kebiasaan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi menaikkan tekanan intrasekal, menyebabkan sumbatan
fungsional apendiks, dan meningkatkan pertumbuhan flora kolon. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut Pieter, 2005.
Untuk kejadian apendisitis di Indonesia khususnya di Medan, penulis tidak menemui referensi valid yang menyatakan jumlah maupun perbandingan
penderita apendisitis, terkhusus apendsitis perforata di kelompok umur 0 tahun sampai 14 tahun.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran penderita apendisitis perforata umur 0-14 tahun di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2006-2009?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran penderita apendisitis perforata umur 0-14 tahun di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2006-2009.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui karakteristik penderita apendisitis perforata, berupa
umur dan jenis kelamin. 2.
Untuk mengetahui manifestasi klinis pada penderita apendisitis perforata.
3. Untuk mengetahui gambaran pemeriksaan laboratorium pada penderita
apendisitis perforata berupa nilai leukosit pada pemeriksaan darah beserta nilai leukosit dan eritrosit pada pemeriksaan urinalisis.
4. Untuk mengetahui gambaran pemeriksaan radiologi pada penderita
apendisitis perforata.
Universitas Sumatera Utara
1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Bagi Peneliti
1. Untuk memahami gambaran karakteristik, manifestasi klinis,
pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan radiologi pada apendisitis perforata.
2. Untuk memenuhi syarat dalam mencapai derajat Sarjana Kedokteran
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.
1.4.2. Manfaat Bagi Tenaga Kesehatan, Institusi Akademis, dan Peneliti Lain
Memberi informasi mengenai gambaran penderita apendisitis perforata umur 0-14 tahun di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2006-2009 kepada tenaga
kesehatan, institusi akademis, dan peneliti lain pada apendisitis perforata, terutama mengenai gambaran karakteristik, manifestasi klinis, laboratorium, dan
radiologi. Data penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan atau referensi pada penelitian-penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi dan Histologi Apendiks
Apendiks merupakan suatu evaginasi dari sekum yang ditandai dengan sebuah lumen kecil, sempit, dan tidak teratur. Struktur tersebut disebabkan oleh
folikel limfoid yang banyak pada apendiks Junqueira dan Carneiro, 2007. Apendiks memiliki panjang sekitar 3-15 cm dan diameter 0,5-1 cm. Pada
bagian proksimal, lumen apendiks sempit dan melebar di bagian distal. Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, di mana bagian pangkal melebar dan semakin
menyempit ke arah ujung. Hal ini merupakan salah satu faktor insidensi apendisitis yang rendah pada umur tersebut Pieter, 2005.
Sekitar 65 apendiks terletak di intraperitoneal. Kedudukan ini menyebabkan apendiks dapat bergerak sesuai dengan panjang mesoapendiks yang
menggantungnya. Apendiks juga dapat terletak di retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asendens, atau di tepi lateral kolon asendens.
Letak apendiks dapat menentukan manifestasi klinis apendisitis Pieter, 2005. Appendiks tampak pertama kali saat minggu ke-8 perkembangan
embriologi yaitu bagian ujung protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan menjadi apendiks,
kemudian berpindah dari medial menuju katup ileosekal Pieter, 2005. Apendiks memiliki 4 lapisan yaitu, mukosa, submukosa, muskularis
eksternapropria otot longitudinal dan sirkuler, dan serosa. Apendiks dapat tidak terlihat karena membran Jackson yang lapisan peritoneum menyebar dari bagian
lateral abdomen ke ileum terminal, menutup sekum dan apendiks. Lapisan mukosa terdiri dari satu lapis epitel bertingkat dan crypta lieberkuhn. Dinding
dalam inner circular layer berhubungan dengan sekum dan dinding luar outer longitudinal muscle dilapisi oleh pertemuan ketiga taenia coli pada pertemuan
sekum dan apendiks. Taenia anterior digunakan sebagai pegangan untuk mencari apendiks. diantara mukosa dan submukosa terdapat lymphonodes. Lapisan
Universitas Sumatera Utara
submukosa terdiri dari jaringan ikat longgar dan jaringan elastik yang membentuk jaringan saraf, pembuluh darah dan limfe Pieter, 2005.
Persarafan parasimpatis apendiks berasal dari cabang n. vagus yang mengikuti a. mesenterika superior dan a. apendikularis, sedangkan persarafan
simpatis berasal dari n. torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis
bermula di sekitar umbilikus. Pendarahan apendiks berasal dari a. apendikularis
yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangren Pieter, 2005.
2.2. Fisiologi Apendiks