BAKTERI ASAM LAKTAT DAN BAKTERIOSIN

3 II. TINJAUAN PUSTAKA

A. BAKTERI ASAM LAKTAT DAN BAKTERIOSIN

Bakteri asam laktat BAL merupakan mikroba yang banyak terdapat di alam dengan berbagai manfaat. Bakteri Asam Laktat berbentuk batang, panjang, serta hidup secara anaerob fakultatif Fardiaz, 1992. Asam laktat yang dihasilkan oleh BAL merupakan hasil perombakan substrat melalui proses fermentasi. Bakteri Asam Laktat termasuk famili Lactobacillaceae berbentuk sel batang umumnya berukuran 0,6-0,8 µm x 1,2-6,0 µm dalam bentuk tunggal maupun rantai pendek Buchanan dan Gibbons, 1974 dalam Bacus dan Brown, 1985. Bakteri Asam Laktat merupakan mikroba yang aman ditambahkan dalam makanan karena sifatnya yang tidak toksik dan tidak menghasilkan toksin sehingga banyak digunakan sebagai starter makanan Garver dan Muriana, 1993; Gilliland 1988; dan Ruiz-Barba et al., 1994 dalam Nurliana, dkk., 2000. Bakteri Asam Laktat termasuk bakteri Gram positif, tidak membentuk spora, non motil serta berkatalase negatif. Suhu optimum pertumbuhan berkisar antara 30-35 o C dengan suhu minimum 10 o C serta suhu maksimumnya 40 o C, sedangkan titik kematian thermal bakteri ialah 63 o C selama 30 menit Buchanan dan Gibbons, 1974 dalam Bacus dan Brown, 1985. Peranan BAL dalam bahan pangan lebih banyak menguntungkan dari pada merugikan. Bakteri Asam Laktat yang aktif dalam fermentasi makanan memberikan daya awet produk yang baik. Daya awet tersebut khususnya disebabkan oleh asam laktat serta senyawa asam lainnya sebagai hasil metabolisme BAL. Selain menghasilkan senyawa-senyawa organik tersebut beberapa galur BAL menghasilkan senyawa protein yang bersifat bakterisidal terhadap bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif yang disebut bakteriosin Tahara et al., 1996 dalam Januarsyah, 2007. Penggunaan BAL dalam pangan adalah untuk memperpanjang waktu simpan, meningkatkan kualitas dan mengontrol pertumbuhan mikroba patogen dan perusak Holzapfel, et al; 1995. Sifat tersebut didapat dari zat metabolit yang dihasilkan BAL yang bersifat antibakterial baik bakteriostatik maupun bakterisida terhadap semua bakteri Winkowski dan Montville, 1992; Barefoot dan Nettles, 1993 dalam Nurliana, dkk, 2000. 4 Sifat umum BAL dikelompokkan berdasarkan kemampuan dalam memfermentasi karbohidrat menjadi asam laktat. Selama proses fermentasi, dihasilkan juga metabolit lain seperti asam organik, diasetil, hidrogen peroksida dan bakteriosin Winkowski dan Montville, 1992; Barefoot dan Nettles, 1993 dalam Nurliana, dkk, 2000. Berdasarkan tipe fermentasi, BAL dikelompokkan menjadi 2, yaitu homofermentatif dan heterofermentatif. Kelompok homofermentatif menghasilkan asam laktat sebagai produk utama dari fermentasi gula. Kelompok ini menghasilkan asam laktat dan asam asetat dengan memfermentasikan gula pentosa. Bakteri homofermentatif membentuk 90 atau lebih asam laktat murni. Bakteri heterofermentatif dalam proses fermentasinya akan memecah glukosa menjadi asam laktat dan senyawa lain seperti CO 2 , etanol, asetaldehid, diasetil, serta senyawa lainnya Davidson dan Braner, 1983 dalam Januarsyah, 2007. Bakteriosin awal mulanya didefinisikan sebagai protein kolisin colicin yang memiliki sifat antagonis intraspesifik. Namun dengan perjalanan waktu, ditemukan beberapa komponen yang secara alami mirip dengan protein kolisin sehingga menjadikan definisi bakteriosin memiliki cakupan yang lebih luas lagi Jacob et al., 1953 dan Eckner, 1992 dalam Sutriswati, dkk, 2000. Bakteriosin merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan dalam ribosom sel. Umumnya tidak aktif oleh enzim protease dalam saluran pencernaan, stabil pada pemanasan tinggi 100-120 o C dan stabil pada penyimpanan khususnya pada pH rendah serta tidak efektif terhadap bakteri Gram negatif Barefoot dan Klaenhammer, 1983; Buchanan dan Klawitter, 1992; Liao et al., 1994; Vlaemynck et al., 1994 dan Coventry et al., 1995; dan Holzapfel et al., 1995 dalam Nurliana, 1997. Menurut Bhunia et al. 1987, terdapat beberapa sifat bakteriosin yang unik, yaitu tetap aktif