Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Penggemukan Domba dan Kambing di Peternakan Bapak Sarno, Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ketahanan pangan di tingkat makro dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bangsa untuk menjamin kecukupan pangan (baik dari aspek kualitas maupun kuantitas) bagi seluruh penduduknya melalui optimalisasi pemanfaatan sumberdaya berbasis lokal. Sementara di level mikro, ketahanan pangan harus dijamin hingga level rumah tangga untuk menjalani hidup yang sehat dan aktif. Dengan demikian pembangunan ketahanan pangan bertujuan untuk menjamin ketersediaan dan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu dan bergizi seimbang baik di tingkat nasional, daerah, hingga rumah tangga. Aspek keberlanjutan ketahanan pangan yang identik dengan kebijakan dan strategi peningkatan kemandirian pangan nasional merupakan hal yang harus diperhatikan.
Salah satu subsektor yang berperan penting dalam rangka mensukseskan ketahanan pangan adalah bidang peternakan. Dalam perekonomian Indonesia, kontribusi subsektor peternakan dalam pembentukan Produk Domestik Bruto Indonesia lebih dari 12 persen per tahunnya (Tabel 1).
Tabel 1. Produk Domestik Bruto Sub Sektor Peternakan di Indonesia Tahun 2005-2009 (Miliar Rupiah)
No. Lapangan Usaha 2005 2007 2009
1 Pertanian Umum 253.881,7 271.509,3 296.369,3
A Peternakan 32.346,5 34.220,7 36.743,6
Kontribusi (%) 12,7 12.6 12.4
B Sub Sektor Pertanian Lainnya
221.535,2 237.288,6 259.625,7
Kontribusi (%) 87,3 87,4 87,6
2 Sektor Ekonomi Lainnya 1.496.933,5 1.692.818,0 1.880.606,2
Total PDB 1.750.815,2 1.964.327,3 2.176.975,5
Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)
Berdasarkan Tabel 1 tersebut terlihat bahwa selain subsektor pertanian dan subsektor ekonomi lainnya, subsektor peternakan memiliki kontribusi dalam
(2)
2 pembentukan Produk Domestik Bruto Indonesia yang berperan penting dan dari tahun ke tahun memiliki angka kontribusi yang dapat dikatakan hampir stabil.
Pembangunan peternakan merupakan bagian pembangunan nasional yang sangat penting, karena salah satu tujuan pembangunan peternakan adalah peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang unggul. Selain itu, tujuan pembangunan peternakan adalah meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak serta peningkatan devisa negara.
Dalam mengukur ketahanan pangan dari sisi kemandirian dapat dilihat dari ketergantungan ketersediaan pangan nasional pada produksi pangan dalam negeri. Pemerintah Indonesia telah merencanakan bahwa tahun 2014 Indonesia menjadi negara swasembada daging. Tuntutan ini muncul karena hingga saat ini, untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, Indonesia masih mengimpor daging (Tabel 2). Perencanaan ini sangat baik untuk peternak Indonesia, disamping karena ternak dan produknya ini telah menjadi bagian dari hidup jutaan peternak Indonesia, juga untuk memenuhi adanya peningkatan kebutuhan daging atau ternak baik atas dasar kesadaran maupun atas pertambahan penduduk.
Tabel 2. Produksi dan Konsumsi Daging Sapi di Indonesia Tahun 2007-2009
No Uraian Tahun (000 ton)
2007 2008 2009
1. Produksi Lokal 210,8 233,6 250,8
2. Impor 124,8 150,4 142,8
Total Produksi Lokal dan Impor 335,6 384,1 393,6
Konsumsi Daging Sapi 314,0 313,3 325,9
Selisih (Produksi Lokal dan Konsumsi) (103,2) (79,7) (75,1) Selisih (Impor dengan Kekurangan
Produksi Lokal) 21,5 70,7 67,7
Sumber: Direktorat Jenderal peternakan (2009)
Berdasarkan Tabel 2 tersebut dapat dilihat bahwa dalam periode tiga tahun, sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2009 laju pertumbuhan penyediaan daging dari produksi lokal lebih rendah dibandingkan konsumsi. Oleh karena itu pemerintah melakukan impor untuk menutupi kekurangan daging dalam negeri karena Indonesia belum mampu menyediakan kebutuhan terhadap daging sapi. Impor ternak sapi dan daging yang semakin besar dan melebihi kebutuhan
(3)
3 konsumsi dalam negeri akan meningkatkan ketergantungan bangsa Indonesia terhadap bangsa lain. Maka untuk mengurangi ketergantungan terhadap daging impor tersebut, Indonesia merencanakan swasembada daging.
Dalam mencapai swasembada daging ada dua langkah pendekatan yang dapat dilakukan yakni langkah pertama, meningkatkan populasi ternak sapi yang tingkat produksinya hingga mencapai jumlah yang dibutuhkan, dan langkah kedua yaitu langkah pendukung melalui peningkatan sosialisasi konsumsi daging ke masyarakat dengan mengkonsumsi daging ternak lain, antara lain ke daging domba maupun kambing.
Langkah yang pertama membutuhkan waktu yang cukup lama dan pada akhirnya pengembangan peternakan hanya akan terfokus pada ternak sapi saja. Langkah kedua (langkah pendukung) merupakan langkah yang baik untuk melakukan kombinasi yang sinergis antara langkah utama dengan langkah pendukung yaitu meningkatkan konsumsi daging ke ternak lain seperti daging domba ataupun daging kambing.
Saat ini konsumsi masyarakat Indonesia terhadap daging domba maupun kambing dapat dikatakan rendah dibandingkan konsumsi terhadap daging sapi. Sementara itu jumlah produksi daging domba dan kambing lebih tinggi dibandingkan jumlah konsumsinya (Tabel 3).
Tabel 3. Neraca Daging Domba dan Kambing Nasional Tahun 2008-2009 (Dalam Ribu Ton)
Tahun Domba Kambing
Produksi Konsumsi Produksi Konsumsi
2008 37,6 25,7 52,8 35,8
2009 43,3 29,6 55,0 37,3
Total 80,9 55,3 107,8 73,1
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (2009)
Ternak domba dan kambing memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan dengan ternak sapi maupun ternak lainnya. Hal ini berdasarkan pada keadaan alam yang baik dan keadaan sosial budaya yang sangat mendukung terutama terkait dengan mayoritas penduduk Warga Negara Indonesia beragama Islam.
(4)
4 Kedua hal tersebut merupakan faktor pendukung potensial bagi pengembangan peternakan domba dan kambing di Indonesia.
Di Indonesia mayoritas Warga Negara Indonesia beragama Islam, dalam agama Islam terdapat kewajiban berkurban bagi yang mampu, dilaksanakan setiap tahun pada bulan Haji, yaitu dengan cara menyembelih hewan kurban termasuk diantaranya adalah domba dan kambing. Dalam Islam juga terdapat upacara atau ritual yang dinamakan aqiqah, yaitu berkurban untuk menunjukkan rasa syukur atas kelahiran anak. Pada bulan Haji berkurban tidak saja menyembelih domba atau kambing tetapi bisa dengan sapi, akan tetapi berbeda dengan aqiqah yang tidak bisa digantikan dengan menyembelih sapi. Aqiqah untuk kelahiran anak laki-laki dilakukan dengan menyembelih dua ekor domba atau kambing, sedangkan aqiqah untuk kelahiran anak perempuan dilakukan dengan menyembelih satu ekor domba atau kambing. Kedua upacara atau ritual kurban dalam Islam ini potensial bagi terbentuknya pasar domba dan kambing yang sangat besar. Selain itu, pada masyarakat juga terdapat berbagai ragam budaya yang dapat memberikan kontribusi terhadap pangsa pasar domba dan kambing, misalnya menyembelih domba dan kambing untuk acara hajatan baik pernikahan atau khitanan.
Ternak domba dan kambing telah terbukti menjadi salah satu pilihan masyarakat akan kebutuhan daging ternak, jenis ternak ini juga sudah dikenal masyarakat untuk menjadi hewan peliharaan sebagian rakyat peternak Indonesia khususnya di tingkat pedesaan. Mengembangkan usaha ternak domba dan kambing secara otomatis akan membuka jalan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Sebagai salah satu komoditas unggulan di bidang peternakan, domba dan kambing memiliki prospek untuk terus dikembangkan. Hal ini sejalan dengan kebutuhan masyarakat pada ternak jenis ini. Berbagai upaya dilakukan oleh peternak untuk meningkatkan daya saing mereka. Sementara itu, pemerintah berperan melakukan pembinaan agar komoditas ini bisa menjadi salah satu jalan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pengembangan domba dan kambing sebagai salah satu ternak unggulan juga ditunjang dengan terdistribusinya komoditas ternak ini di berbagai pulau atau provinsi di seluruh wilayah Indonesia.
(5)
5 Tabel 4. Populasi Nasional Domba dan Kambing di Indonesia Tahun 2008-2010
(Dalam Ribu Ekor)
PROVINSI DOMBA KAMBING
2008 2009 2010*) 2008 2009 2010*)
Nanggroe Aceh
Darussalam 157.881 193.852 221.402 697.426 807.506 886.468 Sumatera Utara 268.291 268.479 268.667 618.394 619.941 621.496 Sumatera Barat 5.335 4.567 5.276 227.561 254.449 271.140
Riau 5.798 3.366 3.461 2.408.09 184.326 186.169
Jambi 51.959 56.168 58.394 228.147 262.072 297.386
Sumatera Selatan 34.583 33.445 33.779 38.3951 365.787 413.246
Bengkulu 4.341 4.767 5.234 13.0391 15.9242 19.7262
Lampung 81.359 8.341 83.530 1.012.605 1.015.700 1.206.383
DKI Jakarta 1.561 1.432 1.817 4.501 6.061 6.122
Jawa Barat 5.311.836 5.770.661 6.328.643 1.431.012 1.600.423 1.825.748 Jawa Tengah 2.083.431 2.148.752 2.218.586 3.356.801 3.499.848 3.650.341 DI Yogyakarta 130.775 132.872 136.309 304.780 308.353 319.491 Jawa Timur 729.721 740.269 751.777 2.739.727 2.779.542 2.822.534
Bali 62 0 0 61.123 75.138 80.001
Nusa Tenggara
Barat 27.875 25.878 26.654 495.028 439.989 457.589
Nusa Tenggara
Timur 62.648 61.049 62.415 532.458 542.198 556.190
Kalimantan Barat 340 401 409 135.969 156.354 159.482
Kalimantan
Tengah 4.630 1.606 1.816 44.103 44.285 48.460
Kalimantan
Selatan 3.494 3.581 3.621 118.240 123.258 130.133
Kalimantan
Timur 909 930 974 55.509 63.295 69.510
Sulawesi Utara 0 0 0 44.101 42.814 43.456
Sulawesi Tengah 7.167 24.699 23.419 250.280 360.689 401.243
Sulawesi Selatan 818 490 495 443.792 43.7918 442.297
Sulawesi
Tenggara 197 177 181 110.623 114.177 117.842
Maluku 1.7521 18.774 20.116 173.139 212.554 228.814
Papua 115 127 134 38.354 42.739 44.602
Bangka Belitung 123 159 168 9.543 10.627 11.090
Banten 612.569 619.924 657.561 821.588 800.777 839.883 Total 9.605.339 10.198.766 1.0914.838 15.147.432 15.815.317 16.841.152 *Angka sementara
Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)
Berdasarkan Tabel 4 tersebut terlihat bahwa pada umumnya komoditas domba dan kambing terdistribusi di berbagai pulau atau provinsi di seluruh wilayah Indonesia atau menyebar di provinsi di seluruh Indonesia. Luasnya penyebaran populasi komoditas domba dan kambing tersebut membuktikan bahwa berbagai wilayah di tanah air memiliki tingkat kecocokan yang baik untuk pengembangan, baik kecocokan dari segi vegetasi, topografi, klimat, atau bahkan dari sisi sosial-budaya daerah setempat.
