submukosa terdiri dari jaringan ikat longgar dan jaringan elastik yang membentuk jaringan saraf, pembuluh darah dan limfe Pieter, 2005.
Persarafan parasimpatis apendiks berasal dari cabang n. vagus yang mengikuti a. mesenterika superior dan a. apendikularis, sedangkan persarafan
simpatis berasal dari n. torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis
bermula di sekitar umbilikus. Pendarahan apendiks berasal dari a. apendikularis
yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangren Pieter, 2005.
2.2. Fisiologi Apendiks
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis Pieter, 2005.
Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT Gut Associated Lymphoid Tissue yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks,
ialah IgA. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi system imun
tubuh karena jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan diseluruh tubuh Pieter, 2005.
Jaringan limfoid pertama kali muncul pada apendiks sekitar 2 minggu setelah lahir. Jumlahnya meningkat selama pubertas, dan menetap saat dewasa
dan kemudian berkurang mengikuti umur. Setelah umur 60 tahun, tidak ada jaringan limfoid lagi di apendiks dan terjadi penghancuran lumen apendiks
komplit. Immunoglobulin sekretorius dihasilkan sebagai bagian dari jaringan limfoid yang berhubungan dengan usus untuk melindungi lingkungan anterior.
Apendiks bermanfaat tetapi tidak diperlukan Schwartz, 2000.
Universitas Sumatera Utara
2.3. Apendisitis
2.3.1. Definisi
Apendiks adalah ujung seperti jari-jari yang kecil panjangnya kira-kira 10cm 4 inci, melekat pada sekum tepat dibawah katup ilosekal
Smeltzer dan Bare, 2002. Apendisitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering Mansjoer dkk., 2000. Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut
pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, dan bedah abdomen darurat Smeltzer dan Bare, 2002.
2.3.2. Etiologi
Pada penelitian, ligasi obstruksi apendiks menyebabkan peningkatan mencolok tekanan intralumen, yang dengan cepat melebihi
tekanan darah sistolik. Pada awalnya kongesti darah vena menjelek menjadi trombosis, nekrosis dan perforata. Secara klinis, obstruksi lumen
merupakan penyebab utama apendisitis. Obstruksi ini disebabkan oleh pengerasan bahan tinja fekolit. Fekalit merupakan penyebab tersering
dari obstruksi apendiks. Bahan yang mengeras ini bisa mengapur, terlihat dalam foto rontgen sebagai apendikolit 15-20. Obstruksi akibat dari
edema mukosa dapat disertai dengan infeksi virus atau bakteri Yersinia, Salmonella, Shigella sistemik. Mukus yang tidak normal terkesan sebagai
penyebab meningkatnya insidens apendisitis pada anak dengan kistik fibrosis. Tumor karsinoid, benda asing, dan ascaris jarang menjadi
penyebab apendisitis Hartman, 2000. Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan apendisitis
adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. Histolytica. Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan meningkatkan tekanan intrasekal, yang berakibat
timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan
Universitas Sumatera Utara
kuman flora kolon biasa. Semuanya akan mempermudah terjadinya apendisits akut Pieter, 2005.
2.3.3. Patofisiologi
Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur
pada fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma Mansjoer dkk., 2000.
Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian proksimal. Selanjutnya, terjadi peningkatan sekresi normal dari
mukosa apendiks yang distensi secara terus menerus karena multiplikasi cepat dari bakteri. Obstruksi iga menyebabkan mukus yang diproduksi
mukosa terbendung. semakin lama, mukus tersebut semakin banyak. Namun, elastisitas dinding apendiks terbatas sehingga meningkatkan
tekanan intralumen. Kapasitas lumen apendiks normal hanya sekitar 0,1 ml Schwartz, 2000.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami hipoksia, hambatan aliran limfe, ulserasi mukosa, dan invasi
bakteri. Infeksi memperberat pembengkakan apendiks edema. Trombosis pada pembuluh darah intramural dinding apendiks menyebabkan
iskemik. Pada saat ini, terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium Mansjoer dkk., 2000.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah,
dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang meluas dan mengenai peritoneum setempat menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah.
Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut Mansjoer dkk., 2000.
Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan
Universitas Sumatera Utara
apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforata Mansjoer dkk., 2000.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa
lokal yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang Mansjoer dkk., 2000.
Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai di mukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks
dalam waktu 24-48 jam pertama. Ini merupakan usaha pertahanan tubuh yang membatasi proses radang melalui penutupan apendiks dengan
omentum, usus halus, atau adneksa. Akibatnya, terbentuk massa periapendikular. Di dalamnya, dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses
yang dapat mengalami perforata. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang, dan
selanjutnya akan mengurai diri secara lambat Pieter, 2005. Pada anak-anak, perforata mudah terjadi karena omentum lebih
pendek, apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis, dan daya tahan tubuh yang masih kurang. Pada orang tua, perforata mudah terjadi
karena telah ada gangguan pembuluh darah Mansjoer dkk., 2000. Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna,
tetapi membentuk jaringan parut dan menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitar. Perlengketan ini menimbulkan keluhan berulang diperut
kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut Pieter, 2005.
2.3.4. Manifestasi klinis
Pada permulaan timbulnya penyakit, belum ada keluhan abdomen yang menetap. Keluhan apendisitis akut biasanya bermula dari
nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam, nyeri beralih ke kuadran kanan, menetap, dan
diperberat saat berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia,
Universitas Sumatera Utara
malaise, demam yang tidak terlalu tinggi, konstipasi, kadang-kadang diare, mual dan muntah. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan
bawah akan semakin progresif Mansjoer dkk., 2000. Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari
oleh radang mendadak apendiks yang memberikan tanda setempat, disertai maupu n tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Umumnya nafsu makan
menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik McBurney. Di sini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya
sehingga merupakan somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa
memerlukan obat pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforata. Bila terdapat perangsangan
peritoneum biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk Pieter, 2005.
Bila letak apendiks retrosekal di luar rongga perut, karena letaknya terlindung sekum maka tanda nyeri perut kanan bawah tidak
begitu jelas dan tidak ada rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan, karena kontraksi otot
psoas mayor yang menegang dari dorsal Pieter, 2005. Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat
menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristaltik meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan
berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing, karena rangsangan dindingnya
Pieter, 2005. Penjelekan sejak mulainya gejala sampai perforata biasanya
terjadi setelah 36-48 jam. Jika diagnosis terlambat setelah 36-48 jam, angka perforata menjadi 65 Hartman, 2000.
Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis sehingga tidak ditangani pada waktunya dan terjadi komplikasi. Gejala
apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya
Universitas Sumatera Utara
rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya dalam beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan
anak akan menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang tidak khas tadi, sering apendisitis diketahui setelah perforata. Pada bayi, 80-90
apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforata Pieter, 2005.
Manifestasi klinis apendisitis akut Pieter, 2005 :
•
tanda awal nyeri mulai di epigastrium atau regio umbilikus disertai mual dan
anoreksi
•
nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum lokal di titik McBurney
o
nyeri tekan
o
nyeri lepas
o
defans muskuler
•
nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
o
nyeri tekan bawah pada tekanan kiri Rovsing
o
nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan Blumberg
o
nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam, berjalan, batuk, mengedan
2.3.5. Diagnosis
Menurut Kartono 1995, massa apendiks dengan proses radang aktif ditandai dengan:
1. Keadaan umum pasien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi;
2. Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas
terdapat tanda-tanda peritonitis; 3.
Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat pergeseran ke kiri.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan, massa apendiks dengan proses radang yang telah reda ditandai dengan:
1. Pasien berumur 5 tahun atau lebih.
2. Keadaan umum telah membaik, sakit, dan suhu tubuh tidak tinggi lagi.
3. Pemeriksaan lokal abdomen tenang, tanpa tanda-tanda peritonitis, dan
massa dengan berbatas jelas dengan nyeri tekan ringan. 4.
Laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.
Riwayat klasik apendisitis akut, yang diikuti massa yang nyeri di regio iliaka kanan dan demam, mengarahkan diagnosis pada massa atau
abses apendikuler. Diagnosis didukung dengan pemeriksaan fisik maupun penunjang. Kesalahan diagnosis lebih sering pada perempuan dibanding
laki-laki. Hal ini terjadi karena perempuan, terutama yang masih muda, sering mengalami gangguan yang mirip apendisitis akut. Keluhan dapat
berasal dari genitalia interna karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis atau penyakit. Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis yang
meragukan dilanjutkan dengan observasi penderita di rumah sakit, dengan pengamatan setiap 1-2 jam Pieter, 2005.
