14 terutama sifat-sifat yang berhubungan dengan tegangan permukaan, emulsifikasi
serta pembentukan buih pada protein Subarna et al., 1990. Penggunaan protein sebagai bahan pengkapsul belum dikembangkan secara
luas. Jenis protein yang dapat digunakan antara lain potassium caseinut, isolate protein whey, isolate protein, natrium caseinut, protein susu skim dan protein
whey. Dalam penelitian ini, protein yang digunakan ialah protein susu skim. Susu skim adalah bagian susu yang banyak mengandung protein, sering
disebut “serum susu”. Susu skim mengandung semua zat makanan dari susu kecuali lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak. Krim mempunyai
berat jenis yang rendah karena banyak mengandung lemak. Susu skim mempunyai berat jenis yang tinggi karena banyak mengandung protein Saleh, 2004. Susu
bubuk skim adalah susu sapi yang telah diambil lemaknya dan diubah menjadi bentuk bubuk, mempunyai bentuk seperti granula-granula kecil, dengan warna
putih kekuningan. Susu ini banyak mengandung protein dengan kadar air 5 Saleh, 2004, sedangkan menurut Jacobs 1951, susu skim memiliki ciri
komposisi 35,6 - 37 protein, 1 lemak, serta kadar air sebesar 3,5 - 4 seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Sifat Fisik dari Produk Skim Milk
Produk susu
Air ABU
Protein Lemak
Laktosa Total Padatan
Skim milk 3,5-4,0 7,9-9,0 35,6-37,0 1,0 52,049,0 96,0-96,5
Penentuan konsentrasi bahan penyalut sangat penting dalam memberikan perlindungan terhadap bahan aktif. Peningkatan konsentrasi bahan penyalut dalam
larutan akan meningkatkan retensi bahan aktif yang dikapsulkan. Hal ini dapat mempercepat terbentuknya kulit atau lapisan pengeras film yang melapisi droplet
bahan aktif Reinnecius, 2004.
E. BAKTERI INDIKATOR
Pada penelitian ini digunakan tiga jenis bakteri patogen yang termasuk ke dalam jenis bakteri Gram-positif dan bakteri Gram-negatif. Ketiga jenis bakteri
patogen tersebut yaitu Escherichia coli, Salmonella thypimurium dan Listeria
15 monocytogenes. Bakteri patogen dalam penelitian ini digunakan sebagai
pengontrol aktivitas hambat bakteriosin SCG 1223 yang memiliki daerah zona penghambatan yang luas, termasuk terhadap bakteri Gram-positif maupun Gram-
negatif. Bakteri Gram-positif merupakan jenis bakteri pembusuk makanan yang masih dapat tumbuh pada suhu penyimpanan yang rendah ruang pendingin
sedangkan bakteri Gram-negatif merupakan bakteri patogen yang berbahaya bagi manusia maupun hewan karena dapat menimbulkan penyakit yang berbahaya.
Berikut ini tiga jenis bakteri patogen yang digunakan dalam penelitian :
Escherichia coli
Escherichia coli termasuk mikroorganisme jenis koliform yang terdapat banyak pada usus manusia dan hewan. Escherichia coli berbentuk batang, hidup
dengan cara aerob atau anaerob fakultatif, merupakan bakteri Gram-negatif, tidak berkapsul, dan pada umumnya memiliki fibria dan bersifat motil. Bakteri E. coli
ini mampu memfermentasi laktosa dengan cepat sehingga pada agar McConkey dan EMB membentuk koloni merah muda sampai tua dengan kilat logam yang
spesifik. Escherichia coli termotoleran merupakan strain E. coli yang dapat hidup pada suhu biakan 44,5
o
C dan merupakan indikator pencemaran makanan dan air oleh tinja. Escherichia coli dapat menyebabkan gastroenteritis akut terutama
menyerang anak-anak dibawah usis 2 tahun, peritonitis dan radang empedu Supardi dan Sukamto, 1999. Diare, haemorrhagic colitis, infeksi ginjal dan
kandung kemih, serta pneumonia dan meningitis. Beberapa dari kasus tersebut dapat menyebabkan kematian Blackburn dan McClure, 2002. Selain itu, hewan
unggas pun berpotensi terinfeksi E. coli O157:H7, mikroba patogen yang menyebabkan
haemorrhagic enteritis pada manusia www.food-
info.netidbactcolio157.htm. Salmonella typhimurium
Salmonella merupakan bakteri Gram-negatif yang tidak berspora. S. thypimurium tidak tahan pada kondisi lingkungan yang mengandung konsentrasi
garam tinggi Jay, 2000. Bakteri Salmonella dapat menyebabkan gastroenteritis, demam enterik thypoid dan parathypoid, septicemia mikroorganisme
berkembang biak dalam aliran darah, diare McKane dan Kandel, 1985, nausea dan muntah Alcamo, 1983. Infeksi Salmonella sering terjadi pada musim panas
16 karena bakteri ini berkembang biak pada suhu hangat. Sumber utama penyebab
infeksi Salmonella adalah bahan makanan yang tidak dipanaskan secara baik seperti ayam, telur, daging atau susu C, Roman, 1996. Daging ayam dan
olahannya dilaporkan sebagai media penyebaran penyakit salmonellosis Todar, 2008. Jenis Salmonella yang menjadikan tubuh manusia sebagai tempat
berkembangbiaknya antara lain S. typhimurium, S. paratyphi, S. schottmuelleri, dan S. hirschfeldi dimana tampak gejala klinis setelah 8-72 jam Brandly et al.,
2001.