(6)
6 Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu wilayah terbaik untuk pengembangan ternak kambing setelah Provinsi Jawa Tengah (Tabel 4). Lokasi penyebaran kambing sangat cocok bila dikembangkan di Provinsi Jawa Tengah, pada provinsi tersebut populasi kambingnya adalah yang paling tinggi dibandingkan provinsi-provinsi lain di Indonesia yaitu 3.650.341ekor, sedangkan domba sangat cocok bila dikembangkan di Provinsi Jawa Barat, karena populasi domba di Provinsi Jawa Barat adalah yang paling tinggi di Indonesia yaitu sebanyak 6.328.643 ekor atau mencapai 57,98 persen populasi domba nasional.
Jawa Barat sebagai provinsi dengan populasi ternak domba terbesar secara nasional tidak kurang dari enam juta ekor atau sekitar 57,98 persen dari populasi ternak domba nasional, sehingga pantas dinyatakan sebagai provinsi domba. Selain itu domba yang ada di Jawa Barat dikenal sebagai plasma nutfah Domba Garut yang tidak dimiliki negara lain. Besarnya populasi domba di Jawa Barat dikarenakan semua Kabupaten di Jawa Barat memiliki ternak domba (Tabel 5).
Tabel 5. Populasi Domba dan Kambing di Kabupaten Jawa Barat Tahun 2009-2010 (Ekor)
KABUPATEN
DOMBA Peningkatan
Pertahun (%) KAMBING
Peningkatan Pertahun
(%)
2009 2010 2009 2010
Bogor 278.608 280.798 0, 79 114.732 119.337 4,01
Sukabumi 482.268 509.757 5,69 65.215 66.991 2,72
Cianjur 309.923 354.459 14,37 98.729 101.145 2,45
Bandung 220.531 223.437 1,32 20.321 22.782 12,11
Garut 601.439 718.720 19,50 78.315 78.471 0,19
Tasikmalaya 251.007 271.191 8,04 61.229 68.021 11,09
Ciamis 209.160 211.798 1,26 131.061 153.641 17,22
Kuningan 126.239 129.137 2,29 10.170 10.200 0,29
Cirebon 178.340 178.989 0,36 8.753 10.995 25,61
Majalengka 294.501 345.723 17,39 16.091 18.941 17,71 Sumedang 157.406 139.079 -11,6 36.738 32.820 -0,11
Idramayu 188.579 206.550 9,53 60.209 61.742 2,55
Subang 228.977 232.568 1,57 27.633 29.061 5,17
Purwakarta 709.842 859.164 21,03 97.337 99.348 2,07 Karawang 987.848 1.126.510 14,04 603.929 757.636 25,45
Bekasi 174.573 218.847 25,36 103.118 109.233 5,93
Bandung Barat 338.296 188.047 -44,4 54.664 33.623 -38,49 TOTAL 5.737.537 5.068.204 -11,66 1.588.244 1.740.364 9,58 Sumber: Dinas Peternakan Jawa Barat (2010)
Berdasarkan Tabel 5 terlihat bahwa Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah penyumbang domba dan kambing di provinsi Jawa Barat. Populasi
(7)
7 domba dan kambing dari dua tahun terakhir mengalami peningkatan. Rata-rata pertumbuhan populasi domba yaitu 0,79 persen sedangkan rata-rata pertumbuhan populasi kambing 4,01 persen hal ini dikarenakan perhatian pemerintah daerah Kabupaten Bogor berkonsentrasi pada pengembangan komoditas domba dan kambing yang dianggap memiliki peluang yang baik untuk dikembangkan dalam memenuhi permintaan konsumen di luar Kabupaten Bogor seperti wilayah Jakarta, Depok dan sekitarnya (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor 2010). Dari Tabel 5 tersebut, walaupun peningkatan per tahun tertinggi domba dan kambing terdapat di Kabupaten Bekasi dan Karawang akan tetapi daerah tersebut merupakan daerah industri. Daerah tersebut pada masa yang akan datang tidak akan berpotensi lagi untuk peternakan karena lahan untuk peternakan sudah tergantikan oleh industri-industri dan perumahan sehingga tidak ada lagi wilayah untuk peternakan seperti ternak domba dan kambing.
Kabupaten Bogor merupakan daerah yang berpotensi untuk peternakan domba dan kambing. Selain kondisi alam yang baik untuk peternakan, Kabupaten Bogor belum dipenuhi oleh industri-industri seperti yang ada di Kabupaten Bekasi dan Karawang. Kabupaten Bogor terdiri dari 40 kecamatan yang merupakan penghasil domba dan kambing. Data Dinas Peternakan Kabupaten Bogor pada tahun 2006-2010 menjelaskan bahwa populasi domba terbesar terdapat pada Kecamatan Parung Panjang dengan peningkatan populasi sebesar 155,37 persen (Lampiran 1). Besarnya peningkatan populasi tersebut karena adanya peningkatan yang signifikan pada tahun 2009 sebesar 14.700 ekor yang sebelumnya hanya 2009 ekor. Sedangkan populasi kambing terbesar terdapat di Kecamatan Cibinong dengan peningkatan populasi per tahun sebesar 66,31 persen (Lampiran 2).
Kecamatan Ciawi merupakan salah satu kecamatan yang memiliki peternakan domba dan kambing di Kabupaten Bogor. Walaupun peningkatan jumlah populasi domba dan kambing sedikit dibandingkan dengan kecamatan lainnya, Kecamatan Ciawi merupakan daerah yang berpotensi karena selain memiliki iklim yang sesuai untuk peternakan domba dan kambing kecamatan ini merupakan daerah yang strategis untuk pemasaran domba dan kambing ke daerah Jabodetabek yang merupakan daerah perkotaan dan daerah industri yang tidak lagi memiliki potensi lahan untuk peternakan domba maupun kambing.
(8)
8 Tabel 6. Perkembangan Populasi Domba dan Kambing di Kecamatan Ciawi
Tahun 2006-2010
Jenis Ternak
Tahun (Ekor)
Peningkatan Rata-rata Per
Tahun (%)
2006 2007 2008 2009 2010
Domba 5.152 4.836 4.079 4.593 4.672 (1,86) Kambing 1.604 1.038 960 1.329 1.266 (2,28)
Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor (2010)
Berdasarkan Tabel 6, populasi ternak domba di Kecamatan Ciawi mengalami penurunan tetapi tidak sebesar penurunan pada ternak kambing. Jika dilihat dari rata-rata pertumbuhan populasi dari tahun 2006 hingga 2010 populasi ternak domba mengalami penurunan 1,86 persen tiap tahunnya begitu juga dengan ternak kambing yang menurun rata-rata tiap tahunnya 2,28 persen. Minimnya peningkatan populasi domba dan kambing di Kecamatan Ciawi tersebut dikarenakan masyarakat Kecamatan Ciawi masih sedikit yang memiliki peternakan domba dan kambing. Peternakan yang terdapat pada Kecamatan Ciawi umumnya masih skala rumah tangga yang merupakan pekerjaan sampingan untuk mendapatkan tambahan pendapatan.
Adanya pertumbuhan ekonomi nasional yang berkorelasi positif dengan peningkatan daya beli masyarakat terhadap kebutuhan non primer yaitu daging domba dan kambing maka akan menyebabkan ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran daging domba dan kambing yang terus meningkat dan tidak mampu ditutupi dengan penawaran yang ada. Hal ini mengindikasikan adanya peluang usaha yang prospektif pada subsektor peternakan domba dan kambing. Salah satu peternakan yang memanfaatkan peluang tersebut adalah peternakan milik Bapak Sarno yang berada di Desa Citapen. Peternakan milik Bapak Sarno merupakan peternakan yang terbesar yang terdapat di Desa Citapen. Peternak lain yang berada di Desa Citapen masih memiliki skala yang kecil, yaitu skala rumah tangga yang terdiri dari dua hingga sepuluh ekor dan hanya merupakan usaha sampingan. Sedangkan Peternakan milik Bapak Sarno merupakan usaha yang besar karena memiliki lebih dari seratus ekor ternak dan peternakan tersebut merupakan usaha utama. Dalam melaksanakan usaha, modal
(9)
9 yang dibutuhkan tidak sedikit. Oleh karena itu, diperlukan analisis kelayakan usaha untuk menghindari kerugian dari modal yang akan diinvestasikan.
1.2 Perumusan Masalah
Peternakan domba dan kambing terutama penggemukan merupakan salah satu jenis usaha agribisnis yang memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan. Desa Citapen adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan Ciawi dan berpotensi untuk penggemukan domba dan kambing. Hal ini disebabkan karena desa tersebut memiliki iklim yang sesuai dengan penggemukan. Desa Citapen berada pada ketinggian tempat antara 450 m dpl sampai dengan 800 m dpl. Drainase baik dan sangat cocok untuk diusahakan berbagai jenis tanaman pangan, hortikultura dan juga pemeliharaan ternak. Secara topografi iklim di wilayah Desa Citapen adalah beriklim tropis atau basah dengan suhu rata–rata antara 20oC sampai 32oC dengan keasaman tanah (pH) antara 4,5 sampai 7.
Di Desa Citapen terdapat dua puluh peternak domba dan kambing salah satu peternak yang mengusahakan penggemukan domba dan kambing adalah Bapak Sarno. Bapak Sarno telah memulai usahanya sejak tahun 1990. Produk yang ditawarkan berupa domba dan kambing hidup. Saat ini harga domba dan kambing bisa mencapai 1.500.000 rupiah per ekor. Walaupun harga domba dan kambing dari tahun ke tahun semakin meningkat akan tetapi tidak mengakibatkan permintaan terhadap domba dan kambing tersebut menurun. Domba dan kambing hidup yang ditawarkan tidak saja untuk memenuhi pasokan untuk daerah Bogor akan tetapi juga daerah Jakarta, Depok dan Bekasi. Permintaan terhadap domba dan kambing terus meningkat terutama pada saat Hari Raya Idul Adha. Menurut pemilik, jumlah produksi domba dan kambing belum mampu memenuhi kebutuhan pasar karena banyak permintaan pasar yang tidak terpenuhi (Tabel 7).
Tabel 7. Data Permintaan Domba dan Kambing Milik Bapak Sarno Tahun 2009-2010.
Jenis Ternak
Penjualan (Ekor) Permintaan (Ekor)
2009 2010 2011 2009 2010 2011
Domba 200 250 475 250 350 600
Kambing 150 200 400 190 260 445
(10)
10 Untuk memenuhi permintaan dan meningkatkan pendapatan, maka Bapak Sarno sebagai pemilik berencana untuk mengembangkan usahanya dengan menambah investasi berupa penambahan kandang baru. Pemilik berencana untuk menambah jumlah domba dan kambing sebanyak 120 ekor, yang masing-masing 60 ekor. Namun kapasitas kandang hanya mampu menampung 150 ekor ternak. Jika domba dan kambing terlalu banyak maka kapasitas kandang tidak akan muat sehingga perlu membangun kandang baru. Selain harga domba dan kambing yang cukup tinggi perlu dana investasi yang besar untuk membangun kandang baru.