2.3.6. Pemeriksaan
2.3.6.1. Pemeriksaan Fisik
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5 °C. Bila
suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforata. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan rektal sampai 1
°C. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita
dengan komplikasi perforata. Appendisitis infiltrat atau adanya abses apendikuler terlihat dengan adanya penonjolan di perut kanan bawah
Pieter, 2005. Apendisitis yang tidak terobati berlanjut dengan perforata dalam
48-72 jam; karenanya, lamanya gejalanya sangat penting dalam
Universitas Sumatera Utara
mengintepretasi tanda fisik dalam menentukan strategi pengobatan Pieter, 2005.
Pemeriksaan fisik harus dimulai dengan inspeksi tingkah laku anak dan keadaan perutnya. Anak dengan apendisitis sering bergerak
perlahan dan terbatas, membungkuk kedepan, dan sering dengan sedikit pincang. Anak tersebut akan memegang kuadran kanan bawah dengan
tangan dan enggan untuk naik ke meja periksa. Apendisitis dini perut rata. Perubahan warna dan bekas luka memar harus dipikirkan trauma perut.
Perut kembung menunjukkan suatu komplikasi seperti perforata atau obstruksi. Auskultasi bisa menunjukkan suara usus normal atau hiperaktif
pada apendisitis dini diganti dengan suara usus hipoaktif ketika menjelek menjadi perforata Hartman, 2000.
Palpasi abdomen harus dilakukan dengan lembut setelah pelaporan dan dibantu dengan selingan pembicaraan atau bantuan
orangtua. Kuadran kanan bawah titik Mcburney harus dipalpasi terakhir setelah pemeriksa telah mempunyai kesempatan mempertimbangkan
respons terhadap pemeriksaan kuadran yang seharusnya tidak nyeri. Titik Mcburney adalah perpotongan lateral dan duapertiga dari garis ysng
menghubungkan spina iliaka superior anterior kanan dan umbilikus. Tanda fisik yang paling penting pada apendisitis adalah nyeri tekan menetap pada
saat palpasi dan kekakuan lapisan otot rektus. Jika anak takut atau agitasi saat pemeriksaan sebelumnya, maka otot perut mungkin tegang
keseluruhan, membuat interpretasi temuan ini tidak dimungkinkan Hartman, 2000.
Pemeriksaan nyeri lepas harus dikerjakan dengan hati-hati supaya bermakna. Palpasi perut yang dalam dan kemudian dilepaskan
dengan tiba-tiba akan menyebabkan nyeri dan rasa takut pada semua anak dan hal ini tidak dianjurkan. Perkusi jari dengan lembut pada semua
kuadran merupakan pemeriksaan yang lebih baik dari iritasi peritoneum berulang pada semua kelompok umur tetapi terutama pada anak yang takut
Hartman, 2000.
Universitas Sumatera Utara
Peristalsis usus sering normal, peristalsis dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata.
Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika Pieter,
2005. Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan, maka
kunci diagnosis adalah nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur. Colok dubur pada anak tidak dianjurkan. Pemeriksaan uji psoas dan uji
obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan m. psoas lewat
hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila apendiks yang meradang menempel di m. psoas, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji obturator
digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Dengan
gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang, pada apendisitis pelvika akan menimbulkan nyeri Pieter, 2005.
2.3.6.2. Pemeriksaan Penunjang 2.3.6.2.1. Pemeriksaan Laboratorium
Pada darah lengkap didapatkan leukosit ringan umumnya pada apendisitis sederhana. Lebih dari 13.000mm3 umumnya pada apendisitis
perforata. Tidak adanya leukositosis tidak menyingkirkan apendisitis. Hitung jenis leukosit terdapat pergeseran kekiri. Pada pemeriksaan urin,
sedimen dapat normal atau terdapat leukosit dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang menempel pada ureter atau vesika Kartono,
1995.
2.3.6.2.2. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan pencitraan yang mungkin membantu dalam mengevaluasi anak dengan kecurigaan apendisitis adalah foto polos perut
atau dada, ultrasonogram, enema barium, dan kadang-kadang CT scan.
Universitas Sumatera Utara
Temuan apendisitis pada foto perut meliputi apendikolit yang mengalami kalsifikasi, usus halus yang distensi atau obstruksi, dan efek massa
jaringan lunak Hartman, 2000 Menurut Darmawan Kartono, 1995 foto polos abdomen
dikerjakan apabila hasil anamnesa atau pemeriksaan fisik meragukan. Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan
mungkin terlihat ”ileal atau caecal ileus” gambaran garis permukaan air- udara disekum atau ileum.
Foto polos pada apendisitis perforata:
1.
gambaran perselubungan lebih jelas dan dapat tidak terbatas di kuadran kanan bawah
2.
penebalan dinding usus disekitar letak apendiks, sperti sekum dan ileum.