Listeria monocytogenes
Listeria monocytogenes merupakan bakteri Gram-positif yang bergerak motil dengan menggunakan flagella dan hidup pada suhu 30
o
C. Bakteri ini dapat berpindah dengan menggunakan sel eukariotik yang disebut dengan fillamen
Wikipedia, 2008. Infeksi yang disebabkan oleh bakteri L. monocytogenes yaitu listeriosis. Listeriosis juga termasuk didalamnya septicemia, meningitis,
encephalitis, corneal ulcer, pneumonia dan infeksi intrauterine pada wanita hamil. Listeriosis ialah penyakit langka yang disebabkan oleh makanan yang tercemar L.
monocytogenes. Kuman Listeria biasanya ada di tanah dan beberapa daging mentah. Setiap tahun ada 20-30 kejadian khas Listeriosis dengan angka kematian
yang cukup tinggi. www.health.nsw.gov.au
.
17
III.
BAHAN DAN METODE A.
ALAT DAN BAHAN
Bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu MRS Broth, air akuades, kultur bakteri asam laktat SCG 1223, bakteri indikator Listeria Monocytogenes,
Escherichia coli, dan Salmonella thypimurium, maltodekstrin, skim milk, sodium caseinate, media MeU Muller Hinton Agar, dan bahan kimia NaOH, HCl,
garam fisiologis, dan alkohol. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain Incubator Harstra,
Utrecht, autoclave Hirayama, incubator shaker Stuart, Scientific, vortex, oven Memmert, lemari pendingin, water bath, homogenizer Kinematica, Brabender,
spray dryer Lab Plant SD-05, thermometer, mesin sentrifugasi tomy, TX-160, neraca analitik Precisa, pH meter Hanna, clean bench, pipet mohr, pipet mikro
35-1000 µl, cawan, miliphore Sartorius 0.2 µm, syringe 6 ml, peralatan gelas Erlenmeyer, tabung reaksi, gelas piala, dan gelas ukur botol dan jar berpenutup,
sumbat kapas, bunsen, alumunium foil, alat pembuat sumur 0.6 cm, jangka sorong, serta perlengkapan laboratorium lainnya.
B.
WAKTU DAN TEMPAT
Penelitian dilakukan di Laboratorium mikrobiologi dan kimia Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Pengujian aktivitas hambat
bakteriosin dilakukan di Laboratorium Enterobacteriaceae di Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Maret
hingga Juli 2008.
C.
