6
4.1.4 Lama penyinaran matahari
Tabel 5. Lama penyinaran matahari di Bandung antara pukul 08.00-16.00 Tahun
Jan Feb
Mar Apr
May Jun
Jul Aug Sep
OKt Nov
Des 1994
36 46
48 53
50 63
55 59
45 52
53 47
1995 56
52 59
57 59
58 65
75 65
54 58
57 1996
23 46
55 55
69 59
71 64
47 57
45 58
1997 41
59 57
62 69
67 75
85 72
73 52
43 1998
48 59
45 68
54 67
72 68
78 48
47 60
1999 44
46 66
70 55
64 71
72 79
55 58
47 2000
37 49
57 64
55 60
76 70
77 74
63 52
2001 58
47 49
57 63
81 79
88 79
75 37
35 2002
48 41
49 61
58 69
73 63
53 37
43 56
2003 40
67 65
60 68
73 83
74 83
74 48
52 2004
42 55
47 56
76 83
90 91
90 72
63 51
Rata-rata 43
52 54
60 61
68 74
73 70
61 52
51
Sumber : BMKG Pusat 2010
Lama penyinaran
matahari yang
ditangkap klorofil pada tanaman yang mempunyai hijau daun merupakan energi
dalam proses fotosintesis. Hasil fotosintesis ini
menjadi bahan
utama dalam
pertumbuhan dan produksi tanaman pangan. Selain
meningkatkan laju
fotosintesis, peningkatan cahaya matahari biasanya
mempercepat proses
pembungaan dan
pembuahan. Sebaliknya,
penurunan intensitas
lama penyinaran
matahari matahari
akan memperpanjang
masa pertumbuhan tanaman. Jika air cukup maka
pertumbuhan dan produksi padi hampir seluruhnya ditentukan oleh suhu dan lama
penyinaran matahari matahari Stark dan Wright, 1985.
Berdasarkan Tabel 5, lama penyinaran matahari rendah pada bulan Januari dengan
lama penyinaran rata rata sebesar 43 dan terus naik sehingga mencapai puncak
tertinggi pada bulan Juli dengan lama penyinaran sebesar 74 , pada bulan
Agustus sampai Desember lama penyinaran terus menurun. Hal ini disebabkan oleh
curah hujan yang tinggi pada bulan Januari hingga April, sedangkan pada bulan Mei
hingga Agustus curah hujan rendah dan mulai meningkat pada bulan September
hingga Desember.
4.1.5 Kadar Air Tanah
Berdasarkan Tabel 6, kadar air tanah, pada bulan Januari hingga bulan Juni dengan
kadar air tanah tidak berubah sebesar 300 mm. Pada bulan tersebut, curah hujan lebih
besar dibandingkan
evapotranspirasi sehingga kadar air tanah mengalami surplus.
Kadar air tanah mulai berkurang pada bulan Juli dan mencapai titik terendah pada bulan
September sebesar 197 mm. Hal ini terjadi karena pada bulan-bulan tersebut curah
hujan lebih kecil dibandingkan dengan evapotranspirasi potensial yang terjadi dan
menyebabkan air tanah yang tersedia berkurang untuk evapotransiprasi sehingga
mengalami defisit. Kadar air tanah mulai meningkat pada bulan Oktober dan mulai
mengalami surplus pada bulan November. Pada bulan Oktober air tanah tidak
mengalami surplus walaupun pada bulan tersebut
curah hujan
lebih tinggi
dibandingkan evapotranspirasi. Runoff
terjadi karena
air tanah
mengalami surplus
sehingga terjadi
limpasan sebagai kelebihan air tanah. Berdasarkan Tabel 5, runoff terjadi pada
bulan Januari sampai Juni dan bulan November sampai Desember. Pada bulan
tersebut, curah hujan sebagai input setelah dikurangi dengan evapotranspirasi yang
terjadi lebih besar dari kapasitas lapang tanah, sehingga jumlah air yang tidak dapat
ditampung oleh tanah tersebut akan menjadi runoff. Runoff terbesar terjadi pada bulan
Maret sebesar 264 mm. Hal ini terjadi karena pada bulan tersebut merupakan bulan
dengan curah hujan tertinggi.
Bulan Juli sampai September, tidak terjadi runoff karena curah hujan lebih kecil
dibandingkan dengan evapotranspirasi tanah yang tersimpan pada bulan sebelumnya.
Pada bulan Oktober curah hujan lebih tinggi dibandingkan dengan evapotranspirasi tapi
tidak terjadi runoff. Hal ini terjadi karena curah hujan tersebut masih terserap oleh
tanah untuk menutup kekurangan air pada bulan sebelumnya.
7
4.2. Pengaruh Waktu Tanam terhadap Biaya Produksi Kentang