkan fenomena
pemisahan fase dalam sistem koloid. Pemisahan fase ini erat kaitannya dengan pengendapan atau flokulasi zat koloid dan koaservasi merupakan tahapan yang
terjadi sebelum pengendapan dalam larutan terjadi. Deasy 1987 menyebutkan bahwa koaservasi pemisahan fase terbagi atas dua tipe yaitu koaservasi sederhana
9 dan koaservasi kompleks. Koaservasi sederhana hanya menggunakan satu jenis
koloid sedangkan koaservasi kompleks menggunakan lebih dari satu jenis polimer.
d Kokristalisasi
Kokristalisasi adalah suatu teknik enkapsulasi yang prosesnya relatif sederhana. Kokristalisasi merupakan teknik untuk memasukkan komponen atau
senyawa ke dalam dan ke celah antar kristal sukrosa Jackson dan Lee, 1991. Proses enkapsulasi dapat berlangsung akibat kristalisasi spontan dari sukrosa yang
menghasilkan bentuk mengelompok dengan jarak ukuran 3-300 µm sehingga memungkinkan masuknya seluruh bahan non sukrosa ke dalam atau diantara
kristal sukrosa. e
Pengering Semprot Spray drying Thies 1996, mengungkapkan kelebihan dari metode pengering semprot
yaitu teknologinya sudah banyak dikuasai sehingga mudah didapat, msmpu memproduksi kapsul dalam jumlah banyak, jenis bahan pelapis yang cocok untuk
pengeringan semprot juga layak sebagai bahan makanan, dan bahan pelapis yang digunakan larut dalam air sehingga dapat melepaskan bahan inti tanpa adanya
bahan pelapis yang mengendap. Heath 1981 menambahkan bahwa metode pengeringan semprot juga cocok untuk bahan yang mudah teroksidasi seperti
minyak. Terdapat empat tahapan yang terjadi pada proses spray drying yaitu :
pertama, keadaan bahan yang akan dikeringkan. Hal ini berkaitan dengan kemudahan bahan membentuk suatu system larutan yang terdispersi sehingga
bahan dapat dikeringkan secara kontinyu dan tidak menimbulkan penyumbatan pada lubang penyemprotan nozzle. Kandungan zat padat total bahan yang akan
dikeringkan berkisar 45-55; Kedua, pengkabutan Atomization, merupakan proses untuk merubah bahan yang semula berupa cairan atau pasta menjadi tetes-
tetes droplets yang berukuran 10-200 mikron; Ketiga, udara panas dan dispersinya. Didalam alat udara panas merupakan medium proses pengeringan;
Keempat, pengambilan produk. Setelah bahan dikeringkan, maka diperlukan usaha untuk memisahkan bahan dengan udara panas yang keluar bersama-sama.
Usaha ini dapat dilakukan dengan menggunakan 3 macam alat yaitu cyclone
10 separator, wet scrubber, dan bag filter. Pada cyclone pemisah, produk yang dapat
dihasilkan yaitu sebanyak 90-97 dengan prinsip kerja alat berdasarkan gaya berat dan gaya sentrifugal. Wet scrubber, pada pengambilan bahan dengan alat ini
dapat menimbulkan terjadinya kontaminasi bahan oleh mikroorganisme. Sedangkan bag filters, produk yang dapat dihasilkan sebanyak 95-98 dimana
produk yang dihasilkan diambil dengan cara menyaring udara yang keluar bersama bubuk hasil pengeringan.
Rendemen
Yield atau rendemen merupakan nilai perbandingan jumlah produk yang dihasilkan dengan jumlah bahan yang digunakan. Yield Dapat juga diartikan
sebagai jumlah mol produk dibagi dengan mol umpan, jika konversi didefinisikan sebagai jumlah mol yang bereaksi atau terkonversi dibagi dengan jumlah mol
mula-mula http:tech.groups.yahoo.comgroupTeknik-Kimiamessage10950. Rendemen merujuk pada jumlah produk reaksi yang dihasilkan pada reaksi kimia.
Rendemen absolut dapat ditulis sebagai berat dalam gram atau dalam mol rendemen molar. Rendemen relatif yang digunakan sebagai perhitungan
efektivitas prosedur, dihitung dengan membagi jumlah produk yang didapatkan dalam mol dengan rendemen teoritis dalam mol. Dalam menentukan persentase
rendemen, maka dapat mengkalikan rendemen fraksional dengan 100 www.wikipedia.orgwikiRendemen_kimia.
Kadar Air
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat
penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan
kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak,
sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan Winarno, 1997. Pengurangan air baik secara pengeringan maupun penambahan bahan
penguap air bertujuan dalam mengawetkan bahan pangan. Pengukuran kadar air di dalam bahan pangan bertujuan untuk mengetahui jumlah air yang terdapat di
dalam bahan yang erat kaitannya dengan masa penyimpanannya Purnomo, 1995.
11 Meningkatnya suhu keluaran pengeringan otomatis akan menurunkan kadar air
bahan. Secara umum, suhu keluaran pengeringan pada nilai 80-85
o
C memungkinkan untuk mendapatkan produk dengan kadar air yang tidak melebihi
batas minimum yang disyaratkan untuk penyimpanan tepung KA 4 sehingga umur simpan produk dapat lebih lama Masters, 1985.
Kelarutan
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut solute, untuk larut dalam suatu pelarut solvent
www..wikipedia.orgwikiKelarutan. Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan.
Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut.
Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni atau pun campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat.
Kelarutan bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut, seperti perak klorida dalam air. ketidaklarutan insoluble sering diterapkan pada
senyawa yang sulit larut, walaupun sebenarnya hanya sedikit kasus yang benar- benar tidak ada bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan
kelarutan dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat jenuh supersaturated yang metastabil www.id.wikipedia.orgwikiKelarutan.
D. BAHAN PENGKAPSUL