METODA PENELITIAN 1
Karakterisasi Bakteriosin dari BAL SCG 1223
Karakterisasi dari BAL SCG 1223 merupakan karakterisasi bakteriosin cair yang dilakukan dalam 5 tahapan proses, dimana 4 diantaranya merupakan proses
produksi bakteriosin cair. Tahapan tersebut antara lain :
a Produksi Bakteriosin dari Kultur BAL SCG 1223
Isolat BAL SCG 1223 yang digunakan dalam produksi bakteriosin yaitu isolat asli Indonesia yang merupakan salah satu koleksi Balai Besar Pascapanen
Pertanian, Bogor. Kultur isolat yang digunakan untuk inokulasi media MRS Broth
18 merupakan isolat hasil peremajaan kultur pada media sejenis. Pada inokulasi,
digunakan sebanyak 1 ml kultur BAL SCG 1223 dalam 9 ml larutan media MRS Broth. Kemudian isolat difermentasi dalam inkubator bersuhu 27
o
C selama 24 jam. Untuk mendapatkan 800 ml larutan bakteriosin maka dilakukan propagasi
sebanyak dua tahap yaitu pertama, menginokulasikan 8 ml kultur BAL SCG 1223 pada 72 ml media MRS Broth yang dilanjutkan dengan proses fermentasi media
pada inkubator shaker berkecepatan 150 rpm, 27
o
C selama 24 jam. Kedua, dilakukan inokulasi 80 ml kultur BAL SCG 1223 pada 720 ml media MRS Broth
steril. Media kemudian difermentasi pada inkubator shaker berkecepatan 150 rpm, 33
o
C selama 9 jam waktu produksi. b
Isolasi Bakteriosin dari Kultur BAL SCG 1223
Proses fermentasi di atas menghasilkan biakan kultur BAL SCG 1223 beserta produk Bakteriosin yang merupakan hasil perombakan media oleh
bakteri tersebut. Proses isolasi dilakukan untuk memisahkan produk dari kultur bakteri penghasilnya. Selain itu isolasi juga dilakukan untuk memaksimalkan
komponen bakteriosin yang dihasilkan dari proses fermentasi. Pertama, proses isolasi ini dilakukan dengan melakukan pengaturan pH larutan hasil fermentasi
menjadi pH netral 7. Kedua, dilakukan pemanasan larutan tersebut pada waterbath bersuhu 80
o
C selama 5-15 menit Yang et al., 1992. Ketiga, dilakukan pengaturan pH larutan menjadi pH 5 yang bertujuan untuk mengkondisikan
kembali bakteriosin pada kondisi awal asam. Untuk memisahkan komponen sel kultur BAL SCG 1223 dengan cairan bakteriosin dilakukan proses
sentrifugasipemusingan pada kecepatan putar 10.000 rpm, 4
o
C selama 15 menit. Setelah itu dilakukan pemisahan antara kedua komponen tersebut sehingga
didapatkan supernatan bakteriosin Januarsyah, 2007.
c Pemurnian Produk
Pada pemurnian bakteriosin, cairan bakteriosin bebas sel dipanaskan pada waterbath bersuhu 100
o
C, selama 5-10 menit. Proses ini bertujuan untuk melumpuhkan sel-sel BAL yang tertinggal dalam cairan bakteriosin.pemisahan
kembali dilakukan terhadap sel BAL dengan menggunakan membran filter berukuran 0,2 µm miliphore. Hasil dari filtrasi ini merupakan cairan bakteriosin
yang terbebas dari sel BAL.
19
d Sediaan Produk
Cairan bakteriosin agar tetap steril dan terjaga aktivitasnya, maka dilakukan pengemasan bakteriosin dalam botol dan jar berpenutup yang telah steril dan
kemudian disimpan dalam ruang pendingin sehingga bakteriosin dapat disimpan dan digunakan dalam jangka waktu tertentu.
e Karakterisasi Bakteriosin terhadap pH dan Suhu
Karakterisasi bakteriosin dilakukan dengan memberikan perlakuan kombinasi pH dan suhu yang telah divariasikan pada titik-titik tertentu.
Pengamatan dilakukan terhadap aktivitas hambat bakteriosin yang dihasilkan akibat dari pengaruh perlakuan kombinasi dari pH dan suhu. Hasil yang didapat
menunjukkan karakter dari bakteriosin yang berasal dari BAL SCG 1223. Pada karakterisasi ini digunakan tiga faktor perlakuan, yaitu pengaruh suhu,
pH dan penyimpanan. Perlakuan tersebut diberikan masing-masing lima titik perlakuan, antara lain pH 2, 4, 7, 10 dan 12 untuk perlakuan pH dan 4, 27, 55, 80,
dan 100
o
C untuk perlakuan suhu. Pada penelitian terhadap karakteristik BAL SCG 1223 ini dilakukan pengkombinasian perlakuan antara pH dan suhu, sehingga
didapatkan 25 titik pengamatan sedangkan pada faktor penyimpanan, pengamatan aktivitas hambat bakteriosin dilakukan pada penyimpanan hari ke-1, hari ke-7,
hari ke-30, hari ke-90 serta hari ke-120.