3.
Garis lemak pra peritoneal menghilang
4.
Skoliosis ke kanan
5.
Tanda-tanda obstruksi usus seperti garis-garis permukaan cairan- cairan akibat paralisis usus-usus lokal di daerah proses infeksi.
CT scan telah menjadi modalitas pilihan untuk mendiagnosis usus buntu pada anak-anak. CT scan telah terbukti memiliki akurasi 97
dalam mendiagnosis apendisitis. Keuntungan lainnya adalah kemampuan untuk mengevaluasi seluruh perut dan menemukan abses dan phlegmon,
kurangnya ketergantungan pada keterampilan operator, dan keakraban dokter dengan membaca CT scan. Kerugian meliputi paparan radiasi
tersebut, kebutuhan akan kontras oral dan intravena dan kerugian yang terkait, dan kebutuhan pasien untuk diam, yang sering sulit untuk anak-
anak kecil. Karena keuntungan CT scan, 62 dari dokter bedah anak yang disurvei di Amerika Utara lebih suka untuk evaluasi usus buntu. CT scan
paling disukai, dengan 51-58 pasien dengan apendisitis diduga menjalani CT scan. Namun, walaupun sekarang penggunaan luas CT scan untuk
Universitas Sumatera Utara
evaluasi apendisitis dengan sensitivitas dan spesifisitas unggul, tingkat usus buntu negatif pada anak-anak belum menunjukkan penurunan
signifikan secara statistik Katz, 2009. Temuan pada barium enema adalah temuan pengaruh massa
pada sekum karena proses radang dan lumen apendiks tidak terisi atau terisi sebagian Hartman, 2000.
2.3.7. Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer dkk. 2000, penatalaksanaan apendisitis terdiri dari: a.
Sebelum operasi 1.
Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi 2.
Pemasangan kateter untuk kontrol produksi urin 3.
Rehidrasi 4.
Antibiotik dengan spektrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena
5. Obat – obatan penurun panas, phenergan sebagai anti mengigil,
largaktil untuk membuka pembuluh – pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi tercapai
6. Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi
b. Operasi
1. Apendiktomi
2. Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforata bebas,
maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika 3.
Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, massa mungkin mengecil, atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka
waktu beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan
Universitas Sumatera Utara
c. Pasca Operasi
1. Observasi Tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya
perdarahan di dalam, syok, hipertermia atau gangguan pernafasan. 2.
Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah
3. Baringkan pasien dalam posisi semi fowler
4. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan,
selam pasien dipuasakan 5.
Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforata, puasa dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal.
6. Berikan minum mulai 15 mljam selama 4 – 5 jam lalu naikkan
menjadi 30 mljam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan makanan lunak
7. Satu hari pascar operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di
tempat tidur selama 2x30 menit 8.
Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar 9.
Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang
Apendiktomi harus dilakukan dalam beberapa jam setelah diagnosis ditegakkan Pieter, 2005.
Jika apendiks telah perforata, terutama dengan peritonitis menyeluruh, resusitasi cairan yang cukup dan antibiotik spektrum luas mungkin diperlukan
beberapa jam sebelum apendiktomi. Pengisapan nasogastrik harus digunakan jika ada muntah yang berat atau perut kembung. Antibiotik harus mencakup organisme
yang sering ditemukan Bacteroides, Escherichia coli, Klebsiella, dan pseudomonas spesies. Regimen yang sering digunakan secara intravena adalah
ampisilin 100 mgkg24 jam, gentamisin 5 mgkg24 jam, dan klindamisin 40 mgkg24 jam, atau metrobnidazole Flagyl 30 mgkg24 jam. Apendiktomi
dilakukan dengan atau tanpa drainase cairan peritoneum, dan antibiotik diteruskan sampai 7-10 hari Hartman, 2000.
Universitas Sumatera Utara
Massa apendiks terjadi bila terjadi apendisitis gangrenosa atau mikroperforata ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus.
Pada massa periapendikular yang pendidingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus keseluruh rongga peritoneum jika perforata diikuti peritonitis
purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa periapendikular yang masih bebas disarankan segera dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasi
lebih mudah. Pada anak, dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikular hilang, dan leukosit normal,
penderita boleh pulang dan apendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin.
Bila terjadi perforata, akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan
massa, serta bertambahnya angka leukosit Pieter, 2005. Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada anak
kecil, wanita hamil, dan penderita umur lanjut, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya Pieter,
2005.
