Kajian Aktivitas Hambat Pertumbuhan Bakteri Patogen Oleh Serbuk Bakteriosin Yang Dihasilkan Bakteri Asam Laktat Galur Scg 1223

(1)

KAJIAN AKTIVITAS HAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI

PATOGEN OLEH SERBUK BAKTERIOSIN YANG

DIHASILKAN BAKTERI ASAM LAKTAT GALUR SCG 1223

Oleh :

SITI RACHMIATI NASUTION

F 34104059

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

KAJIAN AKTIVITAS HAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI

PATOGEN OLEH SERBUK BAKTERIOSIN YANG

DIHASILKAN BAKTERI ASAM LAKTAT GALUR SCG 1223

Oleh :

SITI RACHMIATI NASUTION

F 34104059

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

ISTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

KAJIAN AKTIVITAS HAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI

PATOGEN OLEH SERBUK BAKTERIOSIN YANG

DIHASILKAN BAKTERI ASAM LAKTAT GALUR SCG 1223

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Oleh

SITI RACHMIATI NASUTION

F 34104059

Dilahirkan pada tanggal 26 Maret 1986

Di Bogor

Tanggal Lulus : 6 Januari 2009

Disetujui

Bogor, Januari 2009

Dr. Ir. Erliza Noor

Dosen Pembimbing I

Sri Usmiati SPT, MSi.

Dosen Pembimbing II


(4)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul

KAJIAN AKTIVITAS HAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI

PATOGEN OLEH SERBUK BAKTERIOSIN YANG DIHASILKAN

BAKTERI ASAM LAKTAT GALUR SCG 1223

merupakan hasil karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik

dan dosen pembimbing lapangan, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.

Yang membuat Pernyataan

SITI RACHMIATI NASUTION

F 34104059


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Bogor pada tanggal 26

Maret 1986 dari seorang ayah yang bernama Ir.

Muhammad Zein Nasution

M.App.Sc

dan Ibu Pom-pom

Siti Rochmah (Alm), saat ini penulis memiliki seorang ibu

yang bernama Dra. Ella Noorlaela, MS. Penulis

merupakan putri terakhir dari tiga bersaudara. Tahun 2004

penulis lulus dari SMU Negeri 3 Bogor dan pada tahun

yang sama penulis mendapatkan kesempatan melanjutkan studi di Institut Pertanian

Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis diterima di Departemen

Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah

Kimia Dasar tahun ajaran 2006/2007 serta menjadi anggota dalam kegiatan

kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian (HIMALOGIN).

Penulis Aktif dalam kegiatan minat bakat Basket dalam lingkup kemahasiswaan.


(6)

SITI RACHMIATI NASUTION. F34104059. 2008.

Kajian Aktivitas

Hambat Pertumbuhan Bakteri Patogen oleh Serbuk Bakteriosin yang

Dihasilkan Bakteri Asam Laktat Galur SCG 1223

. Di bawah Bimbingan Erliza Noor dan Sri Usmiati.

RINGKASAN

Bahan pengawet yang ditambahkan pada produk makanan umumnya bertujuan untuk memperbaiki sifat produk terutama dalam penyimpanan. Banyak penelitian telah dilakukan di bidang agroindustri untuk mendapatkan bahan pengawet alami yang digunakan sebagai penghambat pertumbuhan mikroorganisme yang umumnya patogen, sehingga umur simpan produk dapat lebih lama. Salah satu zat penghambat yang berpengaruh terhadap umur simpan produk adalah bakteriosin. Kestabilan aktivitas hambat bakteriosin merupakan faktor penting pada aplikasinya sebagai pengawet alami yang memiliki sifat penghambatan (bakteriostatik) terhadap bakteri patogen sehingga perlu dipertahankan aktivitasnya. Salah satu teknik yang dapat digunakan dalam mempertahankan kestabilan aktivitas hambat bakteriosin selama penyimpanan adalah enkapsulasi atau penjeratan bakteriosin dalam suatu bahan pengkapsul yang sesuai.

Bakteriosin SCG 1223 merupakan probiotik hasil metabolisme sekunder BAL SCG 1223 yang memiliki kestabilan aktivitas hambat pada pH 2-4, pemanasan hingga 100oC pada tiga jenis bakteri indikator (Escherichia coli, S. thypimurium dan Listeria monocytogenes). Aktivitas hambat yang dihasilkan pada ketiga bakteri indikator tersebut berkisar antara 100 - 3900 AU/ml dengan aktivitas hambat terbaik A1B5 (pH 2, T: 100oC). Pada bakteri E.coli aktivitas hambat terbaik sebesar 1370.408 AU/ml; pada bakteri S. thypimurium sebesar 1470,745 AU/ml, dan pada bakteri L. monocytogenes memiliki aktivitas hambat sebesar 2031,858 AU/ml. Pada proses enkapsulasi bakteriosin, formulasi komposisi bahan pengkapsul yang terbaik untuk mengkapsulkan bakteriosin SCG 1223 merupakan kombinasi maltodeksterin dan skim milk dengan hasil aktivitas hambat bakteriosin yang relatif sama pada ketiga bakteri indikator. Pada bakteri E.coli, formulasi bahan pengkapsul dan jumlah bakteriosin yang digunakan dalam proses merupakan faktor yang memiliki pengaruh berbeda nyata terhadap aktivitas hambat yang dihasilkan. Aktivitas hambat tertinggi terdapat pada perlakuan A3B1C2 dengan nilai signifikasi sebesar 0,0013 dan 0,0249 (Pr < 5%). Sedangkan pada bakteri S. thypimurium, formulasi bahan pengkapsul dan suhu pengeringan merupakan faktor yang memiliki pengaruh yang berbeda nyata terhadap aktivitas hambat bakteriosin. Aktivitas hambat bakteriosin tertinggi terdapat pada perlakuan A2B2C1 dengan nilai signifikasi lebih kecil dari 0,0001 dan 0,0162 (Pr < 5%). Dan pada bekteri L. monocytogenes, bakteriosin dan interaksi antara formulasi bahan pengkapsul – bakteriosin merupakan faktor yang memiliki pengaruh yang berbeda nyata terhadap aktivitas hambat bakteriosin dengan nilai signifikasi sebesar 0,0123 dan 0,0005 (Pr < 5%) yang terdapat pada perlakuan A1B1C1. Dari seluruh perlakuan tersebut, A2B1C1 merupakan perlakuan formulasi bahan pengkapsul terbaik dengan aktivitas hambat bakteriosin yang dihasilkan sebesar 779,82 AU/m untuk bakteri E. Coli, 912,68 AU/ml untuk S. Thypimurium dan 947,25 AU/ml untuk L. monocytogenes dengan persentase kadar air, yield serta kelarutan bahan sebesar 2,73%, 69,3% dan 66,81%.


(7)

Siti Rachmiati Nasution. F34104059.

Study on Hibitation Actvity of The

Pathogenic Bacteria Using Powdered Bacteriocins Produced By Lactic Acid

Bacteria Strain SCG 1223.

Superviced by Erliza Noor and Sri Usmiati.

SUMMARY

The preservative agent is usually add into a product to improve its

characteristic. The research on natural preservatives also has been using to reduce

the contamination of pathogenic bacteria. The important of preservatives agent is its

stability. The stability of inhibition activity of bacteriocins would maintain the ability

in reducing the growth of pathogenic bacteria. In the production of food additive is

use full to control the water content of bacteriocins and maintained its viability.

Bacteriocins produced by Lactic Acid Bacteria strain SCG 1223 was stable at

low pH (2-4), 100

o

C and storage condition of 4

o

C for 120 days. The best

encapsulation formula for bacteriocins was by using 83,33% maltodextrine, 16,67%

skim milk, and 20% of liquid bacteriocins SCG 1223. The condition for encapsulation

was good if using lower temperature inlet of 150

o

C and temperature outlet of 75-80

o

C. The yield obtained was 69,3% having 2,73% moisture content and 66,81%

soluble solids. The low moisture content and high soluble solids showed to increase

the inhibition activity.

 


(8)

RIWAYAT HIDUP

I. DATA PRIBADI

1. Nama : Siti Rachmiati Nasution 2. Tempat, Tanggal Lahir : Bogor, 26 Maret 1986 3. Jenis Kelamin : Perempuan

4. Agama : Islam

5. Alamat di Bogor : -

6. Alamat Asal : Jln. Kartini No. 18 RT 01/02 Bogor 16114 7. Nama Ibu / Bapak : Pompom Siti Rochmah / M. Zein Nasution 8. Pekerjaan Orang tua : PNS

II. PENDIDIKAN

1. SD di SDN Polisi I Bogor Ijazah Tahun 1998

2. SMP di SLTPN 4 Bogor Ijazah Tahun 2001

3. SLTA di SMUN 3 Bogor Ijazah Tahun 2004

4. Masuk Institut Pertanian Bogor Tahun 2004

5. Nomor Induk Mahasiswa : F34104059

6. Program Studi : Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

7. Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Erliza Noor dan Sri Usmiati, SPT, MSi

8. KKN di - Tahun -

9. Praktek Lapang di PT. Tiga Pilar Sejahtera, Solo Tahun 2007 Judul Laporan PL : Mempelajari Aspek Teknologi Proses Produksi Mie Kering

Di PT Tiga Pilar Sejahtera

10.Penelitian di Balai Pascapanen Pertanian, Cimanggu Bogor Tahun 2008

Judul Skripsi : Kajian Aktivitas Hambat Pertumbuhan Bakteri Patogen Oleh

Serbuk Bakteriosin Yang Dihasilkan Bakteri Asam Laktat Galur SCG 1223

III.PENGALAMAN KERJA : Asisten Praktikum Kimia Umum (2006)

Bogor,

Siti Rachmiati Nasution F 34104059


(9)

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirrobbil’alamiin,

puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat

Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta bimbingan-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi

Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi

Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini merupakan hasil penelitian selama 5

bulan, terhitung mulai bulan Maret hingga Juli 2008, di Laboratorium-laboratorium

Balai Besar Pasca Panen Pertanian dan Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor. Pada

kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1.

Abah dan Mamih, uni-uni tersayang, ayah, serta Handi atas do’a, motivasi serta

pengorbanan tiada terhingga yang telah diberikan kepada penulis.

2.

Ibu Dr. Ir Erliza Noor, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan

bimbingan dan arahannya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan

skripsi ini.

3.

Ibu Sri Usmiati SPT, MSi. Selaku dosen pembimbing kedua yang telah

memberikan, mengarahkan dan mendampingi penulis selama penelitian dan

penyelesaian skripsi ini.

4.

Ibu Dr. Ir Mulyorini Rahayuningsih MSi. selaku dosen penguji yang telah

memberikan saran dan masukannya dalam penyempurnaan skripsi ini.

5.

Thousand Island

, Jajat, Tutur sekeluarga serta Tiners 41 yang telah memberikan


(10)

ii

6.

Laboran di Laboratorium Balai Besar Pasca Panen Pertanian dan Balai Besar

Penelitian Veteriner Bogor atas bimbingan dan bantuannya selama penelitian.

Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Bogor, Januari 2009


(11)

KAJIAN AKTIVITAS HAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI

PATOGEN OLEH SERBUK BAKTERIOSIN YANG

DIHASILKAN BAKTERI ASAM LAKTAT GALUR SCG 1223

Oleh :

SITI RACHMIATI NASUTION

F 34104059

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(12)

KAJIAN AKTIVITAS HAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI

PATOGEN OLEH SERBUK BAKTERIOSIN YANG

DIHASILKAN BAKTERI ASAM LAKTAT GALUR SCG 1223

Oleh :

SITI RACHMIATI NASUTION

F 34104059

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

ISTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(13)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

KAJIAN AKTIVITAS HAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI

PATOGEN OLEH SERBUK BAKTERIOSIN YANG

DIHASILKAN BAKTERI ASAM LAKTAT GALUR SCG 1223

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Oleh

SITI RACHMIATI NASUTION

F 34104059

Dilahirkan pada tanggal 26 Maret 1986

Di Bogor

Tanggal Lulus : 6 Januari 2009

Disetujui

Bogor, Januari 2009

Dr. Ir. Erliza Noor

Dosen Pembimbing I

Sri Usmiati SPT, MSi.

Dosen Pembimbing II


(14)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul

KAJIAN AKTIVITAS HAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI

PATOGEN OLEH SERBUK BAKTERIOSIN YANG DIHASILKAN

BAKTERI ASAM LAKTAT GALUR SCG 1223

merupakan hasil karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik

dan dosen pembimbing lapangan, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya.

Yang membuat Pernyataan

SITI RACHMIATI NASUTION

F 34104059


(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Bogor pada tanggal 26

Maret 1986 dari seorang ayah yang bernama Ir.

Muhammad Zein Nasution

M.App.Sc

dan Ibu Pom-pom

Siti Rochmah (Alm), saat ini penulis memiliki seorang ibu

yang bernama Dra. Ella Noorlaela, MS. Penulis

merupakan putri terakhir dari tiga bersaudara. Tahun 2004

penulis lulus dari SMU Negeri 3 Bogor dan pada tahun

yang sama penulis mendapatkan kesempatan melanjutkan studi di Institut Pertanian

Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis diterima di Departemen

Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah

Kimia Dasar tahun ajaran 2006/2007 serta menjadi anggota dalam kegiatan

kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian (HIMALOGIN).

Penulis Aktif dalam kegiatan minat bakat Basket dalam lingkup kemahasiswaan.


(16)

SITI RACHMIATI NASUTION. F34104059. 2008.

Kajian Aktivitas

Hambat Pertumbuhan Bakteri Patogen oleh Serbuk Bakteriosin yang

Dihasilkan Bakteri Asam Laktat Galur SCG 1223

. Di bawah Bimbingan Erliza Noor dan Sri Usmiati.

RINGKASAN

Bahan pengawet yang ditambahkan pada produk makanan umumnya bertujuan untuk memperbaiki sifat produk terutama dalam penyimpanan. Banyak penelitian telah dilakukan di bidang agroindustri untuk mendapatkan bahan pengawet alami yang digunakan sebagai penghambat pertumbuhan mikroorganisme yang umumnya patogen, sehingga umur simpan produk dapat lebih lama. Salah satu zat penghambat yang berpengaruh terhadap umur simpan produk adalah bakteriosin. Kestabilan aktivitas hambat bakteriosin merupakan faktor penting pada aplikasinya sebagai pengawet alami yang memiliki sifat penghambatan (bakteriostatik) terhadap bakteri patogen sehingga perlu dipertahankan aktivitasnya. Salah satu teknik yang dapat digunakan dalam mempertahankan kestabilan aktivitas hambat bakteriosin selama penyimpanan adalah enkapsulasi atau penjeratan bakteriosin dalam suatu bahan pengkapsul yang sesuai.

Bakteriosin SCG 1223 merupakan probiotik hasil metabolisme sekunder BAL SCG 1223 yang memiliki kestabilan aktivitas hambat pada pH 2-4, pemanasan hingga 100oC pada tiga jenis bakteri indikator (Escherichia coli, S. thypimurium dan Listeria monocytogenes). Aktivitas hambat yang dihasilkan pada ketiga bakteri indikator tersebut berkisar antara 100 - 3900 AU/ml dengan aktivitas hambat terbaik A1B5 (pH 2, T: 100oC). Pada bakteri E.coli aktivitas hambat terbaik sebesar 1370.408 AU/ml; pada bakteri S. thypimurium sebesar 1470,745 AU/ml, dan pada bakteri L. monocytogenes memiliki aktivitas hambat sebesar 2031,858 AU/ml. Pada proses enkapsulasi bakteriosin, formulasi komposisi bahan pengkapsul yang terbaik untuk mengkapsulkan bakteriosin SCG 1223 merupakan kombinasi maltodeksterin dan skim milk dengan hasil aktivitas hambat bakteriosin yang relatif sama pada ketiga bakteri indikator. Pada bakteri E.coli, formulasi bahan pengkapsul dan jumlah bakteriosin yang digunakan dalam proses merupakan faktor yang memiliki pengaruh berbeda nyata terhadap aktivitas hambat yang dihasilkan. Aktivitas hambat tertinggi terdapat pada perlakuan A3B1C2 dengan nilai signifikasi sebesar 0,0013 dan 0,0249 (Pr < 5%). Sedangkan pada bakteri S. thypimurium, formulasi bahan pengkapsul dan suhu pengeringan merupakan faktor yang memiliki pengaruh yang berbeda nyata terhadap aktivitas hambat bakteriosin. Aktivitas hambat bakteriosin tertinggi terdapat pada perlakuan A2B2C1 dengan nilai signifikasi lebih kecil dari 0,0001 dan 0,0162 (Pr < 5%). Dan pada bekteri L. monocytogenes, bakteriosin dan interaksi antara formulasi bahan pengkapsul – bakteriosin merupakan faktor yang memiliki pengaruh yang berbeda nyata terhadap aktivitas hambat bakteriosin dengan nilai signifikasi sebesar 0,0123 dan 0,0005 (Pr < 5%) yang terdapat pada perlakuan A1B1C1. Dari seluruh perlakuan tersebut, A2B1C1 merupakan perlakuan formulasi bahan pengkapsul terbaik dengan aktivitas hambat bakteriosin yang dihasilkan sebesar 779,82 AU/m untuk bakteri E. Coli, 912,68 AU/ml untuk S. Thypimurium dan 947,25 AU/ml untuk L. monocytogenes dengan persentase kadar air, yield serta kelarutan bahan sebesar 2,73%, 69,3% dan 66,81%.


(17)

Siti Rachmiati Nasution. F34104059.

Study on Hibitation Actvity of The

Pathogenic Bacteria Using Powdered Bacteriocins Produced By Lactic Acid

Bacteria Strain SCG 1223.

Superviced by Erliza Noor and Sri Usmiati.

SUMMARY

The preservative agent is usually add into a product to improve its

characteristic. The research on natural preservatives also has been using to reduce

the contamination of pathogenic bacteria. The important of preservatives agent is its

stability. The stability of inhibition activity of bacteriocins would maintain the ability

in reducing the growth of pathogenic bacteria. In the production of food additive is

use full to control the water content of bacteriocins and maintained its viability.

Bacteriocins produced by Lactic Acid Bacteria strain SCG 1223 was stable at

low pH (2-4), 100

o

C and storage condition of 4

o

C for 120 days. The best

encapsulation formula for bacteriocins was by using 83,33% maltodextrine, 16,67%

skim milk, and 20% of liquid bacteriocins SCG 1223. The condition for encapsulation

was good if using lower temperature inlet of 150

o

C and temperature outlet of 75-80

o

C. The yield obtained was 69,3% having 2,73% moisture content and 66,81%

soluble solids. The low moisture content and high soluble solids showed to increase

the inhibition activity.

 


(18)

RIWAYAT HIDUP

I. DATA PRIBADI

1. Nama : Siti Rachmiati Nasution 2. Tempat, Tanggal Lahir : Bogor, 26 Maret 1986 3. Jenis Kelamin : Perempuan

4. Agama : Islam

5. Alamat di Bogor : -

6. Alamat Asal : Jln. Kartini No. 18 RT 01/02 Bogor 16114 7. Nama Ibu / Bapak : Pompom Siti Rochmah / M. Zein Nasution 8. Pekerjaan Orang tua : PNS

II. PENDIDIKAN

1. SD di SDN Polisi I Bogor Ijazah Tahun 1998

2. SMP di SLTPN 4 Bogor Ijazah Tahun 2001

3. SLTA di SMUN 3 Bogor Ijazah Tahun 2004

4. Masuk Institut Pertanian Bogor Tahun 2004

5. Nomor Induk Mahasiswa : F34104059

6. Program Studi : Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

7. Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Erliza Noor dan Sri Usmiati, SPT, MSi

8. KKN di - Tahun -

9. Praktek Lapang di PT. Tiga Pilar Sejahtera, Solo Tahun 2007 Judul Laporan PL : Mempelajari Aspek Teknologi Proses Produksi Mie Kering

Di PT Tiga Pilar Sejahtera

10.Penelitian di Balai Pascapanen Pertanian, Cimanggu Bogor Tahun 2008

Judul Skripsi : Kajian Aktivitas Hambat Pertumbuhan Bakteri Patogen Oleh

Serbuk Bakteriosin Yang Dihasilkan Bakteri Asam Laktat Galur SCG 1223

III.PENGALAMAN KERJA : Asisten Praktikum Kimia Umum (2006)

Bogor,

Siti Rachmiati Nasution F 34104059


(19)

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirrobbil’alamiin,

puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat

Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat, hidayah serta bimbingan-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi

Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi

Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini merupakan hasil penelitian selama 5

bulan, terhitung mulai bulan Maret hingga Juli 2008, di Laboratorium-laboratorium

Balai Besar Pasca Panen Pertanian dan Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor. Pada

kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1.

Abah dan Mamih, uni-uni tersayang, ayah, serta Handi atas do’a, motivasi serta

pengorbanan tiada terhingga yang telah diberikan kepada penulis.

2.

Ibu Dr. Ir Erliza Noor, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan

bimbingan dan arahannya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan

skripsi ini.

3.

Ibu Sri Usmiati SPT, MSi. Selaku dosen pembimbing kedua yang telah

memberikan, mengarahkan dan mendampingi penulis selama penelitian dan

penyelesaian skripsi ini.

4.

Ibu Dr. Ir Mulyorini Rahayuningsih MSi. selaku dosen penguji yang telah

memberikan saran dan masukannya dalam penyempurnaan skripsi ini.

5.

Thousand Island

, Jajat, Tutur sekeluarga serta Tiners 41 yang telah memberikan


(20)

ii

6.

Laboran di Laboratorium Balai Besar Pasca Panen Pertanian dan Balai Besar

Penelitian Veteriner Bogor atas bimbingan dan bantuannya selama penelitian.

Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Bogor, Januari 2009


(21)

iii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR

...

i

DAFTAR ISI

...

iii

DAFTAR TABEL

...

Iv

DAFTAR GAMBAR

...

v

DAFTAR LAMPIRAN ...

vi

I.

PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG

...

1

B.

TUJUAN ...

1

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A.

BAKTERI ASAM LAKTAT DAN BAKTERIOSIN ...

3

B.

KARAKTERISASI ...

6

C.

ENKAPSULASI ... 7

D.

BAHAN PENGKAPSUL ...

11

E.

BAKTERI INDIKATOR

...

14

III.

BAHAN DAN METODE

A.

ALAT

DAN

BAHAN

...

17

B.

WAKTU DAN TEMPAT ...

17

C.

METODA PENELITIAN ...

17

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

BAKTERIOSIN CAIR DARI BAL SCG 1223

(a)

Karakterisasi Bakteriosin terhadap pH dan Suhu ……...

27

(b)

Aktivitas Hambat Bakteriosin dari BAL SCG 1223

...

36

B.

ENKAPSULASI BAKTERIOSIN

(a)

Parameter Operasi Proses Enkapsulasi ...

36

(b)

Aktivitas Hambat Serbuk Bakteriosin dari BAL SCG 1223

…..

39

(c)

Perbandingan Aktivitas Hambat Bakteriosin dari BAL SCG 1223

dalam Bentuk Cair dan Serbuk

...

43

V.

KESIMPULAN DAN SARAN

A.

KESIMPULAN ...

46

B.

SARAN ...

46

DAFTAR PUSTAKA


(22)

iv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1

Tabel Sifat Fisik dari Produk

Skim Milk

………...

14

Tabel 2

Tabel Aktivitas Hambat Bakteriosin SCG 1223 Terbaik Terhadap

Pengaruh pH dan Suhu ..……….

35

Tabel 3

Tabel Perbandingan Atribut Nilai pada Perlakuan A

2

B

1

C

1

dan

A

3

B

1

C

1 .

...

45


(23)

v

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar. 1

Skema Proses Produksi Bakteriosin dari BAL SCG 1223 ... 20

Gambar. 2

Skema Proses Karakterisasi Bakteriosin dari BAL SCG 1223 ... 21

Gambar. 3

Skema Proses Formulasi Serbuk Bakteriosin dari BAL SCG 1223 .. 24

Gambar. 4

Skema Proses Pengujian Aktivitas Hambat Bakteriosin dari BAL

SCG 1223

... 26

Gambar. 5

Grafik Persentase Perubahan Aktivitas Hambat Bakteriosin

SCG 1223 pada

Escherichia coli

……….……. 28

Gambar. 6

Kurva Aktivitas Hambat Bakteriosin dari BAL SCG 1223 pada

bakteri

Escherichia coli

... 29

Gambar. 7

Grafik Persentase Perubahan Aktivitas Hambat Bakteriosin

SCG 1223 pada

Salmonella monocytogenes

……… 30

Gambar. 8

Kurva Aktivitas Hambat Bakteriosin dari BAL SCG 1223 pada

bakteri

Salmonella thypimurium

... 31

Gambar. 9

Grafik Persentase Perubahan Aktivitas Hambat Bakteriosin SCG

1223 pada

Listeria monocytogenes

………... 33

Gambar. 10

Kurva Aktivitas Hambat Bakteriosin dari BAL SCG 1223 pada

bakteri

Listeria monocytogenes

... 34

Gambar. 11

Kurva Persentase Rendemen Serbuk Bakteriosin dari BAL

SCG 1223

... 37

Gambar. 12

Kurva Kadar Air Serbuk Bakteriosin dari BAL SCG 1223 ... 39

Gambar. 13

Kurva Kelarutan Serbuk Bakteriosin dari BAL SCG 1223 ... 39

Gambar. 14 Gambar. 14 Kurva Aktivitas Hambat Serbuk Bakteriosin dan


(24)

vi

Halaman

Lampiran. 1

Prosedur Analisis Kadar Air Bahan dan Kelarutan Bahan ……… 53

Lampiran. 2

Hasil Uji Lanjut Duncan pada Interaksi Faktor-Faktor

Pengkapsulan pada Proses Enkapsulasi Bakteriosin BAL SCG

1223 terhadap Kadar Air ………....……… 54

Lampiran. 3

Hasil Uji Lanjut Duncan pada Komposisi Bahan Pengkapsul dan

Persentase Bakteriosin pada Proses Enkapsulasi Bakteriosin

BAL SCG 1223 terhadap

E. Coli

…..……….………

54

Lampiran. 4

Hasil Uji ANOVA Aktivitas Hambat Serbuk Bakteriosin

BAL SCG 1223 terhadap

E. coli

.………... 55

Lampiran. 5

Hasil Uji ANOVA pada Interaksi Faktor-Faktor Pengkapsulan

pada Proses Enkapsulasi Bakteriosin BAL SCG 1223 terhadap

E. coli …

……….. 55

Lampiran. 6

Hasil Uji Lanjut Duncan pada Interaksi Faktor-Faktor

Pengkapsulan pada Proses Enkapsulasi Bakteriosin BAL

SCG 1223 terhadap

E. Coli

.………. 56

Lampiran. 7

Hasil Uji ANOVA Aktivitas Hambat Bakteriosin BAL SCG 1223

terhadap

S. Thypimurium

.……….... 56

Lampiran. 8

Hasil Uji Lanjut Duncan pada Komposisi Bahan Pengkapsul dan

Penggunaan Suhu Pengeringan pada Proses Enkapsulasi

Bakteriosin BAL SCG 1223 terhadap

S. Thypimurium …

………..

57

Lampiran. 9

Hasil Uji ANOVA Aktivitas Hambat Bakteriosin BAL SCG 1223

terhadap

Listeria monocytogenes

………..…………... 58

Lampiran. 10

Hasil Uji Lanjut Duncan pada Komposisi Bakteriosin yang

digunakan pada Proses Enkapsulasi Bakteriosin BAL SCG 1223

terhadap

Listeria monocytogenes

………

..………...

59

Lampiran. 11

Hasil Uji Lanjut Duncan pada Interaksi Komposisi Bahan

Pengkapsul dan Bakteriosin yang digunakan pada Proses

Enkapsulasi Bakteriosin BAL SCG 1223 terhadap

Listeria

monocytogenes

……….……..

59

Lampiran. 12

Hasil Uji Lanjut Duncan pada Interaksi Faktor-Faktor

Pengkapsulan pada Proses Enkapsulasi Bakteriosin BAL SCG

1223 terhadap

Listeria monocytogenes

….…………..…………..

60

Lampiran. 13

Hasil Uji ANOVA Kadar Air Serbuk Bakteriosin BAL

SCG 1223 ……… 60

Lampiran. 14

Hasil Uji Lanjut Duncan pada Komposisi Bahan Pengkapsul

pada Proses Enkapsulasi Bakteriosin BAL SCG 1223 terhadap .. 61

Lampiran. 15

Hasil Uji ANOVA Kelarutan Serbuk Bakteriosin BAL


(25)

vii

Lampiran. 16

Hasil Pengamatan Kelarutan Serbuk Bakteriosin dari BAL SCG

1223 Foto Hasil Uji Aktivitas Hambat Bakteriosin SCG 1223

terhadap Bakteri Uji (a)

Escherichia coli

, (b)

Salmonella

thypimurium

, dan (c)

Listeria monocytogenes

. ..……… 62

Lampiran. 17

Hasil Pengamatan Terhadap Pengujian Kadar Air Serbuk

Bakteriosin SCG 1223

……….. 63

Lampiran. 18

Hasil Pengamatan Aktivitas Hambat Serbuk Bakteriosin dari

BAL SCG 1223 pada Bakteri Uji

E. coli, S. thypimurium

dan

L. monocytogenes

………...

64

Lampiran. 19

Hasil Pengamatan Aktivitas Hambat Bakteriosin dari BAL

SCG 1223 Terhadap Bakteri

E. coli, S. thypimurium

dan

Listeria

monocytogenes

………... 66

Lampiran. 20

Foto HAsil Uji Aktivitas Hambat Bakteriosin SCG 1223 terhadap

Bakteri Uji (a)

E. coli

, (b)

S. thypimurium

, dan

(c)

L. monocytogenes

………. 69


(26)

1

I.

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Bahan pengawet yang ditambahkan pada produk makanan umumnya bertujuan untuk memperbaiki sifat produk terutama dalam penyimpanan. Banyak penelitian telah dilakukan di bidang agroindustri untuk mendapatkan bahan pengawet alami yang digunakan sebagai penghambat pertumbuhan mikroorganisme yang umumnya patogen, sehingga umur simpan produk dapat lebih lama.

Salah satu zat penghambat yang berpengaruh terhadap umur simpan produk adalah bakteriosin. Kestabilan aktivitas hambat bakteriosin merupakan faktor penting pada aplikasinya sebagai pengawet alami yang memiliki sifat penghambatan (bakteriostatik) terhadap bakteri patogen sehingga perlu dipertahankan aktivitasnya. Salah satu teknik yang dapat digunakan dalam mempertahankan kestabilan aktivitas hambat bakteriosin selama penyimpanan adalah enkapsulasi atau penjeratan bakteriosin dalam suatu bahan pengkapsul yang sesuai.

Faktor yang mempengaruhi aktivitas hambat antara lain kadar air yang tinggi, bakteriosin dari Bakteri Asam Laktat (BAL) galur SCG 1223 juga mengandung protein kolisin yang cukup tinggi, sehingga mudah bagi bakteriosin terdegradasi akibat kontaminasi dengan mikroorganisme lain. Untuk mencegah dekomposisi bahan serta mempertahankan kestabilan aktivitas, maka dilakukan penjeratan dengan cara enkapsulasi bakteriosin. Proses ini dipilih karena selain dapat mempertahankan komposisi bahan juga memungkinkan untuk dilakukan perbaikan sifat materi yang dikapsulkan sehingga dapat memperlambat waktu kerusakan produk pada titik tertentu. Bakteriosin yang telah dikeringkan dapat disimpan lebih lama tanpa ada reaksi dekomposisi produk pada kondisi penyimpanan yang sesuai. Bahan pengkapsul yang dapat digunakan dalam proses enkapsulasi bakteriosin yaitu maltodekstrin atau pati termodifikasi serta kombinasinya dengan susu skim.

B. TUJUAN

Tujuan penelitian ini adalah :


(27)

2

2. Menentukan jenis bahan pengkapsul terbaik untuk bakteriosin dari Bakteri Asam Laktat Galur SCG 1223.

3. Memperoleh suhu terbaik proses pengeringan bakteriosin dengan

menggunakan spray dryer.

4. Membandingkan kemampuan aktivitas hambat bakteriosin dalam bentuk cair dengan bakteriosin serbuk.


(28)

3

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. BAKTERI ASAM LAKTAT DAN BAKTERIOSIN

Bakteri asam laktat (BAL) merupakan mikroba yang banyak terdapat di alam dengan berbagai manfaat. Bakteri Asam Laktat berbentuk batang, panjang, serta hidup secara anaerob fakultatif (Fardiaz, 1992). Asam laktat yang dihasilkan oleh BAL merupakan hasil perombakan substrat melalui proses fermentasi. Bakteri Asam Laktat termasuk famili Lactobacillaceae berbentuk sel batang umumnya berukuran 0,6-0,8 µm x 1,2-6,0 µm dalam bentuk tunggal maupun rantai pendek (Buchanan dan Gibbons, 1974 dalam Bacus dan Brown, 1985).

Bakteri Asam Laktat merupakan mikroba yang aman ditambahkan dalam makanan karena sifatnya yang tidak toksik dan tidak menghasilkan toksin sehingga banyak digunakan sebagai starter makanan (Garver dan Muriana, 1993; Gilliland 1988; dan Ruiz-Barba et al., 1994 dalam Nurliana, dkk., 2000). Bakteri Asam Laktat termasuk bakteri Gram positif, tidak membentuk spora, non motil serta berkatalase negatif. Suhu optimum pertumbuhan berkisar antara 30-35oC dengan suhu minimum 10oC serta suhu maksimumnya 40oC, sedangkan titik kematian thermal bakteri ialah 63oC selama 30 menit (Buchanan dan Gibbons, 1974 dalam Bacus dan Brown, 1985).

Peranan BAL dalam bahan pangan lebih banyak menguntungkan dari pada merugikan. Bakteri Asam Laktat yang aktif dalam fermentasi makanan memberikan daya awet produk yang baik. Daya awet tersebut khususnya disebabkan oleh asam laktat serta senyawa asam lainnya sebagai hasil metabolisme BAL. Selain menghasilkan senyawa-senyawa organik tersebut beberapa galur BAL menghasilkan senyawa protein yang bersifat bakterisidal terhadap bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif yang disebut bakteriosin (Tahara et al., 1996 dalam Januarsyah, 2007).

Penggunaan BAL dalam pangan adalah untuk memperpanjang waktu simpan, meningkatkan kualitas dan mengontrol pertumbuhan mikroba patogen dan perusak (Holzapfel, et al; 1995). Sifat tersebut didapat dari zat metabolit yang dihasilkan BAL yang bersifat antibakterial baik bakteriostatik maupun bakterisida terhadap semua bakteri (Winkowski dan Montville, 1992; Barefoot dan Nettles, 1993 dalam Nurliana, dkk, 2000).


(29)

4

Sifat umum BAL dikelompokkan berdasarkan kemampuan dalam memfermentasi karbohidrat menjadi asam laktat. Selama proses fermentasi, dihasilkan juga metabolit lain seperti asam organik, diasetil, hidrogen peroksida dan bakteriosin (Winkowski dan Montville, 1992; Barefoot dan Nettles, 1993 dalam Nurliana, dkk, 2000).

Berdasarkan tipe fermentasi, BAL dikelompokkan menjadi 2, yaitu homofermentatif dan heterofermentatif. Kelompok homofermentatif menghasilkan asam laktat sebagai produk utama dari fermentasi gula. Kelompok ini menghasilkan asam laktat dan asam asetat dengan memfermentasikan gula pentosa. Bakteri homofermentatif membentuk 90% atau lebih asam laktat murni. Bakteri heterofermentatif dalam proses fermentasinya akan memecah glukosa menjadi asam laktat dan senyawa lain seperti CO2, etanol, asetaldehid, diasetil,

serta senyawa lainnya (Davidson dan Braner, 1983 dalam Januarsyah, 2007). Bakteriosin awal mulanya didefinisikan sebagai protein kolisin (colicin) yang memiliki sifat antagonis intraspesifik. Namun dengan perjalanan waktu, ditemukan beberapa komponen yang secara alami mirip dengan protein kolisin sehingga menjadikan definisi bakteriosin memiliki cakupan yang lebih luas lagi (Jacob et al., 1953 dan Eckner, 1992 dalam Sutriswati, dkk, 2000).

Bakteriosin merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan dalam ribosom sel. Umumnya tidak aktif oleh enzim protease dalam saluran pencernaan, stabil pada pemanasan tinggi (100-120oC) dan stabil pada penyimpanan khususnya pada pH rendah serta tidak efektif terhadap bakteri Gram negatif (Barefoot dan Klaenhammer, 1983; Buchanan dan Klawitter, 1992; Liao et al., 1994; Vlaemynck et al., 1994 dan Coventry et al., 1995; dan Holzapfel et al., 1995 dalam Nurliana, 1997).

Menurut Bhunia et al. (1987), terdapat beberapa sifat bakteriosin yang unik, yaitu tetap aktif pada kondisi asam kuat maupun basa kuat, memiliki kondisi yang tetap aktif pada perlakuan suhu rendah maupun suhu tinggi. Bakteriosin juga mudah terdegradasi oleh enzim proteolitik yang mengindikasikan bahwa bakteriosin tersusun atas komponen protein yang disamping dapat menghambat bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif, juga dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen yang kekerabatannya dekat secara filogenik dengan


(30)

5

induk bakteri penghasil bakteriosin (Jack et al., 1995). Terdapat beberapa kriteria penentuan bakteriosin, antara lain bakteriosin tersusun atas protein, bersifat bakterisidal dan bakteriostatik, aktif terhadap bakteri yang dekat secara filogenik, serta tidak membunuh bakteri penghasilnya (Tagg et al., 1976 dan Jack et al.,1995).

Menurut Bhunia et al. (1988) model penghambatan (bakteriostatik) dan pembunuhan (bakterisidal) dari bakteriosin terhadap sel yang sensitif diawali dengan penempelan pediosin Ach pada reseptor membran sitoplasma sehingga membran mengeluarkan material intraselular, sel mengalami lisis dan akhirnya bakteri patogen mati. Mekanisme lain dijelaskan pula oleh Bhunia et al. (1990) yaitu bakteriosin teradsorpsi pada reseptor spesifik, mikroba yang rentan selanjutnya terjadi perubahan permeabilitas sehingga integritas membran sel kehilangan kemampuannya untuk membelah diri dan terjadi lisis.

Nisin adalah salah satu jenis bakteriosin komersial yang banyak digunakan sebagai bahan tambahan untuk memperpanjang umur simpan produk pangan juga sebagai pengontrol makanan dari serangan mikroorganisme berbahaya (Mazzotta, Crandall dan Montville, 1007). Nisin merupakan polipeptida dengan 34 macam asam amino yang dihasilkan oleh bakteri Lactococcus lactis yang merupakan famili lantibiotik dengan kandungan lanthionin dan methylantionin. Terdapat dua jenis nisin yaitu nisin A dan nisin Z, dimana keduanya dibedakan berdasarkan asam amino tunggal yang digantikan ikatannya dengan histidine urutan ke-27 pada nisin A dan aspargine pada nisin Z (Mulders, et al., 1991). Modifikasi struktur seperti ini menjadikan kelarutan dan sifat difusi nisin Z lebih tinggi dibandingkan dengan nisin A, dimana sifat tersebut merupakan sifat yang sangat penting dalam aplikasi pangan (De Vos, et al., 1993).

Terdapat empat macam bakteriosin yang dihasilkan jenis BAL yang berbeda dan diketahui memiliki aktivitas hambat terhadap bakteri patogen dan pembusuk makanan serta meningkatkan daya simpan makanan, antara lain : a. Lantibiotik, merupakan bakteriosin yang mengandung cincin lantionin dalam molekulnya, seperti Nisin, Lacticin 481, Lacticin S, serta Streptococcin SA-FF22. b. Bakteriosin berukuran kecil (< 10 kDa), bakteriosin ini relatif tahan terhadap panas, peptida pada sisi aktifnya tidak mengandung lantionin. Jenis ini dibagi lagi


(31)

6

ke dalam 3 sub kelas yaitu peptida Listeria-aktif dengan sekumpulan sekuen N-terminal, bakteriosin yang membentuk kelompok berpori dengan aktivitas dua peptida yang berbeda, serta bakteriosin yang memerlukan peptida teraktifasi-tiol untuk mengurangi residu sistein dalam aktivitasnya.

c. Bakteriosin bermolekul protein besar (> 30 kDa), dimana mengandung protein yang tidak tahan terhadap panas seperti Helvetion J dan Brevicin 27.

d. Bakteriosin yang mengandung protein kompleks, dimana terdiri atas komponen karbohidrat maupun lipid, seperti Plantarisin S yang mengandung glikoprotein (Jimenez-Diaz, 1993).

Penelitian awal terhadap bakteriosin dari BAL SCG 1223 menunjukkan adanya spektrum zona hambat yang luas terhadap bakteri Gram positif (Listeria monocytogenes) dan bakteri Gram negatif (Salmonella thypimurium serta

Escherichia coli). Pada persentase inokulum 10% di dapat aktivitas hambat tertinggi bakteriosin terhadap E. coli, S. thypimurium dan L. monocytogenes yaitu sebesar 1085,81 AU/ml, 816,40 AU/ml dan 1178,13 AU/ml. Aktivitas hambat tersebut didapatkan pada pH media 6, waktu inkubasi 14 jam serta suhu inkubasi 40oC untuk E. coli dan L. monocytogenes dan untuk S. thypimurium suhu yang digunakan 27oC (Januarsyah, 2007).

B. KARAKTERISASI

Karakterisasi merupakan tahap yang dilakukan untuk menentukan sifat dari bakteriosin yang dilihat pengaruh aktivitasnya terhadap perlakuan lingkungan seperti perlakuan enzimatis, suhu, tingkat keasaman, serta kemampuan mempertahankan aktivitasnya selama penyimpanan. Di dalam karakterisasi produk bakteriosin, sensitivitas bakteriosin terhadap enzim protease merupakan kunci utama penentu karakter bakteriosin. Enzim protease berperan sebagai agen penghambat (inhibitor) aktivitas bakteriosin. Hal tersebut menunjukkan bahwa bakteriosin tersusun atas komponen protein tinggi yang pada umumnya akan dihambat beberapa kali oleh enzim proteolitik (Vuyst et al., 1994). Bakteriosin di karakterisasi dengan melihat aktivitasnya terhadap kestabilan suhu dan pH, kemudahan terdenaturasi oleh enzim proteolitik, dan kestabilan selama penyimpanan (Ogunbanwo et al., 2003).


(32)

7

C. ENKAPSULASI

Enkapsulasi merupakan proses penjeratan zat-zat sensitif atau bahan inti oleh polimer pelindung sebagai agen pengkapsulasi. Bahan inti terlindungi dari reaksi yang dapat merusak dan kondisi lingkungan yang merugikan (Hogan, 2001). Mikrokapsul merupakan suatu ruang kecil dengan lapisan dinding yang seragam di sekelilingnya. Bahan yang terdapat di dalam mikrokapsul merupakan inti bahan sedangkan bahan di sekelilingnya (dinding) disebut sebagai cangkang atau membran.

Mikroenkapsulasi memberikan sarana untuk mengubah komponen dalam bentuk cairan menjadi partikel padat dan melindungi materi dari pengaruh lingkungan. Perlindungan yang diberikan oleh bahan pengkapsul dapat mencegah terjadinya degradasi bahan inti karena pengaruh cahaya dan atau oksigen serta dapat memperlambat terjadinya evaporasi (Risch, 1995).

Keuntungan proses enkapsulasi menggunakan spray dryer yaitu biaya proses yang relatif murah serta secara industri ketersediaan alat yang digunakan mudah. Selain itu, proses pengeringan dengan menggunakan spray dryer lebih mudah karena dapat dilakukan secara otomatis dan berkesinambungan. Namun kekurangannya yaitu dihasilkannya produk dengan tekstur yang sangat halus sehingga membutuhkan penanganan lebih lanjut dalam penyimpanannya. Di dalam menjalankan proses ini, diperlukan panas tinggi untuk menguapkan air bahan dari sistem oleh karena itu, proses pengeringan dengan menggunakan spray dryer tidak cocok digunakan pada produk yang sensitif terhadap proses pemanasan (Risch, 19994).

Menurut Bakan (1978), keberhasilan suatu proses enkapsulasi dan sifat mikrokapsul yang dihasilkan dipengaruhi oleh beberapa faktor penting, antara lain:

a. Bahan inti yang disalut, yaitu berwujud padat, cair ataupun gas; sifat fisikokimia seperti solubilitas, hidrofobik atau hidrofilik, serta stabilitas terhadap suhu dan pH.

b. Bahan penyalut yang digunakan.

c. Medium mikroenkapsulasi yang digunakan dapat berupa pelarut air maupun bukan air.


(33)

8

d. Prinsip proses mikroenkapsulasi yang digunakan yaitu secara fisika atau kimia. e. Tahap proses mikroenkapsulasi yaitu tunggal atau bertahap.

f. Struktur dinding mikrokapsul yaitu tunggal atau berlapis.

Proses enkapsulasi secara umum melalui tiga tahapan dalam suatu pengadukan yang sinambung, antara lain :

1. Berbentuk tiga fase kimia yang belum saling bercampur, yaitu fase pembawa (air), fase materi inti yang akan dilapisi dan fase penyalut.

2. Penempelan bahan penyalut pada permukaan bahan inti. Umumnya tahapan ini terjadi karena bahan penyalut (polimer) diadsorbsikan pada antar permukaan yang terbentuk antara materi inti dan bahan cair.

3. Pemadatan pelapis untuk membentuk mikrokapsul yang biasanya terjadi akibat adanya panas.

Proses enkapsulasi dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain : a) Suspensi udara

Suspensi udara berfungsi sebagai alat mikroenkapsulasi dimana partikel padatan yang akan diselaputi berada pada suatu kolom udara panas dan kemudian disemprot dengan bahan penyalut dari bagian atas melalui sebuah nozzle yang akan menghasilkan lapisan-lapisan tipis pada permukaan partikel yang berupa butiran yang seragam (Dziezak, 1988).

b) Ekstruksi sentrifugal

Pada metode ekstruksi, bahan inti didispersikan pada karbohidrat cair yang kemudian bahan inti akan ditangkap dan dikeraskan oleh bahan penyalut selama kontak terjadi. Cairan inti dienkapsulasi dengan menggunakan ekstruksi rotasi yang berisikan pipa konsentrik. Kelemahan metode ini yaitu biaya operasi yang mahal dan diperkirakan dua kali lipat dibandingkan dengan metode spray drying

(Risch, 1994). c) Koaservasi

Koaservasi pada awalnya digunakan untuk menerangkan fenomena pemisahan fase dalam sistem koloid. Pemisahan fase ini erat kaitannya dengan pengendapan atau flokulasi zat koloid dan koaservasi merupakan tahapan yang terjadi sebelum pengendapan dalam larutan terjadi. Deasy (1987) menyebutkan bahwa koaservasi pemisahan fase terbagi atas dua tipe yaitu koaservasi sederhana


(34)

9

dan koaservasi kompleks. Koaservasi sederhana hanya menggunakan satu jenis koloid sedangkan koaservasi kompleks menggunakan lebih dari satu jenis polimer.

d) Kokristalisasi

Kokristalisasi adalah suatu teknik enkapsulasi yang prosesnya relatif sederhana. Kokristalisasi merupakan teknik untuk memasukkan komponen atau senyawa ke dalam dan ke celah antar kristal sukrosa (Jackson dan Lee, 1991). Proses enkapsulasi dapat berlangsung akibat kristalisasi spontan dari sukrosa yang menghasilkan bentuk mengelompok dengan jarak ukuran 3-300 µm sehingga memungkinkan masuknya seluruh bahan non sukrosa ke dalam atau diantara kristal sukrosa.

e) Pengering Semprot (Spray drying)

Thies (1996), mengungkapkan kelebihan dari metode pengering semprot yaitu teknologinya sudah banyak dikuasai sehingga mudah didapat, msmpu memproduksi kapsul dalam jumlah banyak, jenis bahan pelapis yang cocok untuk pengeringan semprot juga layak sebagai bahan makanan, dan bahan pelapis yang digunakan larut dalam air sehingga dapat melepaskan bahan inti tanpa adanya bahan pelapis yang mengendap. Heath (1981) menambahkan bahwa metode pengeringan semprot juga cocok untuk bahan yang mudah teroksidasi seperti minyak.

Terdapat empat tahapan yang terjadi pada proses spray drying yaitu : pertama, keadaan bahan yang akan dikeringkan. Hal ini berkaitan dengan kemudahan bahan membentuk suatu system larutan yang terdispersi sehingga bahan dapat dikeringkan secara kontinyu dan tidak menimbulkan penyumbatan pada lubang penyemprotan (nozzle). Kandungan zat padat total bahan yang akan dikeringkan berkisar 45-55%; Kedua, pengkabutan (Atomization), merupakan proses untuk merubah bahan yang semula berupa cairan atau pasta menjadi tetes-tetes (droplets) yang berukuran 10-200 mikron; Ketiga, udara panas dan dispersinya. Didalam alat udara panas merupakan medium proses pengeringan; Keempat, pengambilan produk. Setelah bahan dikeringkan, maka diperlukan usaha untuk memisahkan bahan dengan udara panas yang keluar bersama-sama. Usaha ini dapat dilakukan dengan menggunakan 3 macam alat yaitu cyclone


(35)

10

separator, wet scrubber, dan bag filter. Pada cyclone pemisah, produk yang dapat dihasilkan yaitu sebanyak 90-97% dengan prinsip kerja alat berdasarkan gaya berat dan gaya sentrifugal. Wet scrubber, pada pengambilan bahan dengan alat ini dapat menimbulkan terjadinya kontaminasi bahan oleh mikroorganisme. Sedangkan bag filters, produk yang dapat dihasilkan sebanyak 95-98% dimana produk yang dihasilkan diambil dengan cara menyaring udara yang keluar bersama bubuk hasil pengeringan.

Rendemen

Yield atau rendemen merupakan nilai perbandingan jumlah produk yang dihasilkan dengan jumlah bahan yang digunakan. Yield Dapat juga diartikan sebagai jumlah mol produk dibagi dengan mol umpan, jika konversi didefinisikan sebagai jumlah mol yang bereaksi atau terkonversi dibagi dengan jumlah mol mula-mula (http://tech.groups.yahoo.com/group/Teknik-Kimia/message/10950). Rendemen merujuk pada jumlah produk reaksi yang dihasilkan pada reaksi kimia. Rendemen absolut dapat ditulis sebagai berat dalam gram atau dalam mol (rendemen molar). Rendemen relatif yang digunakan sebagai perhitungan efektivitas prosedur, dihitung dengan membagi jumlah produk yang didapatkan dalam mol dengan rendemen teoritis dalam mol. Dalam menentukan persentase rendemen, maka dapat mengkalikan rendemen fraksional dengan 100% (www.wikipedia.org/wiki/Rendemen_kimia).

Kadar Air

Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno, 1997).

Pengurangan air baik secara pengeringan maupun penambahan bahan penguap air bertujuan dalam mengawetkan bahan pangan. Pengukuran kadar air di dalam bahan pangan bertujuan untuk mengetahui jumlah air yang terdapat di dalam bahan yang erat kaitannya dengan masa penyimpanannya (Purnomo, 1995).


(36)

11

Meningkatnya suhu keluaran pengeringan otomatis akan menurunkan kadar air bahan. Secara umum, suhu keluaran pengeringan pada nilai 80-85oC memungkinkan untuk mendapatkan produk dengan kadar air yang tidak melebihi batas minimum yang disyaratkan untuk penyimpanan tepung (KA 4%) sehingga umur simpan produk dapat lebih lama (Masters, 1985).

Kelarutan

Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat

terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent)

(www..wikipedia.org/wiki/Kelarutan). Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut.

Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni atau pun campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat. Kelarutan bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut, seperti perak klorida dalam air. ketidaklarutan (insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang sulit larut, walaupun sebenarnya hanya sedikit kasus yang benar-benar tidak ada bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan kelarutan dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat jenuh (supersaturated) yang metastabil (www.id.wikipedia.org/wiki/Kelarutan).

D. BAHAN PENGKAPSUL

Bahan pengkapsul merupakan bahan yang berfungsi sebagai pengikat suatu materi serta memperbaiki mutu fisik produk. Bahan pengkapsul yang umum digunakan yaitu bahan yang berupa tepung-tepungan seperti pati termodifikasi, maltodekstrin dan sirup jagung padat yang merupakan pengkapsul yang biasa digunakan dalam enkapsulasi bahan pangan. Bahan tersebut memiliki sifat yang mudah larut dalam cairan dengan viskositas yang rendah sehingga menjadikannya mudah kering kembali dan produk terkapsulkan dengan baik dalam proses enkapsulasi pengering semprot(Kenyon, 1995).

Bahan pengkapsul selain digunakan sebagai pelapis bahan inti juga digunakan untuk memperbesar volume dan meningkatkan jumlah total padatan,


(37)

12

serta dapat mencegah kerusakan bahan inti oleh panas (Masters, 1979). Bahan pengkapsul selama proses pengeringan berlangsung harus mampu menahan dan melindungi bahan-bahan mudah menguap dari kehilangan dan kerusakan bahan kimia selama pengolahan, penyimpanan serta penanganan (Kim dan Mor, 1996). Bakan (1994) menyebutkan bahwa bahan pengkapsul yang digunakan untuk proses enkapsulasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a) Bahan pengisi harus mampu memberikan lapisan tipis yang kohesif dengan bahan inti.

b) Bahan pengisi dan inti dapat bersatu, namun secara kimia tidak dapat bereaksi karena dapat mengakibatkan perubahan atau kerusakan bahan inti.

c) Bahan pengisi harus mampu memberikan sifat pengisian yang sesuai seperti kekuatan, fleksibilitas, impermeabilitas, sifat-sifat optik serta stabilitasnya.

Karbohidrat seperti pati, maltodekstrin, sirup jagung serta gum akasia telah banyak digunakan sebagai agen pengkapsul. Bahan-bahan tersebut memiliki sifat yang diinginkan sebagai pengkapsulasi seperti viskositas yang rendah pada konsentrasi padatan yang tinggi serta memiliki kelarutan yang baik. Namun, pada bahan tersebut juga terdapat kekurangan fungsi interfasial sehingga perlu adanya penggabungan dengan bahan pengkapsul lain seperti protein susu (Hogan, 2001). Maltodekstrin

Menurut FDA (The Food and Drug Administration), Maltodekstrin (C6H12O6) merupakan polimer sakarida yang bergizi, tidak manis, mengandung

unit D-Glukose pada ikatan primer α-1,4 dan memiliki nilai dextrose equivalence

(DE) kurang dari 20. (Kenyon, 1995). (DE) dextrose equivalence merupakan sifat utama yang menentukan sifat dari maltodekstrin itu sendiri. Nilai DE ini merupakan derajat hidrolisis dari polimer pati tersebut. Maka dari itu, DE maltodekstrin menunjukkan bahwa bahan tersebut mudah untuk dikeringkan, sedangkan bahan yang memiliki DE lebih besar dari 42 akan sulit untuk dikeringkan dan dipasarkan hanya dalam bentuk sirup. (Kenyon, 1995).

Bobot molekul rata-rata dari maltodekstrin ini ±1800 untuk maltodekstrin yang memiliki 10 DE. Hal ini menunjukkan bahwa hidrolisat tersebut tersusun atas banyak polimer yang lebih kecil dari pati aslinya (bernilai 2.000.000) viskositas dan daya larut bahan maltodekstrin bervariasi yang bergantung pada


(38)

13

ukuran rata-rata molekulnya. Semakin tinggi nilai DE maka semakin banyak pula bahan yang dapat melarut dalam air.

Menurut Kenyon dan Anderson (1988), maltodekstrin dan sirup jagung padat memiliki sifat-sifat fungsional yang berpengaruh terhadap proses enkapsulasi, meliputi kestabilan emulsi yang rendah yang dikarenakan tidak memiliki sifat lipofilik dan hidrofilik; sifat pembentukan film, seberapa cepat pembentukan film atau membran pada proses enkapsulasi flavor akan sangat menentukan kualitas produk akhir; higroskopisitas, maltodekstrin dan sirup jagung padat dengan DE rendah bersifat nonhigroskopis; viskositas, maltodekstrin dan sirup jagung padat menunjukkan kelarutan yang baik pada selang kadar padatan 5 DE- 20 DE yaitu 30%-75%.

Maltodekstrin dan sirup jagung padat memiliki biaya yang rendah dibandingkan dengan bahan pengkapsul lainnya. Disamping itu bahan-bahan ini banyak diproduksi oleh banyak negara sehingga mudah diperoleh (Kenyon dan Anderson, 1988).

Protein

Protein merupakan komponen yang sangat penting, baik dari segi nutrisi maupun sifat fungsionalnya seperti sebagai bahan pengemulsi, pengikat air atau lemak, serta pembentuk buih atau gel. Selain itu protein juga dapat menghasilkan flavor, memperbaiki penampakan dengan menghasilkan tekstur yang lebih baik (Giese, 1994). Protein memiliki sifat fungsional yang baik seperti viskositas, emulsifikasi serta pembentukan film. Dengan sifat seperti tersebut diatas, protein ini memiliki kemampuan yang baik untuk digunakan sebagai bahan pengisi.

Beberapa sifat fungsional protein dalam bahan pangan dapat diklasifikasikan ke dalam tiga golongan utama, yaitu : sifat hidrasi yang tergantung pada interaksi antara protein dan air, sifat hubungan interaksi antara protein dan protein serta sifat permukaan (Subarna et al., 1990).

Sifat-sifat yang termasuk pada golongan pertama adalah daya serap dan kapasitas menahan air, daya ikat air, adhesi, kelarutan serta viskositasnya. Sifat-sifat yang termasuk golongan kedua adalah yang berpengaruh pada pengendapan, yaitu pembentukan gel, serta pembentukan dari berbagai macam struktur seperti protein adonan dan serat-serat. Sifat yang termasuk dalam golongan ketiga adalah


(39)

14

terutama sifat-sifat yang berhubungan dengan tegangan permukaan, emulsifikasi serta pembentukan buih pada protein (Subarna et al., 1990).

Penggunaan protein sebagai bahan pengkapsul belum dikembangkan secara luas. Jenis protein yang dapat digunakan antara lain potassium caseinut, isolate protein whey, isolate protein, natrium caseinut, protein susu skim dan protein whey. Dalam penelitian ini, protein yang digunakan ialah protein susu skim.

Susu skim adalah bagian susu yang banyak mengandung protein, sering disebut “serum susu”. Susu skim mengandung semua zat makanan dari susu kecuali lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak. Krim mempunyai berat jenis yang rendah karena banyak mengandung lemak. Susu skim mempunyai berat jenis yang tinggi karena banyak mengandung protein (Saleh, 2004). Susu bubuk skim adalah susu sapi yang telah diambil lemaknya dan diubah menjadi bentuk bubuk, mempunyai bentuk seperti granula-granula kecil, dengan warna putih kekuningan. Susu ini banyak mengandung protein dengan kadar air 5% (Saleh, 2004), sedangkan menurut Jacobs (1951), susu skim memiliki ciri komposisi 35,6% - 37% protein, 1% lemak, serta kadar air sebesar 3,5% - 4% seperti terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Sifat Fisik dari Produk Skim Milk Produk

susu Air (%)

ABU (%)

Protein

(%) Lemak (%) Laktosa (%)

Total Padatan (%)

Skim milk 3,5-4,0 7,9-9,0 35,6-37,0 1,0 52,0/49,0 96,0-96,5

Penentuan konsentrasi bahan penyalut sangat penting dalam memberikan perlindungan terhadap bahan aktif. Peningkatan konsentrasi bahan penyalut dalam larutan akan meningkatkan retensi bahan aktif yang dikapsulkan. Hal ini dapat mempercepat terbentuknya kulit atau lapisan pengeras film yang melapisi droplet bahan aktif (Reinnecius, 2004).

E. BAKTERI INDIKATOR

Pada penelitian ini digunakan tiga jenis bakteri patogen yang termasuk ke dalam jenis bakteri Gram-positif dan bakteri Gram-negatif. Ketiga jenis bakteri patogen tersebut yaitu Escherichia coli, Salmonella thypimurium dan Listeria


(40)

15

monocytogenes. Bakteri patogen dalam penelitian ini digunakan sebagai pengontrol aktivitas hambat bakteriosin SCG 1223 yang memiliki daerah zona penghambatan yang luas, termasuk terhadap bakteri positif maupun Gram-negatif. Bakteri Gram-positif merupakan jenis bakteri pembusuk makanan yang masih dapat tumbuh pada suhu penyimpanan yang rendah (ruang pendingin) sedangkan bakteri Gram-negatif merupakan bakteri patogen yang berbahaya bagi manusia maupun hewan karena dapat menimbulkan penyakit yang berbahaya. Berikut ini tiga jenis bakteri patogen yang digunakan dalam penelitian :

Escherichia coli

Escherichia coli termasuk mikroorganisme jenis koliform yang terdapat banyak pada usus manusia dan hewan. Escherichia coli berbentuk batang, hidup dengan cara aerob atau anaerob fakultatif, merupakan bakteri Gram-negatif, tidak berkapsul, dan pada umumnya memiliki fibria dan bersifat motil. Bakteri E. coli

ini mampu memfermentasi laktosa dengan cepat sehingga pada agar McConkey dan EMB membentuk koloni merah muda sampai tua dengan kilat logam yang spesifik. Escherichia coli termotoleran merupakan strain E. coli yang dapat hidup pada suhu biakan 44,5oC dan merupakan indikator pencemaran makanan dan air oleh tinja. Escherichia coli dapat menyebabkan gastroenteritis akut terutama menyerang anak-anak dibawah usis 2 tahun, peritonitis dan radang empedu (Supardi dan Sukamto, 1999). Diare, haemorrhagic colitis, infeksi ginjal dan kandung kemih, serta pneumonia dan meningitis. Beberapa dari kasus tersebut dapat menyebabkan kematian (Blackburn dan McClure, 2002). Selain itu, hewan unggas pun berpotensi terinfeksi E. coli O157:H7, mikroba patogen yang

menyebabkan haemorrhagic enteritis pada manusia

(www.food-info.net/id/bact/colio157.htm). Salmonella typhimurium

Salmonella merupakan bakteri Gram-negatif yang tidak berspora. S. thypimurium tidak tahan pada kondisi lingkungan yang mengandung konsentrasi garam tinggi (Jay, 2000). Bakteri Salmonella dapat menyebabkan gastroenteritis, demam enterik (thypoid dan parathypoid), septicemia (mikroorganisme berkembang biak dalam aliran darah), diare (McKane dan Kandel, 1985), nausea dan muntah (Alcamo, 1983). Infeksi Salmonella sering terjadi pada musim panas


(41)

16

karena bakteri ini berkembang biak pada suhu hangat. Sumber utama penyebab infeksi Salmonella adalah bahan makanan yang tidak dipanaskan secara baik seperti ayam, telur, daging atau susu (C, Roman, 1996). Daging ayam dan olahannya dilaporkan sebagai media penyebaran penyakit salmonellosis (Todar, 2008). Jenis Salmonella yang menjadikan tubuh manusia sebagai tempat berkembangbiaknya antara lain S. typhimurium, S. paratyphi, S. schottmuelleri, dan S. hirschfeldi dimana tampak gejala klinis setelah 8-72 jam (Brandly et al., 2001).

Listeria monocytogenes

Listeria monocytogenes merupakan bakteri Gram-positif yang bergerak motil dengan menggunakan flagella dan hidup pada suhu 30oC. Bakteri ini dapat berpindah dengan menggunakan sel eukariotik yang disebut dengan fillamen (Wikipedia, 2008). Infeksi yang disebabkan oleh bakteri L. monocytogenes yaitu listeriosis. Listeriosis juga termasuk didalamnya septicemia, meningitis, encephalitis, corneal ulcer, pneumonia dan infeksi intrauterine pada wanita hamil. Listeriosis ialah penyakit langka yang disebabkan oleh makanan yang tercemar L. monocytogenes. Kuman Listeria biasanya ada di tanah dan beberapa daging mentah. Setiap tahun ada 20-30 kejadian khas Listeriosis dengan angka kematian yang cukup tinggi. (www.health.nsw.gov.au).


(42)

17

III.

BAHAN DAN METODE

A.

ALAT DAN BAHAN

Bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu MRS Broth, air akuades, kultur bakteri asam laktat SCG 1223, bakteri indikator (Listeria Monocytogenes, Escherichia coli, dan Salmonella thypimurium), maltodekstrin, skim milk, sodium caseinate, media MeU (Muller Hinton Agar), dan bahan kimia (NaOH, HCl, garam fisiologis, dan alkohol).

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain Incubator (Harstra, Utrecht), autoclave (Hirayama), incubator shaker (Stuart, Scientific), vortex, oven (Memmert), lemari pendingin, water bath, homogenizer (Kinematica, Brabender), spray dryer (Lab Plant SD-05), thermometer, mesin sentrifugasi (tomy, TX-160), neraca analitik (Precisa), pH meter (Hanna), clean bench, pipet mohr, pipet mikro 35-1000 µl, cawan, miliphore (Sartorius) 0.2 µm, syringe 6 ml, peralatan gelas (Erlenmeyer, tabung reaksi, gelas piala, dan gelas ukur) botol dan jar berpenutup, sumbat kapas, bunsen, alumunium foil, alat pembuat sumur 0.6 cm, jangka sorong, serta perlengkapan laboratorium lainnya.

B.

WAKTU DAN TEMPAT

Penelitian dilakukan di Laboratorium mikrobiologi dan kimia Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Pengujian aktivitas hambat bakteriosin dilakukan di Laboratorium Enterobacteriaceae di Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Maret hingga Juli 2008.

C.

METODA PENELITIAN

1) Karakterisasi Bakteriosin dari BAL SCG 1223

Karakterisasi dari BAL SCG 1223 merupakan karakterisasi bakteriosin cair yang dilakukan dalam 5 tahapan proses, dimana 4 diantaranya merupakan proses produksi bakteriosin cair. Tahapan tersebut antara lain :

(a)Produksi Bakteriosin dari Kultur BAL SCG 1223

Isolat BAL SCG 1223 yang digunakan dalam produksi bakteriosin yaitu isolat asli Indonesia yang merupakan salah satu koleksi Balai Besar Pascapanen Pertanian, Bogor. Kultur isolat yang digunakan untuk inokulasi media MRS Broth


(43)

18

merupakan isolat hasil peremajaan kultur pada media sejenis. Pada inokulasi, digunakan sebanyak 1 ml kultur BAL SCG 1223 dalam 9 ml larutan media MRS Broth. Kemudian isolat difermentasi dalam inkubator bersuhu 27oC selama 24 jam. Untuk mendapatkan 800 ml larutan bakteriosin maka dilakukan propagasi sebanyak dua tahap yaitu pertama, menginokulasikan 8 ml kultur BAL SCG 1223 pada 72 ml media MRS Broth yang dilanjutkan dengan proses fermentasi media pada inkubator shaker berkecepatan 150 rpm, 27oC selama 24 jam. Kedua, dilakukan inokulasi 80 ml kultur BAL SCG 1223 pada 720 ml media MRS Broth steril. Media kemudian difermentasi pada inkubator shaker berkecepatan 150 rpm, 33oC selama 9 jam (waktu produksi).

(b)Isolasi Bakteriosin dari Kultur BAL SCG 1223

Proses fermentasi di atas menghasilkan biakan kultur BAL SCG 1223 beserta produk (Bakteriosin) yang merupakan hasil perombakan media oleh bakteri tersebut. Proses isolasi dilakukan untuk memisahkan produk dari kultur bakteri penghasilnya. Selain itu isolasi juga dilakukan untuk memaksimalkan komponen bakteriosin yang dihasilkan dari proses fermentasi. Pertama, proses isolasi ini dilakukan dengan melakukan pengaturan pH larutan hasil fermentasi menjadi pH netral (7). Kedua, dilakukan pemanasan larutan tersebut pada

waterbath bersuhu 80oC selama 5-15 menit (Yang et al., 1992). Ketiga, dilakukan pengaturan pH larutan menjadi pH 5 yang bertujuan untuk mengkondisikan kembali bakteriosin pada kondisi awal (asam). Untuk memisahkan komponen sel kultur BAL SCG 1223 dengan cairan bakteriosin dilakukan proses sentrifugasi/pemusingan pada kecepatan putar 10.000 rpm, 4oC selama 15 menit. Setelah itu dilakukan pemisahan antara kedua komponen tersebut sehingga didapatkan supernatan bakteriosin (Januarsyah, 2007).

(c) Pemurnian Produk

Pada pemurnian bakteriosin, cairan bakteriosin bebas sel dipanaskan pada

waterbath bersuhu 100oC, selama 5-10 menit. Proses ini bertujuan untuk melumpuhkan sel-sel BAL yang tertinggal dalam cairan bakteriosin.pemisahan kembali dilakukan terhadap sel BAL dengan menggunakan membran filter berukuran 0,2 µm (miliphore). Hasil dari filtrasi ini merupakan cairan bakteriosin yang terbebas dari sel BAL.


(44)

19 (d)Sediaan Produk

Cairan bakteriosin agar tetap steril dan terjaga aktivitasnya, maka dilakukan pengemasan bakteriosin dalam botol dan jar berpenutup yang telah steril dan kemudian disimpan dalam ruang pendingin sehingga bakteriosin dapat disimpan dan digunakan dalam jangka waktu tertentu.

(e) Karakterisasi Bakteriosin terhadap pH dan Suhu

Karakterisasi bakteriosin dilakukan dengan memberikan perlakuan kombinasi pH dan suhu yang telah divariasikan pada titik-titik tertentu. Pengamatan dilakukan terhadap aktivitas hambat bakteriosin yang dihasilkan akibat dari pengaruh perlakuan kombinasi dari pH dan suhu. Hasil yang didapat menunjukkan karakter dari bakteriosin yang berasal dari BAL SCG 1223.

Pada karakterisasi ini digunakan tiga faktor perlakuan, yaitu pengaruh suhu, pH dan penyimpanan. Perlakuan tersebut diberikan masing-masing lima titik perlakuan, antara lain pH 2, 4, 7, 10 dan 12 untuk perlakuan pH dan 4, 27, 55, 80, dan 100oC untuk perlakuan suhu. Pada penelitian terhadap karakteristik BAL SCG 1223 ini dilakukan pengkombinasian perlakuan antara pH dan suhu, sehingga didapatkan 25 titik pengamatan sedangkan pada faktor penyimpanan, pengamatan aktivitas hambat bakteriosin dilakukan pada penyimpanan hari ke-1, hari ke-7, hari ke-30, hari ke-90 serta hari ke-120.


(45)

20

Gambar. 1 Diagram Alir Proses Produksi Bakteriosin dari BAL SCG 123


(46)

21

Gambar. 2 Diagram AlirProses Karakterisasi Bakteriosin dari BAL SCG 1223

(Suarsana, 2003)

2) Enkapsulasi Bakteriosin dari BAL SCG 123

(a)Formulasi Pengkapsul dan Produksi Serbuk Bakteriosin

Bakteriosin cair merupakan bahan inti yang akan dikapsulkan pada proses produksi serbuk bakteriosin. Proses ini menggunakan teknik pengkapsulan dengan pengering semprot (spray dryer Lab Plant SD-05) dengan menggunakan bahan pengkapsul antara lain maltodekstrin dan kombinasi antara maltodekstrin dengan


(47)

22

Bahan pengkapsulasi (50 gram atau 20% (b/b)) maltodekstrin dan skim milk

dalam perbandingan tertentu (A1 (1:0), A2 (1:5) dan A3(1:2)) dilarutkan dalam akuades 190 gram (B1) dan 180 gram (B2). Setelah larut campuran dihomogenisasi dengan kecepatan 4000 rpm selama 30 menit lalu disimpan di ruang pendingin selama 12-24 jam penyimpanan. Bakteriosin sebanyak 10 gram (B1) dan 20 gram (B2) ditambahkan kedalam campuran dan di homogenisasi selama 15 menit dengan kecepatan yang sama. Campuran dikeringkan dengan

spray dryer dengan suhu masukan 150oC (C1) dan 170oC (C2) serta laju alir umpan sebesar 20 ml/menit. Diagram alir proses produksi dapat dilihat pada Gambar 3.

(b)Rancangan Percobaan

Perlakuan yang diberikan adalah perlakuan formulasi pengkapsul sebagai faktor A yang terdiri atas maltodekstrin, skim milk serta kombinasi dari keduanya. sedangkan komposisi bakteriosin yang dikapsulkan sebagai faktor B yang menggunakan sebanyak 20% dan 40% bakteriosin dalam formulasi. Suhu Masukan feed proses pengeringan sebagai faktor C yang menggunakan dua suhu masukan yaitu 150oC dan 170oC. Berikut keterangan mengenai perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini :

A1 = Maltodekstrin

A2 = Maltodekstrin : skim milk (83,33% :16,67%) A3 = Maltodekstrin : skim milk (66,73% : 33,33%) B1 = Bakteriosin 20%

B2 = Bakteriosin 40% C1 = T masukan 150oC C2 = T masukan 170oC

Model perancangan penelitian yang digunakan yaitu Rancangan Faktorial dengan Rancangan Acak Kelompok yang terdiri atas 3 faktor dengan 2 kali pengulangan. Model matematika yang digunakan adalah (Gaspersz, 1994)

Yijkl = µ + αi + j + k + (α )ij + (α)ik + ( )jk + (α )ijk + εijkl

Dimana :

Yijkl = nilai pengamatan yang memperoleh taraf ke-i dari faktor α, taraf ke-j


(48)

23 µ = nilai rata-rata aktivitas hambat

αi = pengaruh dari taraf ke-i faktor α (bahan pengkapsul) j = pengaruh dari taraf ke-j faktor (persentase bakteriosin) k = pengaruh dari taraf ke-k faktor (T masukan pengeringan)

(α )ij = pengaruh interaksi taraf ke-i faktor α dan taraf ke-j faktor

(α)ik = pengaruh interaksi taraf ke-i faktor α dan taraf ke-k faktor

( )jk = pengaruh interaksi taraf ke-j faktor dan taraf ke-k faktor

(α )ijk = pengaruh interaksi taraf ke-i faktor α, taraf ke-j faktor dan taraf ke-k faktor

εijkl = pengaruh galat percobaan pada ulangan ke-l yang memperoleh taraf ke-i faktor α, taraf

ke-j faktor dan taraf ke-k faktor

Dengan tujuh kombinasi Hipotesis yang diajukan sebagai berikut :

Ho = α1 = α2 = α3 =0, tidak ada pengaruh interaksi faktor α terhadap respons yang diamati.

H1 = minimal ada satu α1 = α2 = α3 ≠ 0, dimana terdapat pengaruh interaksi faktor α terhadap

respons yang diamati

Ho = 1 = 2 = 0, tidak ada pengaruh interaksi antara faktor terhadap respons yang diamati.

H1 = minimal ada satu 1 = 2 ≠ 0, dimana terdapat pengaruh interaksi faktor terhadap respons

yang diamati

Ho = 1 = 2 = 0, tidak ada pengaruh interaksi antara faktor terhadap respons yang diamati.

H1 = minimal ada satu 1 = 2 ≠ 0, dimana terdapat pengaruh interaksi faktor terhadap respons

yang diamati

Ho = (α)ij = 0, tidak ada pengaruh interaksi antara faktor terhadap respons yang diamati.

H1 = minimal ada satu (α )ij ≠ 0, dimana terdapat pengaruh interaksi terhadap respons yang

diamati

Ho = (α)ik =0, tidak ada pengaruh interaksi antara faktor α dan terhadap respons yang diamati.

H1 = minimal ada satu (α)ik≠ 0, dimana terdapat pengaruh interaksi faktor α dan terhadap

respons yang diamati.

Ho = ( )jk =0, tidak ada pengaruh interaksi antara faktor dan terhadap respons yang diamati.

H1 = minimal ada satu ( )jk≠ 0, dimana terdapat pengaruh interaksi faktor dan terhadap

respons yang diamati.

Ho = (α )ijk =0, tidak ada pengaruh interaksi antara faktor α, , dan terhadap respons yang


(49)

24

H1 =minimal ada satu (α )ijk≠ 0, dimana terdapat pengaruh interaksi faktor α, dan terhadap

respons yang diamati.


(50)

25

(c) Pengujian Serbuk Bakteriosin dari BAL SCG 1223

Serbuk bakteriosin dari BAL SCG 1223 selanjutnya di uji aktivitas hambatnya terhadap bakteri indikator Escherichia coli, Salmonella thypimurium

dan Listeria monocytogenes dengan kontrol cairan bakteriosin dalam konsentrasi yang sama. Tahapan pengujian aktivitas hambat dapat dilihat pada Gambar. 4. Selain pengujian terhadap aktivitas hambat, dilakukan pula pengujian terhadap kadar air bahan dan konsentrasi kelarutan serbuk bakteriosin dalam larutan. Prosedur analisa penentuan kadar air dan kelarutan bahan dapat dilihat pada Lampiran 1.

Jumlah bakteriosin yang digunakan dalam uji aktivitas hambat sebanyak 50µl dengan konsentrasi bakteriosin padat di dalamnya sebesar 0.00049 gram (w/w). Untuk mendapatkan bakteriosin dengan konsentrasi 0.00049 dilakukan dengan melarutkan 1 gram serbuk bakteriosin 40 % dengan 2,2 gram (2,2 ml) akuades steril. Serbuk bakteriosin dengan konsentrasi 20 % dapat langsung diujikan dengan membubuhkan serbuk bakteriosin sebanyak 0,045 gram/sumur. 9 µl bakteriosin cair / sumur digunakan sebagai larutan pembanding, sedangkan sebagai kontrol digunakan cawan dengan MeU steril yang kemudian digunakan sebagai kontrol zona penghambatan.

Satu gram nisin murni memiliki aktivitas hambat sebesar 106 IU (International Units). International Units untuk aktivitas nisin dapat diartikan sebagai banyaknya nisin yang diperlukan untuk menghambat satu sel

Streptococcus agalactiae dalam 1 ml media broth (Ray, 1992). Sedangkan 1 AU ( 1 IU = 100 AU) merupakan 5 µl bakteriosin yang berasal dari pengenceran tertinggi yang dapat menghasilkan zona hambat sebesar 2 mm (Hanlin et al.,


(51)

26

Gambar. 4 Diagram Alir Pengujian Aktivitas Hambat Bakteriosin dari BAL SCG 1223


(52)

27

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bakteri Asam Laktat galur SCG 1223 diketahui dapat memproduksi bakteriosin yang memiliki aktivitas hambat terhadap bakteri patogen (E. coli, S. thypimurium, dan L. monocytogenes) (Usmiati et al., 2007). Bakteriosin yang didapatkan dari hasil metabolisme pertumbuhan BAL SCG 1223 yang ditumbuhkan pada kondisi media pertumbuhan pH 5, suhu inkubasi 33,5 oC dengan lama inkubasi 9 jam. Lama waktu pertumbuhan ini merupakan saat dimana berakhirnya fase eksponensial dan merupakan awal fase stasioner pertumbuhan BAL SCG 1223 (Januarsyah, 2007 dan Deba et al., 1991 pada Rahayu E. S. dkk, 2000).

A. Bakteriosin Cair dari BAL SCG 1223

(a)Karakterisasi Bakteriosin terhadap pH dan Suhu

Karakterisasi bakteriosin dilakukan untuk menentukan sifat dari bakteriosin terhadap pengaruh perlakuan lingkungan yaitu suhu dan tingkat keasaman (pH). Suhu yang digunakan antara lain 4oC, 27oC, 55oC, 80oC, dan 100oC, sedangkan pH yang diujikan antara lain pH 2, 4, 7, 10 dan 12. Penentuan sifat bakteriosin dari BAL SCG 1223 dilakukan dengan mengkombinasikan perlakuan pH dan suhu, kemudian didapatkan aktivitas hambat dari pengujian pada bakteri indikator (E. coli, S. thypimurium dan L. monocytogenes) yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 2.

Escherichia coli

Pengaruh tingkat keasaman (pH) pada karakterisasi bakteriosin yang diujikan terhadap bakteri Escherichia coli memiliki pengaruh yang nyata terhadap kestabilan aktivitas hambat bakteriosin. Pada Gambar 5, terlihat bahwa adanya pengaruh derajat keasaman terhadap aktivitas hambat yang dihasilkan bakteriosin.Hal tersebut dapat diartikan sebagai pengaruh terjadinya penurunan aktivitas hambat bakteriosin akibat dari penurunan tingkat keasaman lingkungan (Basa). Bakteriosin memiliki aktivitas hambat terbaik pada kondisi asam serta tetap memiliki aktivitas hambat pada kondisi netral hingga basa (pH 7-12).


(53)

28

Gambar. 5 Grafik Persentase Perubahan Aktivitas Hambat Bakteriosin SCG 1223 pada Escherichia coli

Kurva diatas menunjukkan perubahan nilai aktivitas hambat bakteriosin cair akibat dari pengaruh tingkat keasaman, pemanasan dan penyimpanan yang diujikan pada bakteri E. coli. Pada perlakuan dengan tingkat keasaman yang tinggi, awal penyimpanan (1 minggu dan 1 bulan) bakteriosin mengalami kenaikan aktivitas hambat 25%-42% yang dibandingkan dengan aktivitas hambat pada hari pertama, namun kemudian menurun pada penyimpanan 3 bulan dan 4 bulan sebesar 30%-65%. Pada perlakuan pH netral, aktivitas hambat bakteriosin hanya terdeteksi pada penyimpanan 1 bulan dan 4 bulan, sedangkan pada perlakuan basa tinggi,dari pengujian aktivitas hambat pada hari ke-1, larutan bakteriosin mengalami penurunan aktivitas hambat pada tingkat 20%-70%.


(54)

29

Gambar. 6 Kurva Aktivitas Hambat Bakteriosin SCG 1223 pada Escherichia coli

Perlakuan pemanasan bakteriosin dari BAL SCG 1223 tidak berpengaruh nyata terhadap aktivitas hambat bakteriosin yang dihasilkan pada bakteri E. coli. Pada umumnya memiliki nilai aktivitas hambat yang relatif sama pada seluruh suhu pengujian. Aktivitas hambat bakteriosin tidak mengalami penurunan atau pun kenaikan nilai aktivitas hambat yang signifikan seiring dengan meningkatnya suhu pemanasan. Hal ini sesuai dengan pendapat Bhunia et al (1987), bahwa bakteriosin tetap aktif pada kondisi asam dan basa serta tetap stabil pada perlakuan suhu rendah maupun suhu tinggi

Kombinasi perlakuan pH dan suhu pemanasan bakteriosin dari BAL SCG 1223 memiliki nilai aktivitas hambat tertinggi terhadap bakteri E. coli pada kombinasi perlakuan A1B4 (pH 2, T 80oC) sebesar 2668,40 AU/ml, sedangkan

untuk kestabilan aktivitas hambat bakteriosin terdapat pada perlakuan A1B5 (pH 2,

T 100oC) dengan nilai aktivitas hambat rata-rata sebesar 1957,22 AU/ml. Pada bakteri E. coli, pH 10 merupakan tingkat keasaman sensitif yang memiliki aktivitas hambat terendah dibandingkan dengan perlakuan pH lainnya.

Pada faktor penyimpanan bakteriosin, adanya pengaruh kombinasi perlakuan pH dan suhu pemanasan menjadikan sifat dari bakteriosin dari BAL SCG 1223 lebih spesifik. Tampak pada perlakuan A3 dan A4 (pH 7 dan 10)

merupakan titik sensitivitas dari bakteriosin, dimana pada kondisi tersebut aktivitas bakteriosin tidak dipertahankan maksimal. Namun lain halnya pada


(55)

30

perlakuan pH 12, pada kondisi tersebut aktivitas hambat bakteriosin masih lebih dapat dipertahankan dibandingkan pada kondisi pH 7-10. Hal ini mungkin disebabkan oleh terdegradasinya protein bakteriosin oleh mikroorganisme yang tumbuh pada kondisi tersebut. Dari keterangan tersebut dapat diketahui bahwa bakteriosin dari BAL SCG 1223 memiliki aktivitas hambat yang tetap stabil walaupun telah disimpan pada ruang pendingin bersuhu 4oC selama 12 minggu dengan kondisi pH penyimpanan 2-4.

Salmonella thypimurium

Pengaruh tingkat keasaman (pH) pada karakterisasi bakteriosin yang diujikan terhadap bakteri Salmonella thypimurium memiliki pengaruh yang nyata terhadap kestabilan aktivitas hambat bakteriosin. Pada Gambar 8 terlihat bahwa adanya pengaruh penurunan tingkat keasaman terhadap aktivitas hambat yang dihasilkan. Penurunan aktivitash hambat bakteriosin disebabkan oleh menurunya tinkgat keasaman lingkungan bakterioasin (Basa). Bakteriosin memiliki aktivitas hambat terbaik pada kondisi asam serta tetap memiliki aktivitas hambat pada kondisi netral hingga basa (pH 7-12).

Gambar. 7 Grafik Persentase Perubahan Aktivitas Hambat Bakteriosin SCG 1223 pada Salmonella monocytogenes


(56)

31

Kurva diatas menunjukkan persentase perubahan aktivitas hambat dari larutan bakteriosin yang dipengaruhi oleh adanya perlakuan tingkat keasaman, pemanasan dan penyimpanan yang kemudian diujikan pada bakteri S. thypimurium. Pada beberapa perlakuan pH rendah pada seluruh perlakuan penyimpanan, bakteriosin mengalami kenaikan aktivitas hambat dibandingkan dengan pengujian pada hari ke-1 dan kemudian menurun aktivitasnya pada penyimpanan 4 bulan. Pada perlakuan pH netral, bakteriosin tidak menunjukkan adanya aktivitas penghambatan, sedangkan pada perlakuan basa bakteriosin mengalami kenaikkan aktivitas hambat hingga penyimpanan bulan ke-3 dan mengalami penurunan pada penyimpanan bulan ke-4.

Gambar. 8 Kurva Aktivitas Hambat Bakteriosin SCG 1223 pada Salmonella thypimurium Perlakuan pemanasan bakteriosin dari BAL SCG 1223 tidak berpengaruh nyata terhadap aktivitas hambat bakteriosin yang dihasilkan pada bakteri S. thypimurium. Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa aktivitas hambat bakteriosin yang dihasilkan memiliki perbedaan nilai yang tidak terlalu signifikan pada seluruh suhu pengujian dalam perlakuan pH yang sama.

Kombinasi perlakuan pH dan suhu pemanasan bakteriosin dari BAL SCG 1223 memiliki nilai aktivitas hambat tertinggi terhadap bakteri S. thypimurium


(57)

32

sedangkan untuk kestabilan aktivitas hambat bakteriosin terdapat pada perlakuan A1B4 (pH 2, T 80oC) dengan nilai aktivitas hambat rata-rata sebesar 1889,82

AU/ml. Pada bakteri S. thypimurium, pH 7 dan 10 merupakan tingkat keasaman sensitif yang memiliki aktivitas hambat terendah dibandingkan dengan perlakuan pH lainnya.

Pada faktor penyimpanan bakteriosin, sifat bakteriosin terhadap bakteri S. thypimurium memiliki sifat yang sama dengan penyimpanan bakteriosin terhadap pengujian pada bakteri E. coli. Bakteriosin tidak dapat dipertahankan aktivitas hambatnya pada kondisi penyimpanan pada titik sensitifnya (pH 7-10), namun memiliki aktivitas hambat yang tinggi pada kondisi lingkungan yang asam. Hal ini menjadikan karakter dari bakteriosin yang semakin spesifik yaitu aktif pada kondisi lingkungan yang asam hingga netral, dan mengalami penurunan aktivitas pada kondisi basa. Selain itu, pada kondisi pH 12, aktivitas hambat bakteriosin masih lebih stabil dibandingkan dengan kondisi pH sensitifnya, hal ini kemungkinan disebabkan oleh hal yang sama, yaitu terdegradasinya protein bakteriosin oleh mikroorganisme lain.

Listeria monocytogenes

Pengaruh tingkat keasaman (pH) pada karakterisasi bakteriosin yang diujikan terhadap bakteri Listeria monocytogenes memiliki pengaruh yang nyata terhadap kestabilan aktivitas hambat bakteriosin. Pada Gambar 9 dan dan 10 tampak bahwa terdapat pengaruh dari penurunan tingkat keasaman terhadap aktivitas hambat yang dihasilkan. Dari tabel tersebut juga dapat diartikan bahwa penurunan tingkat keasaman lingkungan akan menurunkan aktivitas hambat bakteriosin hingga kondisi pH netral. Bakteriosin memiliki aktivitas hambat terbaik pada kondisi asam serta menurun aktivitasnya hingga pada kondisi pH netral, kemudian naik kembali nilai aktivitas hambatnya pada kondisi pH basa (pH 10 dan 12).


(1)

65

0.074  28.26  0.9  478.798  1  680.9567  1.16  1048.673 

A2B2C1 

0.074  28.26  0.97 618.075 1.07 835.1295  1.14 999.7295

0.074  28.26  0.98  638.822  1.17  1073.464  1.11  927.9099 

0.074  28.26  1  680.957  1.21  1174.757  1.13  975.5768 

0.074  28.26  0.96 597.539 1.1 904.3956  1.15 1024.095

A2B2C2 

0.074  28.26  1.1  904.396  1.07  835.1295  1.16  1048.673 

0.074  28.26  1.1  904.396  1  680.9567  1.2  1149.114 

0.074  28.26  0.9 478.798 1.06 812.4664  1.2 1149.114

0.074  28.26  0.9  478.798  1.12  951.637  1.16  1048.673 

A3B1C1 

0.074  28.26  0.9  478.798  0.96  597.5395  1.13  975.5768 

0.074  28.26  1.1 904.396 0.98 638.8225  1.21 1174.757

0.074  28.26  1.25  1279.454  1.12  951.637  0.96  597.5395  0.074  28.26  1.17  1073.464  1.12  951.637  1.17  1073.464 

A3B1C2 

0.074  28.26  0.9 478.798 0.98 638.8225  1.09 881.0941

0.074  28.26  1.05  790.016  1.02  723.9421  1.1  904.3956  0.074  28.26  1.23  1226.680  0.93  537.211  1.13  975.5768 

0.074  28.26  0.93  537.211  1  680.9567  1.21  1174.757 

A3B2C1 

0.074  28.26  1.29  1387.556  1.03  745.754  1.14  999.7295 

0.074  28.26  1 680.957 0.93 537.211  1.03 745.754

0.074  28.26  1.11  927.910  0.94  557.1077  1.01  702.343  0.074  28.26  0.85  385.698  1.02  723.9421  1.34  1527.471 

A3B2C2 

0.074  28.26  1.09 881.094 1.12 951.637  1.1 904.3956

0.074  28.26  0.93  537.211  1.02  723.9421  1  680.9567 

0.074  28.26  1  680.957  0.96  597.5395  1.03  745.754 


(2)

(3)

(4)

(5)

69

Lampiran 20. Foto Hasil Uji Aktivitas Hambat Bakteriosin SCG 1223 terhadap Bakteri Uji (a) Escherichia coli, (b) Salmonella thypimurium, dan (c) Listeria monocytogenes.

Lampiran 21. Foto Peralatan dan Perlengkapan Penelitian

Neraca analitik Homogenizer


(6)

70

Incubator shaker

Spray dryer Sentrifuge