20 Gambar. 1 Diagram Alir Proses Produksi Bakteriosin dari BAL SCG 123
Januarsyah, 2007 dan Yang et al., 1992
21 Gambar. 2 Diagram Alir Proses Karakterisasi Bakteriosin dari BAL SCG 1223
Suarsana, 2003
2 Enkapsulasi Bakteriosin dari BAL SCG 123
a Formulasi Pengkapsul dan Produksi Serbuk Bakteriosin
Bakteriosin cair merupakan bahan inti yang akan dikapsulkan pada proses produksi serbuk bakteriosin. Proses ini menggunakan teknik pengkapsulan dengan
pengering semprot spray dryer Lab Plant SD-05 dengan menggunakan bahan pengkapsul antara lain maltodekstrin dan kombinasi antara maltodekstrin dengan
skim milk.
22 Bahan pengkapsulasi 50 gram atau 20 bb maltodekstrin dan skim milk
dalam perbandingan tertentu A1 1:0, A2 1:5 dan A31:2 dilarutkan dalam akuades 190 gram B1 dan 180 gram B2. Setelah larut campuran
dihomogenisasi dengan kecepatan 4000 rpm selama 30 menit lalu disimpan di ruang pendingin selama 12-24 jam penyimpanan. Bakteriosin sebanyak 10 gram
B1 dan 20 gram B2 ditambahkan kedalam campuran dan di homogenisasi selama 15 menit dengan kecepatan yang sama. Campuran dikeringkan dengan
spray dryer dengan suhu masukan 150
o
C C1 dan 170
o
C C2 serta laju alir umpan sebesar 20 mlmenit. Diagram alir proses produksi dapat dilihat pada
Gambar 3.
b Rancangan Percobaan
Perlakuan yang diberikan adalah perlakuan formulasi pengkapsul sebagai faktor A yang terdiri atas maltodekstrin, skim milk serta kombinasi dari keduanya.
sedangkan komposisi bakteriosin yang dikapsulkan sebagai faktor B yang menggunakan sebanyak 20 dan 40 bakteriosin dalam formulasi. Suhu
Masukan feed proses pengeringan sebagai faktor C yang menggunakan dua suhu masukan yaitu 150
o
C dan 170
o
C. Berikut keterangan mengenai perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini :
A1 = Maltodekstrin A2 = Maltodekstrin : skim milk 83,33 :16,67
A3 = Maltodekstrin : skim milk 66,73 : 33,33 B1 = Bakteriosin 20
B2 = Bakteriosin 40 C1 = T masukan 150
o
C C2 = T masukan 170
o
C Model perancangan penelitian yang digunakan yaitu Rancangan Faktorial
dengan Rancangan Acak Kelompok yang terdiri atas 3 faktor dengan 2 kali pengulangan. Model matematika yang digunakan adalah Gaspersz, 1994
Y
ijkl
= µ + α
i
+
j
+
k
+ α
ij
+ α
ik
+
jk
+ α
ijk
+ ε
ijkl
Dimana : Y
ijkl
= nilai pengamatan yang memperoleh taraf ke-i dari faktor α, taraf ke-j
dari faktor ke dan taraf ke-k dari faktor ke-
23 µ
= nilai rata-rata aktivitas hambat α
i
= pengaruh dari taraf ke-i faktor α bahan pengkapsul
j
= pengaruh dari taraf ke-j faktor persentase bakteriosin
k
= pengaruh dari taraf ke-k faktor T masukan pengeringan α
ij
= pengaruh interaksi taraf ke-i faktor α dan taraf ke-j faktor
α
ik
= pengaruh interaksi taraf ke-i faktor α dan taraf ke-k faktor
jk
= pengaruh interaksi taraf ke-j faktor dan taraf ke-k faktor α
ijk
= pengaruh interaksi taraf ke-i faktor α, taraf ke-j faktor dan taraf ke-k faktor
ε
ijkl
= pengaruh galat percobaan pada ulangan ke-l yang memperoleh taraf ke-i faktor α, taraf
ke-j faktor dan taraf ke-k faktor Dengan tujuh kombinasi Hipotesis yang diajukan sebagai berikut :
Ho = α
1
= α
2
= α
3
= 0, tidak ada pengaruh interaksi faktor
α terhadap respons yang diamati. H1 =
minimal ada
satu α
1
= α
2
= α
3
≠ 0, dimana terdapat pengaruh interaksi faktor α terhadap respons yang diamati
Ho =
1
=
2
= 0, tidak ada pengaruh interaksi antara faktor terhadap respons yang diamati.
H1 = minimal ada satu
1
=
2
≠ 0, dimana terdapat pengaruh interaksi faktor terhadap respons yang diamati
Ho =
1
=
2
= 0, tidak ada pengaruh interaksi antara faktor terhadap respons yang diamati.