2.3.8. Komplikasi
Komplikasi apendisitis terjadi pada 25-30 anak dengan apendisitis, terutama komplikasi yang dengan perforata Hartman, 2000.
Menurut Smeltzer dan Bare 2002, komplikasi potensial setelah apendiktomi antara lain:
1. Peritonitis
Observasi terhadap nyeri tekan abdomen, demam, muntah, kekakuan abdomen, dan takikardia. Lakukan penghisapan nasogastrik konstan. Perbaiki dehidrasi
sesuai program. Berikan preparat antibiotik sesuai program. 2.
Abses pelvis atau lumbal Evaluasi adanya anoreksi, menggigil, demam, dan diaforesis. Observasi adanya
diare, yang dapat menunjukkan abses pelvis, siapkan pasien untuk pemeriksaan rektal. Siapkan pasien untuk prosedur drainase operatif.
Universitas Sumatera Utara
3. Abses Subfrenik abses dibawah diafragma
Kaji pasien terhadap adanya menggigil, demam, diaforesis. Siapkan untuk pemeriksaan sinar-x. Siapkan drainase bedah terhadap abses.
4. Ileus
Kaji bising usus. Lakukan intubasi dan pengisapan nasogastrik. Ganti cairan dan elektrolit dengan rute intravena sesuai program. Siapkan untuk
pembedahan, bila diagnosis ileus mekanis ditegakkan.
2.3.9. Prognosis Prognosis baik bila dilakukan diagnosis dini sebelum ruptur, dan diberi
antibiotik yang lebih baik. Apendisitis akut tanpa perforata memiliki mortalitas sekitar 0,1, dan mencapai 15 pada orang tua dengan perforata. Umumnya,
mortalitas berhubungan dengan sepsis, emboli paru, ataupun aspirasi Schwartz, 2000.
Universitas Sumatera Utara
Kejadian Apendisitis perforata pada Anak umur 0 – 14 tahun
BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :
3.2. Defenisi Operasional
Sesuai dengan kerangka penelitian, maka yang menjadi definisi operasional sebagai berikut :
a. Apendisitis perforata merupakan peradangan dinding apendiks yang disertai
perforata. Informasi mengenai hal ini diperoleh dari penjelasan pada rekam medis penderita yang didiagnosis apendisitis perforata.
b. Gambaran merupakan hal – hal yang berkaitan dengan penyebab
pelaksanaan suatu kejadian. Informasi mengenai hal ini dapat diperoleh dari penjelasan pada rekam medis.
c. Karakteristik penderita dapat menjadi salah satu gambaran terjadinya
apendisitis perforata. Pada penelitian ini, karakteristik penderita berupa umur dan jenis kelamin. Karakteristik penderita didapat dari data rekam
medis penderita apendisitis perforata. Gambaran:
1. Berdasarkan karakteristik
2. Berdasarkan manifestasi klinis
3. Berdasarkan pemeriksaan
laboratorium 4.
Berdasarkan pemeriksaan radiologi
Universitas Sumatera Utara
Skala: nominal. d.
manifestasi klinis penderita merupakan suatu tanda ataupun gejala yang diperhatikan agar pemeriksa mengetahui hal yang menjadi pertanda bahwa
pasien tersebut menderita apendisitis perforata. Manifestasi klinis didapat dari data rekam medis penderita apendisitis perforata.
Skala: nominal. e.
Pemeriksaan laboratorium digunakan untuk menegakkan diagnosa pasti tentang penyakit suatu pasien. Pada penderita apendisitis perforata, nilai
leukosit darah lebih diperhitungkan. Nilai normal lekosit darah adalah 4,8- 10,8 x 10
3
selμL Sacher dan McPherson, 2004. Nilai leukosit ini didapat dari data rekam medis penderita apendisitis perforata. Kemudian pada
pemeriksaan urin diperiksa sel eritrosit dan leuko sit. Nilai normal eritrosit urin adalah 0-3Lapangan Pandang Besar sedangkan hitung jenis leukosit
adalah 0-5Lapangan Pandang Besar Sacher dan McPherson, 2004. Skala: nominal.
f. Pemeriksaan radiologi digunakan sebagai pemeriksaan penunjang guna
memastikan bahwa diagnosa yang sudah dibuat menjadi lebih pasti. Foto polos biasanya digunakan pada penderita apendisitis guna mendapatkan
gambaran mengenai lokasi apendisitis. Hasil foto polos didapat dari data rekam medis penderita yang didiagnosa apendisitis perforata.
Skala: nominal.
Universitas Sumatera Utara
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian