BAB VI PELAKSANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN AGRIBISNIS
PERDESAAN PUAP DAN HUBUNGANNYA DENGAN KAPASITAS KELOMPOK TANI
6.1 Hubungan Pelaksanaan Program PUAP dengan Kapasitas Kelompok
Pelaksanaan Program PUAP di Desa Citapen diawali dengan adanya perencanaan yang diimplementasikan melalui pelaksanan PUAP dan terakhir
adalah tahap evaluasi. Berikut hasil tabulasi silang antara pelaksanaan PUAP dengan kapasitas kelompok disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13 Persentase Responden menurut Pelaksanaan Program PUAP dan Kapasitas Kelompok pada Program PUAP di Desa Citapen,
Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, 2011
Pelaksanaan Program PUAP
Kapasitas Kelompok Perencanaan
Pelaksanaan Evaluasi
R S
T R
S T
R S
T Unit
Produksi R
33.1 41.7 33.3 31.6 12.5
24.0 37.5 25.0
S 61.1 33.3 40.0
55.6 47.4 50.0 64.0 31.2
50.0 T
5.6 25.0 60.0 11.1 21.1 37.5
12.0 31.2 25.0
Total 100
100 100
100 100
100 100
100 100
Kerjasama Kelompok
R 38.9 25.0 20.0
27.8 26.3 12.5 20.0 31.2
25.0 S
55.6 41.7 80.0 61.1 47.4 37.5
56.0 50.0 25.0
T 5.6 33.3
11.1 26.3 50.0 24.0 18.8
50.0 Total
100 100
100 100
100 100
100 100
100 Wahana
Belajar R
44.4 8.3
72.2 36.8 56.0 37.5
S 44.4 50.0 20.0
16.7 31.6 12.5 24.0 25.0
T 11.1 41.7 80.0
11.1 31.6 87.5 20.0 37.5
100 Total
100 100
100 100
100 100
100 100
100 Jaringan
Kerjasama R
27.8 33.3 33.3 26.3 12.5
24.0 31.0 25.0
S 66.7 58.3 80.0
61.1 68.4 75.0 72.0 56.2
75.0 T
5.6 8.3 20.0
5.6 5.3 12.5
4.0 12.5 Total
100 100
100 100
100 100
100 100
100
Keterangan : R= Rendah, S= Sedang,
T= Tinggi
Berdasarkan hasil tabulasi silang, unit produksi terbesar berada pada perencanaan yang rendah yaitu sebesar 61.1 persen. Bahwasannya unit produksi
yang dikelola oleh responden tanpa perencanaan yang dilakukan sejak awal turunnya PUAP. Lalu kerjasama kelompok tertinggi berada ketika perencanaan
tinggi, yaitu sebesar 80 persen. Namun kerjasama tersebut masih tergolong dalam kategori sedang. Lalu saat perencanaan tinggi, kerjasama yang terjalin tinggi
sebesar 0 persen, artinya saat perencanaan program tinggi, tidak dapat menghasilkan kerjasama yang tinggi pula karena hanya beberapa kelompok yang
memiliki unit produksi bersama. Kemudian perencanaan yang tinggi menjadikan wahana belajar yang tinggi pula bagi responden, yaitu sebesar 80 persen. Tahap
perencanaan dapat menjadi wahana belajar bagi responden, karena pada tahap tersebut terjadi proses diskusi yang dapat disebut sebagai proses belajar bagi
responden. Jaringan kerjasama tertinggi berada pada perencanaan yang tinggi yaitu sebesar 80 persen, namun masih tergolong pada kategori sedang. Pada saat
berlangsungnya kerjasama responden hanya dapat merencanakan jaringan kerjasama yang bisa dilakukan, namun karena pelaksanaannya belum terlaksana,
maka jaringan kerjasama belum dapat tergolong tinggi. Unit produksi tertinggi berada pada pelaksanaan yang rendah yaitu sebesar
55.6 persen. Hal ini menunjukkan unit produksi yang dianalisis merupakan unit produksi kelompok, namun tidak sedikit responden yang mengelola usaha
produksi secara individu seperti anggota petani Pondok Menteng yang sebagian besar adalah ibu-ibu pedagang sembako dan kreditan. Responden yang mengelola
produksi secara mandiri mayoritas ibu-ibu anggota gapoktan yang menjadi anggota setelah mendapat tawaran untuk meminjam oleh ketua gapoktan atau
berinisiatif untuk meminjam kepada gapoktan. Kemudian responden namanya tercantum dalam kelompok. Usaha yang dikelola berupa usaha warungan seperti
jual sembako, gorengan, kredit, counter hape yang modalnya berasal dari uang PUAP. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu responden M, 43 tahun dan S,
43 tahun sebagai berikut:
“…….saya menjadi anggota kelompok ketika saya butuh uang buat tambah modal usaha, usaha yang saya kelola memang
usaha lama saya, jadi ketika kekurangan modal saya mengajukan pinjaman kepada gapoktan dan di acc, sehingga saya menjadi
anggota kelompok ………”
“……saya tidak turut serta usaha bersama kelompok, karena usahasaya sudah berjalan lama, yaitu usaha kredit, usaha
kelompok yang ada di kelompok saya adalah bertani, maka saya tidak turut serta bersama kelompok…….”
Pernyataan responden diatas menyatakan bahwa responden tersebut mengelola usaha sendiri karena usaha sudah berjalan sejak lama, sehingga
menjadi anggota kelompok ketika mereka kekurangan modal saja. Selain itu kelompok tersebut mengelola usaha di bidang pertanian, dan usaha itu tidak sesuai
dengan responden tersebut. Oleh karena itu, ketika pelaksanaan tinggi dan unit produksi tinggi hanya menghasilkan persentase sebesar 37.5 persen, hasil
persentase tersebut sebagian besar merupakan pernyataan responden yang memang memiliki unit produksi bersama di dalam kelompok.
Sebagian besar responden yang terlibat pada saat pelaksanaan program PUAP tinggi menyatakan bahwa kerjasama kelompok juga yang tinggi pula, yaitu
sebesar 50 persen dibandingkan dengan keterlibatan saat pelaksanaan rendah, kerjasama kelompoknya berada pada kategori sedang yaitu 61.1 persen. Hal ini
dikarenakan pada saat pelaksanaan memang dibutuhkan adanya kerjasama kelompok, hal tersebut membuat kerjasama kelompok tinggi pada saat
pelaksanaan juga tinggi, terutama bagi responden yang memiliki unit produksi kelompok.
Keterlibatan responden saat pelaksanaan tinggi, menghasilkan pernyataan yang tinggi pula dalam wahana belajar kelompok yaitu sebesar 87,5 persen. Baik
anggota yang mengelola usaha bersama kelompok maupun anggota yang mengelola usahanya secara mandiri merasakan hal yang sama jika keterlibatan
anggota dalam pelaksanaan program juga tinggi, karena terdapat aktivitas di dalam kelompok sebagai wahana belajar, yaitu rapat kelompok, pertemuan dan
pelatihan yang diselenggarakan oleh kelompok atau pihak lain. Keterlibatan responden pada tahap pelaksanaan tinggi menghasilkan jaringan kerjasama yang
sedang sebesar 75 persen. Hal tersebut dikarenakan pada saat pelaksanaan, anggota gapoktan memerlukan jalinan kerjasama dengan lembaga yang dapat
membantu jalannya produksi usahatani, seperti lembaga pemasaran hasil dan lain-
lain. Namun dari lima jaringan yang ditanyakan dalam kuesioner, hanya sedikitnya satu jaringan yang dimiliki oleh masing-masing kelompok
Unit produksi tertinggi yang dihasilkan saat evaluasi program rendah sebesar 64 persen. Sedangkan, responden dengan keterlibatan yang rendah saat
evaluasi menghasilkan unit produksi tertingginya sebesar 12 persen. Selain itu, responden dengan keterlibatan yang tinggi pada tahap evaluasi sebagian besar
memiliki unit produksi yang sedang yaitu sebesar 50 persen. Pada saat pelaksanaan evaluasi program PUAP, tidak banyak anggota
gapoktan yang meminjam dana PUAP terlibat. Sebagian besar anggota gapoktan yang terlibat saat evaluasi program merupakan anggota gapoktan yang letak
rumahnya dekat dengan sekretariat gapoktan, selain itu banyaknya responden yang terlibat saat evaluasi adalah responden yang memiliki peran banyak di
sekretariat gapoktan, seperti ketua kelompok tani, ketua gapoktan, sekretaris. Sehingga pernyataan keterlibatan responden pada saat evaluasi tinggi dan
kerjasama kelompoknya tinggi terdapat 50 persen, jawaban tersebut sebagian besar merupakan pernyataan dari ketua-ketua kelompok atau pengurus kelompok
dan anggota yang lokasi rumahnya dekat dengan sekretariat gapoktan. Responden yang terlibat dalam evaluasi program tinggi, menyatakan
wahana belajar di dalam kelompoknya juga tinggi. Hal ini menunjukkan pentingnya keterlibatan anggota dalam evaluasi program, karena dapat menjadi
wahana belajar bagi anggota. Oleh karena itu perlunya kesadaran bagi anggota bahwa evaluasi program itu sangat penting.
Hasil uji korelasi rank spearman antara pelaksanaan Program PUAP dengan kapasitas kelompok cukup beragam. Berikut hasil uji korelasi rank
spearman dijelaskan pada Tabel 14 di bawah ini. Tabel 14
Hasil Uji Korelasi Rank Spearman antara Pelaksanaan Program PUAP dengan Kapasitas Kelompok
Pelaksanaan PUAP
Kapasitas Kelompok Unit
Produksi Kerjasama
Kelompok Wahana
Belajar Jaringan
Kerjasama Perencanaan
0.067 0.246
0.000 0.358
Pelaksanaan 0.022
0.004 0.025
0.126 Evaluasi
0.706 0.710
0.022 0.428
Hasil uji korelasi rank spearman menunjukkan bahwa, perencanaan Program PUAP berhubungan dengan unit produksi dan wahana belajar namun
tidak berhubungan dengan kerjasama kelompok dan jaringan kerjasama. Tahap perencanaan melibatkan PPL, anggota Gapoktan, pengurus Gapoktan, dan aparat
desa yang dilaksanakan di sebuah ruangan pesantren di Desa Citapen. Anggota kelompok yang diundang tidak semuanya hadir dengan alasan terdapat kegiatan
lain saat pertemuan tersebut berlangsung. Lalu sebagian besar responden penelitian merupakan anggota baru yang banyak tidak menghadiri pertemuan
PUAP. Oleh karena itu tahap perencanaan hanya dapat berhubungan dengan unit produksi dan wahana belajar, karena terjadi proses pembelajaran dalam kegiatan
tersebut seperti saat dilakukannya diskusi, kemudian unit produksi juga berhubungan pada saat perencanaan karena pada saat itu unit produksi merupakan
bahan diskusi. Kerjasama dalam kelompok dan jaringan kerjasama tidak berhubungan
pada saat perencanaan. Kerjasama kelompok tidak terwujud saat perencanaan karena saat proses diskusi berlangsung anggota melakukannya atas nama anggota
gapoktan bukan melakukannya bersama kelompok mereka. Jaringan kerjasama juga tidak berhubungan pada tahap perencanaan, karena jaringan kerjasama baru
akan terlihat jika pelaksanaan Program PUAP sudah berjalan. Tahap kedua dalam pelaksanaan Program PUAP adalah pelaksanaan yang
dilakukan oleh anggota kelompok tani dengan menggunakan modal PUAP. Pada tahap ini kapasitas kelompok yang berhubungan adalah unit produksi, kerjasama
kelompok, dan wahana belajar, sedangkan jaringan kerjasama tidak berhubungan dengan pelaksanaan PUAP, hal ini disebabkan pada tahap pelaksanaan, sebagian
besar kelompok belum memerlukan jaringan kerjasama yang banyak sehingga jaringan kerjasama tidak berhubungan saat pelaksanaan. Unit produksi meningkat
dan bertambah saat Program PUAP sudah dilaksanakan, sehingga unit produksi berhubungan dengan pelaksanaan program. Kerjasama kelompok terjalin saat
pelaksanaan program terutama bagi kelompok yang mengelola usaha bersama seperti kelompok Kelompok Wanita Tani Citapen Berkarya. Kelompok tersebut
mengelola unit usaha bersama dengan usaha utamanya adalah keripik pisang.
Dalam pengolahan keripik pisang dibutuhkan kerjasama anggota, kegiatan tersebut menjadi wahana belajar bagi anggota.
Evaluasi merupakan tahapan terakhir dalam proses pelaksanaan Program PUAP di Desa Citapen. Kapasitas kelompok yang berhubungan dengan evaluasi
program adalah wahana belajar. Pada saat evaluasi terdapat keterlibatan responden di dalamnya dalam mengemukakan pendapat dan pembuatan laporan
evaluasi. Kegiatan tersebut menjadi wahana belajar bagi responden. Sedangkan pada tahap evaluasi, unit produksi, kerjasama kelompok dan jaringan kerjasama
tidak berhubungan karena tahap ini merupakan proses diskusi yang tidak menghasilkan hubungan dengan ketiga variabel tersebut.
6.2 Hubungan Karakteristik Kelompok dengan Kapasitas Kelompok