Penambahan investasi ini memerlukan biaya yang cukup besar, sedangkan modal merupakan sumberdaya terbatas sehingga perlu dilakukan analisis kelayakan pengembangan usaha. Analisis kelayakan usaha ini dilihat dari beberapa aspek yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial, ekonomi dan lingkungan, aspek hukum serta aspek finansial. Aspek finansial yang akan dilakukan dibagi menjadi dua yaitu kondisi peternakan sebelum pengembangan (kondisi aktual) dan kondisi peternakan pada saat pengembangan yaitu penambahan ternak kambing dan domba serta pembangunan kandang baru. Kondisi peternakan sebelum pengembangan yaitu sebelum ada penambahan jumlah ternak domba dan kambing serta dengan kandang yang secara teknis belum sesuai dengan syarat-syarat kandang yang baik seperti tidak ada ukuran antara kandang domba dan kambing, antara domba dan kambing tidak dipisahkan. Sedangkan pada kondisi setelah pengembangan yaitu dengan penambahan domba dan kambing, kandang yang dibangun disesuaikan dengan ukuran untuk domba dan kambing, antara domba dan kambing dipisahkan. Selain itu, kandang dibuat jarak agar mobil pengangkut dapat langsung masuk ke kandang sehingga pada saat ternak datang dan akan dijual pengangkutan domba dan kambing tidak lagi sulit dilakukan.
Usaha penggemukan domba dan kambing memiliki beberapa ketidakpastian yang memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan yang akan mempengaruhi kelayakan usaha. Perubahan-perubahan tersebut seperti kenaikan harga bakalan ternak domba dan kambing dan penurunan harga penjualan. Harga domba dan kambing terus berfluktuasi sehingga mempengaruhi kelayakan
(11)
11 pengembangan usaha penggemukan domba dari aspek finansial oleh karena itu perlu dilakukan analisis switching value.
Berdasarkan hal tersebut, maka terdapat beberapa masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini antara lain:
1) Bagaimana kelayakan usaha penggemukan domba dan kambing milik Bapak Sarno berdasarkan aspek nonfinansial seperti aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial, ekonomi, dan budaya serta aspek lingkungan baik pada kondisi sebelum maupun setelah pengembangan?
2) Bagaimana kelayakan usaha penggemukan domba dan kambing milik Bapak Sarno pada aspek finansial berdasarkan kriteria investasi baik pada kondisi sebelum maupun setelah pengembangan?
3) Bagaimana usaha penggemukan domba dan kambing milik Bapak Sarno jika terjadi penurunan harga penjualan dan peningkatan biaya pembelian bakalan baik pada kondisi sebelum maupun setelah pengembangan?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1) Menganalisis kelayakan usaha penggemukan domba dan kambing milik Bapak Sarno berdasarkan aspek nonfinansial seperti aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial, ekonomi, serta aspek lingkungan pada kondisi sebelum maupun setelah pengembangan.
2) Menganalisis usaha penggemukan domba dan kambing milik Bapak Sarno pada aspek finansial berdasarkan kriteria investasi pada kondisi sebelum dan setelah pengembangan.
3) Menganalisis kelayakan finansial usaha penggemukan domba dan kambing dengan switching value apabila terjadi kenaikan harga bakalan dan penurunan harga penjualan.
(12)
12
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat, yakni:
1) Bagi penulis, penelitian ini akan melatih dan menambah kemampuan penulis dalam berkomunikasi dengan pihak pengusaha, masyarakat maupun pihak-pihak terkait serta meningkatkan kemampuan penulis dalam mengaplikasikan teori-teori yang telah diperoleh di perkuliahan.
2) Bagi pemilik, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dan informasi yang bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam menjalankan usaha serta kelayakan usaha untuk keberlanjutannya.
3) Bagi masyarakat luas terutama para peternak domba dan kambing, sebagai bahan masukan dan informasi dalam melakukan usaha penggemukan domba dan kambing.
4) Bagi mahasiswa dan pihak yang membutuhkan informasi tentang penggemukan domba dan kambing, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi serta sebagai sumber literatur dan menambah wawasan mengenai usaha penggemukan domba dan kambing.
(13)
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penggemukan Domba dan Kambing
Ternak domba dan kambing memiliki potensi pengembangan yang cukup besar. Ternak domba dan kambing mudah dikembangkan, memiliki sistem pemeliharaan yang relatif mudah dilakukan,siklus reproduksi relatif singkat, serta ternak domba dan kambing merupakanternak yang lebih tahan terhadap berbagai penyakit daripada ternak lainnya.
Penelitian mengenai penggemukan domba dan kambing telah banyak dilakukan oleh para peneliti maupun balai penelitian dan pengembangan peternakan. Umumnya usaha penggemukan domba dan kambing dilakukan di daerah pedesaan. Hal ini dikarenakan sumber pakan yang diperoleh mudah didapat seperti pakan hijauan berupa dedaunan dan rumput. Namun ada beberapa peternak yang memberikan pakan tambahan selain dedaunan dan rumput seperti penelitian yang dilakukan Priyanto dan Rusdiana (2008) yang berjudul Analisis Ekonomi Penggemukan Ternak Domba Jantan Berbasis Tanaman Ubi Kayu di Perdesaan. Pengamatan usaha ternak domba jantan dilakukan di Kecamatan Ciemas dengan dua model perlakuan dan kontrol. Ternak domba dikandangkan selama empat bulan. Pemberian pakan berupa ubi kayu dengan kombinasi daun ubi kayu baik kering, layu maupun segar yang diberikan satu kali dalam sehari Untuk menutupi kekurangan gizi diberi tambahan pakan penguat seperti dedak padi dan ampas tahu pada domba perlakuan. Sedangkan domba kontrol hanya diberikan pakan hijauan (rumput gajah) dan sisa limbah pertanian. Analisis yang digunakan adalah analisis ekonomi B/C ratio dan uji regresi linier yang digunakan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan ternak domba. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil yaitu ternak yang memperoleh pakan perlakuan menunjukkan pertumbuhan bobot hidup yang lebih baik dibandingkan dengan domba kontrol. Ternak dengan pakan perlakuan menunjukkan peningkatan bobot hidup rata-rata 9,38 kilogram per ekor sedangkan pada domba kontrol hanya 5,59 kilogram per ekor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerimaan dari hasil usaha penggemukan ternak domba skala 50 ekor memberikan keuntungan sebesar 12.000.980 rupiah per periode.
(14)
14 Pemberian pakan berupa ubi jalar dan dedak padi pada ternak kambing juga dilakukan pada penelitian Farida (1998) yang berjudul Pengimbuhan konsentrat pada ransum penggemukan kambing muda di Wamena, Irian Jaya. Penelitian ini menggunakan dua belas ekor Kambing Kacang muda dengan umur empat sampai enam bulan. Penelitian dilakukan selama empat bulan untuk mengetahui pengaruh pengimbuhan konsentrat berupa ubi jalar dan dedak padi terhadap konsumsi dan perkembangan kambing muda. Hasil penelitian ini menunjukkan pengimbuhan ubi jalar dan dedak padi masing-masing sebanyak 300 gram per ekor per hari ke dalam ransum ternyata meningkatkan konsumsi bahan kering, protein, lemak, bahan ekstrak tanpa N, kecernaan bahan kering serta tingginya pertambahan bobot badan harian dan angka konversi pakan yang baik.
Penggemukan kambing juga dilakukan dengan cara yang berbeda seperti berkelompok dengan bergabung pada kelompok tani maupun secara individu, namun masih memberikan pakan tambahan berupa pakan konsentrat yaitu dedak. Pada penelitian yang dilakukan oleh Jakfar dan Irwan (2010) yang berjudul Analisis Ekonomi Penggemukan Kambing Kacang Berbasis Sumber Daya Lokal. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode On Farm Research (OFR) dan dilaksanakan di lahan petani dengan mengikut sertakan sepuluh orang petani yang tergabung dalam kelompok tani (petani kooperator). Sebagai pembanding atau kontrol dipilih lima orang petani (non kooperator) yang berlokasi di sekitar tempat penelitian. Hasil penelitian menunjukkan penggemukan kambing pola kooperator memperoleh berat badan lebih tinggi dibandingkan non kooperator, yaitu rata-rata sebesar 11,62 kilogram per ekor atau rata-rata sebesar 96,83 gram per ekor per hari selama empat bulan dan memperoleh keuntungan sebesar 454.100 rupiah. Selanjutnya, kinerja ekonomi diperoleh nilai R/C ratio yaitu 1,32. Usaha penggemukan ternak kambing lokal dengan menggunakan skala usaha sepuluh ekor ternak kambing dengan pola kooperator (perlakuan) memperoleh keuntungan lebih tinggi yaitu 454.100 rupiah selama empat bulan dibandingkan dengan usaha penggemukan kambing lokal dengan menggunakan skala usaha enam ekor dengan pola non kooperator (kontrol) yaitu 408.000 rupiah selama empat bulan. Perbedaan ini disebabkan pertambahan berat hidup ternak kambing yang dihasilkan pola perlakuan
(15)
15 menggunakan tambahan konsentrat (dedak). Sedangkan pertambahan berat hidup ternak kambing yang dihasilkan kontrol tidak menggunakan pakan tambahan.
Pemberian konsentrat pada pengemukan domba dan kambing tidak selamanya menguntungkan, karena biaya yang dikeluarkan untuk pakan tersebut lebih banyak dibandingkan hasil yang didapat seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Dodo (2007) yang berjudul Analisis Kelayakan Usaha Ternak Kambing Melalui Penelitian Aksi Partisipatif. Penelitian ini dilakukan pada kelompok tani Harapan Mekar, Situ Gede, Bogor, Jawa Barat. Kelompok tani Harapan Mekar memiliki 76 kelompok peternak kambing. Hasil analisis non-finansial menunjukkan bahwa usaha ini layak untuk dijalankan pada perluasan kandang tanpa menggunakan konsentrat, yaitu nilai p value koefisien teknis 0,000 (< 0,005). Sedangkan pada perluasan kandang dengan menggunakan konsentrat menunjukkan bahwa usaha ini tidak layak untuk dijalankan, yaitu nilai p value koefisien teknis 0,147 (>0,005).
2.2 Penelitian Terdahulu Studi Kelayakan Bisnis
Penelitian mengenai analisis kelayakan usaha ternak domba dan kambing telah banyak dilakukan. Namun pada peternakan Bapak Sarno belum pernah dilakukan sebelumnya. Deskripsi tentang studi terdahulu diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan topik yang sama yaitu tentang analisis kelayakan usaha ternak domba dan kambing, baik berupa pengembangan maupun evaluasi usaha yang telah dijalankan.
Penelitian tentang kelayakan finansial penggemukan kambing dan domba yang dilakukan oleh Fitrial (2009) pada Mitra Tani Farm berlokasi di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Hasil analisis menunjukkan bahwa secara non finansial, aspek pasar dan manajemen layak untuk dijalankan. Sementara aspek lainnya seperti aspek teknis dan aspek hukum tidak terlalu dibahas secara keseluruhan. Berbeda dengan penelitian Widodo (2010) mengenai analisis kelayakan usaha penggemukan domba pada Agrifarm di Desa Cihideung Udik Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Hasil analisis ini menyatakan bahawa usaha tersebut layak pada aspek non finansial. Berdasarkan aspek pasar, peluang pasar masih terbuka karena masih adanya gap yang cukup besar antara
(16)
16 permintaan dan penawaran. Untuk aspek teknis, variabel utama faktor pendukung jalannya usaha pada aspek ini menunjukkan adanya keberpihakan yang cukup baik sehingga proses produksi dapat berjalan dengan baik. Berdasarkan aspek manajemen, usaha penggemukan domba Agrifarm telah melakukan pembagian kerja meski dengan struktur yang sederhana. Berdasarkan aspek sosial, usaha ini cenderung tidak merusak lingkungan dan justru mampu menyerap tenaga kerja. Perbedaan ini dikarenakan aspek non finansial belum ada keseragaman yang pasti tentang aspek apa saja yang menjadi acuan untuk diteliti. Namun pada penelitian yang dilakukan Rosid (2009) mengenai evaluasi kelayakan usaha ternak kambing perah Peranakan Ettawa (PE). Aspek non finansial meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial saling berkaitan satu sama lain dan saling mendukung. Bila salah satu aspek kurang memenuhi kriteria kelayakan maka perlu dilakukan perbaikan atau tambahan untuk memenuhi kriteria kelayakan aspek nonfinansial.