pada kondisi asam kuat maupun basa kuat, memiliki kondisi yang tetap aktif pada perlakuan suhu rendah maupun suhu tinggi. Bakteriosin juga mudah terdegradasi oleh enzim proteolitik yang mengindikasikan bahwa bakteriosin tersusun atas komponen protein yang disamping dapat menghambat bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif, juga dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen yang kekerabatannya dekat secara filogenik dengan 5 induk bakteri penghasil bakteriosin Jack et al., 1995. Terdapat beberapa kriteria penentuan bakteriosin, antara lain bakteriosin tersusun atas protein, bersifat bakterisidal dan bakteriostatik, aktif terhadap bakteri yang dekat secara filogenik, serta tidak membunuh bakteri penghasilnya Tagg et al., 1976 dan Jack et al.,1995. Menurut Bhunia et al. 1988 model penghambatan bakteriostatik dan pembunuhan bakterisidal dari bakteriosin terhadap sel yang sensitif diawali dengan penempelan pediosin Ach pada reseptor membran sitoplasma sehingga membran mengeluarkan material intraselular, sel mengalami lisis dan akhirnya bakteri patogen mati. Mekanisme lain dijelaskan pula oleh Bhunia et al. 1990 yaitu bakteriosin teradsorpsi pada reseptor spesifik, mikroba yang rentan selanjutnya terjadi perubahan permeabilitas sehingga integritas membran sel kehilangan kemampuannya untuk membelah diri dan terjadi lisis. Nisin adalah salah satu jenis bakteriosin komersial yang banyak digunakan sebagai bahan tambahan untuk memperpanjang umur simpan produk pangan juga sebagai pengontrol makanan dari serangan mikroorganisme berbahaya Mazzotta, Crandall dan Montville, 1007. Nisin merupakan polipeptida dengan 34 macam asam amino yang dihasilkan oleh bakteri Lactococcus lactis yang merupakan famili lantibiotik dengan kandungan lanthionin dan methylantionin. Terdapat dua jenis nisin yaitu nisin A dan nisin Z, dimana keduanya dibedakan berdasarkan asam amino tunggal yang digantikan ikatannya dengan histidine urutan ke-27 pada nisin A dan aspargine pada nisin Z Mulders, et al., 1991. Modifikasi struktur seperti ini menjadikan kelarutan dan sifat difusi nisin Z lebih tinggi dibandingkan dengan nisin A, dimana sifat tersebut merupakan sifat yang sangat penting dalam aplikasi pangan De Vos, et al., 1993. Terdapat empat macam bakteriosin yang dihasilkan jenis BAL yang berbeda dan diketahui memiliki aktivitas hambat terhadap bakteri patogen dan pembusuk makanan serta meningkatkan daya simpan makanan, antara lain : a. Lantibiotik, merupakan bakteriosin yang mengandung cincin lantionin dalam molekulnya, seperti Nisin, Lacticin 481, Lacticin S, serta Streptococcin SA-FF22. b. Bakteriosin berukuran kecil 10 kDa, bakteriosin ini relatif tahan terhadap panas, peptida pada sisi aktifnya tidak mengandung lantionin. Jenis ini dibagi lagi 6 ke dalam 3 sub kelas yaitu peptida Listeria-aktif dengan sekumpulan sekuen N- terminal, bakteriosin yang membentuk kelompok berpori dengan aktivitas dua peptida yang berbeda, serta bakteriosin yang memerlukan peptida teraktifasi-tiol untuk mengurangi residu sistein dalam aktivitasnya. c. Bakteriosin bermolekul protein besar 30 kDa, dimana mengandung protein yang tidak tahan terhadap panas seperti Helvetion J dan Brevicin 27. d. Bakteriosin yang mengandung protein kompleks, dimana terdiri atas komponen karbohidrat maupun lipid, seperti Plantarisin S yang mengandung glikoprotein Jimenez-Diaz, 1993. Penelitian awal terhadap bakteriosin dari BAL SCG 1223 menunjukkan adanya spektrum zona hambat yang luas terhadap bakteri Gram positif Listeria monocytogenes dan bakteri Gram negatif Salmonella thypimurium serta Escherichia coli. Pada persentase inokulum 10 di dapat aktivitas hambat tertinggi bakteriosin terhadap E. coli, S. thypimurium dan L. monocytogenes yaitu sebesar 1085,81 AUml, 816,40 AUml dan 1178,13 AUml. Aktivitas hambat tersebut didapatkan pada pH media 6, waktu inkubasi 14 jam serta suhu inkubasi 40 o C untuk E. coli dan L. monocytogenes dan untuk S. thypimurium suhu yang digunakan 27 o C Januarsyah, 2007.

B. KARAKTERISASI