HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN KOMITMEN GURU SEKOLAH BILINGUAL

37 biliterate. Idealnya dalam satu kelas model pendidikan ini terdiri dari masing- masing setengah dari kedua bahasa tersebut. Model ini merupakan model pendidikan bilingual yang paling berhasil karena guru tetap mengerti ketika siswanya berbicara dalam bahasa asli mereka dan kemudian guru bisa membalasnya dengan bahasa Inggris. c. Pendidikan bilingual late-exit Developmental bilingual education Pada model ini pendidikan bahasa asing hanya menjadi tambahan. Tujuan pendidikan ini adalah untuk mengembangkan bilingual dan biliterate dalam dua bahasa. Program pendidikan ini tersedia untuk siswa yang bahasa ibunya bukan Inggris dan juga untuk program transisi. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga model pendidikan bilingual, yaitu pendidikan bilingual peralihan, pendidikan bilingual dua bahasa, dan pendidikan bilingual late-exit.

F. HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN KOMITMEN GURU SEKOLAH BILINGUAL

Louis 1998, dalam Joffres Haughey, 2001 dan Coladarci 1992, dalam effros Haughey, 2001 menyatakan bahwa self-efficacy guru secara langsung mempengaruhi komitmen guru. Bandura 1997, dalam Joffres Haughey,2001 menyatakan bahwa self-efficacy guru menunjukkan kepercayaan guru akan kemampuan personalnya untuk mempengaruhi cara belajar siswa. Kemudian Ebmeier dan Nicklaus dalam Teacher Commitment and Engagemant, 2007 Universitas Sumatera Utara 38 bahwa komitmen guru merupakan bagian dari afeksi atau reaksi emosi seorang guru kepada pengalaman mereka di dalam lingkungan sekolah. Self-efficacy guru merupakan pendorong bagi siswa yang akan terlihat dari prestasi yang diterima siswa dan juga akan memengaruhi motivasi siswa dalam belajar Pajares, dalam Pintrich, 2002. Self-efficacy guru merupakan prediktor yang signifikan bagi prestasi siswa. Self-efficacy guru akan meningkat ketika siswanya menunjukkan peningkatan dalam pelajaran. Tschannen-Moran, Woolfolk Hoy, Hoy, dalam Pintrich, 2002. Rotter, dkk 1966, dalam Joffres Haughey, 2001 menyimpulkan bahwa self-efficacy guru tumbuh dalam dua bentuk kepercayaan, yaitu kepercayaan mengenai kemampuan personal dalam mempengaruhi proses belajar siswa dan kepercayaan mengenai kemampuan guru sebagai kelompok untuk mempengaruhi cara belajar siswa secara keseluruhan. Self-efficacy guru akan menambah keefektifan guru dalam mengajar Tschannen-Moran, Woolfolk Hoy, Hoy, 1998, dalam Knobloch Whittington, 2003, prestasi siswa Armor, dkk, 1976, dalam Knobloch Whittington, 2003, komitmen profesional Coladarci, 1992, dalam Knobloch Whittington, 2003, dan usia karir Burley et al., 1991, dalam Knobloch Whittington, 2003. Self-efficacy guru yang rendah merupakan hal yang menentukan dalam penurunan komitmen guru Joffres Haughey, 2001. Reyes dan Coladarci 1992, dalam Joffres Haughey, 2001 menemukan bahwa self-efficacy berhubungan dengan komitmen guru di sekolah, baik itu komitmen guru terhadap organisasi, maupun komitmen guru dengan profesinya. Hal ini bergantung pada Universitas Sumatera Utara 39 pengertian guru tentang situasinya, dimana dirinya dipengaruhi oleh sejarah kerjanya dan kehadiran teman atau rekan sejawat dalam pekerjaannya. Komitmen guru dalam mengajar memegang peranan penting dalam menentukan seberapa lama guru bisa bertahan pada profesinya Chapman, 1982; Chapman Lowther, 1983; McCracken Etuk, 1986, dalam Knobloch Whittington, 2003. Seorang guru yang memilih karir mereka berdasarkan motivasi intrinsik untuk melayani orang lain atau tujuan karir jangka panjang biasanya menunjukkan self-efficacy yang lebih tinggi dalam kegiatan mengajar mereka Knobloch Whittington, 2003. Komitmen guru mengalami berubahan dan pengurangan ketika guru merasa tidak sukses, dimana ketika mereka merasa self-efficacy yang dimilikinya rendah. Perasaan tersebut mendukung berkembangnya ketidakmampuan guru untuk memengaruhi proses belajar siswa, untuk menghidupkan perasaan mereka akan misi dan standar internal profesional, untuk melanjutkan belajar dan tumbuh, dan untuk berprestasi mencapai tujuan Joffres Haughey, 2001. Pergerakan naik dan turunnya komitmen guru terlihat dari pengertian guru akan pengalaman negatif mereka. Komitmen menurun dalam fungsi atribusi kausal guru dari penerimaan akan kegagalan ketika guru mengatribusikan ketidakmampuan mereka untuk memengaruhi proses belajar siswa Joffres Haughey, 2001. Joffres Haughey 2001 menemukan bahwa kesesuaian, dukungan, dan kerja sama cenderung akan memudahkan timbulnya komitmen. Menurut Tschannen-Moran, Woolfolk Hoy, dan Hoy dalam Pintrinch, 2002 self-efficacy guru akan meningkat ketika siswanya menunjukkan peningkatan Universitas Sumatera Utara 40 dalam pelajaran. Kemudian hasil yang dicapai siswa di sekolah dipengaruhi juga oleh komitmen guru di sekolah tersebut. Hal ini sesuai dengan dengan pendapat Firestone, dkk dalam Teacher Commitment and Engagemant, 2007 yang menyatakan bahwa komitmen seorang guru berdampak pada penampilan kerjanya, jumlah kehadiran, burnout dan turnover, yang juga berpengaruh terhadap prestasi siswa, serta perilaku siswa di sekolah. Huberman dan Nias dalam Teacher Commitment and Engagemant, 2007 berpendapat bahwa komitmen guru merupakan salah satu faktor penting yang menentukan dalam kesuksesan dan kelangsungan pendidikan di masa depan. Knobloch dan Whittington 2003 dalam penelitiannya menemukan bahwa komitmen seorang guru merupakan sumber dari self-efficacy dirinya dalam mengajar, dimana hal ini berhubungan dengan harapan dari efikasinya akan keberhasilannya dalam mengajar. Pajares dalam Henson, 2001 menyatakan bahwa self-efficacy mempengaruhi pilihan, usaha, dan ketahanan individu ketika berhadapan dengan masalah, serta mempengaruhi emosi individu juga. Berdasarkan uraian di atas, peneliti berasumsi bahwa self-efficacy guru dan komitmen guru memiliki hubungan yang positif. Artinya semakin tinggi self- efficacy yang dimiliki seorang guru ketika mengajar, maka semakin tinggi komitmen guru tersebut. Universitas Sumatera Utara 41

G. HIPOTESIS PENELITIAN