Dalam membuat perkiraan pendapatan yang akan diperoleh di masa yang akan datang perlu dilakukan perhitungan secara cermat dengan membandingkan data dan informasi yang ada sebelumnya. Begitu pula perkiraan dengan biaya-biaya yang akan dikeluarkan selama periode tertentu. Pada aspek finansial asumsi-asumsi tersebut ditunjukkan dalam aliran cash atau cash flow perusahaan selama periode usaha. Dibuatnya aliran kas perusahaan kemudian dinilai kelayakan investasi tersebut melalui kriteria kelayakan investasi bertujuan untuk menilai apakah investasi tersebut layak atau tidak dijalankan dilihat dari aspek keuangan (financial).
Alat ukur yang digunakan untuk menentukan kelayakan suatu usaha berdasarkan kriteria investasi umumnya sama yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net B/C dan Payback Period (PP). Walaupun demikian, hasil yang diperoleh dari tiap usaha berbeda-beda. Tidak hanya tergantung pada jenis usaha saja namun besar kecilnya usaha dan cara pengelolaan juga mengakibatkan nilai yang didapat berbeda. Penelitian yang dilakukan oleh Fitrial (2009), mengenai analisis aspek finansial usaha penggemukan kambing dan domba peternakan Mitra Tani Farm dengan umur ekonomis usaha selama lima tahun, tingkat diskonto 8,5 persen diperoleh nilai
(17)
17 NPV sebesar 359.346.744 rupiah, Net B/C dan Gross B/C sebesar 2,53, IRR sebesar 11,7 persen dan PP selama 1,5 tahun. Hasil dari analisis yang diperoleh masing-masing kriteria investasi tersebut sesuai dengan nilai indikator yang ditetapkan sehingga usaha penggemukan kambing dan domba layak untuk dijalankan. Sedangkan pada penelitian Widodo (2010) yang hanya memiliki produk berupa domba, pada aspek finansial hasil analisis ini menyatakan bahwa aspek finansial yang meliputi NPV, IRR, Net B/C, PP dan BEP, usaha penggemukan domba pada Agrifarm ini layak untuk dilaksanakan. Hal ini dapat dilihat dari analisis finansial yang menunjukkan NPV lebih besar dari nol yaitu 31.615.070 rupiah, IRR sebesar 43 persen, dimana lebih besar dari discount rate sebesar 6,5 persen. Nilai Net B/C lebih besar dari satu, yaitu 2,93. Payback Period (PP) yang diperoleh adalah sebesar 3,3 tahun atau sama dengan 3 tahun 3 bulan, dimana masih lebih kecil dari umur proyek serta nilai Break Even Point (BEP) usaha penggemukan domba Agrifarm ini adalah sebanyak 532 ekor.
Penelitian mengenai analisis kelayakan usaha ternak kambing melalui penelitian aksi partisipatif yang dilakukan oleh Dodo (2007), hasil analisis finansial pada penelitian ini menunjukkan pada perluasan kandang tanpa menggunakan konsentrat menunjukkan bahwa usaha ini menguntungkan dan layak untuk dijalankan yaitu nilai NPV 18.817.579 rupiah, nilai IRR 41,6 persen, dan nilai PP 2,4 tahun. Selain itu, usaha ini lebih menguntungkan jika diarahkan pada pinjaman semi komersial (tanpa bunga), yaitu nilai Profit Margin 24,11 persen (lebih besar dari nilai Profit Margin pada pinjaman komersial, yaitu 19,86 persen). Oleh karena itu, dalam perhitungan analisis kriteria investasi hanya dilakukan pada pinjaman semi komersial (tanpa bunga).
Untuk memenuhi kebutuhan investasi, modal dapat dicari dari berbagai sumber dana yang ada. Sumber dana yang dicari dapat dipilih, seperti menggunakan modal sendiri atau modal pinjaman. Penggunaan masing-masing modal memiliki keuntungan dan kerugian. Hal ini dapat dilihat dari segi biaya, waktu, persyaratan untuk memperolehnya dan jumlah yang dapat dipenuhi.
Penelitian mengenai evaluasi kelayakan usaha ternak kambing perah Peranakan Ettawa (PE) yang dilakukan oleh Rosid (2009) berbeda dengan Fitrial (2009) dan Widodo (2010), penelitian yang dilakukan oleh Fitrial dibagi menjadi
(18)
18 dua skenario. Skenario I (modal sendiri dan pinjaman) dan skenario II yaitu modal sendiri. Hasil analisis kriteria kelayakan finansial, usaha Peternakan Unggul berdasarkan dua skenario menunjukan bahwa skenario I dilihat dari kriteria NPV, IRR, Net B/C dan PP lebih menguntungkan dibandingkan dengan skenario II. Masing-masing nilai yang diperoleh yaitu NPV sebesar 359.966.477 rupiah, IRR sebesar 127 persen, Net B/C sebesar 5,77 dan PP 2,01 tahun atau setara dengan dua tahun tiga hari. Skenario II hasil yang diperoleh dari pendekatan NPV nilai yang diperoleh adalah 57.872.694 rupiah, IRR sebesar 44 persen, Net B/C sebesar 1,61 dan PP 6,88 tahun.
Dalam beberapa penelitian analisis kelayakan usaha para peneliti melakukan analisis nilai pengganti (switching value), analisis ini dilakukan untuk menguji kepekaan setiap perubahan kenaikan harga input dan penurunan otput (penjualan). Fitrial (2009) melalui pendekatan nilai analisis switching value menunjukan usaha tersebut dapat mentolerir kenaikan harga input mencapai 5,34 persen dan penurunan kuantitas penjualan output sebesar 4,79 persen. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Dodo (2007) berdasarkan hasil analisis sensitivitas dengan menurunkan harga jual ternak pada usaha perluasan kandang tanpa menggunakan pakan konsentrat dengan menggunakan metode switching value menunjukkan bahwa usaha ini layak dijalankan selama penurunan harga ternaknya tidak lebih dari atau sama dengan delapan persen.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Widodo (2010) berdasarkan analisis switching value, penurunan volume penjualan pada peternakan Agrifarm lebih berpengaruh dibandingkan dengan peningkatan biaya operasional. Batas penurunan volume penjualan ternak agar usaha ini tetap layak dilaksanakan adalah sebesar 3,695072 persen, sedangkan batas peningkatan biaya operasional adalah sebesar 6,97746 persen. Berbeda lagi dengan penelitian yang dilakukan Rosid (2009), dengan menggunakan dua skenario. Analisis switching value pada skenario I diperoleh tingkat penurunan harga susu yang dapat ditolerir sebesar 30,16 persen dan kenaikan biaya yang dapat ditolerir sebesar 55,43 persen. Sedangkan skenario II diperoleh tingkat kepekaan terhadap penurunan harga susu kambing sebesar 13,03 persen. Peningkatan biaya variabel diperoleh sebesar 18,52 persen. Hasil perbandingan tersebut menunjukkan skenario II lebih peka
(19)
19 atau sensitif terhadap perubahan baik dari penurunan harga susu maupun kenaikan biaya variabel. Semakin sensitif terhadap suatu perubahan dampak usaha yang akan dijalankan semakin berisiko. Perbandingan switching value pada usaha Peternakan Unggul yaitu skenario II lebih peka atau sensitif dibandingkan skenario I, hal ini dikarenakan pada skenario II kemampuan usaha kambing perah PE dengan kapasitas kandang sebanyak 50 ekor ternak kambing dan kemampuan investasi awal sebanyak 21 ekor, penerimaan outflow yang dikeluarkan lebih besar dibandingkan inflow yang dihasilkan sehingga kurang efisien menggunakan biaya investasi yang ditanamkan.
2.3 Penelitian yang Akan Dilakukan
Penelitian yang akan dilakukan ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian sebelumnya. Persamaan dengan penelitian terdahulu terletak pada alat analisis yang digunakan, dimana penelitian yang akan dilakukan mengenai Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Penggemukan Domba dan Kambing di Peternakan Bapak Sarno Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat ini menggunakan analisis studi kelayakan bisnis yang meliputi beberapa aspek yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek ekonomi dan sosial, serta aspek lingkungan. Persamaan lainnya dengan penelitian yang telah dilakukan Fitrial (2009), Rosid (2009) dan Widodo (2010) yaitu melakukan analisis nilai pengganti (switching value) untuk mengetahui kekuatan perusahaan dengan kondisi yang berubah-ubah. Oleh karena itu penelitian terdahulu digunakan sebagai referensi mengenai alat analisis yang digunakan pada penelitian yang akan dilakukan.
Perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian sebelumnya yaitu perbedaan lokasi penelitian dimana penelitian ini akan dilakukan di Peternakan Bapak Sarno Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Selain itu, penelitian yang akan dilakukan membandingkan kondisi peternakan sebelum dan sesudah pengembangan dengan menganalisis dari beberapa aspek yaitu aspek pasar, teknis, manajemen, aspek sosial dan ekonomi, lingkungan, aspek hukum serta aspek finansial yang akan dibagi menjadi dua yaitu kondisi peternakan pada awal sebelum pengembangan dan kondisi
(20)
20 peternakan pada saat pengembangan yaitu penambahan kambing dan domba serta pembangunan kandang baru. Disamping itu secara teknis ditambahkan teknologi yaitu kandang yang dibangun disesuaikan dengan ukuran untuk domba dan kambing, serta antara domba dan kambing dipisahkan.
Pada aspek finansial untuk menilai kelayakan usaha, umumnya semua peneliti menggunakan alat analisis yang sama yaitu kriteria investasi seperti Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate of Return (IRR) dan Payback Period (PP). Pada aspek finansial kelayakaan suatu usaha dapat ditentukan dengan hasil keluaran nilai dari kriteria investasi tersebut, karena kriteria tersebut memiliki nilai yang baku dan telah ditentukan nilai kelayakannya. Usaha penggemukan domba dan kambing milik Bapak Sarno dikatakan layak yang artinya usaha tersebut menguntungkan atau memberikan manfaat apabila nilai NPV>0, Net B/C>1, IRR lebih besar dari Discount Rate (DR), dan PP lebih kecil dari umur usaha. Dengan demikian peneliti dapat menilai apakah usaha yang diteliti layak atau tidak untuk dijalankan. Namun pada aspek nonfinansial tidak ada nilai yang baku untuk menilai apakah aspek-aspek nonfinansial layak atau tidak untuk dijalankan. Akan tetapi ada beberapa kriteria-kriteria aspek nonfinansial yang dapat menilai apakah usaha tersebut layak dijalankan atau tidak.
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya umumnya hanya memaparkan keadaan atau mendeskripsikan aspek-aspek nonfinansial. Namun pada penelitian yang dilakukan, peneliti mencoba untuk memberikan kriteria kelayakan aspek nonfinansial ditinjau dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, aspek sosial dan ekonomi, serta aspek lingkungan. Kriteria kelayakan aspek nonfinansial setiap usaha berbeda-beda, setiap usaha memiliki kriteria kelayakan aspek nonfinansial masing-masing berdasarkan jenis usahanya. Walaupun nilainya tidak baku akan tetapi kriteria kelayakan dapat dipenuhi.
Pada aspek pasar kriteria kelayakan usaha penggemukan domba dan kambing milik Bapak Sarno dilihat dari peluang pasar dan strategi bauran pemasaran (produk, harga, tempat, promosi). Aspek pasar dikatakan layak apabila peluang pasar usaha penggemukan domba dan kambing menunjukkan peluang
(21)
21 yang tinggi atau permintaan lebih besar dari penawaran ternak domba dan kambing. Produk yang ditawarkan merupakan produk yang diinginkan dan dibutuhkan konsumen dan sesuai dengan permintaan konsumen. Produk juga memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan dengan produk lain yang sejenis. Untuk harga, usaha penggemukan domba dan kambing milik Bapak Sarno harus sesuai dengan produk yang ditawarkan dan memiliki harga bersaing dengan peternak lainnya. Tempat penjualan mudah ditemukan oleh konsumen sehingga konsumen tidak mengalami kesulitan untuk membeli domba maupun kambing. Promosi juga harus dilakukan untuk meningkatkan jumlah penjualan sehingga memperoleh keuntungan yang tinggi pula.
Pada aspek teknis usaha penggemukan domba dan kambing, kriteria kelayakan usaha akan dilihat dari lokasi usaha apakah sesuai dengan ketersediaan bahan baku, letak pasar yang dituju, supply tenaga kerja, serta fasilitas transportasi. Selain itu juga pemilihan lokasi dilihat dari hukum dan peraturan yang berlaku seperti adanya ijin bangunan. Keadaan iklim yang mendukung untuk usaha penggemukan domba dan kambing, sikap masyarakat setempat (adat istiadat) yang mendukung atau tidak dengan adanya usaha penggemukan domba dan kambing milik Bapak Sarno serta rencana masa depan usaha apabila melakukan perluasan atau pengembangan usaha apakah masih memungkinkan untuk dilaksanakan di tempat yang sama.
Jumlah produksi (penggemukan domba dan kambing) juga dipertimbangkan, apakah permintaan telah diketahui terlebih dahulu sehingga jumlah ternak yang akan digemukkan diketahui. Tersedianya kapasitas kandang dan peralatan yang dibutuhkan. Jumlah dan kemampuan tenaga kerja mengelola peternakan serta adanya perubahan teknologi yang dapat mendukung usaha penggemukan domba dan kambing milik Bapak Sarno. Proses produksi juga diperhatikan dimulai dari datangnya bakalan domba dan kambing ke kandang hingga domba dan kambing tersebut dijual ke konsumen. Selain itu, layout usaha juga diperhatikan sehingga proses penggemukan domba dan kambing mudah untuk dilakukan, penggunaan lahan yang optimal dan memungkinkan dengan mudah jika usaha melakukan pengembangan.
(22)
22 Pada aspek manajemen, kriteria kelayakan usaha yang dilihat adalah pelaksanaan usaha penggemukan domba dan kambing milik Bapak Sarno, manajemen bentuk organisasi, struktur organisasi, dan deskripsi pekerjaan yang dilakukan tiap-tiap jabatan. Sedangkan untuk aspek hukum, hal yang akan dianalisis adalah bentuk badan usaha yang akan digunakan yang berkaitan dengan kekuatan hukum serta melihat adanya jaminan-jaminan yang bisa disediakan bila akan menggunakan sumber dana berupa pinjaman ke lembaga keuangan seperti bank.
Pada aspek ekonomi usaha penggemukan domba dan kambing kriteria kelayakan usaha yang dilihat adalah seberapa besar usaha tersebut mempunyai dampak terhadap masyarakat sekitarnya. Dengan adanya usaha tersebut apakah dapat memberikan peluang peningkatan pendapatan masyarakat dan dapat menyerap tenaga kerja dari masyarakat sekitar sehingga mengurangi jumlah pengangguran.
Pada aspek lingkungan, kriteria kelayakan usaha pada penggemukan domba dan kambing yang dilihat adalah bagaimana pengaruh usaha penggemukan domba dan kambing tersebut terhadap lingkungan udara, tanah, air dan sekitarnya, apakah dengan adanya usaha tersebut menciptakan lingkungan semakin baik atau semakin rusak.
Adanya kriteria atau indikator kelayakan usaha pada aspek nonfinansial seperti aspek pasar, aspek teknis, aspek hukum, aspek manajemen, aspek sosial ekonomi dan aspek lingkungan pada usaha penggemukan domba dan kambing milik Bapak Sarno, maka penelitian ini dapat melengkapi kekurangan penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Fitrial (2009), Rosid (2009) Widodo (2010), dan Dodo (2007), yang hanya mendeskripsikan aspek-aspek nonfinansial. Dengan adanya kriteria tersebut maka peneliti dapat menilai apakah usaha penggemukan domba dan kambing tersebut layak atau tidak apabila ditinjau dari aspek nonfinansial.
(23)
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Pengertian Investasi
Kasmir dan Jakfar (2009) menyatakan bahwa investasi adalah penanaman modal dalam suatu kegiatan yang memiliki jangka waktu relatif panjang dalam berbagai bidang usaha. Penanaman modal yang ditanamkan dalam arti sempit berupa proyek tertentu baik bersifat fisik ataupun nonfisik, seperti proyek pendirian pabrik, jalan, jembatan, pembangunan gedung dan proyek penelitian dan pengembangan.
Investasi dapat dilakukan dalam berbagai bidang usaha, oleh karena itu investasi dapat dibagi dalam beberapa jenis yaitu:
1) Investasi nyata (real investment)
Investasi nyata atau real investment merupakan investasi yang dibuat dalam harta tetap (fixed asset) seperti tanah, bangunan, peralatan atau mesin-mesin. 2) Investasi finansial (financial investment)
Investasi finansial atau financial investment merupakan investasi dalam bentuk kontrak kerja, pembelian saham atau obligasi atau surat berharga lainnya seperti sertifikat deposito.
Bagi perusahaan yang didirikan untuk tujuan profit, hal utama yang perlu dipikirkan adalah seberapa pengembalian dana yang ditanam di proyek tersebut agar segera kembali. Sebelum perusahaan dijalankan, maka terlebih dahulu perlu dihitung apakah proyek atau usaha yang akan dijalankan benar-benar dapat mengembalikan uang yang telah diinvestasikan dalam proyek tersebut dalam jangka waktu tertentu dan dapat memberikan keuntungan finansial lainnya sesuai yang diharapkan. Agar tujuan perusahaan tersebut dapat tercapai sesuai dengan tujuan yang diinginkan, maka apabila ingin melakukan investasi sebaiknya didahului dengan suatu studi. Tujuannya adalah untuk menilai apakah investasi yang akan ditanamkan layak atau tidak untuk dijalankan atau dengan kata lain jika usaha tersebut dijalankan akan memberikan manfaat atau tidak.
Penilaian investasi dalam studi kelayakan bisnis bertujuan untuk menghindari terjadinya keterlanjutan investasi yang tidak menguntungkan karena
(24)
24 bisnis yang tidak layak. Karena kekeliruan dan kesalahan dalam menilai investasi akan menyebabkan kerugian dan risiko yang besar. Gittinger (1986) mengungkapkan bahwa kegiatan investasi yang mengubah sumber-sumber finansial menjadi barang-barang kapital yang dapat menghasilkan keuntungan-keuntungan atau manfaat-manfaat setelah beberapa periode waktu. Secara umum, bisnis merupakan kegiatan yang mengeluarkan biaya-biaya dengan harapan akan memperoleh hasil atau benefit dan secara logika merupakan wadah untuk melakukan kegiatan-kegiatan perencanaan, pembiayaan, dan pelaksanaan dalam satu unit bisnis.
Mankiw (2007) menyatakan bahwa investasi tergantung pada tingkat bunga. Penurunan tingkat bunga riil akan mengurangi biaya modal. Karena itu, hal ini meningkatkan jumlah laba dari kepemilikan modal dan meningkatkan insentif untuk mengakumulasi lebih banyak modal. Demikian pula, kenaikan tingkat bunga riil akan meningkatkan biaya modal dan menyebabkan perusahaan menurunkan investasi. Karena itu, kurva investasi yang mengaitkan investasi dengan tingkat bunga akan miring ke bawah (Gambar 1).
Sumber : Mankiw (2007) Makroekonomi, Edisi Keenam. Gambar 1. Fungsi Investasi dan Tingkat Bunga Riil
Gambar 1 menunjukkan bahwa investasi tetap bisnis naik ketika tingkat bunga turun. Hal tersebut dikarenakan tingkat bunga yang lebih rendah
Tingkat bunga riil, r
Investasi, I r1
r2
(25)
25 menurunkan biaya modal dan karena itu memiliki modal menjadi lebih menguntungkan.
3.1.2 Studi Kelayakan Bisnis
Kelayakan artinya penelitian yang dilakukan secara mendalam untuk menentukan apakah usaha yang akan dijalankan akan memberikan manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan (Kasmir dan Jakfar, 2009). Dengan kata lain kelayakan dapat diartikan bahwa usaha yang dijalankan akan memberikan keuntungan finansial dan nonfinansial sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Layak di sini diartikan juga akan memberikan keuntungan tidak hanya bagi perusahaan yang menjalankannya, tetapi juga bagi investor, kreditor, pemerintah, dan masyarakat luas.
Menurut Johan (2011) bisnis didefinisikan sebagai sebuah kegiatan atau aktifitas yang mengalokasikan sumber-sumber daya yang dimiliki ke dalam suatu kegiatan produksi yang menghasilkan barang atau jasa, dengan tujuan barang dan jasa tersebut bisa dipasarkan kepada konsumen agar dapat memperoleh keuntungan atau pengembalian hasil. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Kasmir dan Jakfar (2009), bisnis adalah usaha yang dijalankan yang tujuan utamanya untuk memperoleh keuntungan.
Studi kelayakan adalah sebuah studi untuk mengkaji secara komprehensif dan mendalam terhadap kelayakan sebuah usaha (Johan, 2011). Layak atau tidak layak dijalankannya sebuah usaha merujuk pada hasil pembandingan semua faktor ekonomi yang akan dialokasikan ke dalam sebuah usaha atau bisnis baru dengan hasil pengembaliannya yang akan diperoleh dalam jangka waktu tertentu.
Menurut Kasmir dan Jakfar (2009), studi kelayakan bisnis adalah suatu kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang suatu usaha atau bisnis yang akan dijalankan, dalam rangka menentukan layak atau tidak usaha tersebut dijalankan. Sedangkan menurut Suliyanto (2010), studi kelayakan bisnis merupakan penelitian yang bertujuan untuk memutuskan apakah sebuah ide bisnis layak untuk dilaksanakan atau tidak. Sebuah ide bisnis dinyatakan layak untuk dilaksanakan jika ide tersebut dapat mendatangkan manfaat yang lebih besar bagi semua pihak (stake holder) dibandingkan dampak negatif yang ditimbulkan.
(26)
26
3.1.3 Aspek-Aspek Kelayakan Usaha
Dalam menentukan layak atau tidaknya suatu usaha dapat dilihat dari berbagai aspek. Setiap aspek untuk bisa dikatakan layak harus memiliki suatu standar nilai tertentu, namun keputusan penilaian tidak hanya dilakukan pada satu aspek saja. Penilaian untuk menentukan kelayakan harus didasarkan kepada seluruh aspek yang akan dinilai nantinya.
Menurut Kasmir dan Jakfar (2009), ukuran kelayakan masing-masing jenis usaha sangat berbeda misalnya antara jasa dan nonjasa, seperti pendirian hotel dengan usaha pembukaan perkebunan kelapa sawit. Akan tetapi, aspek-aspek yang digunakan untuk menyatakan layak atau tidaknya adalah sama sekalipun bidang usahanya berbeda. Aspek-aspek yang dinilai dalam studi kelayakan bisnis meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial, ekonomi, dan budaya, aspek keuangan dan aspek lingkungan.
1) Aspek Pasar dan Pemasaran
Aspek pasar dan pemasaran merupakan dua sisi yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Pasar dan pemasaran memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi dan saling mempengaruhi satu sama lainnya. Dengan kata lain, setiap ada kegiatan pasar selalu diikuti oleh pemasaran dan setiap kegiatan pemasaran adalah untuk mencari atau menciptakan pasar.
Menurut Kasmir dan Jakfar (2009), pasar secara sederhana diartikan sebagai tempat bertemunya para penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi. Namun dalam praktiknya pengertian pasar dapat lebih luas lagi, artinya pembeli dan penjual tidak harus bertemu di suatu tempat untuk melakukan transaksi, tetapi cukup melalui sarana elektronik seperti telepon, faksmili atau melalui internet. Sedangkan pemasaran adalah upaya untuk menciptakan dan menjual produk kepada berbagai pihak dengan maksud tertentu. Pemasaran berusaha menciptakan produk dan mempertukarkan produk baik barang maupun jasa kepada konsumen di pasar.
Berdasarkan definisi tersebut pemasaran tidak terlepas dari bauran pemasaran atau marketing mix. Bauran pemasaran merupakan kombinasi dari
(27)
27 empat variabel yang merupakan inti dari sistem pemasaran yang dapat dikendalikan oleh pengelola usaha. Variabel-variabel tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok utama yang dikenal dengan 4P, yaitu produk (product), harga (price), tempat (place), dan promosi (promotion).
a) Produk (product)
Produk adalah semua yang bisa ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian, pembelian, pemakaian, atau konsumsi yang dapat memenuhi keinginan atau kebutuhan. Pihak perusahaan terlebih dahulu harus memilih dan mendesain produk yang disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan konsumen yang akan dituju, agar investasi yang ditanam dapat berhasil dengan baik.
b) Harga (price)
Harga merupakan salah satu aspek penting dalam kegiatan marketing mix. Harga adalah sejumlah uang yang diserahkan dalam pertukaran untuk mendapatkan suatu barang atau jasa. Penentuan harga sangat penting untuk diperhatikan karena harga merupakan salah satu penyebab laku tidaknya produk yang ditawarkan.
c) Tempat (place)
Penentuan lokasi dan distribusi beserta sarana dan prasarana pendukung juga merupakan hal yang penting, hal ini disebabkan agar produk yang dibutuhkan dan diinginkan oleh konsumen mudah diperoleh pada waktu dan tempat yang tepat.
d) Promosi (promotion)
Promosi adalah kegiatan menginformasikan segala jenis produk yang ditawarkan dan berusaha menarik calon konsumen yang baru. Ada beberapa sarana yang dapat digunakan dalam mempromosikan suatu barang atau jasa yaitu periklanan, promosi penjualan, publisitas dan penjualan pribadi.
Suatu ide bisnis dinyatakan layak berdasarkan aspek pasar dan pemasaran jika ide bisnis tersebut dapat menghasilkan produk yang dapat diterima pasar (dibutuhkan dan diinginkan oleh calon konsumen) dengan tingkat penjualan yang menguntungkan (Suliyanto, 2010).
(28)
28
2) Aspek Teknis
Aspek teknis atau operasi juga dikenal sebagai aspek produksi. Penilaian kelayakan terhadap aspek ini sangat penting dilakukan sebelum perusahaan dijalankan. Penentuan kelayakan teknis atau operasi perusahan menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan teknis atau operasi, sehingga apabila tidak dianalisis dengan baik, maka akan berakibat fatal bagi perusahaan dalam perjalanannya di kemudian hari.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam aspek ini adalah penentuan lokasi, luas produksi, tata letak (layout), penyusunan peralatan pabrik dan proses produksinya termasuk pemilihan teknologi (Kasmir dan Jakfar 2009). Suatu ide bisnis dinyatakan layak berdasarkan aspek teknis dan teknologi jika berdasarkan hasil analisis ide bisnis dapat dibangun dan dijalankan (dioperasionalkan) dengan baik.
3) Aspek Manajemen
Aspek manajemen dan organisasi merupakan aspek yang cukup penting dianalisis untuk kelayakan suatu usaha, karena walaupun suatu usaha telah dinyatakan layak untuk dilaksanakan tanpa didukung dengan manajemen dan organisasi yang baik, bukan tidak mungkin mengalami kegagalan. Baik menyangkut masalah Sumber Daya Manusia (SDM) maupun menyangkut rencana perusahaan secara keseluruhan harus sesuai dengan tujuan perusahaan. Tujuan perusahaan akan lebih mudah tercapai jika memenuhi tahapan dalam proses manajemen. Proses manajemen akan tergambar dari masing-masing fungsi yang ada dalam manajemen.
Menurut Suliyanto (2010), analisis aspek manajemen dan sumber daya manusia terdiri dari dua bahasan penting, yaitu sub aspek manajemen dan sub aspek sumber daya manusia. Analisis sub aspek manajemen lebih menekankan pada proses dan tahap-tahap yang harus dilakukan pada proses pembangunan bisnis, sedangkan analisis sub aspek sumber daya manusia menekankan pada ketersediaan dan kesiapan tenaga kerja baik jenis atau mutu maupun jumlah sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk menjalankan bisnis. Kesalahan pada analisis kelayakan sumber daya manusia dapat menyebabkan bisnis tidak bisa
(29)
29 dijalankan karena tidak dikelola oleh orang-orang kompeten sesuai dengan kebutuhan.
4) Aspek Hukum
Bisnis sering mengalami kegagalan karena menghadapi masalah hukum atau tidak memperoleh izin dari pemerintah daerah setempat. Oleh karena itu, sebelum ide bisnis dilaksanakan analisis terhadap aspek hukum harus dilakukan agar di kemudian hari bisnis yang akan dilaksanakan tidak gagal karena terhambat oleh permasalahan hukum dan perijinan.
Menurut Kasmir dan Jakfar (2009), untuk memulai studi kelayakan usaha pada umumnya dimulai aspek hukum, walaupun banyak pula yang melakukannya dari aspek lain. Tujuan dari aspek hukum adalah untuk meneliti keabsahan, kesempurnaan, dan keaslian dari dokumen-dokumen yang dimiliki.
5) Aspek Ekonomi dan Sosial
Setiap usaha yang dijalankan, tentu akan memberikan dampak positif dan negatif. Dampak positif dan negatif ini akan dirasakan oleh berbagai pihak, baik bagi pengusaha itu sendiri, pemerintah, ataupun masyarakat luas.
Menurut Kasmir dan Jakfar (2009), jika ditinjau dari aspek ekonomi adanya investasi akan memberikan peluang untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Sedangkan bagi pemerintah dampak positif yang diperoleh dari aspek ekonomi adalah memberikan pemasukan berupa pendapatan baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Sebaliknya dampak negatif tidak akan terlepas dari aspek ekonomi seperti eksplorasi sumber daya alam yang berlebihan, masuknya pekerja dari luar daerah sehingga mengurangi peluang bagi masyarakat sekitarnya.
Dampak positif dari aspek sosial bagi masyarakat secara umum adalah tersedianya sarana dan prasarana yang dibutuhkan, seperti pembangunan jalan, jembatan, listrik, dan sarana lainnya. Kemudian bagi pemerintah dampak negatif dari aspek sosial adanya perubahan demografi di suatu wilayah, perubahan budaya, dan kesehatan masyarakat. Dampak negatif dalam aspek sosial termasuk terjadinya perubahan gaya hidup, budaya, adat istiadat dan struktur sosial lainnya.
(30)
30 Oleh karena itu diharapkan dari aspek ekonomi dan sosial, pada bisnis yang akan dijalankan memberikan dampak positif yang lebih banyak. Dengan kata lain, berdirinya suatu bisnis secara ekonomi dan sosial banyak memberikan manfaat dibandingkan kerugiannya.
6) Aspek Finansial
Menurut Umar (2007) menganalisis aspek keuangan dari suatu studi kelayakan bisnis bertujuan untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan, dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan, seperti ketersediaan dana, biaya modal, kemampuan proyek untuk membayar kembali dana tersebut dalam waktu yang telah ditentukan dan menilai apakah proyek akan dapat berkembang. Aspek ini bertujuan untuk menilai biaya-biaya apa saja yang akan dihitung dan berapa besar biaya-biaya yang akan dikeluarkan, seberapa besar pendapatan yang akan diterima jika bisnis dijalankan. Hal-hal yang diteliti dalam aspek ini adalah lama pengembalian investasi yang ditanamkan, sumber pembiayaan, tingkat suku bunga yang berlaku, biaya kebutuhan investasi, dan aliran kas (cashflow).
7) Aspek Lingkungan
Suatu bisnis dapat menimbulkan berbagai aktivitas sehingga menimbulkan dampak bagi lingkungan di sekitar lokasi bisnis. Lingkungan hidup merupakan salah satu aspek yang sangat penting untuk ditelaah sebelum suatu investasi atau usaha dijalankan. Analisis yang dilakukan untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan jika suatu investasi dilakukan, baik dampak negatif maupun dampak positif. Dampak yang timbul ada yang langsung mempengaruhi pada saat kegiatan usaha atau proyek dilakukan sekarang atau baru terlihat beberapa waktu kemudian di masa yang akan datang.
Dampak lingkungan hidup yang terjadi adalah berubahnya suatu lingkungan dari bentuk aslinya seperti perubahan fisik, kimia, biologi atau sosial. Perubahan lingkungan ini jika tidak diantisipasi dari awal akan merusak tatanan yang sudah ada, baik terhadap fauna, flora, maupun manusia itu sendiri.
(31)
31 Oleh karena itu, sebelum suatu usaha dijalankan maka sebaiknya dilakukan terlebih dahulu studi tentang dampak lingkungan yang akan timbul, baik sekarang maupun yang akan datang. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup sudah merupakan bagian kegiatan studi kelayakan usaha dan kegiatan yang harus dijalankan. Hasil studi ini akan berguna untuk para perencana serta bagi pengambil keputusan.
3.1.4 Teori Biaya dan Manfaat
Menurut Nurmalina et al. (2009) biaya didefinisikan sebagai segala sesuatu yang mengurangi tujuan bisnis. Komponen-komponen biaya tersebut pada dasarnya terdiri dari barang-barang fisik, tenaga kerja, tanah, biaya tak terduga (contingency allowance) dan biaya-biaya yang dikeluarkan dimasa lalu sebelum investasi baru yang direncanakan akan ditetapkan (sunk cost).
Manfaat dapat diartikan sebagai sesuatu yang dapat menimbulkan kontribusi terhadap suatu usaha atau proyek. Manfaat terdiri dari tiga macam yaitu tangible benefit yang merupakan manfaat yang dapat diukur, indirect or secondary benefit adalah manfaat yang dirasakan di luar bisnis itu sendiri sehingga mempengaruhi keadaan eksternal di luar bisnis, dan intangible benefit yaitu manfaat yang riil ada tapi sulit untuk diukur.
3.1.5 Tanpa dan Dengan Bisnis (With and Without Business)
Menurut Nurmalina et al. (2009) analisis studi kelayakan bisnis terutama yang bergerak di bidang pertanian membedakan antara arus komponen biaya dan manfaat antara kondisi dengan (with) dan tanpa (without) bisnis. Perbedaan besaran angka kondisi tanpa dan dengan bisnis ini, merupakan besaran yang sebenarnya yaitu sebagai pengaruh kondisi yang dihasilkan oleh adanya investasi baru atau kondisi yang sebenarnya sebagai pengaruh adanya bisnis. Jika yang diidentifikasi adalah kondisi dengan bisnis, maka yang dimaksud adalah kondisi yang dipengaruhi oleh adanya bisnis yang dibandingkan dengan kondisi yang sebenarnya terjadi tanpa adanya bisnis.
Usaha pada sektor pertanian atau agribisnis, hal yang perlu diperhatikan adalah manfaat bersih tambahan (Incremental Net Benefit) yaitu manfaat bersih
(32)
32 dengan bisnis (net benefit with business) dikurangi dengan manfaat bersih tanpa bisnis (Net Benefit Without Business). Hal ini dimungkinkan karena ada faktor-faktor produksi yang sebelumnya tidak tergunakan atau tidak terpakai ataupun belum termanfaatkan sehingga pada saat ada bisnis apakah faktor tersebut memberikan manfaat (benefit) atau tidak bagi bisnis yang dijalankan.
3.1.6 Analisis Kelayakan Investasi
Studi kelayakan usaha pada dasarnya bertujuan untuk menentukan kelayakan usaha berdasarkan kriteria investasi. Kriteria investasi yang digunakan yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Period (PP).
a) Net Present Value (NPV)
Menurut Suliyanto (2010), Net Present Value merupakan metode yang dilakukan dengan cara membandingkan nilai sekarang dan aliran kas masuk bersih (proceed) dengan nilai sekarang dari biaya pengeluaran suatu investasi (outlays). Jika hasil perhitungan NPV positif berarti investasi akan memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan rate of return minimum yang diinginkan. Sebaliknya jika NPV negatif berarti investasi akan memberikan hasil yang lebih rendah dibandingkan rate of return minimum yang diiginkan, maka investasi pada usaha tersebut sebaiknya tidak dijalankan.
b) Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return merupakan metode untuk menghitung tingkat bunga yang dapat menyamakan antara present value dari semua aliran kas masuk dengan aliran kas keluar dari suatu investasi proyek (Suliyanto, 2010). Internal Rate of Return adalah tingkat discount rate (DR) yang menghasilkan NVP sama dengan nol. Usaha dikatakan layak apabila IRR nya lebih besar dari opportunity cost of capital-nya.
c) Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)
Net Benefit Cost Ratio merupakan rasio aktivitas dari jumlah nilai sekarang penerimaan bersih dengan nilai sekarang pengeluaran investasi selama umur investasi (Kasmir dan Jakfar, 2009). Menurut Umar (2007) menghitung Net
(33)
33 Benefit Cost Ratio adalah dengan menghitung perbandingan antara nilai sekarang (present value) dari rencana penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang dengan nilai sekarang (present value) dari investasi yang akan dilaksanakan. Dengan kata lain dihitung dengan membandingkan antara PV kas masuk dengan PV kas keluar. Suatu usaha atau kegiatan investasi dapat dikatakan layak apabila Net B/C lebih besar dari satu dan dikatakan tidak layak bila Net B/C lebih kecil dari satu.
d) Payback Period (PP)
Payback Period adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi (initial cash investment) dengan menggunakan aliran kas, dengan kata lain payback period merupakan initial cash investment dengan cash inflow-nya yang hasilnya merupakan satuan waktu (Umar, 2007). Metode Payback Period ini cukup sederhana sehingga mempunyai kelemahan. Kelemahan utamanya yaitu metode ini tidak memperhatikan konsep nilai waktu dari uang di samping juga tidak memperhatikan aliran kas masuk setelah payback.
e) Break Event Point (BEP)
Break Event Point adalah titik pulang pokok dimana total revenue (TR) sama dengan total cost (TC). Break Event Point dilihat dari jangka jangka waktu pelaksanaan sebuah proyek, terjadinya titik pulang pokok atau TR sama dengan TC tergantung pada lama arus penerimaan sebuah proyek dapat menutupi segala biaya operasi dan pemeliharaan beserta biaya modal lainnya (Ibrahim, 1997).
f) Analisis Laba Rugi
Laporan laba rugi adalah laporan yang menunjukkan jumlah pendapatan yang diperoleh dan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam suatu periode tertentu (Kasmir dan Jakfar, 2009). Menurut Nurmalina et al. (2009), langkah penting yang dilakukan dalam pengelolaan usaha adalah menyusun laporan laba rugi yang berisi tentang total penerimaan, pengeluaran dan kondisi keuntungan yang diperoleh suatu perusahaan dalam satu tahun akuntansi atau produksi.
(34)
34
3.1.7 Analisis Switching Value
Analisis switching value dilakukan untuk melihat pengaruh perubahan beberapa faktor dalam pengembangan usaha, yaitu penurunan inflow dan kenaikan outflow. Penurunan inflow disebabkan oleh perubahan kapasitas produksi dan penurunan harga, sedangkan kenaikan nilai outflow disebabkan kenaikan biaya variabel. Menurut Nurmalina et al. (2009) besarnya perubahan pada switching value dapat dilakukan dengan menghitung secara coba-coba perubahan maksimum yang boleh terjadi akibat komponen inflow atau outflow agar bisnis masih tetap layak sedangkan pada analisis sensitivitas besarnya perubahan sudah diketahui secara empirik.
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional
Kebutuhan akan daging dalam negeri terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan kesadaran masyarakat untuk mengonsumsi protein hewani seperti daging. Namun hingga saat ini untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, Indonesia masih mengimpor daging. Pemerintah Indonesia telah merencanakan bahwa tahun 2014 Indonesia menjadi negara swasembada daging. Namun pada kenyataanya upaya-upaya yang dilakukan belum menunjukkan keberhasilan. Impor daging dan ternak hidup sebagai bakalan penggemukan serta ternak yang siap potong ternyata masih tinggi. Untuk mendukung swasembada tahun 2014 maka Indonesia harus meningkatkan populasi ternak sapi hingga mencapai jumlah yang dibutuhkan, akan tetapi hal ini membutuhkan waktu yang lama. Oleh karena itu cara lain yang dapat mendukung hal tersebut adalah meningkatkan sosialisasi terhadap konsumsi daging ke masyarakat dengan konsumsi daging ternak lain, antara lain ke daging domba dan kambing. Ternak domba dan kambing telah terbukti menjadi salah satu pilihan masyarakat akan kebutuhan daging ternak. Selain itu juga jenis ternak ini sudah dikenal masyarakat untuk menjadi hewan peliharaan sebagian rakyat peternak Indonesia.
Domba dan kambing merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang dapat untuk dikembangkan di berbagai wilayah terutama pedesaan. Hal ini karena domba dan kambing memiliki keunggulan yaitu daya adaptasi yang baik,
(35)
35 pertumbuhan yang cepat, pemeliharaan yang mudah dan memiliki fungsi sosial dan keagamaan. Potensi pasar domba dan kambing juga cukup menjanjikan mengingat kebutuhan ternak ini untuk pasar dalam negeri cukup besar, terutama pada saat hari raya Idul Adha.
Berbagai keunggulan serta prospek pasar yang cukup besar tersebut merupakan salah satu alasan pemilik ternak yaitu Bapak Sarno untuk mengembangkan usahanya dengan menginvestasikan modalnya pada usaha penggemukan domba dan kambing. Penggemukan domba dan kambing dapat dilakukan dalam jumlah yang banyak maupun sedikit. Perbedaan jumlah domba dan kambing yang digemukkan akan berpengaruh pada cara pengelolaanya. Jumlah domba dan kambing yang dipelihara juga mempengaruhi tingkat keuntungan yang akan diperoleh.
Keberhasilan Bapak Sarno dalam menjalankan usaha penggemukan domba dan kambing miliknya terlihat dari lamanya ia menggeluti usaha tersebut sejak tahun 1991. Namun demikian, lamanya usaha tersebut berjalan bukanlah indikator penentu kelayakan dari suatu usaha. Dalam pengembangannya sebagai gambaran investasi usaha penggemukan domba dan kambing milik Bapak Sarno perlu dilakukan analisis kelayakan usaha. Maka dari itu penelitian ini mencoba menganalisis kelayakan investasi pada usaha penggemukan domba dan kambing milik Bapak Sarno tersebut.
Indikator penentu kelayakan usaha dapat dilihat dari aspek finansial dan nonfinansialnya. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat kelayakan aspek nonfinansial yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum dan aspek lingkungan. Selain itu juga menganalisis aspek finansial yang dibagi menjadi dua yaitu kondisi sebelum pengembangan (kondisi aktual) dan kondisi pada saat pengembangan dari usaha penggemukan domba dan kambing yang dijalankan oleh Bapak Sarno. Penentuan kelayakan aspek nonfinansial dari usaha penggemukan domba dan kambing yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan membandingkan antara keadaan di lapang dengan teori-teori yang terkait melalui studi literatur. Sedangkan penentuan aspek finansial menggunakan kriteria investasi yaitu NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return), Net B/C (Net Benefit Cost Ratio) dan PP (Payback
(36)
36 Period). Untuk menghadapi peningkatan harga input dan penurunan harga ouput yang selalu mengalami perubahan-perubahan maka diperlukan kewaspadaan terhadap usaha tersebut dengan menganalisis melalui analisis pengganti (switching value analysis). Dengan analisis ini akan diketahui berapa besarnya batas perubahan tersebut sehingga membuat usaha tersebut tidak layak.
Hasil penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang kelayakan finansial maupun nonfinansial dari usaha penggemukan domba dan kambing yang diusahakan oleh Bapak Sarno serta dapat membantu pengusaha dalam mengambil keputusan dalam menginvestasikan modalnya. Apabila kegiatan investasi tersebut berdasarkan analisis yang dilakukan layak untuk dijalankan, maka hasil penelitian ini akan direkomendasikan kepada pengusaha penggemukan yaitu Bapak Sarno agar terus mengembangkan usahanya. Sebaliknya apabila hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa kegiatan investasi pada usaha tersebut tidak layak maka direkomendasikan agar pemilik usaha menganalisis kembali aspek-aspek yang menyebabkan bisnis tidak layak. Adapun bagan kerangka pemikiran operasional penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut.
(37)
37 Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian
Konsumsi Daging
- Kebutuhan daging meningkat - Swasembada daging 2014
- Kebutuhan daging domba dan kambing yang tidak dapat digantikan oleh ternak lain.