H1 = minimal ada satu
1
=
2
≠ 0, dimana terdapat pengaruh interaksi faktor terhadap respons yang diamati
Ho = α
ij
= 0, tidak ada pengaruh interaksi antara faktor terhadap respons yang diamati.
H1 = minimal ada satu
α
ij
≠ 0, dimana terdapat pengaruh interaksi terhadap respons yang diamati
Ho = α
ik
= 0, tidak ada pengaruh interaksi antara faktor
α dan terhadap respons yang diamati. H1
= minimal ada satu α
ik
≠ 0, dimana terdapat pengaruh interaksi faktor α dan terhadap respons yang diamati.
Ho =
jk
= 0, tidak ada pengaruh interaksi antara faktor dan terhadap respons yang diamati.
H1 = minimal ada satu
jk
≠ 0, dimana terdapat pengaruh interaksi faktor dan terhadap respons yang diamati.
Ho = α
ijk
= 0, tidak ada pengaruh interaksi antara faktor
α, , dan terhadap respons yang diamati.
24 H1
=minimal ada satu α
ijk
≠ 0, dimana terdapat pengaruh interaksi faktor α, dan terhadap respons yang diamati.
Gambar. 3 Diagram Alir Proses Produksi Serbuk Bakteriosin dari BAL SCG 1223
25
c Pengujian Serbuk Bakteriosin dari BAL SCG 1223
Serbuk bakteriosin dari BAL SCG 1223 selanjutnya di uji aktivitas hambatnya terhadap bakteri indikator Escherichia coli, Salmonella thypimurium
dan Listeria monocytogenes dengan kontrol cairan bakteriosin dalam konsentrasi yang sama. Tahapan pengujian aktivitas hambat dapat dilihat pada Gambar. 4.
Selain pengujian terhadap aktivitas hambat, dilakukan pula pengujian terhadap kadar air bahan dan konsentrasi kelarutan serbuk bakteriosin dalam larutan.
Prosedur analisa penentuan kadar air dan kelarutan bahan dapat dilihat pada Lampiran 1.
Jumlah bakteriosin yang digunakan dalam uji aktivitas hambat sebanyak 50µl dengan konsentrasi bakteriosin padat di dalamnya sebesar 0.00049 gram
ww. Untuk mendapatkan bakteriosin dengan konsentrasi 0.00049 dilakukan dengan melarutkan 1 gram serbuk bakteriosin 40 dengan 2,2 gram 2,2 ml
akuades steril. Serbuk bakteriosin dengan konsentrasi 20 dapat langsung diujikan dengan membubuhkan serbuk bakteriosin sebanyak 0,045 gramsumur. 9
µl bakteriosin cair sumur digunakan sebagai larutan pembanding, sedangkan sebagai kontrol digunakan cawan dengan MeU steril yang kemudian digunakan
sebagai kontrol zona penghambatan. Satu gram nisin murni memiliki aktivitas hambat sebesar 106 IU
International Units. International Units untuk aktivitas nisin dapat diartikan sebagai banyaknya nisin yang diperlukan untuk menghambat satu sel
Streptococcus agalactiae dalam 1 ml media broth Ray, 1992. Sedangkan 1 AU 1 IU = 100 AU merupakan 5 µl bakteriosin yang berasal dari pengenceran
tertinggi yang dapat menghasilkan zona hambat sebesar 2 mm Hanlin et al., 1993; dalam Harijani, 1997.
26 Gambar. 4 Diagram Alir Pengujian Aktivitas Hambat Bakteriosin dari BAL SCG
1223
27
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bakteri Asam Laktat galur SCG 1223 diketahui dapat memproduksi bakteriosin yang memiliki aktivitas hambat terhadap bakteri patogen E. coli, S.
thypimurium, dan L. monocytogenes Usmiati et al., 2007. Bakteriosin yang didapatkan dari hasil metabolisme pertumbuhan BAL SCG 1223 yang
ditumbuhkan pada kondisi media pertumbuhan pH 5, suhu inkubasi 33,5
o
C dengan lama inkubasi 9 jam. Lama waktu pertumbuhan ini merupakan saat
dimana berakhirnya fase eksponensial dan merupakan awal fase stasioner pertumbuhan BAL SCG 1223 Januarsyah, 2007 dan Deba et al., 1991 pada
Rahayu E. S. dkk, 2000.
A. Bakteriosin Cair dari BAL SCG 1223