Prospek dan peluang usaha penggemukan domba dan kambing
Usaha penggemukan domba dan kambing milik Bapak Sarno
Kegiatan investasi usaha penggemukan domba dan kambing
Analisis kelayakan usaha
Analisis Aspek Nonfinansial: 1. Aspek Pasar
2. Aspek Teknis
3. Aspek Manajemen dan Hukum 4. Aspek Sosial, Ekonomi
5. Aspek Lingkungan
Aspek Finansial:
1. NPV (Net Present Value) 2. B/C Ratio (Net Benefit Cost
Ratio)
3. IRR (Internal Rate of Return) 4. PP (Payback Period)
5. Switching Value
LAYAK
(Lanjutkan Usaha)
TIDAK LAYAK
(Upaya perbaikan) Aktual dan pengembangan
(1)
151
14 Sabit 150,000 150,000 150,000 150,000
15 Garpu Rumput 24,000 24,000 24,000 24,000
16 Skop 150,000 150,000 150,000 150,000
17 Timbangan 450,000
TOTAL BIAYA
INVESTASI 399,874,000 324,000 324,000 324,000
B. Biaya Tetap
1 Gaji:
a. Ketua 21,600,000 32,400,000 32,400,000 32,400,000 32,400,000 32,400,000 32,400,000 32,400,000
b. Pengadaan Pakan 21,600,000 32,400,000 32,400,000 32,400,000 32,400,000 32,400,000 32,400,000 32,400,000 c. Pemasaran 10,800,000 16,200,000 16,200,000 16,200,000 16,200,000 16,200,000 16,200,000 16,200,000 d. Pemeliharaan 21,600,000 32,400,000 32,400,000 32,400,000 32,400,000 32,400,000 32,400,000 32,400,000 2 THR :
a. Ketua 3,000,000 3,000,000 3,000,000 3,000,000 3,000,000 3,000,000 3,000,000 3,000,000
b. Pengadaan Pakan 3,000,000 3,000,000 3,000,000 3,000,000 3,000,000 3,000,000 3,000,000 3,000,000
c. Pemasaran 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000
d. Pemeliharaan 3,000,000 3,000,000 3,000,000 3,000,000 3,000,000 3,000,000 3,000,000 3,000,000
3 Rekening:
a. Listrik 400,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000
b. Telepon 1,600,000 2,400,000 2,400,000 2,400,000 2,400,000 2,400,000 2,400,000 2,400,000
4 Air 2,400,000 3,600,000 3,600,000 3,600,000 3,600,000 3,600,000 3,600,000 3,600,000
5 Karung Bekas 129,600 194,400 194,400 194,400 194,400 194,400 194,400 194,400
6 Gunting Cukur 80,000 80,000 80,000 80,000 80,000 80,000 80,000 80,000
7 Ember 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000 600,000
(2)
152
9 BBM 18,000,000 27,000,000 27,000,000 27,000,000 27,000,000 27,000,000 27,000,000 27,000,000 10 Pajak:
a. Mobil 500,000 500,000 500,000 500,000 500,000 500,000 500,000 500,000
b. Motor Pakan 400,000 400,000 400,000 400,000 400,000 400,000 400,000 400,000
c. PBB 60,000 60,000 60,000 60,000 60,000 60,000 60,000 60,000
TOTAL BIAYA
TETAP 121,469,600 176,134,400 176,134,400 176,134,400 176,134,400 176,134,400 176,134,400 176,134,400 C. Biaya Variabel
1 Bakalan Domba 162,000,000 243,000,000 243,000,000 243,000,000 243,000,000 243,000,000 243,000,000 243,000,000 2 Bakalan Kambing 175,500,000 263,250,000 263,250,000 263,250,000 263,250,000 263,250,000 263,250,000 263,250,000
3 Rumput 48,600,000 72,900,000 72,900,000 72,900,000 72,900,000 72,900,000 72,900,000 72,900,000
4 Konsentrat:
a. Ampas tahu 32,400,000 48,600,000 48,600,000 48,600,000 48,600,000 48,600,000 48,600,000 48,600,000 b. Singkong 32,400,000 48,600,000 48,600,000 48,600,000 48,600,000 48,600,000 48,600,000 48,600,000 5 Obat-obatan:
a. Obat Cacing 2,430,000 3,645,000 3,645,000 3,645,000 3,645,000 3,645,000 3,645,000 3,645,000
b. Obat Mata 540,000 810,000 810,000 810,000 810,000 810,000 810,000 810,000
c. Antibiotik 1,080,000 1,620,000 1,620,000 1,620,000 1,620,000 1,620,000 1,620,000 1,620,000
d. Vitamin 1,890,000 2,835,000 2,835,000 2,835,000 2,835,000 2,835,000 2,835,000 2,835,000
TOTAL BIAYA
VARIABEL 456,840,000 685,260,000 685,260,000 685,260,000 685,260,000 685,260,000 685,260,000 685,260,000
Pembayaran Angsuran 30,150,000 30,150,000 30,150,000 30,150,000 30,150,000 30,150,000 30,150,000 30,150,000 PPh 65,459,008 43,456,012 43,456,012 43,456,012 43,456,012 43,456,012 43,456,012 78,093,512 TOTAL OUTFLOW 1,073,792,608 935,000,412 935,324,412 935,000,412 935,324,412 935,000,412 935,324,412 969,637,912
(3)
153 c. Incremental Net Benefit
Keterangan Tahun
1 2 3 4 5 6 7 8
Net Benefit Without Project (120,302,945) 85,249,395 84,925,395 85,249,395 84,925,395 85,249,395 84,925,395 115,808,145 Net Benefit With Project (233,646,976) 100,218,036 99,894,036 100,218,036 99,894,036 100,218,036 99,894,036 230,325,536
Incremental Net Benefit (113,344,031) 14,968,641 14,968,641 14,968,641 14,968,641 14,968,641 14,968,641 114,517,391
DR 12 % 1 0.893 0.797 0.712 0.636 0.567 0.507 0.452
PV per tahun (113,344,031) 13,364,858 11,932,909 10,654,383 9,512,842 8,493,609 7,583,579 51,801,852
PV Positif 113,344,031
PV Negatif (113,344,031)
NPV 0
Net B/C 1
IRR 12%
(4)
(5)
RINGKASAN
SEPTIANNISA BAHMAT. Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Penggemukan Domba dan Kambing di Peternakan Bapak Sarno, Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan TINTIN SARIANTI).
Pemerintah Indonesia telah merencanakan bahwa tahun 2014 Indonesia menjadi negara swasembada daging. Dalam mencapai swasembada daging ada dua langkah pendekatan yang dapat dilakukan yakni meningkatkan populasi ternak sapi dan langkah pendukung melalui meningkatkan sosialisasi konsumsi daging ke masyarakat dengan mengkonsumsi daging ternak lain, seperti daging domba dan kambing. Ternak domba dan kambing memiliki kelebihan tersendiri dibandingkan dengan ternak sapi maupun ternak lainnya. Hal ini berdasarkan pada keadaan alam yang baik dan keadaan sosial-budaya yang sangat mendukung terutama terkait dengan mayoritas penduduk Warga Negara Indonesia yang beragama Islam. Kedua hal tersebut merupakan faktor pendukung potensial bagi pengembangan peternakan domba dan kambing di Indonesia. Kecamatan Ciawi merupakan daerah yang berpotensi karena selain memiliki iklim yang sesuai untuk peternakan domba dan kambing kecamatan ini merupakan daerah yang strategis untuk pemasaran domba dan kambing ke daerah Jabodetabek yang merupakan daerah perkotaan dan daerah industri yang tidak lagi memiliki potensi lahan untuk peternakan domba maupun kambing. Kondisi tersebut menjadi peluang bagi pengusaha penggemukan domba dan kambing.
Salah satu peternakan yang memanfaatkan peluang tersebut adalah peternakan milik Bapak Sarno yang berada di Desa Citapen. Namun usaha ini memiliki permasalahan yaitu belum mampu memenuhi permintaan pasarnya. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka usaha penggemukan domba dan kambing ini akan mengembangkan usahanya dengan melakukan penambahan jumlah ternak dan pembangunan kandang baru. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) menganalisis kelayakan usaha penggemukan domba dan kambing milik Bapak Sarno berdasarkan aspek nonfinansial seperti aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial, ekonomi, serta aspek lingkungan pada kondisi sebelum maupun setelah pengembangan, (2) menganalisis usaha penggemukan domba dan kambing milik Bapak Sarno pada aspek finansial berdasarkan kriteria investasi lingkungan pada kondisi sebelum maupun setelah pengembangan, (3) menganalisis kelayakan finansial usaha penggemukan domba dan kambing dengan switching value apabila terjadi kenaikan harga bakalan dan penurunan harga penjualan.
Penelitian dilaksanakan di peternakan milik Bapak Sarno di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Waktu penelitian dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Desember 2011 hingga Februari 2012. Penelitian ini menggunakan kriteria kelayakan usaha dari aspek nonfinansial dan kelayakan aspek finansial dari kriteria investasi yaitu Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate of Return (IRR), Payback Period (PP) serta
(6)
menganalisis tingkat kepekaan atau switching value terhadap variabel output maupun variabel input yang dilakukan secara kuantitatif dan dipaparkan dengan deskriptif.
Berdasarkan kriteria aspek kelayakan nonfinansial usaha penggemukan domba dan kambing milik Bapak Sarno layak untuk dikembangkan. Pada aspek pasar, usaha penggemukan domba dan kambing masih memiliki peluang pasar dan starategi bauran pemasaran yang dijalankan dengan baik. Untuk aspek teknis, usaha ini memiliki lokasi yang strategis, sarana dan prasarana yang mendukung sehingga memudahkan kegiatan operasional. Berdasarkan aspek manajemen, usaha layak untuk dilaksanakan karena struktur organisasi yang jelas dan deskripsi pekerjaan dijalankan setiap orang sesuai dengan tanggung jawab masing-masing. Pada aspek hukum, usaha ini telah memiliki surat ijin usaha, sehingga memberikan jaminan untuk lancarnya kegiatan usaha serta sebagai jaminan untuk pinjaman modal kepada lembaga keuangan seperti bank. Berdasarkan aspek sosial dan ekonomi, usaha penggemukan domba dan kambing ini layak untuk dilaksanakan karena dengan adanya usaha tersebut dapat menyerap tenaga kerja dari masyarakat sekitar sehingga mampu mengurangi pengangguran dan meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar. Sedangkan dari aspek lingkungan, usaha ini layak untuk dilaksanakan karena limbah yang ditimbulkan berupa kotoran ternak tidak menimbulkan bau, setiap hari kandang selalu dibersihkan, kotoran ternak dikumpulkan menjadi pupuk kandang dan dijual kepada petani di lingkungan sekitar.
Hasil analisis kelayakan finansal usaha penggemukan domba dan kambing milik Bapak Sarno pada kondisi sebelum pengembangan memiliki nilai Net Benefit yaitu 85.570. 875 rupiah sedangkan pada kondisi pengembangan nilai Net Benefi yang diperoleh yaitu 100.796.700 rupiah. Maka nilai incremental net benefit yang diperoleh dari usaha penggemukan domba dan kambing yaitu 15.225.825 rupiah. Berdasarkan kriteria investasi usaha penggemukan domba dan kambing ini layak untuk dijalankan karena nilai yang diperoleh sesuai dengan kriteria investasi. Nilai Net Present Value (NPV) lebih besar dari nol yaitu sebesar 1.201.056 rupiah dengan umur usaha delapan tahun. Nilai Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) lebih besar dari satu yaitu 1,012. Nilai Internal Rate of Return (IRR) adalah 12 persen, sama denga tingkat Discount Rate (DR) yang ditentukan yaitu 12 persen. Payback Period (PP) yang dihasilkan dari analisis tersebut adalah delapan tahun atau sama dengan umur ekonomis usaha yaitu delapan tahun.
Berdasarkan hasil analisis switching value, usaha penggemukan domba dan kambing milik Bapak Sarno masih tetap layak dijalankan dan mendapatkan keuntungan apabila terjadi peningkatan harga bakalan kambing 0,29 persen dan penurunan harga penjualan kambing sebesar 0,14 persen.